Disusun Oleh:
Pembimbing :
dr. Saut Idoan Sijabat, Sp. B
1
REFERAT
Disusun Oleh:
Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing
dr. Saut Idoan Sijabat, Sp. B ( ..........................................)
Dipresentasikan dihadapan
dr. Saut Idoan Sijabat, Sp. B ( ..........................................)
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
PPJ ini. Indonesia kini semakin hari semakin maju dan dengan berkembangnya
sesebuah negara, maka usia harapan hidup pasti bertambah dengan sarana yang
makin maju dan selesa, maka kadar penderita BPH secara pastinya turut
meningkat. (Furqan, 2003)
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1. Perbedaan aliran urin dari buli-buli pada prostat normal dan prostat
yang mengalami pembesaran
5
B. Definisi
Ada beberapa pengertian penyakit Benigna Prostate Hiperplasia
(BPH) menurut beberapa ahli adalah :
1. Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan perbesaran kelenjar
prostat, memanjang ke atas kedalam kandung kemih dan menyumbat
aliran urin dengan menutupi orifisium uretra akibatnya terjadi dilatasi
ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap
(Smeltzer dan Bare, 2002).
2. BPH merupakakan pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa
majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian
periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan
menekan kelenjar normal yang tersisa, prostat tersebut mengelilingi
uretra dan, dan pembesaran bagian periuretral menyebabkan obstruksi
leher kandung kemih dan uretra parsprostatika yang menyebabkan
aliran kemih dari kandung kemih (Price dan Wilson, 2006).
3. BPH merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada pria umur 50
tahun atau lebih yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada
prostat yaitu prostat mengalami atrofi dan menjadi nodular,
pembesaran dari beberapa bagian kelenjar ini dapat mengakibatkan
obstruksi urine ( Baradero, Dayrit, dkk, 2007).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Benigna
Prostat Hiperplasi (BPH) merupakan penyakit pembesaran prostat yang
disebabkan oleh proses penuaan, yang biasa dialami oleh pria berusia 50
tahun keatas, yang mengakibatkan obstruksi leher kandung kemih, dapat
menghambat pengosongan kandung kemih dan menyebabkan gangguan
perkemihan.
6
klinik urologi di Indonesia setelah batu saluran kemih.1,4 Sebagai
gambaran hospital prevalence, di RS Cipto Mangunkusumo ditemukan
423 kasus pembesaran prostat jinak yang dirawat selama tiga tahun (1994-
-1997) dan di RS Sumber Waras sebanyak 617 kasus dalam periode yang
sama.2 Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin
meningkat, diperkirakan sekitar 5% atau kira-kira 5 juta pria di Indonesia
berusia 60 tahun atau lebih dan 2,5 juta pria diantaranya menderita gejala
saluran kemih bagian bawah (Lower Urinary Tract Symptoms/LUTS)
akibat BPH.7 BPH mempengaruhi kualitas kehidupan pada hampir 1/3
populasi pria yang berumur > 50 tahun.3
D. Etiologi
Hingga sekarang, penyebab BPH masih belum dapat diketahui
secara pasti, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat
kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses
penuaan. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasia prostat:1
1. Teori dihidrotestosteron
Pertumbuhan kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon
testosteron. Dimana pada kelenjar prostat, hormon ini akan dirubah
menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan
enzim 5 α – reduktase. DHT inilah yang secara langsung memicu m-
RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein
growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat.
NADPH NADP
Testosterone dihirotestosteron
5 α – reduktase
7
Pada berbagai penelitian, aktivitas enzim 5 α – reduktase dan
jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini
menyebabkan sel-sel prostat menjadi lebih sensitif terhadap DHT
sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan
prostat normal.
8
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan
selsel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma
melalui suatu mediator (growth factor). Setelah sel stroma
mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma
mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel
stroma itu sendiri, yang menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel
epitel maupun stroma.
4. Berkurangnya kematian sel prostat
Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
homeostatis kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat
keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel.
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang apoptosis menyebabkan
jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan makin meningkat sehingga
mengakibatkan pertambahan massa prostat. Diduga hormon androgen
berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah
dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar
prostat.
5. Teori sel stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu
dibentuk sel-sel baru. Dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem,
yaitu sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif.
Kehidupan sel ini bergantung pada hormon androgen, dimana jika
kadarnya menurun (misalnya pada kastrasi), menyebabkan terjadinya
apoptosis. Sehingga terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH diduga
sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi
yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
E. Patofisiologi Hiperplasia Prostat
Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen
uretra pars prostatika dan menghambat aliran urin sehingga menyebabkan
tingginya tekanan intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli
harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan, menyebabkan
9
terjadinya perubahan anatomik buli-buli, yakni: hipertropi otot destrusor,
trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli.
Perubahan struktur pada buli-buli tersebut dirasakan sebagai keluhan pada
saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS).
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-
buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara
ureter ini menimbulkan aliran balik dari buli-buli ke ureter atau terjadinya
refluks vesikoureter. Jika berlangsung terus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis bahkan jatuh ke dalam gagal ginjal.1
F. Manifestasi Klinis
1. Anamnesa
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Manifestasi klinis timbul akibat peningkatan intrauretra
yang pada akhirnya dapat menyebabkan sumbatan aliran urin
secara bertahap. Meskipun manifestasi dan beratnya penyakit
bervariasi, tetapi ada beberapa hal yang menyebabkan penderita
datang berobat, yakni adanya LUTS.
Keluhan LUTS terdiri atas gejala obstruksi dan gejala
iritatif. Gejala obstruksi antara lain: hesitansi, pancaran miksi
melemah, intermitensi, miksi tidak puas, menetes setelah miksi.
Sedangkan gejala iritatif terdiri dari: frekuensi, nokturia, urgensi
dan disuri.
Untuk menilai tingkat keparahan dari LUTS, bebeapa
ahli/organisasi urologi membuat skoring yang secara subjektif
dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang
dianjurkan oleh WHO adalah international Prostatic Symptom
Score (IPSS). Sistem skoring IPSS terdiri atas 7 pertanyaan yang
berhubungan dengan keluhan LUTS dan 1 pertanyaan yang
berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Dari skor tersebut
dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu:
1) Ringan : skor 0-7
10
2) Sedang : skor 8-19
3) Berat : skor 20-35
b. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan dapat berupa gejala obstruksi antara lain, nyeri
pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis) dan demam
(infeksi, urosepsis).
c. Gejala diluar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh
adanya hernia inguinalis atau hemoroid, yang timbul karena sering
mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan
tekanan intraabdominal.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang penuh
dan teraba massa kistik si daerah supra simpisis akibat retensi urin.1
Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Examination (DRE)
merupakan pemeriksaan fisik yang penting pada BPH, karena dapat
menilai tonus sfingter ani, pembesaran atau ukuran prostat dan
kecurigaan adanya keganasan seperti nodul atau perabaan yang keras.
Pada pemeriksaan ini dinilai besarnya prostat, konsistensi, cekungan
tengah, simetri, indurasi, krepitasi dan ada tidaknya nodul.
Colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal,
seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris, dan tidak
didapatkan nodul. Sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi
prostat keras dan teraba nodul, dan mungkin antara lobus prostat tidak
simetri.
11
Gambar 4. Pemeriksaan Colok Dubur5
3. Pemeriksaan Laboratorium
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses
infeksi atau inflamasi pada saluran kemih.1 Obstruksi uretra
menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga menganggu faal
ginjal karena adanya penyulit seperti hidronefrosis menyebabkan
infeksi dan urolithiasis.1,9 Pemeriksaan kultur urin berguna untuk
mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus
menentukan sensitivitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang
diujikan. Pemeriksaan sitologi urin digunakan untuk pemeriksaan
sitopatologi sel-sel urotelium yang terlepas dan terikut urin.
Pemeriksaan gula darah untuk mendeteksi adanya diabetes mellitus
yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli. Jika
dicurigai adanya keganasan prostat perlu diperiksa penanda tumor
prostat (PSA).
a. Pencitraan
Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak
di saluran kemih, batu/kalkulosa prostat atau menunjukkan
bayangan buli-buli yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda
retensi urin. Pemeriksaan IVP dapat menerangkan adanya :
1) kelainan ginjal atau ureter (hidroureter atau hidronefrosis)
12
2) memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan
dengan indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar
prostat) atau ureter bagian distal yang berbentuk seperti mata
kail (hooked fish)
3) penyulit yang terjadi pada buli-buli, yakni: trabekulasi,
divertikel, atau sakulasi buli-buli
Pemeriksaan IVP tidak lagi direkomendasikan pada BPH.1
Pemeriksaan USG secara Trans Rectal Ultra Sound (TRUS), digunakan
untuk mengetahui besar dan volume prostat , adanya kemungkinan
pembesaran prostat maligna sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi
aspirasi prostat, menentukan jumlah residual urin dan mencari kelainan
lain pada buli-buli. Pemeriksaan Trans Abdominal Ultra Sound (TAUS)
dapat mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat
obstruksi BPH yang lama.(purnomo, de jong)
13
2) pancaran urin (flow rate), dengan menghitung jumlah urin
dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau
dengan uroflowmetri.
G. Pengobatan
Tujuan terapi:
a. memperbaiki keluhan miksi
b. meningkatkan kualitas hidup
c. mengurangi obstruksi infravesika
d. mengembalikan fungsi ginjal
e. mengurangi volume residu urin setelah miksi
f. mencegah progressivitas penyakit
1. Watchful waiting
Pilihan tanpa terapi ini untuk pasien BPH dengan skor IPSS<7, yaitu
keluhan ringan yang tidak menganggu aktivitas sehari-hari. Pasien
hanya diberikan edukasi mengenai hal-hal yang dapat memperburuk
keluhan :
a. Jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol
b. Kurangi makanan dan minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi,
coklat)
c. Kurangi makanan pedas atau asin
d. Jangan menahan kencing terlalu lama
2. Medikamentosa
Tujuan:
a. mengurangi resistensi otot polos prostat dengan adrenergik α
blocker
b. mengurangi volume prostat dengan menurunkan kadar hormon
testosteron melalui penghambat 5α-reduktase
Selain itu, masih ada terapi fitofarmaka yang masih belum jelas
mekanisme kerjanya.
3. Operasi
Pasien BPH yang mempunyai indikasi pembedahan:1
14
a. Tidak menunjukkan pebaikan setelah terapi medikamentosa
b. Mengalami retensi urin
c. Infeksi Saluran Kemih berulang
d. Hematuri
e. Gagal ginjal
f. Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi
saluran kemih bagian bawah
Jenis pembedahan yang dapat dilakukan:
a. Pembedahan terbuka (prostatektomi terbuka)
Paling invasif dan dianjurkan untuk prostat yang sangat besar
(±100 gram).
b. Pembedahan endourologi
Operasi terhadap prostat dapat berupa reseksi (Trans Urethral
Resection of the Prostat/TURP), Insisi (Trans Urethral Incision of
the Prostate/TUIP) atau evaporasi.
15
Gambar 7. Algoritma Penatalaksanaan BPH
16
DAFTAR PUSTAKA
17