Anda di halaman 1dari 50

.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi Cedera Kepala

Cedera kepala merupakan suatu gangguan traumatik

dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai

perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa

diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedera kapala

merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala,

tengkorak, dan otak (Musliha, 2010)

Cedera kepala (trauma capitis) adalah merupakan

mekanik yang secara langsung atau tidak langsung

mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit

kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak,

1
dan kerusakan jaringa otak itu sendiri, serta

mengakibatkan gangguan neurologis (Muttaqin, A, 2008)

Cedera kepala merupakan gangguan fungsi normal otak

karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam

atau defisit neurologis yang terjadi karena robeknya

substansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena

hemoragik, serta edema serebral di sekitar jaringan

otak (Iskandar, 2004)

2
B. Klasifikasi Cedera Kepala

Klasifikasi cedera kepala yang terjadi melalui dua cara yaitu

efek langsung trauma pada fungsi otak (cedera primer) dan efek lanjutan

dari sel-sel otak yang bereaksi terhadap trauma (cedera sekunder).

1. Cedera primer

Cedera primer, terjadi pada waktu benturan, mungkin

karena memar pada permukaan otak, lasetasi substansi

alba, cedera robekan atau hemoragi.

2. Cedera sekunder

Cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan

autoregulasi serebral dikurangi atau tidak ada pada

area cedera. Konsekuensinya meliputi hyperemia

(peningkatan volume darah) pada area peningkatan

permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial,

semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial dan

akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK).

Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak

sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia dan hipotensi

Trauma kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai

dari Glasgow Coma Scale (GCS) nya, yaitu:

a. Ringan

1. GCS = 13 – 15

3
2. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia

tetapi kurang dari 30 menit.

3. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur

cerebral, hematoma.

b. Sedang

1. GCS = 9 – 12

2. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari

30 menit tetapi kurang dari 24 jam.

3. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

c. Berat

1. GCS = 3 – 8

2. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia

lebih dari 24 jam.

3. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau

hematoma intrakranial (Alexander, 2011)

C. Etiologi Cedera Kepala

Penyebab cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan

jenis kekerasan yaitu jenis kekerasan benda tumpul dan

benda tajam.Benda tumpul biasanya berkaitan dengan

kecelakaan lalu lintas (kecepatan tinggi, kecepatan

rendah), jatuh, pukulan benda tumpul, Sedangkan benda

tajam berkaitan dengan benda tajam (bacok) dan tembakan.


4
Menurut penelitian Evans di Amerika (2010), penyebab

cedera kepala terbanyak adalah 45% akibat kecelakaan lalu

lintas, 30% akibat terjatuh, 10% kecelakaan dalam

pekerjaan,10% kecelakaaan waktu rekreasi,dan 5% akibat

diserang atau di pukul.

Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala serius

adalah kecelakaan sepeda motor. Hal ini disebabkan

sebagian besar (>85%) pengendara sepeda motor tidak

menggunakan helm yang tidak memenuhi standar. Pada saat

penderita terjatuh helm sudah terlepas sebelum kepala

menyentuh tanah, akhirnya terjadi benturan langsung kepala

dengan tanah atau helm dapat pecah dan melukai kepala

(Alexander, 2011)

D. Patofisiologi

Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam

cedera otak, yaitu cedera otak primer dan cedera otak

sekunder.Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi

saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan

suatu fenomena mekanik.Umumnya menimbulkan lesi permanen.

Tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi

stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami

proses penyembuhan yang optimal.


5
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan,

mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi

substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena

terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang

bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem

dalam tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan

hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah atau

berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan

fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat

terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi

atau tak ada pada area cedera. Cedera kepala terjadi

karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstra kranial

akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala

selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh

darah. Karena perdarahan yang terjadi terus-menerus dapat

menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah

pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta

vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi

intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan

intrakranial (TIK), adapun, hipotensi.

Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan

menyebabkan robekan dan terjadi perdarahan juga. Cedera


6
kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi,

perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi

kerusakan susunan syaraf kranial terutama motorik yang

mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Brain,

2009).

E. Manifestasi Klinis

Gejala - gejala yang ditimbulkan tergantung pada

besarnya dan distribusi cedera otak.

1. Cedera kepala ringan

a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus

menetap setelah cedera.

b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur,

perasaan cemas.

c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan

bicara, masalah tingkah laku

Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa

hari, beberapa minggu atau lebih lama setelah

konkusio cedera otak akibat trauma ringan.

2. Cedera kepala sedang

a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai

dengan kebingungan atau hahkan koma.

7
b. Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan

tiba-tiba defisit neurologik, perubahan TTV,

gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi

sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan

gangguan pergerakan.

3. Cedera kepala berat

a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat

sebelum dan sesudah terjadinya penurunan

kesehatan.

b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak

aktual, adanya cedera terbuka, fraktur tengkorak

dan penurunan neurologik.

c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan

fraktur.

d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan

pembengkakan pada area tersebut.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto polos tengkorak (skull X-ray)

Untuk mengetahui lokasi dan tipe fraktur.

2. Angiografi cerebral

Bermanfaat untuk memperkirakan diagnosis adanya suatu

pertumbuhan intrakranial hematoma.


8
3. CT-Scan

Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya perdarahan

intrakranial, edema kontosio dan pergeseran tulang

tengkorak.

4. Pemeriksaan darah dan urine.

5. Pemeriksaan MRI

6. Pemeriksaan fungsi pernafasan

Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi

yang penting diketahui bagi penderita dengan cidera

kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).

7. Analisa Gas Darah

Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha

pernafasan.

G. Penatalaksaanan

Penanganan medis pada kasus cedera kepala yaitu :

1. Stabilisasi kardio pulmoner mencakup prinsip-prinsip

ABC (Airways-Brething-Circulation). Keadaan

hipoksemia, hipotensi, anemia, akan cenderung

memper-hebat peninggian TIK dan menghasilkan

prognosis yang lebih buruk.

2. Semua cedera kepala berat memerlukan tindakan

inkubasi pada kesempatan pertama.


9
3. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam

cedera atau gangguan-gangguan di bagian tubuh

lainnya.

4. Pemeriksaan neurologos mencakup respon mata,

motorik, verbal, pemeriksaan pupil, refleks okulor

sefalik dan reflel okuloves tubuler. Penilaian

neurologis kurang bermanfaat bila tekanan darah

penderita rendah (syok).

5. Pemberian pengobatan seperti : antiedemaserebri,

anti kejang dan natrium bikarbonat.

6. Tindakan pemeriksaan diagnostik seperti : scan

tomografi, komputer otak, angiografi serebral, dan

lainnya.

Penanganan non medis pada cedera kepala, yaitu:

1. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti

edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya

trauma.

2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk

mengurangi vasodilatasi.

3. Pemberian analgetik.

4. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis

yaitu; manitol 20%, glukosa 40% atau gliserol.


10
5. Antibiotik yang mengandung barier darah otak

(pinicilin) atau untuk infeksi anaerob diberikan

metronidazole.

6. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin,

aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan)

2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.

Prinsip penanganan awal pada pasien cedera kepala

meliputi survei primer dan survei sekunder. Dalam

penatalaksanaan survei primer hal-hal yang

diprioritaskan antara lain airway, breathing,

circulation, disability, dan exposure, yang kemudian

dilanjutkan dengan resusitasi. Pada penderita cedera

kepala khususnya dengan cedera kepala beratsurvei

primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak

sekunder dan mencegah homeostasis otak (Batticaca,

2008)

H. Komplikasi

Rosjidi (2007), mengatakan kemunduran pada kondisi

klien diakibatkan dari perluasan hematoma intrakranial

edema serebral progresif dan herniasi otak, komplikasi

dari cedera kepala adalah :

1. Edema pulmonal
11
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru,

etiologi mungkin berasal dari gangguan neurologis atau

akibat sindrom distress pernafasan dewasa. Edema paru

terjadi akibat refleks cushing/perlindungan yang

berusaha mempertahankan tekanan perfusi dalam keadaan

konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat tekanan

darah sistematik meningkat untuk mencoba mempertahankan

aliran darah keotak, bila keadaan semakin kritis,

denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi

respirasi berkurang, tekanan darah semakin meningkat.

Hipotensi akan memburuk keadaan, harus dipertahankan

tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang

membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg pada penderita

kepala. Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum

menyebabkan lebih banyak darah dialirkan ke paru,

perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan

pada proses berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan

difusi oksigen akan karbondioksida dari darah akan

menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut.

2. Kejang

Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak

akut selama fase akut.Perawat harus membuat persiapan


12
terhadap kemungkinan kejang dengan menyediakan spatel

lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral

disamping tempat tidur klien, juga peralatan

penghisap.Selama kejang, perawat harus memfokuskan pada

upaya mempertahankan, jalan nafas paten dan mencegah

cedera lanjut.Salah satunya tindakan medis untuk

mengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam

merupakan obat yang paling banyak digunakan dan

diberikan secara perlahan secara intavena.Hati-hati

terhadap efek pada sistem pernafasan, pantau selama

pemberian diazepam, frekuensi dan irama pernafasan.

3. Kebocoran cairan serebrospinalis

Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus

frontal atau dari fraktur tengkorak basilar bagian

petrosus dari tulangan temporal akan merobek meninges,

sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh

dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi

bantalan steril di bawah hidung atau

telinga.Instruksikan klien untuk tidak memanipulasi

hidung atau telinga.

4. Hipoksia

5. Gangguan mobilitas
13
6. Hidrosefalus

7. Oedem otak

8. Dipnea (Rosjidi, 2007)

I. Pencegahan

Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah

suatu tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus

kecelakaan yang berakibat trauma.

Upaya yang dilakukan yaitu :

a. Pencegahan Primer

Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum

peristiwa terjadinya kecelakaan lalu lintas seperti

untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang terjadinya

cedera seperti pengatur lalu lintas, memakai sabuk

pengaman, dan memakai helm.

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat

peristiwa terjadi yang dirancang untuk mengurangi atau

meminimalkan beratnya cedera yang terjadi. Dilakukan

dengan pemberian pertolongan pertama, yaitu :

1. Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).

Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain

merupakan pembunuh tercepat pada kasus cedera.Untuk


14
menghindari gangguan tersebut penanganan masalah

airway menjadi prioritas utama dari masalah yang

lainnya.Beberapa kematian karena masalah airway

disebabkan oleh karena kegagalan mengenali masalah

airway yang tersumbat baik oleh karena aspirasi isi

gaster maupun kesalahan mengatur posisi sehingga

jalan nafas tertutup lidah penderita sendiri.Pada

pasien dengan penurunan kesadaran mempunyai risiko

tinggi untuk terjadinya gangguan jalan nafas, selain

memeriksa adanya benda asing, sumbatan jalan nafas

dapat terjadi oleh karena pangkal lidahnya terjatuh

ke belakang sehingga menutupi aliran udara ke dalam

paru.Selain itu aspirasi isi lambung juga menjadi

bahaya yang mengancam airway.

2. Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing)

Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas

tidak ada hambatanadalah membantu pernafasan.

Keterlambatan dalam mengenali gangguan pernafasan

dan membantu pernafasan akan dapat menimbulkan

kematian.

3. Menghentikan perdarahan (Circulations).

15
Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi

tekanan pada tempat yang berdarah sehingga pembuluh

darah tertutup.Kepala dapat dibalut dengan ikatan

yang kuat.Bila ada syok, dapat diatasi dengan

pemberian cairan infus dan bila perlu dilanjutkan

dengan pemberian transfusi darah.Syok biasanya

disebabkan karena penderita kehilangan banyak darah.

c. Pencegahan Tertier

Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi

terjadinya komplikasi yang lebih berat, penanganan yang

tepat bagi penderita cedera kepala akibat kecelakaan

lalu lintas untuk mengurangi kecacatan dan

memperpanjang harapan hidup.Pencegahan tertier ini

penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita,

meneruskan pengobatan serta memberikan dukungan

psikologis bagi penderita.Upaya rehabilitasi terhadap

penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas

perlu ditangani melalui rehabilitasi secara fisik,

rehabilitasi psikologis dan sosial.

1. Rehabilitasi Fisik

16
a. Fisioterapi dan latihan peregangan untuk otot

yang masih aktif pada lengan atas dan bawah

tubuh.

b. Perlengkapan splint dan caliper.

c. Transplantasi tendon

2. Rehabilitasi Psikologis

Pertama - tama dimulai agar pasien segera

menerima ketidakmampuannya dan memotivasi kembali

keinginan dan rencana masa depannya. Ancaman

kerusakan atas kepercayaan diri dan harga diri

datang dari ketidakpastian financial, sosial serta

seksual yang semuanya memerlukan semangat hidup.

3. Rehabilitasi Sosial

a. Merancang rumah untuk memudahkan pasien dengan

kursi roda, perubahan paling sederhana adalah

pada kamar mandi dan dapur sehingga penderita

tidak ketergantungan terhadap bantuan orang lain.

b. Membawa penderita ke tempat keramaian

(bersosialisasi dengan masyarakat) (Muttaqin, A,

2008)

17
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

CEDERA KEPALA

A. Pengkajian

1. Pengkajian primer

Adapun data pengkajian primer menurut Rab, Tabrani. 2007 :

a. Airway

Ada tidaknya sumbatan jalan nafas

b. Breathing

Ada tidaknya dispnea, takipnea, bradipnea, sesak, kedalaman

nafas.

c. Circulation

Ada tidaknya peningkatan tekanan darah, takikardi, bradikardi,

sianosis, capilarrefil.

d. Disability

Ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan

refleks, pupil anisokor dan nilai GCS. Menurut Arif Mansjoer.

Et all. 2000 penilaian GCS beerdasarkan pada tingkat

keparahan cidera :

1. Cidera kepala ringan/minor (kelompok resiko rendah)

a. Skor skala koma Glasglow 15 (sadar penuh, atentif,

dan orientatif)

b. Tidak ada kehilangan kesadaran (misalnya konkusi)

c. Tidak ada intoksikasi alkoholatau obat terlarang

d. Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing


18
e. Pasien dapat menderita abrasi,laserasi,atau hematoma

kulit kepala

f. Tidak adanya kriteria cedera sedang-berat.

2. Cidera kepala sedang (kelompok resiko sedang)


a. Skor skala koma glasgow 9 - 14 (konfusi, letargi atau
stupor)
b. Konkusi
c. Amnesia pasca trauma
d. Muntah
e. Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda
battle,mata rabun, hemotimpanum, otorhea atau
rinorhea cairan serebrospinal).
3. Cidera kepala berat (kelompok resiko berat)
a. Skor skala koma glasglow 3 - 8 (koma)
b. Penurunan derajat kesadaran secara progresif
c. Tanda neurologis fokal
d. Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur
depresikranium.
e. Exposure of extermitas
Ada tidaknya peningkatan suhu, ruangan yang cukup hangat.

2. Pengkajian sekunder
Data pengkajian secara umum tergantung pada tipe, lokasi dan
keparahan cedera dan mungkin diperlukan oleh cedera tambahan
pada organ - organ vital (Marilyn, E Doengoes. 2000)
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda :
1) Perubahan kesehatan, letargi
2) Hemiparase, quadrepelgia
3) Ataksia cara berjalan tak tegap

19
4) Masalah dalam keseimbangan
5) Cedera (trauma) ortopedi
6) Kehilangan tonus otot, otot spastik
b. Sirkulasi
Gejala :
1) Perubahan darah atau normal (hipertensi)
2) Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang
diselingi bradikardia disritmia).
c. Integritas Ego
1) Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
(tenang atau dramatis)
2) Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi,
bingung depresi dan impulsif.
d. Eliminasi
Gejala : Inkontenensia kandung kemih/ usus atau mengalami
gngguan fungsi.
e. Makanan/ cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah (mungkin proyektil)
Gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).
f. Neurosensoris
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar
kejadian, vertigo, sinkope, tinitus kehilangan pendengaran,
fingking, baal pada ekstremitas.
Tanda :
1) Perubahan kesadaran bisa sampai koma
2) Perubahan status mental
3) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri)
4) Wajah tidak simetri
5) Genggaman lemah, tidak seimbang
6) Refleks tendon dalam tidak ada atau lemah
7) Apraksia, hemiparese, Quadreplegia

20
g. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang
berbeda biasanya koma.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangangan
nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.
h. Pernapasan
Tanda :
1) Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh
hiperventilasi). Nafas berbunyi stridor, terdesak
2) Ronki, mengi positif
i. Keamanan
1) Gejala : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan
2) Tanda : Fraktur/ dislokasi
a) Gangguan penglihatan
b) Gangguan kognitif
c) Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekutan
secara umum mengalami paralisis
d) Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh
j. Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara
berulang-ulang.

2. Pemeriksaan fisik

a. Sistem respirasi:

Suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene

stokes, biot, hiperventilasi,ataksik), nafas

berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengi

positif(kemungkinan karena aspirasi).

b. Kardiovaskuler:

21
Pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK

c. Kemampuan komunikasi:

Kerusakan pada hemisfer dominan, disfagia atau

afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf

fasialis.

d. Aktivitas/istirahat

S : Lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan

O : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese,

guadriparese, goyah dalamberjalan (ataksia),

cidera pada tulang dan kehilangan tonus

otot.

e. Sirkulasi

O : Tekanan darah normal atau berubah

(hiper/normotensi), perubahan frekuensi

jantung nadi bradikardi, takhikardi dan

aritmia.

f. Neurosensori

S : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo,

tinitus, kehilangan pendengaran, perubahan

penglihatan, diplopia,

gangguanpengecapan/pembauan.
22
O : Perubahan kesadaran, koma. Perubahan status

mental (orientasi,kewas-padaan, atensi dan

konsentarsi) perubahan pupil (respon

terhadap cahaya), kehilangan penginderaan,

pengecapan dan pembauan serta pendengaran.

Postur (dekortisasi, desebrasi), kejang.

Sensitive terhadap sentuhan / gerakan.

g. Nyeri/Keyamanan

S : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi

yang berbeda.

O : Wajah menyeringai, merintih, respon menarik

pada rangsang nyeri yang hebat, gelisah.

3. Pemeriksaan Penunjang

g. CT Scan (tanpa/dengan kontras)

Mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan

ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.

h. MRI

Sama dengan scan CT dengan atau tanpa kontras.

i. Angiografi serebral

23
Menunjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti

pengeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan,

trauma.

e. Sinar X

Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang

(fraktur), pergeseran struktur dari garis tengah

(karena perdarahan, edema), adanya fragmen tulang.

f. GDA (Gas Darah Artery)

Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi

yang akan dapat meningkatkan TIK.

b. Diagnosa Keperawatan

a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak

b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

perubahan persepsi sensori dan kognitif, penurunan

kekuatan dan kelemahan.

c. Gangguan pertukaran gas.

d. Ketidakefektifan pola nafas.

24
e. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan

dengan pengeluaran urine dan elektrolit meningkat.

f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan melemahnya otot yang digunakan

untuk mengunyah dan menelan.

g. Gangguan rasa nyaman.

h. Penurunan kapasitas adaptif intakranial.

i. Hambatan interaksi sosial.

j. Kelebihan volume cairan.

c. Intervensi Keperawatan
NO. Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Risiko  Mendemonstrasikan - Monitor adanya daerah
ketidakefektif status sirkulasi tertentu yang peka
an perfusi yang ditandai terhadap panas/ dingin/
jaringan otak dengan: tajam/ tumpul.
 tekanan systole - Monitor adanya paretese.
dan diastole dalam - Instruksikan keluarga
rentang yang untuk mengobservasi
diharapkan. kulit jika ada isi atau
 Tidak ada laserasi.
ortostatik - Gunakan sarung tangan
hipertensi. untuk proteksi.
 Tidak ada tanda- - Batasi gerakan pada

25
tanda peningkatan kepala, leher dan
tekanan punggung.
intrakranial - Monitor kemampuan BAB.
(tidak boleh dari - Kolabrasi pemberian
15 mmHg), analgetik.
 Mendemonstrasikan - Diskusikan mengenai
kemampuan kognitif penyebab perubahan
yang ditandai sensasi.
dengan:
- Berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan.
- Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi.
2. Hambatan  Klien meningkat - Monitoring vital sign
mobilitas dalam aktivitas sebelum/ sesudah
fisik fisik. latihan.
 Mengerti tujuan - Konsultasikan dengan
dari peningkatan terapi fisik tentang
dari peningkatan rencana ambulasi sesuai
mobilitas. dengan kebutuhan.
 Memverbalisasikan - Kaji pasien dalam
perasaan dalam mobilisasi.
meningkatkan
kekuatan dan

26
kemampuan
berpindah.
3. Gangguan  Mendemonstrasikan - Buka jalan nafas,
pertukaran gas peningkatan gunakan teknik chin lift
ventilasi dan atau jaw thrust bila
oksigenasi yang perlu.
adekuat. - Posisikan pasien untuk
 Memelihara memaksimalkan ventilasi.
kebersihan paru- - Identikasi pasien
paru dan bebas perlunya pemasangan alat
dari tanda jalan nafas buatan.
distress - Pasang mayo bila perlu.
pernafasan. - Lakukan fisioterapi dad
 Mendemonstrasikan bila perlu.
batuk efektif dan - Keluarkan secret dengan
suara nafas yang batuk atau saction.
bersih, tidak ada - Auskultasi suara nafas,
sianosis dan catat adanya suara
dyspneu (mampu tambahan.
mengeluarkan - Lakukan suction pada
sputum, mampu mayo.
bernafas dengan - Berikan bronkodilator
mudah, tidak ada bila perlu.
pursed lips). - Berikan pelembab udara.
 Tanda-tanda vital
dalam rentang
normal.
4. Ketidakefektif  Mendemonstrasikan Airway Management

27
an pola nafas batuk efektif - Buka jalan nafas dengan
berhubungan dengan suara nafas teknik chin lift atau
dengan yang besih, tidak jaw thrust bila perlu
penurunan ada sianosis dan - Posisikan pasien untuk
ekspansi paru dyspneu (mamou memaksimalkan ventilasi
Definisi : mengeluarkan - Identifikasi pasien
Inspirasi atau septum, mampu perlunya pemasangan alat
ekspirasi yang bernafas dengan jalan nafas buatan
tidak memberi mudah, tidak ada - Pasang mayo bila perlu
ventilasi pursed lips) - Auskultassi suara nafas,
Batasan  Menunjukkan jalan catat adanya suara
Karakteristik: nafas yang paten tambahan
 Perubahan (klien tidak Oxygen Therapy
kedalaman merasa tercekik, - Bersihkan mulut, hidung
bernafas irama nafas, dan sekret trakea
 Penurunan frekuensi - Pertahankan jalan nafas
tekanan pernafasan dalam yang paten
ekspirasi rentang normal, - Atur peralatan oksigen
 Penurunan tidak ada suara - Monitor aliran oksigen
ventilasi se abnormal) - Pertahankan posisi
menit  Tanda- tanda vital pasien
 Penurunan dalam rentang - Observasi adanya tanda
kapsitas normal (tekanan – tanda hiperventilasi
vital darah, nadi, - Monitor adanya kecemasan
pernafasan) pasien terhadan
oksigenasi
Vital Sign Monitoring
- Monitor TD,nadi,suhu,dan

28
RR
- Monitor pola pernafasan
abnormal
- Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign
5. Ketidakseimban  Adanya peningkatan Nutrition Management
gan nutrisi berat bedan sesuai - Kaji adanya alergi
kurang dari dengan tujuan makanan
kebutuhan  Berat badan ideal - Kolaborasi dengan ahli
tubuh sesuai dengan gizi untuk menentukan
Definisi : tinggi badan jumlah kalori dan
asupan nutrisi  Mampu nutrisi yang di butuhkan
tidak cukup mengidentifikasi pasien
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi - Anjurkan pasien untuk
kebutuhan  Tidak ada tanda- meningkatkan intake Fe
metabolik tanda malnutrisi - Anjurkan pasien untuk
Batasan  Menunjukkan meningkatkan protein dan
karakteristik peningkatan fungsi vitamin C
: pengecapan dari - Kaji kemampuan pasien
 kram abdomen menelan untuk mendapatkan
 nyeri  Tidak terjadi nutrisi yang dibutuhkan
abdomen penurunan berat Nutrition monitoring
 menghindari badan - BB pasien dalam batas
makanan normal
- Monitot adanya penurunan
berat badan
- Monitor tipe dan jumlah

29
aktivitas yang biasa
dilakukan
6. Gangguan rasa  Mampu mengontrol Anxiety reduction
nyaman kecemasan - Nyatakan dengan jelas
Definisi :  Status lingkungan harapan terhadap pelaku
merasa kurang yang nyaman pasien
senang, lega  Mengontrol nyeri - Jelaskan semua prosedur
dan sempurna  Kualitas tidur dan apa yang dirasakan
dalam dimensi dan istirahat selama prosedur
fisik, adekuat - Berikan obat untuk
psikospiritual  Agresi mengurangi kecemasan
, lingkungan pengendalian diri
dan sosial  Respon terhadap
Batasan pengobatan
karakteristik  Control gejala
 Ansietas  Status kenyamanan
 Menangis meningkat
 Gangguan  Dapat mengontrol
pola tidur ketakutan
 Takut  Support social
 Ketidakmamp  Keinginan untuk
uan untuk hidup
rileks
7. Hambatan  Menggunakan Socialization Enhancement
interkasi aktivitas yang - Buat interaksi
social menenangkan, terjadwal
Definisi : menarik dan - Dorong pasien ke
Insufisiensi menyenangkan untuk kelompok atau program

30
atau kelebihan meningkatkan keterampilan
kuantitas atau kesejahteraan interpersonal yang
ketidakefektif interaksi sosial membantu meningkatkan
an kualitas dengan orang, pemahaman tentang
perukuran kelompok,atau pertukaran informasi
social organisasi atau sosialisasi, jika
 Memahami dari perlu
dampak diri - Identifikasi perubahan
perilaku diri pada perilaku tertentu
interaksi sosial - Berikan umpan balik
 Mendapatkan / positif jika pasien
meningkatkan berinteraksi dengan
keterampilan orang lain
interaksi - Fasilitas pasien dalam
sosial,kerja member masukkan dan
sama,ketulusandan membuat perencanaan
saling memahami - Anjurkan bersikap jujur
 Perkembangan dan apa adanya dalam
fisik,kognitif,dan berinteraksi dengan
psikososial anak orang lain
sesuai dengan - Anjurkan menghargai
usianya orang lain
- Minta dan harapkan
informasi verbal
8. Kelebihan  Terbebas dari Fluid management
volume cairan edema, efusi, - Timbang popok/pembalut
Definisi : anaskara jika diperlukan
Peningkatan  Memelihara fena - Pertahankan catatan

31
retensi cairan sentral, tekanan intake dan output yang
isotonic kapiler paru, akurat
output jantung - Pasang urine kateter
dan vital sign jika diperlukan
dalam batas - Monitor status nutrisi
normal - Kolaborasi pemberian
 Terbatas dari diuretik sesuai
kelelahan intruksi
kecemasan atau - Batasi masukan cairan
kebingungan pada keadaan
 Menjelaskan hiponatrermi dilusi
endikator dengan serum Na < 130
kelebihan cairan mEq/l
- Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebihan
muncul memburuk
9. Resiko  Mempertahankan Fluid management
ketidakseimban urine output - Timbang popok/pembalut
gan elektrolit sesuai dengan jika diperlukan
Definisi : usia dan BB, BJ - Pertahankan catatan
Berisiko urine normal, HT intake dan output yang
mengalami normal akurat
perubahan  Tekanan darah, - Monitor vital sign
kadar dan nadi, suhu tubuh monitor status nutrisi
elektrolit dalam batas - Berikan cairan IV pada
serum yang normal suhu ruangan
dapat  Tidak ada tanda- - Dorong masukan oral
mengganggu tanda dehidrasi, - Pelihara IV line

32
kesehatn elastisitas - Monitor tingkat HB dan
turgor kulit hematokrit
baik, membran - Monitor tanda vital
mukosa lembab, - Monitor respon pasien
tidak ada rasa terhadap penambahan
haus yang cairan
berlebihan
10. Penurunan  Mendemonstrasikan Intrakranial Pressure
kapasitas status sirkulasi (ICP) Monitoring (monitor
adaptif yang ditandai tekanan intracranial)
intrakranial dengan: - Berikan informasi
Definisi : - Tekanan kepada keluarga
Mekanisme systole dan - Monitor tekanan perfusi
dinamika diastole dalam serebral
cairan rentang yang - Catatan respon pasien
intracranial diharapkan terhadap stimulasi
yang normalnya 120/80 mmHg - Monitor tekanan
melakukan - Tidak ada intracranial dan respon
kompensasi ortostatik neurology terhadap
untuk hipertensi aktifitas
meningkatkan - Tidak ada - Monitor intake dan out
volume tanda-tanda put cairan
intrakranial peningkatan - Monitor suhu dan angka
mengalami tekanan WBC
gangguan, yang intrakranial - Kolaborasi pemberian
menyebabkan (tidak lebih anti biotik
peningkatan dari 15 mmH)
tekanan  Mendemonstrasikan

33
intracranial kemampuan
(TIK) secara kognitif yang
tidak merata ditandai dengan:
dan berespon - Berkomunikasi
terhadap dengan jelas
berbagai yang sesuai
stimuli ynag dengan
berbahaya dan kemampuan
tidak - Menunjukkan
berbahaya perhatian,
konsentrasi
dan orientasi
- Memproses
informasi
- Membuka
keputusan
dengan benar
 Menunjukkan
sensori motorik
cranial yang
utuh:
- Tingkat
kesadaran
membaik
- Tidak ada
gerakan
infolunter

34
BAB III

PENGKAJIAN KASUS

A. PENGKAJIAN

1. Identitas Pasien

Nama lengkap :Tn. F

Tempat/ tgl lahir : Payakumbuh, 1 September 1971

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Swasta

Alamat : X Koto Tanah Datar

Tanggal Masuk RS : Selasa, 5 April 2018

Suku : Piliang

Sumber Informasi : Keluarga

No MR : 499194

Diagnosa : CKS

Keluarga terdekat yang dapat dihubungi:

Nama : Ny. N

Hubungan : Istri
35
Pekerjaan : IRT

No telepon : 081374132062

Alamat : X Koto Tanah Datar

Tanggal pengkajian : 5 Juni 2018

2. Primary Survey

a. Airway : Tidak terdapat sumbatan jalan nafas

b. Breathing

1) Frekuensi pernafasan : 28x/menit

2) Irama pernafasan tidak teratur

3) Tn.F memakai alat bantu pernafasan O2 : 3 liter

4) Tidak menggunakan otot bantu pernafasan

c. Circulation

1) Tn.F terpasang infus NaCl 0,9% 500 cc/12 jam

2) Obat - obatan

Inj.ceftriaxone 2x1, Ranitidine 2x50, tramadol 2x50 IV

d. Disability

1) Pasien baru masuk IGD post kecelakaan lalu lintas

menabrak mobil dari belakang, pasien mengalami trauma

tumpul abdomen serta cedera kepala dengan GCS 13.

2) Pada saat pengkajian yang dilakukan pada tanggal 5 Juni

2018. Pasien Post kecelakaan lalu lintas menabrak mobil

dari belakang GCS 13. Pasien terpasang kateter, warna

urine kuning, terpasang NaCL 0,9% 500 cc/12 jam pada

tangan sebelah kanan, pasien sudah dilakukan oral

36
hygiene, pengaturan posisi (head up 30°C dan

inj.ceftriaxone 2x1, Ranitidine 2x50, tramadol 2x50 IV

serta pasien terpasang bidai karena open fraktur patela

pada kaki sebelah kiri. TTV pasien TD:130/80 mmHg,

N:80x/m, RR: 22x/m, S:37°C.

3. Secondary Survei

1. Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan umum : Sedang

b) Kesadaran : Samnolen

c) Vital Sign :

TD: 130/80 mmHg Nadi: 80x/i

RR: 22x/i Suhu: 37°C

d) BB/TB : sebelum : 70 kg/ 167cm

e) Kepala :

1) Inspeksi : Rambut tampak kusam dan warna

rambut hitam, penyebaran rambut merata, tidak ada

luka pada kepala

2) Palpasi : tidak ada edema pada kepala

f) Wajah :

1) Inspeksi : Tampak udem pada wajah sebelah

kanan

g) Mata :

1) Inspeksi : Bentuk mata tidak simetris antara

mata kiri dan mata kanan, terdapak udem pada mata

37
sebelah kanan , Konjungtiva Anemis, reflek pupil

isocor

h) Telinga

1) Inspeksi : Bentuk telinga tampak simetris

antara telinga kiri dan telinga kanan, telinga bersih

dan terdapat pendarahan pada telinga

2) Palpasi : tidak ada edema tidak ada

massa pada telinga

i) Hidung

1) Inspeksi : Bentuk hidung simetris, hidung

tampak kurang bersih dan terdapat pendarahan pada

hidung

2) Palpasi : Tidak ada edema pada hidung

j) Mulut

Inspeksi : Bentuk mulut simetris, mukosa bibir

tampak kering

k) Leher

1) Inspeksi : Leher tampak normal, bersih serta

tidak tampak pembesaran pada kelenjar thyroid

2) Palpasi :Tidak terdapat pembesaran

pada kelenjar thyroid

l) Dada/Thorax

38
1) Inspeksi : Dada simetris kiri dan kanan, retraksi

dada sama terlihat sama. Terdapat jejas, frekuensi

nafas 22x/i. pasien terpasang Ventilator.

2) Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada

dada

3) Perkusi : Perkusi normal (Sonor)

4) Auskultasi : Bunyi suara nafas vesikular

m) Abdomen

1) Inspeksi : Terdapat truma tumpul abdomen

2) Palpasi : Tidak teraba massa di abdomen

3) Perkusi : Terdapat suara timpani.

4) Auskultasi : tidak terkaji

n) Genitouria

Pasien terpasang kateterisasi.

o) Integumen

1) Pemeriksaan capillary refill time : normal (kembali

dalam 2 detik)

2) Turgor kulit jelek

3) Keadaan kulit bersih

4) Warna kulit sawo matang.

p) Ekstremitas

1) Ekstremitas atas

Pasien terpasang IVFD NaCL 500cc/12 jam pada

tangan kanan

39
2. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

Tanggal 5 Juni 2018

Pemeriksaan Hasil Rujukan

Darah

Lengkap

HGB 8.8 P=13,0 - 16,0

W=12,0-14,0

RBC 3.08 P=4,5-5,5

W=4,0 – 5,0

HCT 28.5 P=40,0-43,0

W=37,0 – 43,0

WBC 11.62 5,0 – 10,0

 EO% 2.2 1–3

 BASO% 0.2 0–1

 NEUT% 83.0 50 – 70

 LYMPH% 7.8 20 – 40

 MONO% 6.8 2–8

Kalium Darah

Kalium 2,87 3,5 – 5,5 MEq/l

Natrium 150,3 135 – 147 MEq/l

Khlorida 105,9 100 – 106 MEq/l

Hematologi

40
PT 11.5 9,5 – 11,7 sec

APTT 56.8 28 – 42 sec

INR 1.06

Kimia Klinik

AST 45 0 – 37

Creat 1,08 0,5 – 1,2

Glukosa 86 74 – 106

Urea 30 15 – 43

b. Rontgen

Rontgent = Trauma tumpul abdomen, open fraktur patela

c. CT-Scane : Cedera kepala

A. ANALISA DATA

No Analisa Data Etiologi Masalah

1. DS: Keluarga mengatakan Post Cedera Ketidakefektifan

pasien post kecelakaan lalu Kepala Perfusi jaringan

lintas menabrak mobil dari serebral

belakang

DO:

- konjungtiva anemis

41
- wajah pasien tampak pucat

- HB : 8,8 mg/dl

- GCS : 13

- Vital Sign :

TD: 130/80 mmHg

Nadi: 80x/i

RR: 22x/i

Suhu: 37 °C

2. DS: Pasien mengeluhkan nyeri Trauma Nyeri

pada perut dan kaki sebelah tumpul

kanan abdomen

DO: serta open

- Pasien tampak meringis fraktur patela

- Skala nyeri : 5

- Nyeri timbul pada saat

bergerak

- Inj.ceftriaxone 2x1,

Ranitidine 2x50, tramadol

2x50 IV

3. DS: Pasien mengeluhkan tidak Penurunan Intoleransi

bisa menggerakan kaki serta kemampuan aktifitas

susah bergerak tubuh dalam

DO: aktivitas

- Pasien tampak susah dalam

42
bergerak

- Inj.ceftriaxone 2x1,

Ranitidine 2x50, tramadol

2x50 IV

- Pasien harus dibantu dalam

aktivitas

B. Diagnosa keperawatan

1) Perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d post cedera kepala

2) Nyeri b.d trauma tumpul abdomen serta open fraktur patela

3) Intoleransi aktivitas b.d Penurunan kemampuan tubuh dalam

aktivitas

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa NOC NIC

keperawatan

1. Nyeri b.d trauma NOC : NIC :

tumpul abdomen - Pain Level Pain Management

serta open fraktur - Pain Control


 Lakukan
KH :
patela pengkajian nyeri
 Mampu secara
mengontrol nyeri komprehensif
 Melaporkan bahwa  Kaji tipe dan
nyeri berkurang sumber nyeri

43
dengan  Berikan
menggunakan analgetik untuk
manajemen nyeri mengurangi nyeri
 Menyatakan rasa  Evaluasi
nyaman setelah keefektifan
nyeri berkurang kontrol nyeri
 Kolaborasi
dengan dokter
jika ada keluhan
dan tindakan
nyeri tidak
berhasil
2. Ketidakfektifan NOC NIC

perfusi jaringan  Circulation status 1. Monitor ttv

serebral b.d post  Neurologic status 2. Monitor status

cedera kepala  Tissue refusion : cairan

serebral 3. Monitor tonus otot

KH: pergerakan

 TD dalam rentang 4. Monitor AGD

yang di harapkan 5. Catat perubahan

 Komunikasi jelas pasien dalam

 Menunjukan merespon stimulus

konsentrasi dan 6. Monitor tekanan

orientasi intracranial dan

respon neurologis

44
4 Intoleransi Aktivitas NOC : NIC

b.d open fraktur - Activity Tolerance Activity Therapy

patela - Self Care : ADLs


 Bantu klien untuk
Kriteria Hasil :
- mengidentifikasi
 Mampu melakukan aktivitas yang
aktivitas sehari - mampu dilakukan
hari  Monitor respon
 TTV dalam rentang fisik serta
normal emosional klien
 Berikan
penguatan positif
bagi klien dalam
beraktifitas
 Bantu klien
dalam
mengembangkan
motivasi diri
untuk beraktifitas
 Kolaborasi
dengan tenaga
medis lainnya
dalam
merencanakan
program terapi
yang tepat

45
D. Catatan Perkembangan Pasien

No Hari/ Diagnosa Implementasi Evaluasi

Tanggal Keperawatan

1. Selasa/5 Ketidakfektifan 1. Memonitor ttv S: Keluarga mengatakan pasien post

Juni 2018 perfusi jaringan 2. Memonitor status cairan kecelakaan lalu lintas menabrak mobil dari

Jam : 10.00 serebral b.d post 3. Memonitor tonus otot pergerakan belakang

cedera kepala 4. Memonitor AGD O:

5. Mencatat perubahan pasien dalam - konjungtiva anemis

merespon stimulus - wajah pasien tampak pucat

6. Memonitor tekanan intracranial - HB : 8,8 mg/dl

dan respon neurologis - GCS : 13

- Vital Sign :

TD: 130/80 mmHg

Nadi: 80x/i

46
RR: 22x/i

Suhu: 37 °C

A : Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral

P : Implementasi dihentikan karena pasien

dipindahkan ke ruangan rawatan

Jam : 12.00

2. Jam 12.00 Nyeri b.d trauma 1.Melakukan pengkajian nyeri secara S: Pasien mengeluhkan nyeri pada perut dan
komprehensif
tumpul abdomen kaki sebelah kanan
2.Mengkaji tipe dan sumber nyeri
serta open fraktur O:
3.Memberikan analgetik untuk
patela mengurangi nyeri - Pasien tampak meringis
4.Mengevaluasi keefektifan kontrol
- Skala nyeri : 5
nyeri
- Nyeri timbul pada saat bergerak
5.Berkolaborasi dengan dokter jika ada
- Inj.ceftriaxone 2x1, Ranitidine 2x50,
keluhan dan tindakan nyeri tidak
tramadol 2x50 IV
berhasil

47
A : Nyeri

P : Manajemen Nyeri

Implementasi dihentikan karena pasien pindah

ke ruang rawatan

3 Jam 15.00 Intoleransi Aktivitas  Membantu klien untuk S: Pasien mengeluhkan tidak bisa menggerakan

b.d open fraktur mengidentifikasi aktivitas yang kaki serta susah bergerak
mampu dilakukan
patela O:
 Memonitor respon fisik serta
emosional klien - Pasien tampak susah dalam bergerak
 Memberikan penguatan positif - Inj.ceftriaxone 2x1, Ranitidine 2x50,
bagi klien dalam beraktifitas
tramadol 2x50 IV
 Membantu klien dalam
mengembangkan motivasi diri - Pasien harus dibantu dalam aktivitas

untuk beraktifitas A : Intoleransi aktifitas


 Berkolaborasi dengan tenaga
P : Implementasi dihentikan karena pasien
medis lainnya dalam
merencanakan program terapi

48
yang tepat pindah ke ruang rawatan

49
50

Anda mungkin juga menyukai