Anda di halaman 1dari 86

ISNI KHOERUNISA SGD 03

STEP 7 LBM 3 SGD 03

REPRODUKSI

1. Mengapa tekanan darah pasien tinggi ?

Jawab :

Fisiologis

Selama kehamilan normal terdapat perubahan-perubahan dalam

sistem kardiovaskuler, renal dan endokrin. Pada kehamilan

trimester kedua akan terjadi perubahan tekanan darah, yaitu

penurunan tekanan sistolik rata-rata 5 mmHg dan tekanan darah

diastolik 10 mmHg, yang selanjutnya meningkat kembali dan

mencapai tekanan darah normal pada usia kehamilan trimester

ketiga. Pada keadaan istirahat, curah jantung meningkat 40%

dalam kehamilan. Perubahan tersebutmulai terjadi pada kehamilan

8 minggu dan mencapai puncak pada usia kehamilan 20-30minggu.

Tahanan perifer menurun pada usia kehamilan trimester pertama.

Keadaan inidisebabkan oleh meningkatnya aktifitas sistem renin –

angiotensin aldosteron dan juga sistemsaraf simpatis.

Sumber : Chapman, Vicky. 2006. Asuhan Kebidanan Persalinan Dan

Kelahiran. Jakarta: EGC

1
ISNI KHOERUNISA SGD 03

Patologis

Sedangkan menurut Angsar (2008) teori – teorinya tentang

proses patologis kenaikan tekanan darah pada ibu hamil adalah

sebagai berikut:

1) Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran

darah dari cabang – cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang

menembus miometrium dan menjadi arteri arkuata, yang akan

bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis menembus

endometrium menjadi arteri basalis memberi cabang arteri

spiralis. Pada kehamilan terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan

otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot

tersebut sehingga terjadi distensi dan vasodilatasi arteri spiralis,

yang akan memberikan dampak penurunan tekanan darah,

penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada

utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan

perfusi jaringan juga meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan

janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodelling arteri spiralis.

Pada pre eklamsia terjadi kegagalan remodelling menyebabkan

arteri spiralis menjadi kaku dan keras sehingga arteri spiralis

tidak mengalami distensi dan vasodilatasi, sehingga aliran darah

2
ISNI KHOERUNISA SGD 03

utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia

plasenta.

2) Teori Iskemia Plasenta, Radikal bebas, dan Disfungsi Endotel

a.Iskemia Plasenta dan pembentukan Radikal Bebas

Karena kegagalan Remodelling arteri spiralis akan berakibat

plasenta mengalami iskemia, yang akan merangsang pembentukan

radikal bebas, yaitu radikal hidroksil (-OH) yang dianggap sebagai

toksin. Radiakl hidroksil akan merusak membran sel yang banyak

mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak.

Periksida lemak juga akan merusak nukleus dan protein sel

endotel

b.Disfungsi Endotel

Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya

fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel

keadaan ini disebut disfungsi endotel, yang akan menyebabkan

terjadinya :

a) Gangguan metabolisme prostalglandin, yaitu menurunnya

produksi prostasiklin (PGE2) yang merupakan suatu vasodilator

kuat.

b) Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang

mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi

3
ISNI KHOERUNISA SGD 03

tromboksan (TXA2) yaitu suatu vasokonstriktor kuat. Dalam

keadaan normal kadar prostasiklin lebih banyak dari pada

tromboksan. Sedangkan pada pre eklamsia kadar tromboksan lebih

banyak dari pada prostasiklin, sehingga menyebabkan peningkatan

tekanan darah.

c) Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus

(glomerular endotheliosis) .

d) Peningkatan permeabilitas kapiler.

e) Peningkatan produksi bahan – bahan vasopresor, yaitu

endotelin. Kadar NO menurun sedangkan endotelin meningkat.

f) Peningkatan faktor koagulasi

3. Teori Adaptasi kardiovaskular

Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan

vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka

terhadap rangsangan vasopresor atau dibutuhkan kadar

vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon

vasokonstriksi. Refrakter ini terjadi akibat adanya sintesis

prostalglandin oleh sel endotel. Pada pre eklamsia terjadi

kehilangan kemampuan refrakter terhadap bahan vasopresor

sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan

4
ISNI KHOERUNISA SGD 03

vasopresor sehingga pembuluh darah akan mengalami

vasokonstriksi dan mengakibatkan hipertensi dalam kehamilan.

Sumber : Manuaba, Candradinata.. 2008 . Gawat Darurat Obstetri

Ginekologi Dan Obstetri Ginekologi Social Untuk Profesi Bidan.

Jakarta : EGC

2. Mengapa terjadi kenaikan BB sebesar 25 kg ?

Jawab :

Normal kenaikan BB ibu hamil adalah 6 – 18 kg

Kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan

cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial. Bahwa pada

eklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi

prolaktin yang tinggi dari pada kehamilan normal. Aldosteron

penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur

retensi air dan natrium. Serta pada eklampsia permeabilitas

pembuluh darah terhadap protein meningkat.

Menurut Mochtar (2007) Pada preeklamsia terjadi spasme

pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi

ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerolus. Penyelidikan

biopsi pada ginjal oleh Altchek dan kawan-kawan (1968)

menunjukkan pada pre eklamsia bahwa kelainan berupa: 1) kelainan

glomerulus; 2) hiperplasia sel-sel jukstaglomerulus; 3) kelainan

5
ISNI KHOERUNISA SGD 03

pada tubulus-tubulus henle; 4) spasme pembuluh darah ke

glomerulus. Glomerulus tampak sedikit membengkak dengan

perubahan-perubahan sebagai berikut: a) sel-sel diantara kapiler

bertambah; b) tampak dengan mikroskop biasa bahwa membrana

basalis dinding kapiler glomerulus seolah-olah terbelah, tetapi

ternyata keadaan tersebut dengan mikroskop elektron disebabkan

oleh bertambahnya matriks mesangial; c) sel-sel kapiler

membengkak dan lumen menyempit atau tidak ada; d) penimbunan

zat protein berupa serabut ditemukan dalam kapsul bowman. Sel-

sel jukstaglomeruler tampak membesar dan bertambah dengan

pembengkakan sitoplasma sel dan bervakuolisasi. Epitel tubulus-

tubulus henle berdeskuamasi hebat, tampak jelas fragmen inti sel

terpecah-pecah. Pembengkakan sitoplasma dan vakuolisasi nyata

sekali. Pada tempat lain tampak regenerasi. Perubahan –

perubahan tersebutlah tampaknya yang menyebabkan proteinuria

dan mungkin sekali ada hubungannya dengan retensi garam dan air.

Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh

penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan intertisial belum

diketahui penyebabnya, mungkin karena retensi air dan garam.

Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga

terjadi perubahan glomerolus.

6
ISNI KHOERUNISA SGD 03

Sumber : Manuaba, Candradinata.. 2008 . Gawat Darurat Obstetri

Ginekologi Dan Obstetri Ginekologi Social Untuk Profesi Bidan.

Jakarta : EGC

3. Mengapa pasien bengkak pada kedua kaki dan tangan ?

Jawab :

Fisiologis

Sistem kardiovaskuler selama kehamilan harus memenuhi

kebutuhan yang meningkat antara ibu dan janin. Peningkatan curah

jantung selama kehamilan berkisar 40% pada trimester pertama

dan kedua (Murray dalam Wylie). Peningkatan curah jantung

memungkinkan darah mengalir malalui sirkulasi tambahan yang

terbentuk di uterus yang membesar dan dinding plasenta dan

memenuhi kebutuhan tambahan pada organ lainnya di tubuh ibu.

Jumlah dan panjang pembuluh darah yang dialirkan ke plasenta

meningkat sehingga terjadi vasodilatasi sebagai akibat aktivitas

hormon progesteron pada otot polos dinding pembuluh darah.

Selama kehamilan terjadi peningkatan volume plasma darah hingga

50% dan jumlah sel darah meningkat hingga 18% untuk

mengompensasi penurunan volume darah akibat pembentukan

darah ekstra dan vasodilatasi (Blackburn dalam Wylie).

Peningkatan volume plasma yang diimbangi dengan jumlah sel darah

7
ISNI KHOERUNISA SGD 03

dan protein dalam darah yang bersikulasi dapat menyebabkan

penurunan cairan pada kompartemen cairan interstisial dinding

kapiler, sehingga mengakibatkan edema pada wanita hamil.

Patologis

Vasopasme merupakan sebagian mekanisme dasar tanda

dan gejala yang menyertai pre eklamsia. Vasopasme

merupakan akibat peningkatan sensitivitas terhadap

tekanan peredaran darah, seperti angiotensin II dan

kemungkinan suatu ketidak seimbangan abtara

prostasiklin prostaglandin dan tromboksan A2. Selain

kerusakan endotelil vasospasme arterial turut

menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler. Keadaan

ini meningkatkan edema dan lebih lanjut menurunkan

volume intra vaskular, mempredisposisi pasien yang

mengalami pre eklamsia mudah menderita edema paru.

Sumber : Manuaba, Candradinata.. 2008 . Gawat Darurat Obstetri

Ginekologi Dan Obstetri Ginekologi Social Untuk Profesi Bidan.

Jakarta : EGC

8
ISNI KHOERUNISA SGD 03

4. Mengapa pasien timbul kejang 5 menit, setelah itu kesadaran

menurun ?

Jawab :

Mekanisme terjadinya kejang pada eklamsia belum jelas. Secara

patologis pada jaringanotak ditemukan tanda tanda yang sama

dengan jaringan otak yang mengalami suatuhypertnsive

encephalopathy. Kelainan itu adalah nekrosis fibrinoid, trombosis

arteriola,mikroinfark dan perdarahan petekial.( Reynolds,2003) .

Hypertensive encephalopathyadalah suatu sindroma klinik subakut

yang ditandai oleh sakit kepala, gangguan visus dankejang serta

tanda tanda neurologis lainnya sperti perubahan mental,dan fokal

neurologik yang berubungan dengan peningkatan tekanan darah.

Sindroma ini biasanya bersifatreversible ketika tekanan darah

segera diturnkan, namun bisa fatal bila tanda tanda klinisini tidak

diketahui. Pembuluh darah serebral mempunyai kemampuan untuk

mengatur aliran darahnya sendiri, dimana system regulasi itu

dikenal sebagai “ cerebralautoregulation “. Perfusi cerebral akan

dipertahankan oleh system itu , sehinggakecepatan aliran darah

serebral tetap sebesar 50-55 ml/menit/100 gram jaringan

otak.Untuk mempertahankan kondisi tersebut maka pembuluh

darah serebral yangmempunyai komponen miogenik dan neurogenik

itu akan dilatasi bila tekanan darahturun, demikian juga sebaliknya

9
ISNI KHOERUNISA SGD 03

bila tekanan darah meningkat. Keadaan itu tercapai padarange

tekanan darah yang lebar, yang dapat diukur dengan mean arterial

blood pressure(MABP) sebesar 60-120 mmHg. Pada preeklamsia

tanda tanda hypertensiveencephalopathy tersebut merupakan

gejala dari Iminent eclampsia atau impendingeclampsia. Ada 2

teori terjadinya hypertensive encephalopathy, yaitu yang

pertamaadanya spasme pembuluh darah serebral sebagai respon

terhadap adanya hipertensi akutatau peningkatan tekanan darah

yang tiba tiba, vasospasme ini menyebabkan “ ischemicinjury “,

nekrosis arteriolar dan disrupsi dari “blood brain barier” sehingga

menyebabkanterjadinya edema sitotoksik. Teori kedua

menyatakan bahwa sindrom itu berasal dariadanya “ breakthrouh”

dari system otoregulasi otak sehingga menyebabkan “

forceddilation “. Mula mula terjadi vasospame pada pembuluh

darah kemudian terjadioverdistensi pasif dari pembuluh darah

serebral, yang akhirnya menyebabkan nekrosismuskularis

pembuluh darah dan rusaknya dinding pembuluh darah yang

menyebabkan bocornya cairan ke jarngan sekitarnya. Hasil akhir

dari mekanisme tersebut adalahterjadinya edema serebri fokal.

Inervasi saraf simpatis pada arterola serebral melindungiotak

terhadap peningkatan tekanan darah dan kerusakan komponen

miogenik akibatdisfungsi endotel , namun proteksi itu lebih banyak

10
ISNI KHOERUNISA SGD 03

terjadi di bagian anterior , sedangkandi bagian posterior arteria

serebralis posterior tidak, sehingga pada keadaan “breakthrouh“

system oto regulasi itu maka daerah serebral yang sering

mengalami kerusakan adalahdi daerah lobus oksipital dan bagian

otak di posterior lainnya , yang menyebabkantimbulnya gangguan

visus sampai kebutaan atau disebut Cortical Blindness . Batas

atasdari MABP bervariasi antara individu, pada seorang yang

sebelumnya tidak menderitahipertensi peningkatan MABP diatas

125 mmHg sudah menimbulkan tanda tandahypertensive

encephalopathy sedangkan pada seseorang yang mengalami

hipertensikronik, terjadi hipertropi medialis pada pembuluh darah

serebral, sehingga MABPmenjadi lebih tinggi, dan dibutuhkan

tekanan darah yang lebih tinggi lagi untuk menimbulkan

hypertensive encephalopathy.Misalnya seorang primigravida yang

sebelumnya memiliki tekanan darah normal, bisamengalami kejang

pada saat tekanan darahnya naik menjadi 180/120 mmHg, namun

pada penderita lain dengan hipertensi kronik pada tekanan darah

tersebut bisa asimptomatik atau hanya mengalami sedikit keluhan

saki kepala yang tidak berarti.

Sumber : Mochtar, rustam. 2007. Sinopsis Obstetri. Jakarta :

EGC

Cuningham, F. Gary.Dkk. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC

11
ISNI KHOERUNISA SGD 03

5. Mengapa tanda vital meninggi setelah kejang ?

Jawab :

Kejang pada eklamsia dibagi menjadi 2 fase yaitu : (Cunningham,

Fugate )

Fase 1 , kejang dimulai pada daerah sekitar mulut dalam bentuk “

facial twitching “ yang berlangsung sekitar 15-20 detik. Setelah

itu badan menjadi kaku , dan disertai dengankontraksi otot yang

menyeluruh.

Fase 2, dimulai dengan kontraksi otot rahang, rahang membuka

dan menutup , setelah itu berlanjut pada otot bola mata,

menyebabkan protrusi bola mata dan selanjutnya menyebar ke

seluruh tubuh. Pada saat ini seluruh otot tubuh mengalami kejang

dan relaksasi secara bergantian dan berlangsung cepat, sehingga

berakhir kira kira dalam 60 detik.Pada saatfase 2 ini karena

kejang yang menyeluruh seringkali menyebabkan tubuh

penderitaterlempar dari tempat tidur, serta komplikasi yang

lainnya seperti trauma pada tulang dantergigitnya lidah penderita.

Pada saat kejang terjadi henti nafas, disebabkan karenadiapragma

menjadi terfiksir ,kemudian perlahan lahan nafas penderita

kembali normalyang diawali dengan nafas dalam dan panjang.

Segera setelah kejang berhenti maka penderita jatuh dalam

keadaan koma, keadaan ini tidak berlangsung lama, kecualiterdapat

12
ISNI KHOERUNISA SGD 03

perdarahan serebral atau edema serebri yang luas . Penderita juga

dapatmengalami kenaikan suhu tubuh sampai diatas 39 C yang

disebabkan karena perdarahanintraserebral, dimana kenaikan suhu

tubuh ini merupakan salah satu tanda prognosis yang buruk. Pada

eklamsi yang terjadi antepartum , bisa timbul tanda tanda

persalinan ,demikian juga pada eklamsia yang terjadi intrapartum,

kontraksi yang sudah ada bisa bertambah kuat, sehingga harus

diwaspadai terjadinya solusio plasenta, terutama biladisertai

dengan fetal bradikardia yang lebih dari 5 menit. Keadaan

berbahaya yang

lainnya yang bisa mengikuti kejang adalah adanya edema paru .

Edema paru merupakansalah satu komplikasi akut eklamsia. Edema

paru adalah akumulasi cairan yang berlebihan pada interstitial

paru dan ruang alveoli ( Norwitz). Keadaan ini

merupakankomplikasi akut eklamsia,yang bisan terjadi bersamaan

atau segera setelah kejang berlangsung. Tanda penting dari edema

paru adalah sesak nafas, pada pemeriksaan fisik paru didapatkan

ronki pada paru. Edema paru disebabkan karena aspirasi

pneumonitisatau karena gagal jantung. Selain edema paru

komplikasi lainnya adalah keluhan tentanghilangnya penglihatan

pada penderita eklamsia ( cortical blindness) yang terjadi

13
ISNI KHOERUNISA SGD 03

sekitar 10 % dari kasus preeklamsia-eklamsia. Kebutaan ini

disebabkan oleh “ retinaldetachment” atau “ occipital lobe

ischemia “. Keadaan ini biasanya reversible, penglihatan kembali

beberapa saat sampai 1 minggu setelah melahirkan. (

Cunningham, Norwitz, Reynolds).

Sumber : Cuningham, F. Gary.Dkk. 2005. Obstetri Williams.

Jakarta : EGC

6. Apa hubungan riwayat obstetric anak-1 lahir dengan BBL 4000gr

dengan keluhan pasien sekarang ?

Jawab :

Seorang ibu hamil yang melahirkan bayi dengan BBL 4000 gr

biasanya didapatkan pada penderita diabetes mellitus, karena gula

darah tidak dikendalikan, maka terjadi keadaan gula darah ibu

hamil yang tinggi (hiperglikemia) yang dapat menimbulkan risiko

pada ibu dan juga janin.

Risiko pada janin dapat terjadi hambatan pertumbuhan karena

timbul kelainan pada pembuluh darah ibu dan perubahan metabolik

selama masa kehamilan. Sebaliknya dapat terjadi makrosomia

yaitu bayi pada waktu lahir besar akibat penumpukan lemak di

bawah kulit

14
ISNI KHOERUNISA SGD 03

15
ISNI KHOERUNISA SGD 03

16
ISNI KHOERUNISA SGD 03

7. Apa intepretasi px vagina yg didapat ?

Jawab :

8. Mengapa pada sarung tangan ditemukan mekonium (+) ?

17
ISNI KHOERUNISA SGD 03

Jawab :

Mekonium dapat keluar (intrauterin)bila terjadi stres / kegawatan

intrauterin. Mekonium yang terhirup bisa

menyebabkanpenyumbatan parsial ataupun total pada saluran

pernafasan, sehingga terjadigangguan pernafasan dan gangguan

pertukaran udara di paru-paru. Selain itu,mekonium juga berakibat

pada iritasi dan peradangan pada saluran udara,menyebabkan

suatu pneumonia kimiawi

keluarnya mekonium atau air ketuban yang bercampur mekonium

per vaginam pada presentasi kepala merupakan gejala gawat janin

(fetal distress). diduga ini sebagai hasil relaksasi spingter real

dan peristaltik yang bertambah sebagai akibat anoxis. faktor2

etiologisnya meliputi lilitan tali pusat, partus lama, toxemia

gravidarum. pada sebagian kasus tidak diketahui penyababnya

Keluarnya mekonium intrauterine terjadi akibat dari stimulasi

saraf saluranpencernaan yang sudah matur dan biasanya akibat

dari stres hipoksia pada fetus.Fetus yang mencapai masa matur,

saluran gastrointestinalnya juga matur, sehinggastimulasi vagal

dari kepala atau penekanan pusat menyebabkan peristalsis

danrelaksasi sfingter ani, sehingga menyebabkan keluarnya

mekonium. Mekoniumsecara langsung mengubah cairan amniotik,

menurunkan aktivitas anti-bakterial dansetelah itu meningkatkan

18
ISNI KHOERUNISA SGD 03

resiko infeksi bakteri perinatal. Selain itu, mekonium

dapatmengiritasi kulit fetus, kemudian meningkatkan insiden

eritema toksikum.Bagaimanapun, komplikasi yang paling berat dari

keluarnya mekonium dalam uterusadalah aspirasi cairan amnion

yang tercemar mekonium sebelum, selama, maupunsetelah

kelahiran. Aspirasi cairan amnion mekonial ini akan menyebabkan

hipoksiamelalui 4 efek utama pada paru, yaitu: obstruksi jalan

nafas (total maupun parsial),disfungsi surfaktan, pneumonitis

kimia dan hipertensi pulmonal

Sumber : Manuaba, Candradinata.. 2008 . Gawat Darurat Obstetri

Ginekologi Dan Obstetri Ginekologi Social Untuk Profesi Bidan.

Jakarta : EGC

9. Apa px lab yg di lakukan pada pasien tersebut ?

Jawab :

1) Pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan darh lengkap denagn

hapusan darah, penurunan hemoglobin, hematokrit meningkat,

trombosit menurun

2) Urinalisis: Ditemukan protein dalam urin

3) Pemeriksaan fungsi hati

19
ISNI KHOERUNISA SGD 03

4) Bilirubin meningkat, LDH meningkat, aspartat

Aminomtransferase > 60 UL, SGPT dan SGOT meningkat, total

protein serum menurun.

5) Tes kimia darah: Asam urat meningkat

d.Radiologi

1) Ultrasonografi: Ditemukan retardasi pertumbuhan janin

intrauterin. Pernafasan intra uterus lambat, aktivitas janin lambat

dan volume cairan ketuban sedikit

2) Kardio toco grafi: Diketahui denyut jantung janin lemah

Sumber : Mochtar, rustam. 2007. Sinopsis Obstetri. Jakarta :

EGC

10. Mengapa dokter memberikan MgSO4 drip ?

Jawab :

Magnesium sulfat (MgSO4)

Tujuan utama pemberian magnesium sulfat adalah untuk mencegah

kejang berkelanjutan dan mengakhiri kejang yang sedang

berlanjut. Di samping itu jugauntuk mengurangi komplikasi yang

terjadi pada ibu dan janin. Pada pemberian MgSO4 pasien harus

dievaluasi bahwa refleks tendon dalam masih ada,

20
ISNI KHOERUNISA SGD 03

pernafasansekurangnya 12 kali per menit dan urine output

sedikitnya 100 ml dalam 4 jam.

Magnesium sulfat merupakan antikonvulsan yang efektif dan

membantumencegah kejang kambuh an dan mempertahankan aliran

darah ke uterus danaliran darah ke fetus. Magnesium sulfat

berhasil mengontrol kejang eklamptik pada >95% kasus. Selain itu

zat ini memberikan keuntungan fisiologis untuk fetusdengan

meningkatkan aliran darah ke uterus.

Mekanisme kerja magnesium sulfat adalah menekan

pengeluaranasetilkolin pada motor endplate. Magnesium sebagai

kompetisi antagonis kalsium juga memberikan efek yang baik

untuk otot skelet. Magnesium sulfat dikeluarkansecara eksklusif

oleh ginjal dan mempunyai efek antihipertensi.

Dapat diberikan dengan dua cara, yaitu IV dan IM. Rute intravena

lebihdisukai karena dapat dikontrol lebih mudah dan waktu yang

dibutuhkan untuk mencapai tingkat terapetik lebih singkat. Rute

intramuskular cenderung lebihnyeri dan kurang nyaman, digunakan

jika akses IV atau pengawasan ketat pasientidak mungkin.

21
ISNI KHOERUNISA SGD 03

Pemberian magnesium sulfat harus diikuti dengan

pengawasanketat atas pasien dan fetos.

Terapi magnesium biasanya dilanjutkan 12-24 jam setelah bayi

lahir, dapatdihentikan jika tekanan darah membaik serta diuresis

yang adekuat. Kadar magnesium harus diawasi pada pasien dengan

gangguan fungsi ginjal, pada level6-8 mg/dl. Pasien dengan urine

output yang meningkat memerlukan dosis rumatanuntuk

mempertahankan magnesium pada level terapetiknya. Pasien

diawasiapakah ada tanda-tanda perburukan atau adanya keracunan

magnesium

Dosis pemberian MgSO4

1. Dosis inisial: 4-6 g. IV bolus dalam 15-20 menit; bila

kejangtimbul setelah pemberian bolus, dapat ditambahkan 2 g.

IV dalam 3-5 menit.Kurang lebih 10-15% pasien mengalami

kejang lagi setelah pemberianloading dosis.

2. Dosis rumatan:

Dosis rumatan adalah dosis awal obat yang lebih tinggi dari

dosis-dosis selanjutnya dengan tujuan mencapai kadar obat

terapeutik dalam serum dengan cepat. Dosis rumatan

merupakan dosis obat yang mempertahankan konsentrasi

22
ISNI KHOERUNISA SGD 03

plasma dalam keadaan stabil pada rentang terapeutik.2-4

g./jam IV per drip. Bila kadar magnesium >10 mg/dl dalam

waktu 4 jam setelah pemberian per bolus maka dosis

rumatandapat diturunkan.Pasien dapat mengalami kejang ketika

mendapat magnesium sulfat. Bilakejang timbul dalam 20 menit

pertama setelah menerima loading dose, kejang biasanya

pendek dan tidak memerlukan pengobatan tambahan. Bila

kejang timbul>20 menit setelah pemberian load-ing dose,

berikan tambahan 2-4 grammagnesium.

Kontraindikasi pemberian MgSO

adalah pada pasien dengan hipersensitif terhadap magnesium,

adanya blok pada jantung, penyakit Addison, kerusakan

otot jantung, hepatitis berat, atau myasthenia gravis.

Interaksi MgSO4 terhadap obat lain adalah jika penggunaan

bersamaan dengannifedipin dapat menyebabkan hipotensi dan

blokade neuromuskular. Kategorikeamanan pada kehamilan : A -

aman pada kehamilan.

Perhatikan selalu adanya refleks yang hilang, depresi nafas dan

penurunanurine output: Pemberian harus dihentikan bila terdapat

hipermagnesia dan pasienmungkin membutuhkan bantuan ventilasi.

Depresi SSP dapat terjadi pada kadar serum 6-8 mg/dl, hilangnya

23
ISNI KHOERUNISA SGD 03

refleks tendon pada kadar 8-10 mg/dl, depresi pernafasan pada

kadar 12-17 mg/dl, koma pada kadar 13-17 mg/dl dan

henti jantung pada kadar 19-20 mg/dl. Bila terdapat tanda

keracunan magnesium, dapatdiberikan kalsium glukonat 1 g. IV

secara perlahan

Sumber : Norwitz, Errol. 2007. At a Glance Obstetri dan

Ginekologi. Jakarta: Erlangga. Hlm: 88-89.

Scott, James. Danforth, Buku Saku Obstetri dan Ginekologi.

Jakarta: Widya Medika. Hlm: 202-213

11. Apa intepretasi dari px Leopold ?

Jawab :

12. Mengapa ditemukan ketuban tidak utuh, tidak teraba bagian

kecil janin dan tidak teraba bagian yg berdenyut ?

Jawab :

13. DD

 Hipertensi kehamilan (pre eklamsi & eklamsi)

1. Definisi

24
ISNI KHOERUNISA SGD 03

Yang dimaksud dengan preeklamsi adalah timbulnya

hipertensidisertai proteinuri akibat kehamilan, setelah umur

kehamilan 20 mingguatau segera setelah persalinan.

Sedangkan yang dimaksud dengan eklamsi adalah kelainan akutpada

preeklamsi dalam kehamilan, persalinan, atau nifas yang

ditandaidengan timbulnya kejang dengan atau tanpa

penurunan kesadaran(gangguan sistem saraf pusat). Ada pula

istilah eclamsia sine eclampsia adalah eklamsi yang ditandai

oleh penurunan kesadaran tanpa kejang.

Hipertensi kronik adalah hipertensi pada ibu hamil yang

sudahditemukan sebelum kehamilan atau yang ditemukan pada

umur kehamilan< 20 minggu, dan yang menetap setelah 12 minggu

pascasalin. Hipertensikronis yang diperberat oleh preeklamsi

atau eklamsi adalah preeklamsiatau eklamsi yang timbul pada

hipertensi kronis dan disebut juga Superimposed

Preeclampsia

Sedangkan hipertensi gestasional adalah timbulnya

hipertensidalam kehamilan pada wanita yang tekanan darah

sebelumnya normal dantidak disertai proteinuri. Gejala ini akan

menghilang dalam waktu < 12minggu pascasalin

2. Klasifikasi

25
ISNI KHOERUNISA SGD 03

Klasifikasi Hipertensi Dalam Kehamilan

Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan adalah sebagai berikut:

1. Hipertensi esensial.

2. Hipertensi esensial disertai superimposed pregnancy-induced

hypertension.

3. Hipertensi diinduksi kehamilan (pregnancy-induced hypertension,

PIH).

4. Pre-eklamsia.

5. Eklamsia.

Hipertensi esensial

Hipertensi pre-existing dikenal dengan hipertensi kronis atau

esensial. Hipertensi esensial sudah dibahas pada awal sub bab ini.

Hipertensi esensial disertai superimposed pregnancy-induced

hypertension

Superimposed pregnancy-induced hypertension atau pre-eklamsia

dapat terjadi selama kehamilan. Komplikasi dari hipertensi

esensial diindikasikan oleh ketidakmampuan tubuh untuk

mengompensasi patologi penyebab hipertensi yang menghambat

darah menyuplai gas dan nutrien ke jaringan dan organ tubuh.

Komplikasi lain yang mungkin timbul antara lain: gagal ginjal;

26
ISNI KHOERUNISA SGD 03

serangan vaskuler serebral (stroke); ensefalopati. Prognosis

kondisi tersebut cenderung buruk.

Pregnancy-induced hypertension, PIH

Hipertensi diinduksi kehamilan (pregnancy-induced hypertension,

PIH) adalah peningkatan tekanan darah setelah minggu ke-20

kehamilan. Penyebab PIH belum diketahui, akan tetapi telah

dihubungkan dengan kasus pembesaran plasenta. Karena tekanan

darah meningkat tanpa proteinuria, maka dapat menjadi indikasi

bahwa tubuh tidak mampu mengompensasi patologi sirkulasi yang

berhubungan dengan hipertensi esensial dengan vaskularisasi

tambahan ke plasenta dan janin. Diagnosisnya apabila tekanan

darah diastolik > 110 mmHg pada setiap pemeriksaan atau 90

mmHg pada dua kali atau lebih pemeriksaan, atau selang 4 jam.

Penatalaksanaannya diperlukan pengawasan yang cermat terhadap

kondisi ibu dan janin. Pemeriksaan bagi ibu antara lain:

pemeriksaan fisik lengkap; USG; laboratorium darah dan urin.

Sedangkan bagi janin adalah pemeriksaan abdomen; USG;

kardiotokografi.

Pre-eklamsia

Pre-eklamsia juga dikenal sebagai hipertensi gestasional

proteinurik, toksemia pre-eklamtik (TPE). Pre-eklamsia merupakan

gangguan multisistem yang bersifat spesifik terhadap kehamilan

27
ISNI KHOERUNISA SGD 03

dan masa nifas. Lebih tepatnya, penyakit ini merupakan penyakit

plasenta.

Angka kejadian pre-eklamsia sekitar 6-8% dari semua kehamilan.

Penyebab pre-eklamsia belum diketahui secara pasti. Pre-eklamsia

ditandai dengan gejala tekanan darah ? 140/90 mmHg, proteinuria

dan edema pada wajah maupun tangan.

Pre-eklamsia terbagi menjadi pre-eklamsia ringan dan pre-

eklamsia berat. Komplikasi pre-eklamsia jangka pendek antara lain:

gagal ginjal; eklamsia; stoke; kematian ibu; HELLP; DIC; dan masih

banyak lainnya. Penanganan pre-eklamsia sesuai dengan

klasifikasinya.

Eklamsia

Eklamsia didefinisikan sebagai satu atau lebih kejang menyeluruh

atau koma dalam kondisi pre-eklamsia tanpa ada kondisi neurolig

lain. Eklamsia dianggap sebagai tahap akhir pre-eklamsia. Eklamsia

dapat terjadi selama periode pranatal, intranatal, dan pascanatal.

Yang paling beresiko adalah periode pascanatal. Komplikasi

terjadinya eklamsia adalah kematian; perdarahan serebral; edema

paru; ARDS; gagal ginjal. Ibu dengan pre-eklamsia berat beresiko

mengalami kejang berulang, sehingga pencegahan dan penanganan

dapat dilakukan dengan pemberian Magnesium Sulfat secara

intravena.

28
ISNI KHOERUNISA SGD 03

Referensi

Mochtar, Rustam. 1998.Sinopsis Obstetri. Obstetri Fisiologi Dan

Obstetri Patologi. Jilid 1. Jakarta: EGC. Hlm: 198-208.

Norwitz, Errol. 2007. At a Glance Obstetri dan Ginekologi.

Jakarta: Erlangga. Hlm: 88-89.

PRE-EKLAMSI KEHAMILAN

1. Definisi pre eklamsi

1.1 Pre eklamsia adalah keadaan dimana hipertensi disertai

dengan proteinuria, edema atau kedua-duanya yang

terjadi akibat kehamilan setelah minggu ke 20 atau

kadang-kadang timbul lebih awal bila terdapat perubahan

hidatidiformis yang luas pada vili dan korialis (Mitayani,

2009).

1.2 Preeklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda

hipertensi, proteinuria, dan edema yang timbul karena

kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke

29
ISNI KHOERUNISA SGD 03

tiga pada kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya

misalnya pada mola hidatidosa. (Rukiyah, 2010).

1.3 Preeklampsia merupakan suatu kondisi spesifik

kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke-20

pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah

normal. (Bobak , 2004)

1.4 Pre eklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai

proteinnuria dan atau edema setelah umur kehamilan 20

minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat

timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit

trofoblas. (Sujiyatini, 2009)

1.5 Pre eklamsia dapat dideskripsikan sebagai kondisi yang

tidak dapat diprediksi dan progresif serta berpotensi

mengakibatkan disfungsi dan gagal multi organ yang dapat

mengganggu kesehatan ibu dan berdampak negative pada

lingkungan janin. (Boyle M, 2007)

2. Etiologi

Penyebab pre eklamsia saat ini tak bisa diketahui dengan

pasti, walaupun penelitian yang dilakukan terhadap

penyakit ini sudah sedemikian maju. Semuanya baru

didasarkan pada teori yang dihubungkan dengan kejadian.

30
ISNI KHOERUNISA SGD 03

Itulah sebab pre eklamsia disebut juga “disease of

theory” (Rukiyah, 2010).

Teori yang dapat diterima haruslah dapat menerangkan

hal – hal berikut : (1) sebab bertambahnya frekuensi pada

primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan

molahidatidosa; (2) sebab bertambahnya frekuensi

dengan makin tuanya kehamilan; (3) sebab dapat

terjadinya perbaiakan keadaan penderita dengan kematian

janin dalam uterus; (4) sebab jarangnya terjadi eklamsia

pada kehamilan-kehamilan berikutnya; dan (5) sebab

timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan

koma. (Hanifa W, 2006).

Dari hal-hal tersebut diatas, jelaslah bahwa bukan hanya

satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan

pre-eklamsia dan eklamsia.

Adapun teori-teori yang dihubungkan dengan terjadinya

preeklamsia adalah:

1) Peran prostasiklin dan trombiksan

Pada preeklamsia didapatkan kerusakan pada endotel

vaskular, sehingga terjadi penurunan produksi prostsiklin

31
ISNI KHOERUNISA SGD 03

(PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktifasi

pengumpulan dan fibrinolisis, yang kemudian akan digant

trombin dan plasmin,trombin akan mengkonsumsi anti

trombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktifasi

trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2)

dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan

endotel (Rukiyah, 2010).

2) Peran faktor imunologis

Preeklamsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan

tidak timbu lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat

ditererangkan bahwa pada kehamilan pertama

pembentukan blocking antibodies terhadap antigen

plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada

kehamilan berikutnya. Beberapa data yang mendukung

adanya sistem imun pada penderita PE-E, beberapa wanita

dengan PE-E mempunyai komplek imun dalam serum,

beberapa studi juga mendapatkan adanya aktifasi sistem

komplemen pada PE-E diikuti proteinuria (Rukiyah, 2010).

3) Faktor genetik

Beberapa bukti menunjukkan peran faktor genetik pada

kejadian PE-E antara lain : (1) preeklamsia hanya terjadi

pada manusia; (2) terdapatnya kecenderungan

32
ISNI KHOERUNISA SGD 03

meningkatnya frekuensi PE-E pada anak-anak dari ibu

yang menderita PE-E; (3) kescenderungan meningkatnya

frekuensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil dengan

riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka; (4) peran

renin-angiotensin-aldosteron sistem (RAAS) (Rukiyah,

2010).

Yang jelas preeklamsia merupakan salah satu penyebab

kematian pada ibu hamil, disamping infeksi dan

perdarahan, Oleh sebab itu, bila ibu hamil ketahuan

beresiko, terutama sejak awal kehamilan, dokter

kebidanan dan kandungan akan memantau lebih ketat

kondisi kehamilan tersebut.

Beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa faktor

yang dapat menunjang terjadinya preeklamsia dan

eklamsia. Faktor-faktor tersebut antara lain,gizi buruk,

kegemukan, dan gangguan aliran darah kerahim. Faktor

resiko terjadinya preeklamsia, preeklamsia umumnya

terjadi pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di

usia remaja dan kehamilan pada wanita diatas usia 40

tahun. Faktor resiko yang lain adalah riwayat tekanan

33
ISNI KHOERUNISA SGD 03

darah tinggi yang kronis sebelum kehamilan, riwayat

mengalami preeklamsia sebelumnya, riwayat preeklamsia

pada ibu atau saudara perempuan, kegemukan,mengandung

lebih dari satu orang bayi, riwayat kencing manis, kelainan

ginjal, lupus atau rematoid artritis (Rukiyah 2010).

Sedangkan menurut Angsar (2008) teori – teorinya

sebagai berikut:

1) Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan

aliran darah dari cabang – cabang arteri uterina dan

arteri ovarika yang menembus miometrium dan menjadi

arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi arteri

radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi

arteri basalis memberi cabang arteri spiralis. Pada

kehamilan terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot

arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot

tersebut sehingga terjadi distensi dan vasodilatasi arteri

spiralis, yang akan memberikan dampak penurunan tekanan

darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan

aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya aliran darah

ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga

34
ISNI KHOERUNISA SGD 03

meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan janin dengan

baik. Proses ini dinamakan remodelling arteri spiralis.

Pada pre eklamsia terjadi kegagalan remodelling

menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku dan keras

sehingga arteri spiralis tidak mengalami distensi dan

vasodilatasi, sehingga aliran darah utero plasenta

menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.

2) Teori Iskemia Plasenta, Radikal bebas, dan Disfungsi

Endotel

a.Iskemia Plasenta dan pembentukan Radikal Bebas

Karena kegagalan Remodelling arteri spiralis akan

berakibat plasenta mengalami iskemia, yang akan

merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu radikal

hidroksil (-OH) yang dianggap sebagai toksin. Radiakl

hidroksil akan merusak membran sel yang banyak

mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida

lemak. Periksida lemak juga akan merusak nukleus dan

protein sel endotel

b.Disfungsi Endotel

Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan

terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh

35
ISNI KHOERUNISA SGD 03

struktur sel endotel keadaan ini disebut disfungsi

endotel, yang akan menyebabkan terjadinya :

a) Gangguan metabolisme prostalglandin, yaitu

menurunnya produksi prostasiklin (PGE2) yang merupakan

suatu vasodilator kuat.

b) Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang

mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi

tromboksan (TXA2) yaitu suatu vasokonstriktor kuat.

Dalam keadaan normal kadar prostasiklin lebih banyak

dari pada tromboksan. Sedangkan pada pre eklamsia

kadar tromboksan lebih banyak dari pada prostasiklin,

sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah.

c) Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus

(glomerular endotheliosis) .

d) Peningkatan permeabilitas kapiler.

e) Peningkatan produksi bahan – bahan vasopresor, yaitu

endotelin. Kadar NO menurun sedangkan endotelin

meningkat.

f) Peningkatan faktor koagulasi

3) Teori intoleransi imunologik ibu dan janin

36
ISNI KHOERUNISA SGD 03

Pada perempuan normal respon imun tidak menolak adanya

hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan

adanya Human Leukocyte Antigen Protein G (HLA-G) yang

dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural

killer (NK) ibu. HLA-G juga akan mempermudah invasis el

trofoblas kedalam jaringan desidua ibu. Pada plasenta ibu

yang mengalami pre eklamsia terjadi ekspresi penurunan

HLA-G yang akan mengakibatkan terhambatnya invasi

trofoblas ke dalam desidua. Kemungkinan terjadi Immune-

Maladaptation pada pre eklamsia.

4) Teori Adaptasi kardiovaskular

Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter

terhadap bahan vasopresor. Refrakter berarti pembuluh

darah tidak peka terhadap rangsangan vasopresor atau

dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk

menimbulkan respon vasokonstriksi. Refrakter ini terjadi

akibat adanya sintesis prostalglandin oleh sel endotel.

Pada pre eklamsia terjadi kehilangan kemampuan

refrakter terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh

darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor

37
ISNI KHOERUNISA SGD 03

sehingga pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi

dan mengakibatkan hipertensi dalam kehamilan.

5) Teori Genetik

Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen

tunggal. Genotype ibu lebih menentukan terjadinya

hipertensi dalam kehamilan secara familial jika

dibandingkan dengan genotype janin. Telah terbukti

bahwa ibu yang mengalami pre eklamsia, 26% anak

perempuannya akan mengalami pre eklamsia pula,

sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami pre

eklamsia.

6) Teori Defisiensi Gizi

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi

gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam

kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa

konsumsi minyak ikan dapat mengurangi resiko pre

eklamsia. Minyak ikan banyak mengandung asam lemak

tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan,

menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah

vasokonstriksi pembuluh darah.

38
ISNI KHOERUNISA SGD 03

7) Teori Stimulasi Inflamasi

Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di

dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama

terjadinya proses inflamasi. Berbeda dengan proses

apoptosis pada pre eklamsia, dimana pada pre eklamsia

terjadi peningkatan stres oksidatif sehingga produksi

debris trofoblas dan nekrorik trofoblas juga meningkat.

Keadaan ini mengakibatkan respon inflamasi yang besar

juga. Respon inflamasi akan mengaktifasi sel endotel dan

sel makrofag/granulosit yang lebih besar pula, sehingga

terjadi reaksi inflamasi menimbulkan gejala – gejala pre

eklamsia pada ibu.

3. Patofisiologi

Menurut Bobak (2004) adaptasi fisiologi normal pada

kehamilan meliputi peningkatan volume plasma darah,

vasodilatasi, penurunan resistensi vaskular sistemik

(systemic vascular resistance [SVR]), peningkatan curah

jantung dan penurunan tekanan osmotik koloid. Pada pre

eklamsia, volume plasma yang beredar menurun, sehingga

hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal.

39
ISNI KHOERUNISA SGD 03

Perubahan ini membuat perfusi organ maternal menurun,

termasuk perfusi ke unit janin uteroplasenta. Vasospasme

siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan

menghancurkan sel – sel darh merah, sehingga kapasitas

oksigen maternal menurun. Vasopasme merupakan

sebagian mekanisme dasar tanda dan gejala yang

menyertai pre eklamsia. Vasopasme merupakan akibat

peningkatan sensitivitas terhadap tekanan peredaran

darah, seperti angiotensin II dan kemungkinan suatu

ketidak seimbangan abtara prostasiklin prostaglandin dan

tromboksan A2. Selain kerusakan endotelil vasospasme

arterial turut menyebabkan peningkatan permeabilitas

kapiler. Keadaan ini meningkatkan edema dan lebih lanjut

menurunkan volume intra vaskular, mempredisposisi pasien

yang mengalami pre eklamsia mudah menderita edema

paru.

Hubungan sistem imun dengan pre eklamsia menunjukkan

bahwa faktor-faktor imunologi memainkan peran penting

dalam perkembangan pre eklamsia. Keberadaan protein

asing, plasenta, atau janin bisa membangkitkan respons

imunologis lanjut. Teori ini di dukung oleh peningkatan

40
ISNI KHOERUNISA SGD 03

insiden pre eklamsia-eklamsia pada ibu baru (pertama kali

terpapar jaringan janin) dan pada ibu hamil dari pasangan

yang baru (materi genetik yang berbeda).

Menurut Mochtar (2007) Pada preeklamsia terjadi

spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam

dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat

arteriola glomerolus. Pada beberapa kasus, lumen

arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat

dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua

arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan

darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan

tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.

Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang

disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam

ruangan intertisial belum diketahui penyebabnya, mungkin

karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat

disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi

perubahan glomerolus.

Menurut Rukiyah (2010) Vaskonstriksi merupakan dasar

patogenesis PE-E. Vasokonstriksi menimbulkan

41
ISNI KHOERUNISA SGD 03

peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan

hipertensi . adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan

hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi

kerusakan endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan

endotel, kebocoran arteriol disertai perdarahan mikro

pada tempat endotel. Selain itu Hubel 1989 yang dikutip

oleh Rukiyah (2010) mengatakan bahwa adanya

vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan

terjadinya penurunan perfusi utero plasenta yang

selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta.

Hipoksi/anoksia jaringan merupakan sumber reaksi

hiperoksidase lemak, sedangkan prose hiperoksidase itu

sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen,

sehingga dengan demikian akan menggangu metabolisme di

dalam sel peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase

lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase lemak

jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas.

Apabila keseimbangan antara peroksidase terganggu

diman peroksidase dan oksidan lebih dominan maka akan

timbul keadaan yang disebut stress oksidatif. Pada PE-E

serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta

menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan

42
ISNI KHOERUNISA SGD 03

pada wanita hamil normal serumnya mengandung

transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan

sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak

beredar dalam aliran darh melalui ikatan lipoprotein.

Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel

yang dilewati termasuk sel-sel endotel tersebut. Rusaknya

sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel – sel endotel akan

mengakibatkan antara lain: adhesi dan agresi trombosit,

gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma,

terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotinin

sebagai akibat rusaknya trombosit, produksi prostasiklin

dan tromboksan, terjadi hipoksia plasenta akibat

konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak.

Menurut Zweifel (1922) yang dikutip oleh Manuaba

(2008) mengemukakan bahwa gejala gestosis tidak dapat

diterangkan dengan satu faktor atau teori tetapi

merupakan multifakor (teori yang menggambarkan

berbagai manifestasi klinis yang kompleks yang oleh

Zweifel disebut diseases of theory. Berbagai teori yang

mencoba menerangkan gambaran klinis adalah genetic,

teori imunologik, teori iskemia region uteroplasenter,

43
ISNI KHOERUNISA SGD 03

teori kerusakan endotel pembuluh darah, teori radikal

bebas adan kerusakan endotel, teori trombosit, dan teori

diet yang diterangkan untuk kepentingan sehari-hari

adalah teori diet dan teori yang diakui POGI. Menurut

teori diet ibu hamil, kebutuhan kalsium ibu hamil cukup

tinggi untuk pembentukan tulang dan organ lain janin,

yaitu 2-2,5 g/hari. Bila terjadi kekurangan kalsium,

kalsium ibu hamil akan dikuras untuk memenuhi kebutuhan

sehingga terjadi pengeluaran kalsium dari jaringan otot.

Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tak jenuh

sehingga dapat menghindari dan menghambat

pembentukan trombokson dan mengurangi aktivitas

trombosit. Oleh karena itu, minyak ikan dapat menurunkan

kejadian pre eklamasia / eklamasia. Diduga bahwa minyak

ikan mengandung kalsium. Fungsi kalsium dalam otot

jantung menimbulkan peningkatan kontraksi sehingga

dapat mempertahankan dan meningkatkan volume

sekuncup jantung dan tekanan darah dapat dipertahankan.

Kalsium pada otot pembuluh darah mengendalikan dan

mengurangi kontraksi-kontraksi sehingga tekanan darah

dapat dikendalikan bersama dengan vasokontriktor

lainnya. Kekurangan kalsium yang terlalu lama

44
ISNI KHOERUNISA SGD 03

menyebabkan dikeluarkannya kalsium dari jaringan otot

sehingga menimbulkan manifestasi sebagai berikut :

keluar dari otot jantung menimbulkan melemahnya

kontraksi otot jantung dan menurunkan volume sekuncup

sehingga aliran darah akan menurun; keluar dari otot

pembuluh darah akan menimbulkan kontraksi,

meningkatkan tekanan darah tinggi.

Dengan demikian ibu hamil memerlukan 2 – 2,5 g kalsium

untuk mempertahankan konsentrasi dalam darah menjadi

konstan, sehingga tidak akan menimbulkan peningkatan

tekanan darah. Dalam praktik sehari-hari, bidan sudah

dapat memberi kalsium pada ibu hamil yang merupakan

otot polos dapat digambarkan sebagai berikut :

1) Ikatan antara myosin dan aktin menjadi dasar

terjadinya kontraksi dengan peranan kalsium.

2) Bila terjadi penurunan konsentrasi kalsium akan

terjadi reaksi yang berlawanan sehingga kontraksi meurun

dan akibat terdapat penurunan volume sekuncup jantung

dan seterusnya mengakibatkan iskemia region. Penurunan

kalsium dapat terjadi karena masukan yang kurang,

45
ISNI KHOERUNISA SGD 03

kemampuan resorbi menurun kalsium mengalami

keterasingan (terisolasi)

Hal ini menyebabkan mata rantai peranan terputus.

Pemberian kalsium 2.2,5 g pada ibu hamil akan menurunkan

kejadian pre eklampsia / eklampsia yang bermakna

terutama melalui kerja pada miosis kinase rantai ringan.

Dalam standar pendidikan obstetric dan ginekologi, POGI

tersurat teori yang dianut “iskemia region

uteroplasenter” dengan teori lainnya. Kejadian pre

eklampsia/ eklampsia yaitu antara antepartus, intrapartus

dan pasca partus.

4. Klasifikasi

1) Pre-eklamsia ringan

Adalah timbulnya hipertensi disertai protein urin dan atau

edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera

setelah kehamilan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur

kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas (Rukiyah,

2010). Gejala klinis pre eklamsi ringan meliputi :

a) Kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih,

diastol 15 mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum

hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih atau sistol 140

46
ISNI KHOERUNISA SGD 03

mmHg sampai kurang 160 mmHg, diastol 90 mmHg sampai

kurang 110 mmHg.

b) Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral,

wajah atau tangan

c) Proteinuria secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter

dalam 24 jam atau secara kualitatif positif 2.

d) Tidak disertai gangguan fungsi organ

2) Pre-eklamsia berat

Adalah suatu komplikasi kehamilan yang di tandai dengan

timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atu lebih disertai

protein urin dan atau edema pada kehamilan 20 minggu

atau lebih (Rukiyah, 2010).

Gejala dan tanda pre eklamsia berat :

a) Tekanan darah sistolik >160 dan diastolik >110 mmHg

atau lebih.

b) Proteinuria > 3gr/liter/24 jam atau positif 3 atau

positif 4

c) Pemeriksaan kuatitatif bisa disertai dengan :

d) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24

jam.

47
ISNI KHOERUNISA SGD 03

e) Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa

nyeri di epigastrium.

f) Terdapat edema paru dan sianosis.

g) Gangguan perkembangan intra uterin

h) Trombosit < 100.000/mm3

5. Gejala pre eklamsia

Biasanya gejala pre eklmsia timbul dalam urutan :

pertambahan berat badan yang lebih, diikuti edema,

hipertensi, dan akhirnya protein urin. Pada pre eklamsia

ringan tidak di temui gejala – gejala subyektif, namun

menurut rukiyah (2010) mengatakan :

1) Pre eklamsia Ringan

a) Kenaikan tekanan darh sistol 30 mmHg atau lebih

b) Kenaikan tekanan diastole15 mmHg atau lebih dari

tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu

atau lebih

c) Protein urin secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter

dalam 24 jam atau secara kualitatif positif 2

d) Edema pada pretebia, dinding abdomen, lumbosakral,

dan wajah

2) Pre eklamsia Berat

48
ISNI KHOERUNISA SGD 03

a) Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg

b) Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg

c) Peningkatan kadar enzim hati/ikterus

d) Trombosit < 100.000/mm3

e) Oligouria < 400 ml/24 jam

f) Protein urin > 3 gr/liter

g) Nyeri epigastrium

h) Skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal

yang berat

i) Perdarahan retina

j) Edema pulmonum

6. Perubahan Pada Organ-Organ

Menurut Winkjasastro Hanifa (2006) pada penderita

preeklamasi dapat terjadi perubahan pada organ-organ,

antara lain :

1) Perubahan anatomi patologik

a.Plasenta

Pada pre eklamsia terdapat spasme arteriol spiralis

desidua dengan akibat menurunnya aliran darah ke

plasenta. Perubahan plasenta normal sebagai akibat

tuanya kehamilan, seperti menipisnya sinsitium,

49
ISNI KHOERUNISA SGD 03

menebalnya dinding pembuluh darah dalam vili karena

fibrosis dan konversi mesoderm menjadi jaringan fibrotik

dipercepat prosesnya pada pre eklamsia dan hipertensi.

Pada pre eklamsia yang jelas ialah atrofi sinsitium,

sedangkan pada hipertensi menahun terdapat terutama

perubahan pada pembuluh darah dan stroma. Arteri

spiralis mengalami konstriksi dan penyempitan, akibat

aterosis akut disertai necrotizing arteriopathi.

b.Ginjal

Alat ini besarnya normal atau dapat membengkak. Pada

simpai ginjal dan pada pemotongan mungkin ditemukan

perdarahan – perdarahan kecil. Penyelidikan biopsi pada

ginjal oleh Altchek dan kawan-kawan (1968) menunjukkan

pada pre eklamsia bahwa kelainan berupa: 1) kelainan

glomerulus; 2) hiperplasia sel-sel jukstaglomerulus; 3)

kelainan pada tubulus-tubulus henle; 4) spasme pembuluh

darah ke glomerulus. Glomerulus tampak sedikit

membengkak dengan perubahan-perubahan sebagai

berikut: a) sel-sel diantara kapiler bertambah; b) tampak

dengan mikroskop biasa bahwa membrana basalis dinding

kapiler glomerulus seolah-olah terbelah, tetapi ternyata

50
ISNI KHOERUNISA SGD 03

keadaan tersebut dengan mikroskop elektron disebabkan

oleh bertambahnya matriks mesangial; c) sel-sel kapiler

membengkak dan lumen menyempit atau tidak ada; d)

penimbunan zat protein berupa serabut ditemukan dalam

kapsul bowman. Sel-sel jukstaglomeruler tampak

membesar dan bertambah dengan pembengkakan

sitoplasma sel dan bervakuolisasi. Epitel tubulus-tubulus

henle berdeskuamasi hebat, tampak jelas fragmen inti sel

terpecah-pecah. Pembengkakan sitoplasma dan vakuolisasi

nyata sekali. Pada tempat lain tampak regenerasi.

Perubahan – perubahan tersebutlah tampaknya yang

menyebabkan proteinuria dan mungkin sekali ada

hubungannya dengan retensi garam dan air.

c.Hati

Alat ini besarnya normal, pada permukaan dan pembelahan

tampak tempat – tempat perdarahan yang tidak teratur.

Pada pemerikaan mikroskopik dapat ditemukan pedarahan

dan nekrosis pada tepi lobules, disertai thrombosis pada

pembuluh darah kecil, terutama disekitar vena porta.

Walaupun umumnya lokasi ialah periportal, namun

perubahan tersebut dapat ditemukan ditemukan

51
ISNI KHOERUNISA SGD 03

ditempat-tempat lain. Dalam pada itu, rupanya tidak ada

hubungan langsung antara berat penyakit dan luas

perubahan hati.

d.Otak

Pada penyakit yang belum lanjut hanya ditemukan edema

dan anemia pada korteks serebri, pada keadaan lanjut

ditemukan perdarahan.

e. Retina

Kelainan yang sering ditemukan pada retina ialah spasmus

pada arteriola – arteriola, terutama yang dekat pada

diskus optikus. Vena tampak lekuk pada persimpanagan

dengan arteriola. Dapat terlihat edema pada diskus

optikus dan retina. Ablasio retina juga dapat terjadi

tetapi komplikasi ini prognosisnya baik karena retina akan

melekat lagi beberapa minggu post partum. Perdarahan

dan eksudat jarang ditemukan pada pre eklamsia, biasanya

kelainan tersebut menunjukkan adanya hipertensi

menahun.

f.Paru-Paru

52
ISNI KHOERUNISA SGD 03

Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edemma dan

perubahan karena bronkopnemonia sebagai akibat

aspirasi. Kadang – kadang ditemukan abses paru – paru.

g.Jantung

Pada sebagian besar penderita yang mati karena eklamsi

jantung biasanya mengalami perubahan degeneratif pada

miokardium. Sering ditemukan degenerasi lemak dan

cloudy swelling serta nekrosis dan pendarahan. Sheehan

(1958) menggambarkan pendarahan subendokardial

disebelah kiri septum interventrikulare pada kira-kira dua

pertiga penderita eklampsia yang meninggal dalam 2 hari

pertama setelah timbulnya penyakit.

h.Kelenjar adrenal

Kelenjar adrenal dapat menunjukkan kelainan berupa

pendarahan dan nekrosis dalam berbagai tingkat.

2) Perubahan fisiologi patologik

a.Perubahan pada plasenta dan uterus

Menurunnya aliran darh ke plasenta mengakibatkan

disfungsi plasenta. Pada hipertensi yang agak lama

53
ISNI KHOERUNISA SGD 03

pertumbuhan janin terganggu, pada hipertensi yang lebih

pendek bisa terjadi gawat janin sampai kematiannya

karena kekurangan oksigenasi. Kenaikan tonus uterus dan

kepekaan terhadap perangsangan sering didapatkan pada

pre eklamsia dan eklamsia sehingga mudah terjadi partus

prematurus.

b.Perubahan pada ginjal

Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah ke

dalam ginjal menurun, sehingga menyebabkan filtrasi

glomerulus mengurang. Kelainan pada ginjal yang penting

ialah dalam hubungan dengan proteinuria dan mungkin

sekali juga dengan retensi air garam dan air. Mekanisme

retensi garam dan air belum diketahui benar, tetapi

disangka akibat perubahan dalam perbandingan antara

tingkat filtrasi glomerulus dan tingkat penyerapan

kembali oleh tubulus. Pada kehamila normal penyerapan ini

meningkat sesuai dengan kenaikan filtrasi glomerulus.

Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arterioles

ginjal menyebabkan fltrasi natrium melalui glomerulus

menurun, yang menyebabkan retensi garm dan dengan

demikian juga retensi air. Peranan kelenjar adrenal dalam

54
ISNI KHOERUNISA SGD 03

retensi garam dan air belum diketahui benar. Fungsi ginjal

pada pre eklampsia tampaknya agak menurun bila dilihat

dari clearance asam uric. Filtrasi glomerulus dapat turun

sampai 50% dari normal, sehingga menyebabkan dieresis

turun; pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria atau

anuria.

c.Perubahan pada retina

Pada pre eklampsia tampak edema retina, spasmus

setempat atau enyeluruh pada satu atau beberapa arteri;

jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Retinopatia

arteriosklerotika menunjukkan penyakit vaskuler yang

menahun. Keadaan tersebut tak tampak pada pre

eklampsia, kecuali bila terjadi atas dasar hipertensi

menahun atau penyakit ginjal. Spasmus arteri retina yang

nyata menunjukkan adanya pre eklampsia berat; walaupun

demikian, vasopasmus ringan tidak selalu menunjukkan pre

eklampsia ringan. Pada pre eklampsia jarang terjadi

ablasio retina. Keadaan ini disertai dengan buta

sekonyong-konyong. Pelepasan retina disebabkan oleh

edema intraokuler dan merupakan indikasi untuk

pengakhiran kehamilan segera. Biasanya setelah

55
ISNI KHOERUNISA SGD 03

persalinan berakhir. Retina melekat lagi dalam 2 hari

sampai 2 bulan. Gangguan penglihatan secara tetap jarang

ditemukan. Skotoma, diplopia dan ambliopia pada

penderita pre eklampsia merupakan gejala yang

menunjukkan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini

disebabkan oleh perubahan aliran darah dalam pusat

penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.

d.Perubahan pada Paru – paru

Kematian ibu pada pre-eklamsia dan eklamsia biasanya

disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan

decompensasi cordis. Bisa pula karena terjadinja aspirasi

pnemonia,atau abses paru.

e.Perubahan pada otak

Mc Call melaporkan bahwa resistensi pembuluh darah

dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan lebih

meninggi lagi pada eklampsia. Walaupun demikian, aliran

darah ke otak dan pemakaian oksigen pada pre eklampsia

tetap dalam batas normal. Pemakaian oksigen oleh otak

hanya menurun pada eklampsia.

56
ISNI KHOERUNISA SGD 03

f. Metabolisme air dan Elektrolit

Hemokonsentrasi yang menyertai pre eklampsia dan

eklampsia tidak hanya diketahui sebabnya. Terjadi disini

pergeseran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang

interstisial. Kejadian ini, yang diikuti oleh kenaikan

hematokrit, peningkatan protein serum dan sering

bertambah edema, menyebabkan volume darah

mengurang, viskositet darah meningkat, waktu peredaran

darah tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah ke jaringan

di berbagai bagian tubuh mengurang, dengan akibat

hipoksia. Dengan perbaikan keadaan, hemokonsentrasi

berkurang, sehingga turunnya hematokrit dapat dipakai

sebagai ukuran tentang perbaikan keadaan penyakit dan

tentang berhasilnya pengobatan. Jumlah air dan natrium

dalam badan lebih banyak pada penderita pre eklampsia

daripada wanita hail biasa atau penderita hipertensi

menahun. Penderita pre eklampsia tidak dapat

mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang

diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus

menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak

berubah. Elektrolid, kristaloid dan protein dalam serum

tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada pre

57
ISNI KHOERUNISA SGD 03

eklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, kalsium dan

klorida dalam serum biasanya dalam batas normal. Gula

darah, ikarbonas dan pH pun normal. Pada eklampsia,

kejang-kejang dapat menyebabkan kadar gula darah naik

untuk sementara; asidum laktikum dan asam organic lain

naik dan bikarbonas natrikus, sehingga menyebabkan

cadangan alkali turun. Setelah kejangan, zat organic

dioksida sehingga natrium dilepaskan untuk dapat

bereaksi dengan asam karbonik menjadi bikarbonas

natrikus. Dengan demikian cadangan alkali dapat pulih

kembali. Oleh beberapa penulis kadar asam urat dalam

darah dipakai sebagai parameter untuk menentukan

proses pre eklampsia menjadi baik atau tidak. Pada

keadaan normal asam urat melewati glemorulus dengan

sempurna untuk diserap kembali dengan sempurna oleh

tubulus kontorti proksimalis dan akhirnya dikeluarkan oleh

tubulus kontorti distalis. Tampaknya perubahan pada

glomerulus dengan sempurna untuk diserap kembali

dengan sempurna oleh tubulus kontorti proksimalis dan

akhirnya dikeluarkan oleh tubulus kontorti distalis.

Tampaknya perubahan pada glomerulus menyebabkan

filtrasi asam urat mengurang, sehingga kadarnya dalam

58
ISNI KHOERUNISA SGD 03

darah meningkat. Akan tetapi, kadar asam urat yang

tinggi tidak selalu ditemukan. Selanjutnya, pemakaian

diuretika golongan tiazid menyebabkan kadar asam urat

meningkat. Kadar keratin dan ureum pada pre eklampsia

tidak meningkat, kecuali bila terjadi oliguria atau anuria.

Protein serumtotal, perbandingan albumin globulin dan

tekanan osmotic plasma menurun pada pre eklampsia,

kecuali pada penyakit yang berat dengan

hemokonsentrasi. Pada kehamilan cukup bulan kadar

fibrinogen meningkat dengan nyata. Kadar tersebut lebih

meningkat lagi pada pre eklampsia. Waktu pembekuan

lebih pendek dan kadang-kadang ditemukan kurang dari 1

menit pada eklampsia.

7. Frekuensi

Ada yang melaporkan angka kejadian sebanyak 6% dari

seluruh kehamilan, dan 12% pada kehamilan primigravida.

Menurut beberapa penulis lain frekuensi dilaporkan

sekitar 3-10%. Lebih banyak dijumpai pada primigravida

daripada multigravida, terutama primigravida usia muda.

Faktor-faktor predisposisi untuk terjadinya preeklamsia

adalah molahidatidosa, diabetes melitus, kehamilan ganda,

59
ISNI KHOERUNISA SGD 03

hidrops fetalis, obesitas, dan umur yang lebih dari 35

tahun (Mochtar, 2007).

Menurut Winkjosastro Hanifa (2006) Frekuensi pre

eklamsia pada tiap negara berbeda-beda karena banyak

faktor yang mempengaruhinya; jumlah primigravida,

keadaan sosial ekonomi, perbedaan kriterium dalam

penentuan diagnosis, dan lain-lain. Dalam kepustakaan

frekuensi dilaporkan berkisar antara 3-10%. Pada

primigravida frekuensi pre eklamsia lebih tinggi bila

dibandingkan dengan multi gravida, hidrops fetalis, umur >

35 tahun, dan obesitas merupakan faktor predisposisi

untuk terjadinya pre eklamsia.

8. Faktor resiko pre eklamsia

Menurut Chapman Vicky (2006), factor resiko pre

eklamsia :

1) Pre eklamsia 10 kali lebih sering terjadi pada

primigravida

2) Kehamialn ganda memiliki resiko lebih dari 2 kali lipat

3) Obesitas (yang dengan indeks masa tubuh > 29)

meningkatkan resiko 4 kali lipat.

4) Riwayat hipertensi

60
ISNI KHOERUNISA SGD 03

5) Diabetes

6) Pre eklamsia sebelumnya (20% resiko kekambuhan)

Menurut Bobak (2004), factor resiko pre eklamsia :

1) Primi gravid, multi para (Mitayani, 2009)

2) Usia < 20 atau > 35 tahun

3) Obesitas

4) Diabetes militus

5) Hipertensi sebelumnya

6) Kehamilan mola

7) Kehamilan ganda

8) Polihidramnion

9) Pre eklamsia pada kehamilan sebelumnya

9. Diagnosis

Menurut Mitayani (2009), diagnosis di tegakkan

berdasarkan :

1. Wawancara

a. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat kesehatan dahulu

a) Kemungkinan ibu menderita penyakit hipertensi

sebelum hamil

61
ISNI KHOERUNISA SGD 03

b) Kemungkinan ibu mempunyai riwayat pre eklamsia

pada kehamilan terdahulu

c) Biasanya mudah terjadi pada ibu yang obesitas

d) Ibu mungkin pernah menderita ginjal kronis

2) Riwayat kesehatan sekarang

a) Ibu merasakan sakit kepala di daerah frontal

b) Terasa sakit di ulu hati/nyeri eoigastrium

c) Gangguan virus : pandangan mata kabur, skotoma dan

diplopia

d) Mual dan muntah, tidaka da nafsu makan

e) Gangguan serebral lain misalnya : terhuyung – uyung,

refleks tinggi dan tidak tenang

f) Edema pada ekstremitas

g) Tengkuk terasa berat

h) Kenaikan berat badan mencapai 1 kg seminggu

3) Riwayat kesehatan keluargaKemungkiann mempunyai

riwayat pre eklamsia dan eklamsia dalam keluarga

4) Riwayat perkawinan. Biasanya terjadi pada wanita

yang menikah di bawah usia 20 tahun atau di atas 35

tahun

b.Pemeriksaan Fisik

62
ISNI KHOERUNISA SGD 03

1) Tekanan darah

Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg, tekanan darah

diastolik ≥ 110 mmHg (kenaikan tekanan darh sistol 30

mmHg atau lebih kenaikan tekanan diastole15 mmHg atau

lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20

minggu atau lebih)

2) Keadaan umum

Lemah

3) Kepala

Sakit kepala, wajah edema

4) Mata

Konjungtiva sedikit anemis, edema pada retina

5) Pencernaan abdomen

Nyeri daerah epigastrium, anoreksi, mual dan muntah

6) Ekstremitas

Edema pada kaki dan tangan juga jari

7) Sistem pernafasan

Hiperrefleksia, klonus pada kaki

8) Genitourinaria

Oliguria, protein uria

9) Pemeriksaan janin

Bunyi jantung ajnin tidak teratur, gerakan janin melemah

63
ISNI KHOERUNISA SGD 03

c.Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan darh lengkap

denagn hapusan darah, penurunan hemoglobin, hematokrit

meningkat, trombosit menurun

2) Urinalisis: Ditemukan protein dalam urin

3) Pemeriksaan fungsi hati

4) Bilirubin meningkat, LDH meningkat, aspartat

Aminomtransferase > 60 UL, SGPT dan SGOT meningkat,

total protein serum menurun.

5) Tes kimia darah: Asam urat meningkat

d.Radiologi

1) Ultrasonografi: Ditemukan retardasi pertumbuhan

janin intrauterin. Pernafasan intra uterus lambat,

aktivitas janin lambat dan volume cairan ketuban sedikit

2) Kardio toco grafi: Diketahui denyut jantung janin

lemah

10. Penatalaksanaan

Menurut Winkjasastro Hanif (2006), Pengobatan hanya

dapat dilakukan secara simtomatis karena etiologi pre

64
ISNI KHOERUNISA SGD 03

eklamsia dan faktor – faktor apa dalam kehamilan yang

menyebabkannya belum diketahui, tujuan penanganan ialah

1) Mencegah terjadinya pre eklamsia berat dan eklamsia

2) Melahirkan janin hidup

3) Melahirkan janin dengan trauma sekecil – kecilnya

Menurut Cuningham (2005), Tujuan dasar penatalaksanaan

untuk setiap kehamilan dengan penyulit preeklamsia

adalah :

1) Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin

bagi ibu dan janinya.

2) Lahirnya bayi yang kemudian dapat berkembang.

3) Pemulihan sempurna kesehatan ibu

Pada kasus preeklasmia tertentu, terutama pada wanita

menjelang atau sudah aterm, tiga tujuan tersebut dapat

terpenuhi oleh induksi persalinan. Dengan demikian,

informasi terpenting yang perlu dimiliki oleh ahli obstetri

agar penanganan kehamilan berhasil dan terutama

kehamilan dengan penyulit hipertensi, adalah kepastian

usia janin

65
ISNI KHOERUNISA SGD 03

Penanganan Preeklamsia ringan menurut Rukiyah (2010),

dapat dilakukan dengan dua cara tergantung gejala yang

timbul yakni :

1.Pre Eklamsia Ringan

a) Penatalaksanaan rawat jalan pasien preeklamsia

ringan, dengan cara : ibu dianjurkan banyak istirahat

(berbaring,tidur/miring), diet : cukup protein, rendah

karbohidrat,lemak dan garam; pemberian sedativa ringan :

tablet phenobarbital 3x30 mg atau diazepam 3x2 mg/oral

selama 7 hari (atas instruksi dokter); roborantia;

kunjungan ulang selama 1 minggu; pemeriksaan

laboratorium: hemoglobin, hematokrit, trombosit, urin

lengkap, asam urat darah, fungsi hati, fungsi ginjal.

b) Penatalaksanaan rawat tinggal pasien preeklamsi

ringan berdasarkan kriteria : setelah duan minggu

pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya

perbaikan dari gejala-gejala preeklamsia; kenaikan berat

badan ibu 1kg atau lebih/minggu selama 2 kali berturut-

turut (2 minggu); timbul salah satu atau lebih gejala atau

tanda-tanda preeklamsia berat.

66
ISNI KHOERUNISA SGD 03

Bila setelah satu minggu perawatan diatas tidak ada

perbaikan maka preeklamsia ringan dianggap sebagai

preeklamsia berat. Jika dalam perawatan dirumah sakit

sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan kehamilan

masih preterm maka penderita tetap dirawat selama 2

hari lagi baru dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan

dengan perawatan rawat jalan.

Perawatan obstetri pasien preeklamsia menurut Rukiyah

(2010) adalah :

a) Kehamilan preterm (kurang 37 minggu) : bila desakan

darah mencapai normotensi selama perawatan, persalinan

ditunggu sampai aterm; bila desakan darah turun tetapi

belum mencapai normotensi selama perawtan maka

kehamilanya dapat diakhiri pada umur kehamilan 37

minggu atau lebih.

b) Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih) : persalinan

ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau

dipertimbangkan untuk melakukan persalinan pada tanggal

taksiran persalinan

c) Cara persalinan: Persalinan dapat dilakukan secara

spontan bila perlu memperpendek kala II.

67
ISNI KHOERUNISA SGD 03

2.Pre eklamsia Berat

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-

gejala preeklamsia berat selama perawatan maka

perawatan dibagi menjadi : 1). Perawatan aktif yaitu

kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah

pengobatan medicinal; 2) Perawatan konservatif yaitu

kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan

medicinal.

1) Perawatan aktif, sedapat mungkin sebelum perawatan

aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal

assessment yakni pemeriksaan non stress test (NST) dan

ultrasonografi (USG) dengan indikasi salah satu atau lebih

yakni :

a) Ibu: Usia kehamilan 37 minggu atau lebih, adanya

tanda – tanda impending eklamsia, kegagalan terapi

konserfatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi

terjadi kenaikan desakan tekanan darah atau setelah 24

jam perawatan medicinal, ada gejala – gejala status quo

(tidak ada perbaikan)

b) Janin: Hasil fetal assasemen jelek (NST dan USG)

adanya tanda IUGR

68
ISNI KHOERUNISA SGD 03

c) Hasil laboratorium: Adanya HELLP syndrome

2) Pengobatan medisinal pasien PEB dilakukan di RS dan

atas instruksi dokter yaitu segera masuk RS, tirah baring

miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit,

reflek patela setiap jam, infus dextrose 5% dimana setiap

1 liter diselingi dengan infus RL (60 – 125 cc/jam) 500cc

berikan antasida : diet cukup protein, rendah karbohidrat

lemak dan garam, pemberian obat anti kejang MgSO4

diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda – tanda

edema paru, payah jantungkongestif atau edema anasarka.

Diberikan furosemid injeksi 40 mg/IM.

3) Antihapertensi diberikan bila tekanan darah sistolis

lebih 180 mmHg (diastol lebih 110 mmHg atau MAP lebih

125 mmHg sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis

kurang 105 mmHg bukan kurang 90 mmHg karena akan

menurunkan perfusi plasenta dosis antihipertensi sama

dengan dosis antihipertensi pada umumnya.

4) Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya

diberikan obat–obat antihipertensi parenteral (tetesan

kontinyu) catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5

69
ISNI KHOERUNISA SGD 03

ampul dalam 500 cc cairan infus atau pres disesuaikan

dengan tekanan darah.

5) Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat di

berikan tablet anti hipertensi secara sublingual diulang

selang 1 jam maksimal 4 – 5 kali. Bersama dengan awal

pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan

secara oral.

6) Pengobatan jantung jika ada indikasinya yakni ada

tanda – tanda menjurus payah jantung diberikan

digitalisasi cepat dengan cedilanid D.

7) Lain – lain : Konsul penyakit dalam/jantung, mata,

obat – obat anti piretik diberikan bila suhu rectal 38,5ºC

dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau

alkohol atau xylomidon 2 cc IM, antibiotik diberikan atas

indikasi. Diberikan ampicilin 1 gr/ 6 jam/ IV/hari, anti

nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena

kontraksi uterus dapat diberikan petidin HCL 50 – 75 mg

sekali saja, selambat lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.

11. Pencegahan

70
ISNI KHOERUNISA SGD 03

Pada umumnya timbulnya eklamsia dapat dicegah atau

frekuensinya dapat dikurangi. Usaha – usaha untuk

menurunkan frekuensi eklamsia adalah :

1) Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan

mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan diri

sejak hamil muda.

2) Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre

eklamsia dan megobatinya segera bila ditemukan

3) Mengakhiri kehamilan sedapat dapatnya pada

kehamilan 37 minggu ke atas apabila dirawat tanda –

tanda pre eklamsia tidak juga dapat hilang. (Rukiyah,

2010)

3. Komplikasi

Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin.

Komplikasi dibawah ini yang bisa terjadi pada pre eklamsia

dan eklamsia (Rukiyah, 2010) :

1) Solusio Plasenta

Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi

akut dan lebih sering terjadi pada pre eklamsia

2) Hipofibrinogenemia

71
ISNI KHOERUNISA SGD 03

Biasanya terjadi pada pre eklamsia berat. Oleh karena itu

dianjurkan untuk pemeriksaan kadar fibrinogen secara

berkala.

3) Hemolisis

Penderita dengan PEB kadang – kadang menunjukkan gejala

klinik hemolisis yang dikenel dengan ikterus. Belum diketahui

dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel hati atau

destruksi sel darh merah. Nekrosis periportal hati yang

sering ditemukan pada autopsy penderita eklamsia dapat

menerangkan ikterus tersebut.

4) Perdarahan Otak

Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal

penderita eklamsia.

5) Kelainan Mata

Kehilangan penglihatan untuk sementara yang berlangsung

sampai seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadang – kadang

terjadi pada retina. Hal ini merupakan tanda gawat akan

terjadi apopleksia serebri.

6) Edema Paru – Paru

Paru – paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan

perubahan karena bronkopnemonia sebagai akibat aspirasi.

Kadang – kadang ditemukan abses paru – paru.

72
ISNI KHOERUNISA SGD 03

7) Nekrosis Hati

Nekrosis periportal hati pada pre eklamsia/eklamsia

merupakan akibat vasopasme arteriole umum. Kelainan ini

diduga khas untuk eklamsia, tetapi juga dapat terjadi pada

penyakit lain. Kerusakan sel – sel hati dapat diketahui dengan

pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim–enzimnya.

8) Sindroma HELLP (Haemolisys elevated liver enzymes dan

low palatelet)

Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan

fungsi hati, hepatoselular (peningkatan enzim hati

[SGOT,SGPT], gejala subyektif [cepat lelah, mual, muntah,

nyeri epigastrium]). Hemolisis akibat kerusakan membrane

eritrosit oleh radiakl bebas asam lemak jenuh dan tak jenuh.

Trombositopenia (,150.000/cc), agregasi (adhesi trombosit

did inding vaskuler), kerusakan tromboksan (vasokonstriktor

kuat), lisosom.

9) Kelainan Ginjal

Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu

pembengkakan sitoplasma sel endothelial tubulus ginjal tanpa

kelainan struktur yang lainnya. Kelainan lain yang dapat

timbul ialah anuria samapi gagal ginjal.

10) Komplikasi Lain

73
ISNI KHOERUNISA SGD 03

Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat

kejang – kejang pneumoni aspirasi dan DIC (disseminated

intravascular coagulation)

11) Pada Janin

Menurut Rukiyah (2010), komplikasi pre eklamsia pada janin

adalah :

Janin yang dikandung ibu hamil pre eklamsia akan hidup

dalam rahim dengan nutrisi dan oksigen dibawah normal.

Keadaan ini bisa terjadi karena pembuluh darh yang

menyalurkan darah ke plasenta menyempit, karena buruknya

nutrisi pertumbuhan janin akan terhambat sehingga akan

terjadi bayi dengan berat lahir rendah. Bisa juga janin

dilahirkan kurang bulan (prematuritas), komplikasi lanjut dari

prematuritas adalh keterlambatan belajar, epilepsy,

serebral palsy, dan masalah pada pendengaran dan

penglihatan, bayi saat dilahirkan asfiksia, dsb.

 DM gestasional

Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan metabolisme

karbohidrat, di mana glukosa darah tidak dapat digunakan

dengan baik, sehingga menyebabkan keadaan

74
ISNI KHOERUNISA SGD 03

hiperglikemia. DM merupakan kelainan endokrin yang

terbanyak dijumpai. Diabetes Melitus dengan kehamilan

(Diabetes Mellitus Gestational – DMG) adalah kehamilan

normal yang disertai dengan peningkatan insulin

resistance (ibu hamil gagal mempertahankan euglycemia).

Pada golongan ini, kondisi diabetes dialami sementara

selama masa kehamilan. Artinya kondisi diabetes atau

intoleransi glukosa pertama kali didapati selama masa

kehamilan, biasanya pada trimester kedua atau ketiga.

Diabetes melitus gestasional berhubungan dengan

meningkatnya komplikasi perinatal (di sekitar waktu

melahirkan), dan ibu memiliki risiko untuk dapat

menderita penyakit diabetes melitus yang lebih besar

dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan.

Diabetes Mellitus Gestasional ini meningkatkan

morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus,

polisitemia, dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi

dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga

merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia. Frekuensi

DMG kira-kira 3–5% dan para ibu tersebut meningkat

risikonya untuk menjadi DM di masa mendatang.

Patofisiologi

75
ISNI KHOERUNISA SGD 03

Bila gula darah tidak dikendalikan, maka terjadi keadaan

gula darah ibu hamil yang tinggi (hiperglikemia) yang

dapat menimbulkan risiko pada ibu dan juga janin.

Risiko pada janin dapat terjadi hambatan pertumbuhan

karena timbul kelainan pada pembuluh darah ibu dan

perubahan metabolik selama masa kehamilan. Sebaliknya

dapat terjadi makrosomia yaitu bayi pada waktu lahir

besar akibat penumpukan lemak di bawah kulit. Juga

pernah dilaporkan terjadinya cacat bawaan karena

diabetes mellitus yang tidak diobati waktu kehamilan.

Ketika sel tidak terdapat cukup glukosa dikarenakan

kurangnya jumlah insulin, meski sebenarnya dalam darah

terdapat glukosa yang berlebihan, boleh dikatakan sel-sel

ini ‘kelaparan’. Hal ini menyebabkan peningkatan nafsu

makan dan walaupun penderita DM sudah makan lebih

banyak, kelihatannya sel tidak pernah mendapatkan cukup

glukosa.

Menurut penelitian sekitar 40-60 persen ibu yang

mengalami diabetes mellitus pada kehamilan dapat

berlanjut mengidap diabetes mellitus setelah persalinan.

Disarankan agar setelah persalinan pemeriksaan gula

76
ISNI KHOERUNISA SGD 03

darah diulang secara berkala misalnya setiap enam bulan

sekali

Faktor Resiko

Menurut Mochtar, 1998 kemungkinan diabetes gestasional

lebih besar bila:

1. Umur sudah lebih dari 30 tahun.

2. Multiparitas.

3. Gemuk (obesitas) yaitu berat badan saat hamil lebih

dari 20% berat badan ideal.

4. Ada anggota keluarga sakit diabetes (hereditas).

5. Ada sejarah lahir mati dan anak besar (bayi dengan

berat lebih dari 4000 gram).

6. Sering abortus.

7. Glukosuria.

Diagnostik

Menurut Manuaba, 2000, dasar diagnosis kahamilan pada

diabetes mellitus:

a. Sejarah keluarga dengan diabetes mellitus.

b. Kehamilan dengan sejarah abortus, kematian janin, atau

bayi besar diatas 4 kg.

77
ISNI KHOERUNISA SGD 03

c. Pemeriksaan alfa feto protein untuk mencari

kemungkinan kelainan kongenital atau neurologis.

d. Pemeriksaan gula darah di atas 140 mg/lt.

e. Hasil glukosa toleransi tes abnormal:

1) Puasa kurang dari 90.

2) Jam 1 kurang dari 165

3) Jam 2 kurang dari 145

4) Jam 3 kurang dari 125

f. Kehamilan dengan cacat jasmani.

Pengaruh Kehamilan Terhadap Diabetes Melitus

1. Pengendalian diabetes mellitus pada kehamilan karena:

a. Emesis- hiperemesis gravidarum.

b. Pemakaian glukosa bertambah:

1) Tumbuh kembang janin dalam rahim.

2) Hiperplasia dan hipertropi jaringan.

3) Metabolisme basal ibu meningkat.

c. Efek insulin dikurangi oleh perubahan hormon:

estrogen-progesteron, plasenta laktogen, insulinase

plasenta merusak insulin ibu.

d. Terjadi kompensasi pengeluaran insulin janin dari

pankreas dan adrenal.

78
ISNI KHOERUNISA SGD 03

2. Situasi hiperglikemia memudahkan infeksi hamil atau

kala nifas.

Pengaruh Diabetes Melitus Terhadap Kehamilan

1. Dalam kehamilan

 Insufisiensi plasenta menyebabkan:

- Abortus-prematurius.

- Kematian janin dalam rahim.

- Kelainan kongenital meningkat

 Komplikasi kehamilan dengan DM:

- Hidramnion.

- Makrosomia diikuti kelainan letak janin.

- Pre-eklampsia dan eklampsia.

2. Pengaruh diabetes tehadap persalinan

 Inersia uteri primer dan sekunder.

 Persalinan operatif makrosomia.

3. Pengaruh terhadap kala nifas

 Mudah terjadi infeksi sampai sepsis.

4. Pengaruh terhadap janin

Gangguan insufisiensi plasenta :

 Abortus sampai kematian janin dalam rahim.

 Makrosomia dengan komplikasinya.

79
ISNI KHOERUNISA SGD 03

 Dismaturitas dan meningkatnya kematian neonatus kelainan

kongenital.

 Kelainan neurologis sampai IQ rendah.

 Kematangan paru terhambat menimbulkan RDS, asfiksia, dan lahir

mati.

Penatalaksanaan

Pengobatan dan penanganan penderita diabetes yang hamil

dilakukan untuk mencapai 3 maksud utama, yaitu:

1. Menghindari ketosis dan hipoglikemia.

2. Mengurangi terjadinya hiperglikemia dan glisuria.

3. Mengoptimalkan gestasi.

Penanganan pada penderita DM meliputi:

1. Diet

Penderita harus mendapatkan lebih banyak kalori karena

berat badannya bertambah menurun. Penderita DM

dengan berat badan rata-rata cukup diberi diet yang

mengandung 1200-1800 kalori sehari selama kehamilan.

Pemeriksaan urine dan darah berkala dilakukan untuk

mengubah dietnya apabila perlu. Diet dianjurkan ialah

karbohidrat 40%, protein 2 gr/kg berat badan, lemak 45-

60gr. Garam perlu dibatasi untuk mengurangi

kecenderungan retensi air dan garam.

80
ISNI KHOERUNISA SGD 03

2. Olah raga

Wanita hamil perlu olah raga, tetapi sekedar untuk

menjaga kesehatannya. Kita tidak bisa memaksakan olah

raga pada ibu hamil hanya untuk menurunkan gula dalam

darahnya.

3. Obat-obat antidiabetik

Selama kehamilan kadar darah diatur dengan antidiabetik.

Pemeriksaan kadar darah harus dilakukan lebih sering.

Pemberian suntikan insulin merupakan salah satu

pengobatan bagi penderita penyakit DMG untuk

mengontrol kadar gula darahnya. Beberapa jenis obat-

obat untuk penderita DM yang dapat dikonsumsi dengan

dimakan dan yang beredar di Indonesia hingga saat ini

memang tidak seluruhnya boleh diberikan pada ibu hamil,

karena dapat menimbulkan efek yang merugikan bagi janin

yang dikandung. Misalnya menimbulkan cacat bawaan pada

janin. Pada trimester pertama paling sukar dilakukan

pengobatan karena adanya nausea dan vomitus. Pada

timester kedua pengobatan tidak begitu sukar lagi karena

tidak perlu perubahan diet dan dosis antidiabetik. Dalam

trimester ketiga sering diperlukan lebih banyak

antidiabetik karena meningginya toleransi hidrat arang.

81
ISNI KHOERUNISA SGD 03

4. Diuretik

Jika ada hipertensi atau tanda-tanda retensi cairan

dianjurkan miskin garam. Jika ini tidak menolong dapat

diberikan deuretik.

5. Steroid-steroid seks

Sekresi estrogen berkurang pada wanita hamil diabetik.

Komplikasi pada fetus berkurang jika selama kehamilan

diberi estrogen dan progesteron dalan dosis besar.

6. Penatalaksanaan obstetrik

 Persalinan dilakukan:

- Pertahankan sampai aterm dan spontan.

- Induksi persalinan pada minggu 37-38.

- Primer seksio sesarea.

 Penanganan bayi dengan DM:

- Disamakan dengan bayi prematur.

- Observasi kemungkinan hipoglisemia.

- Perawatan intensif: neonatus intensif unit care dengan

pengawasan ahli neonatologi.

 Ketuban pecah dini

Definisi
82
ISNI KHOERUNISA SGD 03

􀀹 Pecahnya selaput ketuban sebelum ada tanda-tanda persalinan

􀀹 Pecahnya selaput ketuban secara spontan, pada saat belum inpartu.

􀀹 Selaput ketuban pecah 1 jam, kemudian tidak diikuti tanda-tanda awal

persalinan (tanpa melihat usia kehamilan).

Faktor Penyebab

􀀹 Faktor yang mempermudah pecahnya selaput ketuban:

􀀹 Koria amniolitis; selaput ketuban menjadi rapuh.

􀀹 Inkompeten serviks; kanalis servikalis yang selalu terbuka karena

kelainan serviks (kongenital, fisiologis)

􀀹 Kelainan letak; tidak ada bagian terendah janin yg menutup PAP, yg

dapat mengurangi tekanan terhadap selaput bagian bawah.

􀀹 Trauma; tekanan intra uterine mendadak meningkat.

􀀹 Gemelli, hidramnion, kehamilan preterm, CPD, infeksi genital.

Patofisiologi

Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai

berikut :

• Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan

vaskularisasi

• Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah

dan mudah pecah dengan

mengeluarkan air ketuban.

Klinis

83
ISNI KHOERUNISA SGD 03

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pada:

􀀹 Anamnesis; waktu keluar cairan, warna, bau, benda dalam cairan.

􀀹 Inspeksi; cairan per vaginam.

􀀹 Inspekulo; penekanan pada fundus atau bagian terendah digoyangkan,

keluar cairan dari OUE (orificium uterus externum) & terkumpul pada

fornix posterior.

􀀹 Periksa dalam; cairan dlm vagina, selaput ketuban tidak ada, cairan

kering, janin mudah diraba.

􀀹 Laboratorium; kertas lakmus berubah menjadi biru/ reaksi basah.

􀀹 Demam bila ada infeksi.

Bila selaput ketuban sudah pecah:

􀀹 Waktu selaput ketuban pecah ditentukan berdasarkan anamnesis.

􀀹 Jika anamnesis tidak pasti, maka waktu selaput ketuban pecah adalah

saat MRS.

􀀹 Bila pada anamnesis ketuban pecah >12 jam, maka evaluasi 2 jam. Jika

tidak ada tanda-tanda inpartu, segera terminasi kehamilan.

Komplikasi

􀀹 Infeksi intra uterine.

􀀹 Prolaps tali pusat.

􀀹 Partus preterm.

􀀹 Distosia, akibat partus kering.

􀀹 Amniotik band syndrome; kelainan bawaan akibat KPD.

84
ISNI KHOERUNISA SGD 03

Penatalaksanaan:

1. KPD dgn kehamilan aterm.

􀀹 Antibiotik; Ampicillin 1 gr/ 6 jam (IV, tes dulu).

􀀹 Observasi suhu rektal tiap 3 jam, bila >37,6oC segera terminasi.

􀀹 Bila suhu rektal tidak naik, tunggu 12 jam. Bila belum ada tanda-tanda

inpartu, segera terminasi.

Fakultas kedokteran universitas mataram 1

2. KPD dgn kehamilan preterm.

Perkiraan BBJ >1.500 gr.

􀀹 Ampicillin 1 gram/ 6 jam IV, tes dulu slma 2 hari. Dilanjutkan

Amoxycillin 3x500 mg/hr selama 3 hari.

􀀹 Kortikosteroid utk merangsang maturasi paru, injeksi Dexametasone

19 mg IV, 2x24 jam atau Betametason 12 mg IV 2x24 jam.

􀀹 Observasi 2x24 jam dan suhu rektal tiap 3 jam, bila belum inpartu

segera terminasi.

􀀹 Bila ada kecenderungan naik >37,6oC, segera terminasi.

Perkiraan BBJ <1.500 gr

􀀹 Ampicillin 1 gr/ 6 jam IV, tes dulu 2 hari. Dilanjutkan amoxycillin

3x500 mg selama 3 hari.

􀀹 Observasi 2x24 jam dan suhu rektal tiap 3 jam.

􀀹 Bila suhu rektal naik >37,6oC, segera terminasi.

􀀹 Bila air ketuban tidak keluar dlm 2x24 jam, lakukan USG:

85
ISNI KHOERUNISA SGD 03

• Air ketuban cukup, lanjutkan konservatif.

• Air ketuban sedikit, segera terminasi.

􀀹 Bila 2x24 jam air ketuban masih tetap keluar, segera terminasi.

􀀹 Bila dilanjutkan konservatif, beri nasihat pada pasien:

􀀹 Balik ke RS bila demam atau keluar cairan lagi.

􀀹 Tidak boleh bersenggama/ koitus.

􀀹 Tidak boleh manipulsi vaginal.

Terminasi:

􀀹 Oksitosin drip 5 U dlm 500 cc dextrose 5% dimulai 8 tetes/ menit,

setelah 30 menit naikkan 4 tetes/ menit sampai his adekuat. Max 40

tetes/ menit.

􀀹 SC bila drip oksitosin gagal.

􀀹 Induksi persalinan gagal bila dengan 2 botol (@ 5 IU

oksitosin dlm 500 cc Dextrose 5%) belum ada tanda-tanda awal

persalinan atau bila dlm 12 jam belum keluar dari fase laten dgn

tetesan maksimal.

Sumber : Prof. Dr. Abdul Bari Saifudin, SPOG, MPHD ( 2002 ),

“ Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Material &

Neonatal “, : Jakarta : EGC.

86

Anda mungkin juga menyukai