Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Pembangunan kesehatan adalah upaya penyelenggaraan kesehatan oleh


bangsa Indonesia, untuk mencapai kemampuan hidup bagi setiap penduduk agar
dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum dari tujuan pembangunan nasional.1 Salah satu faktor penting
dalam mengukur derajat kesehatan tersebut adalah angka kematian ibu dan anak.
Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan salah satu prioritas dalam
program pembangunan kesehatan di Indonesia yang bertujuan menekan angka
kematian ibu dan anak.2
Saat ini setiap menit diperkirakan seorang ibu meninggal disebabkan oleh
komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas. Menurut
data WHO, kematian ibu diperkirakan sebanyak 500.000 kematian setiap tahun
dan 99% diantaranya terjadi di negara berkembang. Menurut Millenium
Development Goals (2004), dari lima juta kelahiran yang terjadi di Indonesia
diperkirakan 20.000 ibu meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan.3
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih relatif lebih tinggi jika
dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya. Menurut Depkes
RI (2003), kondisi derajat kesehatan di Indonesia ini masih harus ditingkatkan
antara lain ditandai dengan tingginya Angka Kematian Ibu dan Anak.4
Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003,
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah 307 per 100.000 (SDKI, 2003) dan turun
menjadi 228 per 100.000 pada tahun 2007 (SDKI, 2007) namun meningkat lagi
pada tahun 2012 menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2012).3,5
Sedangkan angka kematian bayi di Indonesia pada tahun 2012 menurut
SDKI terjadi penurunan menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup. Namun angka ini
masih tergolong tinggi dibandingkan dengan negara di ASEAN.6
Permasalahan di Indonesia banyak orang beranggapan bahwa kehamilan
merupakan suatu hal yang biasa, alamiah, dan kodrati yang tidak memerlukan
perhatian ekstra sehingga masih banyak ibu-ibu yang merasa tidak perlu
memeriksakan kehamilan ke tenaga kesehatan.7,8

1
Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi tingginya angka
kematian ibu tersebut adalah dengan melakukan pemeriksaan antenatal yang
teratur oleh ibu hamil, karena sesungguhnya kematian ibu tidak perlu terjadi
karena lebih dari 80% kematian ibu sebenarnya dapat dicegah.9,10 Keteraturan
PAN dapat ditunjukkan melalui frekuensi kunjungan, ternyata hal ini menjadi
masalah karena tidak semua ibu hamil memeriksakan kehamilannya secara rutin
terutama ibu hamil normal sehingga kelainan yang timbul dalam kehamilan tidak
dapat terdeteksi sedini mungkin. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab ibu
hamil kurang patuh dalam melakukan PAN secara teratur dan tepat waktu antara
lain: kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang PAN, kesibukan, tingkat sosial
ekonomi yang rendah, dukungan suami yang kurang, kurangnya kemudahan
untuk pelayanan maternal, asuhan medik yang kurang baik, kurangnya tenaga
terlatih dan obat penyelamat jiwa.11

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kematian Maternal


2.1.1 Definisi Kematian Maternal
Kematian maternal menurut batasan dari The Tenth Revision of The
International Classification of Diseases (ICD-10) adalah kematian wanita yang
terjadi pada saat kehamilan, atau dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan,
tidak tergantung dari lama dan lokasi kehamilan, disebabkan oleh apapun yang
berhubungan dengan kehamilan, atau yang diperberat oleh kehamilan tersebut
atau penanganannya, tetapi bukan kematian yang disebabkan oleh kecelakaan atau
kebetulan.12,13

2.1.2 Epidemiologi
Angka kematian maternal di Indonesia masih cukup tinggi. Menurut hasil
SDKI tahun 1994 hingga tahun 2007 memang terjadi penurunan angka kematian
maternal dari 390 per 100.000 kelahiran hidup menurun hingga 228 per 100.000
kelahiran hidup. Meskipun demikian hal tersebut masih cukup tinggi di level
ASEAN dan masih jauh dari target MDG’s yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup.
Terlebih sangat disayangkan bahwa menurut SDKI 2012 angka kematian maternal
melonjak menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup.14,15,16

3
2.1.3 Klasifikasi Kematian Maternal
Kematian maternal dibagi menjadi penyebab obstetri langsung dan tidak
langsung.8
a. Kematian obstetri langsung, yaitu kematian yang timbul sebagai akibat
komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas, yang disebabkan oleh
tindakan, kelalaian, ketidaktepatan penanganan, atau dari rangkaian
peristiwa yang timbul dari keadaan-keadaan diatas.12,18 Berdasarkan
laporan rutin PWS tahun 2007, penyebab langsung kematian ibu adalah
perdarahan (39%), eklampsia (20%), infeksi (7%), dan lain-lain.
b. Kematian obstetri tidak langsung, yaitu kematian yang diakibatkan oleh
penyakit yang sudah diderita sebelum kehamilan atau persalinan atau
penyakit yang timbul selama kehamilan yang tidak berkaitan dengan
penyebab obstetri langsung, akan tetapi diperburuk oleh pengaruh
fisiologik akibat kehamilan, sehingga keadaan penderita menjadi semakin
buruk.12,18

4
2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kematian Maternal
Depkes RI membagi faktor-faktor yang mempengaruhi kematian maternal
sebagai berikut:
a. Faktor Medik
1) Faktor empat “terlalu”:
- Usia ibu pada waktu hamil terlalu muda (kurang dari 20 tahun)
- Usia ibu pada waktu hamil terlalu tua (lebih dari 35 tahun)
- Jumlah anak terlalu banyak (lebih dari 4 orang)
- Jarak antar kehamilan terlalu dekat (kurang dari 2 tahun)
2) Komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas yang merupakan
penyebab langsung kematian maternal, yaitu:
- Perdarahan pervaginam
- Infeksi
- Keracunan kehamilan
- Komplikasi akibat partus lama
- Trauma persalinan
3) Beberapa keadaan dan gangguan yang memperburuk derajat
kesehatan ibu selama hamil, antara lain:
- Kekurangan gizi dan anemia
- Kegiatan fisik berat selama kehamilan

b. Faktor Non Medik


1) Kurangnya kesadaran ibu untuk mendapatkan pelayanan antenatal.
2) Terbatasnya pengetahuan ibu tentang bahaya kehamilan risiko
tinggi.
3) Ketidakberdayaan sebagian besar ibu hamil di pedesaan dalam
pengambilan keputusan untuk dirujuk.
4) Ketidakmampuan sebagian ibu hamil untuk membayar biaya
transport dan perawatan di rumah sakit.

5
c. Faktor Pelayanan Kesehatan
1) Belum mantapnya jangkauan pelayanan KIA dan penanganan
kelompok berisiko.
2) Masih rendahnya cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan.
3) Masih seringnya pertolongan persalinan yang dilakukan di rumah,
oleh dukun bayi yang tidak mengetahui tanda-tanda bahaya.

2.1.5 Faktor Risiko Kematian Maternal Menurut McCarthy dan Maine


McCarthy dan Maine mengelompokkan faktor-faktor risiko yang
mempengaruhi kematian maternal sebagai berikut :
a. Determinan Dekat18
Proses paling dekat terhadap kejadian kematian maternal adalah
kehamilan itu sendiri dan komplikasi dalam kehamilan, persalinan dan
masa nifas.
- Komplikasi Kehamilan (perdarahan, preeklampsia / eklampsia,
infeksi).
- Komplikasi Persalinan dan Nifas (perdarahan, partus macet atau
partus lama dan infeksi akibat traunma pada persalinan).

b. Determinan Antara
- Status kesehatan ibu.
- Status reproduksi.
- Akses terhadap pelayanan kesehatan.18
- Perilaku penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan.18

c. Determinan Jauh (sosio kultural, ekonomi, agama).

6
2.2 Kematian Perinatal
2.2.1 Definisi Kematian Perinatal
Kematian perinatal adalah kematian janin dan bayi pada periode
perinatal. Periode perinatal dimulai dari usia kehamilan 28 minggu sampai
dengan 7 hari pertama setelah kelahiran. Yang termasuk dalam kategori
kematian perinatal ini adalah kematian janin sesudah masa kehamilan lebih
dari 28 minggu (late fetal death); kelahiran mati (stillbirth) yang merupakan
kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati yang telah mencapai usia
kehamilan 28 minggu; dan kematian neonatal dini yaitu kematian bayi dalam 7
hari pertama kehidupannya.17

2.2.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi kematian perinatal


Faktor yang mempengaruhi kematian perinatal dapat disebabkan
karena faktor dari ibu maupun bayi atau janin yang dikandung. Dari faktor ibu
maupun bayi atau janin yang dikandung. Dari faktor ibu sendiri terdiri dari
beberapa hal, yaitu: status sosioekonomi yang rendah, tingkat pendidikan ibu
yang rendah, umur ibu yang melebihi 35 tahun atau kurang dari 20 tahun,
primigravida atau paritas ≥ 5, kehamilan di luar nikah, kehamilan tanpa
pengawasan antenatal, gangguan gizi dan anemia pada ibu hamil, Ibu dengan
kehamilan dan persalinan berakhir dengan kematian janin, kematian neonatus
dini, atau kelahiran bayi BBLR, riwayat persalinan yang diakhiri dengan
tindakan bedah atau yang berlangsung lama, riwayat kehamilan dan persalinan
dengan komplikasi medik atau obstetrik, riwayat inkomatibilitas darah janin
dan ibu, kehamilan dengan riwayat pelayanan kesehatan ibu yang tidak adekuat
atau tidak dapat dinilai.17
Selain dari faktor ibu, terdapat juga faktor dari janin atau bayi antara
lain bayi yang lahir dari kehamilan yang berisiko tinggi, berat badan kurang
dari 2500 gram, umur lebih dari 42 minggu, berat badan lahir kurang dari berat
badan lahir menurut kehamilannya (small for gestational age), skor APGAR
kurang dari 7, infeksi intrapartum, trauma kelahiran, atau kelainan kongenital,
bayi yang lahir dalam keluarga yang mempunyai problema sosial.17

7
2.3 Pemeriksaan Antenatal
Kematian maternal dan perinatal merupakan salah satu indikator derajat
kesehatan masyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menekan angka
kematian maternal dan perinatal. Pada tahun 1987, untuk pertama kalinya
diadakan konferensi internasional yang membahas kematian maternal dan
perinatal di Nairobi, Kenya. Dari situ diadakan konferensi-konferensi
internasional lanjutan hingga konferensi yang terakhir yaitu The Millenium
Summit in 2000, dimana semua anggota PBB berkomitmen pada Millenium
Development Goals (MDGs) yang salah satunya berkomitmen pada kesehatan ibu
dan anak. Guna menurunkan angka kematian maternal dan perinatal, diperlukan
suatu deteksi dini terhadap risiko yang kemungkinan akan dialami pada ibu hamil,
yaitu dengan mengetahui faktor-faktor dan keadaan lain yang dapat menyebabkan
morbiditas maupun mortilitas pada masa-masa rawan. Dengan mengetahui faktor-
faktor risiko tersebut, dapat dilakukan tindakan baik promotif, preventif, kuratif,
dan rehabilitatif untuk menolong ibu dan bayi terutama pada kasus kehamilan
risiko tinggi. Deteksi dini tersebut dapat dilakukan dengan pemeriksaan kesehatan
ibu selama masa kehamilannya atau yang disebut pemeriksaan antenatal.
Di Indonesia, Departemen Kesehatan telah mengeluarkan kebijakan dalam
rangka menurunkan angka kematian maternal dan perinatal yang mengacu pada
intervensi strategis “Empat Pilar Safe Mother Hood” yaitu; 1) Keluarga
berencana, 2) Pelayanan antenatal, 3) Persalinan yang aman, 4) Pelayanan
obstetric essensial. Pilar yang kedua yaitu pelayanan antenatal yang tujuan
utamanya mencegah komplikasi obstetri dan memastikan bahwa komplikasi
dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai.3

2.3.2 Sejarah Pemeriksaan Antenatal


Pemeriksaan antenatal atau prenatal care di Amerika Serikat awalnya
diperkenalkan oleh para perawat dan pekerja sosial. Pada tahun 1901, Ny.
William Lowel Putnam dari Boston Infant Social Service Departement memulai
suatu program kunjungan oleh perawat ke para wanita yang ikut serta dalam
layanan persalinan di rumah oleh Boston Lying-in Hospital. Program ini sangat

8
berhasil sehingga didirikanlah sebuah klinik pranatal pertama kali pada tahun
1911.

2.3.3 Pengertian Pemeriksaan Antenatal


Pemeriksaan antenatal atau pelayanan antenatal menurut American
Academy of Pediatrics dan American College of Obstetricians and Gynecologist
(1997) adalah suatu program pemeriksaan antepartum komprehensif yang
melibatkan pendekatan terpadu pemeriksaan medis dan dukungan psikososial
yang secara optimal dimulai sebelum konsepsi sampai ke periode antepartum.
Asuhan mencakup penilaian selama masa antenatal, pada kunjungan awal
pemeriksaan kehamilan, dan selama kunjungan tindak lanjut antenatal.
Pemeriksaan ini bertujuan memeriksa keadaan ibu dan janin secara berkala diikuti
dengan upaya koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan, dengan frekuensi
kunjungan 4 kali selama kehamilannya, yaitu 1 kali pada trimester pertama, 1 kali
pada trimester kedua dan 2 kali pada trimester ketiga. Pemeriksaan medis dalam
pelayanan antenatal meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis,
pemeriksaan obstetrik dan pemeriksaan diagnosis penunjang. Dalam beberapa
literatur, pemeriksaan antenatal disebut juga dengan prenatal care.
Pemeriksaan antenatal (PAN) adalah pemeriksaan kehamilan untuk
mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil. Sehingga mampu
menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI dan kembalinya
kesehatan reproduksi secara wajar.9
Kunjungan pemeriksaan antenatal (PAN) adalah kunjungan ibu hamil ke
bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk
mendapatkan pelayanan / asuhan antenatal untuk mencegah adanya komplikasi
obstetri bila mungkin dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini
mungkin serta ditangani secara memadai sesuai dengan standar pelayanan
antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK).

9
2.3.4 Tujuan Pemeriksaan Antenatal
Baru dalam setengah abad ini diadakan pengawasan wanita hamil secara
teratur dan tertentu. Dengan usaha itu ternyata angka mortalitas serta morbiditas
ibu dan bayi jelas menurun.
Tujuan pengawasan wanita hamil ialah menyiapkan ia sebaik-baiknya fisik
dan mental, serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan
masa nifas, sehingga keadaan postpartum mereka sehat dan normal, tidak hanya
fisik akan tetapi juga mental. Ini berarti dalam pemeriksaan antenatal harus
diusahakan agar :17
a. Wanita hamil sampai akhir kehamilan sekurang kurangnya harus sama
sehatnya atau lebih sehat;
b. Adanya kelainan fisik atau psikologik harus ditemukan dini dan diobati,
c. Wanita melahirkan tanpa kesulitan dan bayi yang dilahirkan sehat pula
fisik dan mental.

2.3.5 Fungsi Pemeriksaan Antenatal


Salah satu fungsi dari pemeriksaan antenatal (PAN) adalah untuk dapat
mendeteksi/mengkoreksi/menatalaksanakan sedini mungkin segala kelainan yang
terdapat pada ibu dan janinnya. Untuk itu, dilakukan pemeriksaan fisik diagnostik
mulai dari anamnesa yang teliti sampai dapat ditegakkan diagnosa diferensial dan
diagnosa sementara beserta prognosanya. Perlunya mendeteksi penyakit dan
bukan penilaian risiko dikarenakan pendekatan risiko bukan merupakan strategi
yang efisien ataupun efektif untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI).
Pendekatan PAN kini mengenalkan pendekatan terbaru, yaitu Antenatal Terfokus
(Focused ANC).3,17
Antenatal terfokus mengutamakan kualitas kunjungan daripada
kuantitasnya. Pendekatan ini mengenalkan 2 kunci realitas, yaitu:
- Pertama, kunjungan berkala tidak serta merta meningkatkan hasil akhir
kehamilan, dan di negara berkembang secara logistik dan finansial adalah
mustahil bagi fasilitas kesehatan dan komunitas yang mereka layani.

10
- Kedua, banyak wanita yang diidentifikasi “berisiko tinggi” tidak pernah
mengalami komplikasi, sementara wanita “berisiko rendah” sering kali
mengalami komplikasi.

Antenatal terfokus tergantung pada evidence-based, goal directed


interventions yang layak untuk umur kehamilan dan ditujukan secara khusus pada
isu-isu kesehatan yang paling utama bagi wanita hamil dan janin. Strategi kunci
antenatal terfokus (focused ANC) lainnya adalah bahwa setiap kunjungan
ditangani oleh penyedia tenaga kesehatan yang ahli, yaitu bidan, dokter, perawat,
atau tenaga kesehatan yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan sikap
yang dibutuhkan untuk bekerja secara efektif untuk mencapai tujuan PAN. Selain
itu, fungsi dari pemeriksaan antenatal (PAN) adalah untuk mempersiapkan fisik
dalam menghadapi kehamilan, persalinan, dan nifas. Untuk itu, perlu komunikasi,
informasi, dan edukasi seperti pemberian gizi yang baik, “empat sehat lima
sempurna” terutama diet tinggi kalori tinggi protein, vitamin, dan mineral.
Kemudian preparat Fe (zat besi) dan asam folat untuk menanggulangi anemia
(Safe Blood Safe Mother).3

2.3.6 Jadwal Kunjungan Pelayanan Antenatal


Setiap wanita hamil menghadapi risiko komplikasi yang bisa mengancam
jiwanya. Oleh karena itu, wanita hamil memerlukan sedikitnya empat kali
kunjungan selama periode antenatal:
- Kunjungan pertama pada trimester pertama, lebih baik pada usia
kehamilan < 12 minggu.
- Kunjungan kedua pada trimester kedua, lebih baik saat mendekati usia
kehamilan 26 minggu.
- Kunjungan ketiga pada trimester ketiga dilakukan sekitar usia
kehamilan 32 minggu.
- Kunjungan keempat pada akhir trimester ketiga, saat usia kehamilan
36-38 minggu.

11
Dari penelitian yang dilakukan WHO pada beberapa negara berkembang,
didapatkan angka kematian ibu yang tidak berbeda antara basic component ANC
dibandingkan dengan standart ANC (12-17 kali kunjungan antenatal).
Pada setiap kunjungan antenatal, perlu didapatkan informasi yang sangat
penting:
a. Trimester pertama sebelum minggu ke 14
- Membangun hubungan saling percaya antara petugas kesehatan dan ibu
hamil.
- Mendeteksi masalah dan menanganinya.
- Melakukan tindakan pencegahan seperti tetanus neonatorum, anemia
kekurangan zat besi, penggunaan praktek tradisional yang merugikan.
- Memulai persiapan kelahiran bayi dan kesiapan untuk menghadapi
komplikasi.
- Mendorong perilaku yang sehat (gizi, latihan dan kebersihan, istirahat dan
sebagainya).
b. Trimester kedua sebelum minggu ke 28
Sama seperti diatas, ditambah kewaspadaan khusus mengenai
preeklampsia (menanyakan kepada ibu tentang gejala – gejala
preeklamsia, pantau tekanan darah, evaluasi edema)
c. Trimester ketiga antara minggu 28-36
Sama seperti diatas, ditambah palpasi abdominal untuk mengetahui apakah
ada kehamilan ganda.
d. Trimester ketiga setelah 36 minggu
Sama seperti diatas, ditambah deteksi letak bayi yang tidak normal, atau
kondisi abnormal lainnya.

12
2.3.7 Standar Pelayanan Antenatal Menurut WHO
Pada tahun 2001, WHO menetapkan the new role model of antenatal care.
Pada rancangan pelayanan antenatal ini wanita hamil dibagi menjadi 2 kelompok,
kelompok pertama yang memenuhi syarat untuk mendapatkan komponen dasar
pelayanan antenatal (K1-K4) dan kelompok kedua yang memerlukan penanganan
khusus terkait dengan kondisi kesehatan ibu dan adanya faktor risiko.

Gambar 1. Klasifikasi pelayanan antenatal model baru WHO

Klasifikasi WHO digunakan pada kunjungan pelayanan antenatal yang


pertama, tujuannya adalah untuk memutuskan apakah ibu hamil tersebut termasuk
kelompok pertama atau kelompok kedua. Menurut data, 75% wanita hamil
sebagian besar adalah kelompok pertama, sedangkan yang membutuhkan
penanganan spesialistik sebesar 25% dari jumlah total wanita hamil.

13
Gambar 2. Form Klasifikasi WHO

14
Gambar 3. Komponen dasar pemeriksaan antenatal model baru WHO

15
2.3.8 Standar Pelayanan Antenatal Menurut Departemen Kesehatan
Memberikan pelayanan kepada ibu hamil minimal 4 kali, 1 kali pada
trimester I, 1 kali pada trimester II, dan 2 kali pada trimester III. Pelayanan
meliputi aspek ibu, aspek janin, dan aspek sosial sehingga dapat mendeteksi
secara dini dan dapat memberikan intervensi secara cepat dan tepat.

a. Pemeriksaan kehamilan (aspek ibu)


Pemeriksaan kehamilan dibedakan menjadi:
 Anamnesis
Anamnesis kehamilan bertujuan mendeteksi komplikasi-
komplikasi dan menyiapkan kelahiran dengan mempelajari keadaan
kehamilan ibu sekarang, kehamilan dan kelahiran terdahulu, kesehatan
umum, kondisi sosio-ekonomi.
Anamnesis pada kunjungan pelayanan antenatal pertama dari ibu
hamil meliputi :
- Identifikasi ibu (nama, nama suami, usia, pekerjaan, agama dan
alamat ibu).
- Keluhan utama atau apa yang diderita, apakah ibu datang untuk
memeriksakan kehamilan atau ada masalah lain.
- Riwayat haid, untuk mengetahui faal alat kandungan.
- Riwayat perkawinan.
- Riwayat kehamilan sekarang.
- Riwayat kebidanan yang lalu.
- Riwayat kesehatan
- Riwayat keluarga
- Riwayat sosial ekonomi dan budaya

16
 Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan fisik umum pada kunjungan antenatal pertama
meliputi :
- Keadaan umum ibu, keadaan gizi, kelainan bentuk badan dan
kesadaran
- Adakah anemia, sianosis, ikterus atau dispneu
- Keadaan jantung, paru, periksa suhu badan, tekanan darah, denyut
nadi dan pernapasan
- Tekanan darah
- Edema
- Tinggi badan dan berat badan
- Refleks

 Pemeriksaan Kebidanan
- Diagnosis kehamilan17
Beberapa dan tanda kehamilan yang mungkin mengindikasikan
kehamilan dini, antara lain : berhentinya haid, perubahan mukus
serviks, perubahan payudara, mukosa vagina, perubahan kulit,
perubahan uterus, dan selain dari gejala dan tanda kehamilan, dapat
dideteksi adanya hormon human chorionic gonadotropin (hCG)
dalam darah dan urin ibu.
- Palpasi
Palpasi digunakan untuk menentukan usia kehamilan dan
letak anak dalam rahim.
Pengukuran TFU (Tinggi Fundus Uteri) dilakukan secara
rutin dengan tujuan mendeteksi secara dini terhadap berat badan
janin. Indikator pertumbuhan berat janin intrauterin, tinggi fundus
uteri dapat juga mendeteksi secara dini terhadap terjadinya mola
hidatidosa, janin ganda atau hidramnion yang ketiganya dapat
mempengaruhi terjadinya kematian maternal.

17
Pada kehamilan 8 minggu uterus terus membesar sebesar
telur bebek, dan pada kehamilan 12 minggu kira-kira sebesar telur
angsa. Pada saat ini fundus uteri telah dapat diraba dari luar, di atas
simfisis. Pada kehamilan 16 minggu besar uterus kira-kira sebesar
kepala bayi atau sebesar tinju orang dewasa. Dari luar fundus uteri
kira-kira terletak di antara setengah jarak pusat ke simfisis.17,25,36

Gambar 4. Tinggi Fundus Uteri

Perkiraan usia kehamilan setelah minggu 24 yang paling


efektif adalah dengan menggunakan pita ukuran.

Menurut Rumus McDonald, umur kehamilan dapat ditentukan berdasar:


Umur hamil (bulan) = tinggi fundus uteri (cm)
3.5 cm
Umur hamil (minggu) = tinggi fundus uteri (cm) x 8/7

Pemeriksaan Leopold
Pasien berbaring telentang, kepala dan bahu sedikit lebih
tinggi dengan memakai bantal. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan
ibu hamil. Setelah wanita hamil yang akan diperiksa berbaring,
perhatikan terlebih dahulu apakah uterus berkontraksi. Jika
berkontraksi maka harus ditunggu terlebih dahulu. Dinding perut
juga harus lemas agar pemeriksaan dapat dilakukan dengan teliti.

18
Untuk ini maka tungkai ditekuk pada pangkal paha dan lutut
kemudian dilakukan palpasi bimanual pada abdomen. Palpasi
abdomen menentukan: besar dan konsistensi rahim; bagian janin,
letak, presentasi; gerakan janin; kontraksi rahim Braxton Hicks dan
his.
Terdapat berbagai macam cara palpasi namun yang sering
di pakai adalah menurut Leopold karena telah hampir mencakup
semuanya.

Pemeriksaan Leopold I
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menentukan tinggi fundus
uteri dan bagian janin yang berada pada fundus uteri.
o Pemeriksa menghadap ke bagian kepala ibu.
o Letakkan sisi lateral telunjuk kiri pada puncak fundus uteri
untuk menentukan tinggi fundus.
o Letakkan ujung telapak tangan kiri dan kanan pada fundus
uteri dan rasakan bagian janin yang ada pada bagian fundus
dengan jalan menekan secara lembut dan menggeser telapak
tangan kiri dan kanan secara bergantian.
o Bila kepala, maka akan teraba bulat dan keras, sedangkan
bokong tidak bulat dan lunak.
Pemeriksaan Leopold II
Untuk menentukan bagian janin yang berada pada kedua sisi
uterus, pada letak lintang tentukan di mana kepala janin.
o Pemeriksa menghadap ke kepala pasien, letakkan telapak
tangan kiri pada dinding perut lateral kanan dan telapak tangan
kanan pada dinding perut lateral kiri ibu secara sejajar dan
pada ketinggian yang sama.
o Mulai dari bagian atas tekan secara bergantian atau bersamaan
(simultan) telapak tangan tangan kiri dan kanan kemudian
geser ke arah bawah dan rasakan adanya bagian yang rata dan
memanjang (punggung) atau bagian-bagian kecil (ekstremitas).

19
Pemeriksaan Leopold III
Untuk menentukan bagian janin apa yang berada pada bagian
bawah dan apakah bagian terbawah tersebut masih sudah terfiksasi
atau masih dapat digoyangkan.
o Posisi pemeriksa pada sisi kanan ibu
o Letakkan ujung jari tangan kiri pada dimdimg lateral kiri bawah,
telapak tangan kanan pada dinding lateral kanan bawah
o Tekan secara lembut bergantian untuk menentukan bagian
terbawah janin
Pemeriksaan Leopold IV
Untuk menentukan bagian terbawah janin serta mengetahui berapa
bagian kepala telah masuk ke dalam pintu atas panggul.
o Pemeriksa menghadap ke bagian kaki ibu
o Letakkan kedua ujung jari tangan pada tepi atas simfisis,
rapatkan semua jari untuk meraba dinding bawah uterus
o Perhatikan sudut yang dibentuk oleh jari-jari apakah konvergen
atau divergen
o Pindahkan ibu jari dan telunjuk kiri pada bagian terbawah janin
umtuk memfiksasi bagian tersebut kearah pintu atas panggul
o Letakkan jari-jari tangan kanan diantara tangan kiri dan simfisis
untuk menilai seberapa jauh bagian terbawah janin masuk pintu
atas panggul

Dengan pemeriksaan Leopold I sampai IV tersebut di atas dapat diketahui tinggi


fundus uteri, letak janin, letak punggung janin, apakah bagian terbawah janin telah
masuk pintu atas panggul atau belum, dan denyut jantung janin.

20
- Auskultasi
Dapat digunakan Laennec atau Doppler untuk mendengarkan bunyi
jantung janin. Bunyi jantung normal 120-160 kali per menit.18

- Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan pada saat kunjungan pertama
pemeriksaan antenatal pada hamil muda dan sekali lagi pada
kehamilan trimester III untuk menentukan keadaan panggul.
Pemeriksaan ini bukan merupakan pemeriksaan rutin dalam
pelayanan antenatal, prosedur ini harus dihindari pada kehamilan
dengan riwayat keguguran, kelahiran prematur atau gejala
perdarahan per vaginam, dan adanya nyeri perut.17

 Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan yaitu pemeriksaan
darah dan pemeriksaan urin. Pemeriksaan darah terutama untuk
mengetahui golongan darah dan kadar hemoglobin untuk
menentukan ada tidaknya tanda-tanda anemia. Tes urin dilakukan
dengan metode tes dipstick multipel untuk mendeteksi adanya
infeksi saluran kemih dan tes proteinuria jika wanita mempunyai
riwayat hipertensi, preeclampsia atau eklampsia pada kehamilan
sebelumnya.18
- Pemakaian ultrasonografi digunakan untuk menilai beberapa situasi
klinik tertentu seperti menentukan apakah janin hidup atau tidak,
memperkirakan usia kehamilan (jika dilakukan sebelum usia
kehamilan 22 minggu), menentukan bentuk pertumbuhan janin,
menentukan lokasi plasenta, memastikan kemungkinan kehamilan
kembar, menilai volume cairan amnion pada keadaan
polihidramnion atau oligohidramnion, menentukan posisi janin, dan
mungkin menilai malformasi janin.
Penggunaan ultrasonografi sebagai bagian dari pemeriksaan
intensif sangat bermanfaat bagi kehamilan resiko tinggi, tetapi

21
pemeriksaan ini tidak dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin pada
kehamilan sehat normal. American College of Obstetricians and
Gynecologists (2009) menyimpulkan bahwa pada pasien berisiko
rendah dokter tidak wajib melakukan sonografi tanpa indikasi
spesifik, tetapi jika pasien meminta sonografi maka permintaan
mereka layak dipenuhi.

b. Penilaian Kesejahteraan Janin (Aspek Janin)


Untuk menilai kesejahteraan janin pada kehamilan resiko tinggi
dapat dilakukan dengan kardiotokografi dan ultrasonografi.

c. Aspek Sosial
Kunjungan antenatal memberi kesempatan bagi petugas kesehatan
untuk memberikan informasi kesehatan esensial bagi ibu hamil dan
keluarganya termasuk rencana persalinan (dimana, penolong, dana,
pendamping dan sebagainya) dan cara merawat bayi karena tidak semua ibu
hamil dan keluarganya mendapat pendidikan dan konseling kesehatan yang
memadai tentang kesehatan reproduksi.17

d. Intervensi Dalam Pelayanan Antenatal


 Nutrisi Yang Adekuat
Rekomendasi dari Food and Nutrition Board dari Institute of
medicine (2008) bagi wanita hamil dan menyusui.
Tabel 1. Rekomendasi asupan nutrisi bagi ibu hamil dan menyusui

22
Institut of medicine menganjurkan penambahan berat badan 11,5 sampai 16
kg bagi wanita dengan indeks massa tubuh (IMT) sebelum hamil normal.

- Kalori
Jumlah kalori yang diperlukan bagi ibu hamil untuk setiap harinya adalah
2500 kalori.
- Protein
Jumlah protein yang diperlukan oleh ibu hamil adalah 85 gram per hari.
- Kalsium
Kebutuhan kalsium ibu hamil adalah 1,5 gram per hari.
- Zat besi
Untuk menjaga konsentrasi hemoglobin yang normal, diperlukan asupan zat
besi bagi ibu hamil dengan jumlah 30 mg/hari terutama setelah trimester
kedua.
- Asam folat
Jumlah asam folat yang dibutuhkan oleh ibu hamil adalah 400 mikrogram
per hari. Kekurangan asam folat dapat menyebabkan anemia megaloblastik
pada ibu hamil.

 Vaksinasi Tetanus Toksoid


Setiap ibu hamil yang belum pernah diberikan imunisasi tetanus harus
mendapatkannya paling sedikit 2 kali suntikan selama kehamilannya, yaitu
pertama pada saat kunjungan antenatal pertama dan kedua kali pada 4 minggu
kemudian. Untuk mencegah tetanus terhadap bayi baru lahir, dosis terakhir
harus diberikan paling lambat 2 minggu sebelum melahirkan.
Tabel 2. Pemberian imunisasi tetanus toksoid

23
BAB III
KESIMPULAN

 Pelayanan antenatal adalah suatu program yang terencana berupa observasi,


edukasi, dan penanganan medik pada ibu hamil, untuk memperoleh suatu
proses kehamilan serta persalinan yang aman dan memuaskan.

 Pemeriksaan antenatal adalah pemeriksaan yang sistematik dan teliti pada ibu
hamil serta perkembangan / pertumbuhan janin dalam kandungannya.

 Tujuan pemeriksaan antenatal adalah untuk menjaga agar ibu sehat selama
masa kehamilan, persalinan, dan nifas serta mengusahakan bayi yang
dilahirkan sehat, memantau kemungkinan adanya risiko-risiko kehamilan,
dan merencanakan penatalaksanaan yang optimal terhadap kehamilan risiko
tinggi serta menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu.

 Kunjungan antenatal memberi kesempatan bagi petugas kesehatan untuk


memberikan informasi kesehatan esensial bagi ibu hamil dan keluarganya
termasuk rencana persalinan (dimana, penolong, dana, pendamping dan
sebagainya) serta cara merawat bayi baru lahir.

 Kunjungan antenatal menurut Depkes RI dan WHO sedikitnya terdiri dari 4


kunjungan, yaitu sekali kunjungan antenatal hingga usia kehamilan 28
minggu, sekali kunjungan antenatal selama kehamilan 28-36 minggu dan
sebanyak dua kali kunjungan antenatal pada usia kehamilan di atas 36
minggu.

 Kunjungan antenatal diharapkan mendapat perhatian bukan hanya pada


kuantitas namun perhatian terletak pada kualitas.

 Dengan adanya pemeriksaan antenatal diharapkan angka kematian ibu dan


anak dapat menurun.

24

Anda mungkin juga menyukai