Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ASFIKSIA NEONATORIUM

1. Konsep Penyakit Aspiksia Neonatorum


1.1 Definisi
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan
dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2
yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba,
2009).

Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000).
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila
proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau
kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.
(Saiffudin, 2001). Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan
PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).

1.2 Etiologi
a. Faktor ibu
- Hipoksia ibu
- Keracuban Co
- Hipotensi akibat pendarahan
- Gagal kontraksi uterus
- Usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
- Hipertensi pada penyakit eklamsia
b. Faktor plasenta
- Plasenta tipis
- Plasenta kecil
- Plasenta tidak menempel
- Solusio plasenta
- Pendarahan plasenta

c. Faktor fetus
- Kompresi umbilikus
- Tali pusat melilit leher
- Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
d. Faktor neonatus
- Prematur
- Kelainan kongenetal
- Pemakaian obat anastesi
- Trauma yang terjadi akibat persalinan

e. Faktor predisposisi

1
- Faktor dari ibu
- Gangguan his
- Plasenta previa
f. Faktor dari janin
- Gangguan aliran darah
- Defresi pernafasan akibat obat-obatan
- Ketuban keruh

1.3 Tanda gejala


Menurut Mansjoer (2000), tanda gejala asfiksia nonatorum sebagai berikut:
a. Tidak bernapas atau napas megap-megap atau pernapasan lambat
(<30x/menit)
b. Pernapasan tidak teratur, dengkuran atau retraksi (pelekukan dada)
c. Tangisan lemah atau merintih
d. Warna kulit pucat atau sianosis
e. Tonus otot lemas atau ektremitas lemah
f. Denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikardi <100x/menit)

1.4 Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat.
Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat
dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga
DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan
mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat
banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan
terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.

Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung


mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-
angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan
menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun ,
tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas
(flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki
periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan
darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak
bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan
secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan
buatan dan pemberian tidak dimulai segera.

1.5 Pemeriksaan penunjang

2
a. Darah
- Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
1) Hb (normal 15-19 gr%), biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb
cenderung turun karena O2 dalam darah sedikit,
2) Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10
gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko
tinggi
3) Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct).
4) Distrosfiks pada bayi preterm dengan pos asfiksi cenderung turun
karena sering terjadi hipoglikemi.
- Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
1) pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi
asidosis metabolik.
2) pCO2 (normal 35 – 45 mmHg). Kadar pCO 2 pada bayi post
asfiksia cenderung naik sering terjadi hiperapnea.
3) pO2 (normal 75-100 mmHg). Kadar pO2 bayi post asfiksia
cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif.
4) HCO3 (normal 24-28 mEq/L).

b. Urine
- Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
1) Natrium (normal 134-150 mEq/L)
2) Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
3) Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
- Foto thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

1.6 Komplikasi
a. Hipoksia dan iskemia otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah
berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak
pun akan menurun, keadaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik
otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia,
keadaan ini dikenal dengan istilah miokardium pada saat terjadinya,
yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah
jantung akan terganggu sehingga darah seharusnya di alirkan keginjal
menurun. Hal ini menyebabkan terjadinya pengeluaran urin yang sedikit.
c. Koma

3
Apabila pada pasien afiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa diantaranya hipoksemia dan
perdarahan otak.

1.7 Penatalaksanaan
a. Terapi Suportif
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi
baru lahir yang bertujuan untuk rnempertahankan kelangsungan hidup
bayi dan membatasi gejala sisi yang mungkin muncul. Tindakan
resusiksi bayi baru tahir mengikuti tahap tahapan-tahapan yang dikenal
dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka :
- Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
- Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trakea
- Bila perlu masukkan ET untuk memastikan pernafasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
- Lakukan rangsangan taktil
- Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau
bila perlu menggunakan obat-obatan.
4. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah, elektrolit).
b. Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus:
1. Tindakan Umum
- Pengawasan suhu
- Pembersihan jalan nafas
- Rangsang untuk menimbulkan pernafasa
2. Tindakan Khusus
- Asfiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan langkah utama memperbakti
ventilasi paru dengan pemberian 02 dengan tekanan dan intemitery cara
terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan 02 tidak lebih dari 30
mmHg. Asfikasi berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan
bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 %
dengan dosis 2-4 mEq/kgBB Kedua obat ini disuntikan ke dalam intra
vena perlahan melalui vena umbilikatis, reaksi obat ini akan terlihat
jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha
pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3
kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan. Pernapasan
atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan
dengan & frekuensi 80-I00/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi

4
tekanan dalam perbandingan 1 : 3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan
diikuti oleh 3 kali kompresi dinding torak. Jika tindakan ini tidak
berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikorekrsi atau gangguan
organik seperti hernia diaftagmatika atau stenosis jalan nafas.

- Asfiksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba bila dalam waktu
30-60 detik tidak timbul pernapaan spontary ventilasi aktif harus segera
dilakukan. Ventilasi sederhana dengan kateter 02 intranasal dengan
filtrat 1-2 x/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala.
Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut
disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20
kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding torak dan abdomen.
Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan
mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihehtikan jika hasil tidak dicapai
dalam 1-2 menit sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara
tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu dari mulut ke rnulut atau dari ventilasi ke kantong masker.
Pada ventitasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi
dulu dengan 02, ventilasi dilahirkan dengan frekuensi 20-30 kali
permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul.
Tindakan dinyatakan tidak berhak jika setelah dilekuknn berberapa saat
teqadi penurunan frekuens jantung atau perbaikan tonus otot intubasi
endotrakheal harus segera dilahirkan, bikarbonas natrikus dan glukosa
dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak
memperlihatkan pernapasan teratur meskipun ventilasi telah dilakukan
dengan adekuat.

1.8 Pathway

5
2. Rencana Asuhan Klien dengan Gangguan
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
- Keluhan utama
Bayi baru lahir mengalami bradipneu, denyut jantung dan tekanan
darah bayi menurun, sianosis, gerakan ekstremitas fleksi sedikit, dan
gerakan reflexs s edikit.
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Bayi baru lahir mengalami bradipneu, denyut jantung bayi dan
tekanan darah menurun, bayi nampak sianosis dan gerakan
ekstremitas fleksi sedikit dan gerakan reflexs sedikit segera setelah
bayi tersebut dilahirkan.

- Prenatal care
a. Pemeriksaan kehamilan : 3 kali
b. Keluhan selama hamil : sering pusing, cepat lelah, mata
berkunang-kunang, dan malaise.
c. Kenaikan BB selama hamil : 5 Kg
- Natal
a. Tempat melahirkan : Rumah Sakit Umum Provinsi
b. Jenis persalinan : Normal

6
c. Penolong persalinan : Bidan
d. Kesulitan lahir normal : Ibu kesulitan mengedan karena ibu
cepat lelah
- Post natal
a. Kondisi bayi : BB lahir 2.400 gram, PB: 40 cm
b. Bayi mengalami nafas lambat, denyut jantung bayi menurun
c. Bayi tidak mengalami kemerahan dan nampak pucat.
d. Gerakan reflex sedikit dan tonus otot bayi menurun

2.1.2 Pemeriksaan fisik data fokus


Keadaan Umum Klien : klien nampak bradipneu, denyut jantung dan
tekanan darah menurun, tampak sianosis, gerakan ekstremitas dan
reflexs sedikit.
1. Sistem Pernapasan
a. Hidung: Simetris kiri – kanan,
b. Leher: Tidak ada pembesaran kelenjar, tidak ada tomor
c. Dada :
- Bentuk dada : tidak simetris
- Gerakan dada : dada dan abdomen tidak bergerak secara
bersamaan,
- Ekspansi dada berkurang
- Suara napas melemah
2. Sistem Cardio Vaskuler
a. Capillary Refilling Time: >2deti
b. Denyut jantung : 110x/m
c. Tekanan darah menurun: 70/40mmHg
3. System Syaraf
Bayi mengalami penurunan kesadaran
4. System Muskulo Skeletal
a. Terjadi penurunan tonus otot bayi
b. Gerakan ekstremitas fleksi pada bayi sedikit
c. Bayi nampak lemas dan lemah
5. System Integumen
a. Bayi mengalami sianosis pada kulit dan kuku
b. CRT: > 3 detik
c. Bayi nampak pucat
6. System Endokrim

7
Kelenjar Thyroid : Tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid
7. System Perkemihan
a. Tidak ada edema
b. Tidak ada bendungan kandung kemih
8. System Reproduksi
a. Penis : Bersih
b. Tidak ada kelainan pada area genetalia

2.1.3 Pemeriksaan penunjang

2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa I: ketidakefektifan pola napas (NANDA, hal 99)
2.2.1 Definisi
Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang tidak
adekuat.
2.2.2 Batasan karakteristik
- Subjek
a. Dispnea
b. Napas pendek
- Objektif
a. Perubahan ekskursi dada
b. Mengambil posisi tiga titik tumpu
c. Bradipnea
d. Penurunan takanan inspirasi/ekspirasi
e. Penurunan ventilasi semenit
f. Penurunan kapasitas vital
g. Napas dalam
h. Napas cuping hidung
i. Ortopnea
j. Fase ekspirasi memanjang
k. Pernapasan bibir mencucu
l. Takipnea
m. Rasio waktu
n. Penggunaan otot bantu asesorius untuk bernapas
2.2.3 Faktor yang berhubungan
a. Ansietas
b. Posisi tubuh
c. Deformitas tulang
d. Deformitas dinding dada
e. Penurunan energi dan kelelahan
f. Hiperventilasi
g. Sindrom hipoventilasi
h. Kerusakan muskuloskletal
i. Imunitas neurologis
j. Disfungsi neuromuskular
k. Obesitas

8
l. Nyeri
m. Kerusakan persepsi atau kognitif
n. Cidera medula spinalis
Diagnosa II: gangguan pertukaran gas (NANDA, hal 323)
2.1.4 Definisi
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi atau eleminasi karbon dioksida
membran kapiler-alviolar
2.1.5 Batasan karakteristik
- Subjktif
a. Dispnea
b. Sakit kepala pada saat bangun tidur
c. Gangguan penglihtan
- Objektif
a. Gas darah arteri yang tidak normal
b. pH arteri tidak normal
c. ketidak normanlan frekuensi, irama, dan kedalaman napas
d. warna kulit tidak normal
e. kunfusi
f. sianosis
g. karbon dioksida menurun
h. diaforesis
i. hiperkapnia
j. hiperkarbia
k. hipoksia
l. hioksia
m. hipoksemia
n. iritabilitas
o. napas cuping hidung
p. gelisah
q. somnolen
r. takikardia
2.1.6 Faktor yang berhubungan
a. Perubahan membran kapiler-alveolar
b. Katidak seimbangan perfusi-ventilasi

2.3 Perencanaaan
Diagnosa I: ketidakefektifan pola napas
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil berdasarkan NOC
- Menunjukan pernapasan ptimal pada saat terpasang ventilator
mekanis
- Mempunyai kecepatan dan irama pernapasan dalam batas normal
- Mempunyai fungsi paru dalam batas normal untuk pasien
- Meminta bantuan pernapasan saat dibutuhkan
- Mampu menggambarkan perencanaan perawatan dirumah
- Mengidentifikasi faktor lain.
2.3.2 Intervensi berdasarkan NIC
- Kaji frekuensi kedalaman napas dan ekspansi dada
R: kecepatan biasanya meningkat apabila terjadi kecepatan napas

9
- Catat upaya pernapasan termasuk dengan menggunakan otot
prnapasan
R: penggunaan otot napas sebagai akibat dari gangguan pola napas
- Memfasilitasi kepatenan jalan napas
R: agar dapat bernapas secara optimal
- Mengeluarkan secret jalan napas
R: agar sumbatan jalan napas dapat dihilangkan
- Jika diperlukan gunakan alat bantu untuk membantu klien bernapas
R: agar oksigen dalam tubuh tercukupi

Diagnosa II: gangguan pertukaran gas


2.3.3 Tujuan dan kriteria hasil berdasarkan NOC
- Mempunyai fungsi paru dalam batas normal
- Memiliki ekspansi paru yang simetris
- Menjelaskan rencana perawatan dirumah
- Tidak menggunakan pernapasan bibir mencucu
- Tidak mengalami napas dangkal
- Tidak menggunkan otot aksesorius untuk bernapas
2.3.4 Intervensi berdasarkan NIC
- Kaji status pernafasan, perhatikan tanda-tanda distres pernafasan
(misalnya, takipnea, pernafsan cuping hdung, mengorok,
retraksi,ronki, atau krekels).
R: Takipnea menandakan distress pernafasan,khususnya bila
pernfasan lebih dari 60 x/i setelah 5 jam pertama kehidupan.
- Gunakan pemantauan oksigen transkutan atau oksimeter nadi.
Catat kadar setiap jam. Ubah sisi alat setiap 3-4 jam.
R: Memberikan pemantauan noninvasif konstan terhadap kadar
oksigen
- Pertahankan kenetralan suhu tubuh
R: Stres dingin meningkatkan konsumsi oksigen bayi,dapat
meningkatkan asidosis, dan selanjutnya kerusakan produksi
surfaktan.

3. Daftar Pustaka
Herdman, T. Heather. (2015). Nanda Internasional Inc.Diagnosa Keperawatan:
Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta: EGC
Mansjor, Arif. (2000). Kapita selekta kedokteran ed. III. Jakarta: EGC
Manuaba, IBG, dkk. (2009). Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB.
Jakarta: EGC
Saiffudin, Abdul, B. (2001). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal Neonatal. Jakarta: JHPIEGO

10
Banjarmasin, Juli 2017

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

(........................................) (..........................................)

11

Anda mungkin juga menyukai