Anda di halaman 1dari 4

PELAKSANAAN PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN PADA PASIEN

GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN

Abstrak: Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar yang paling vital dalam kehidupan manusia.
Kekurangan oksigen akan berdampak kematian sel. Oleh karena itu pada pasien gangguan system
pernafasan, oksigen tidak bisa terpenuhi secara normal melaikan memerlukan bantuan terapi oksigen
untuk memenuhi metabolism sel. Tujuan penelitian ini adalah mengobservasi pelaksanaan pemberian
terapi oksigen pada pasien gangguan system pernafasan di RSUD Bangil Pasuruan. Desain penelitian
ini menggunakan metode diskriptif, sampel yang diambil yaitu seluruh perawat yang bekerja diruang
paru dan bangsal RSUD Bangil Pasuruan. Jumlah sampling yang diambil yaitu 24 orang dengan
menggunakan teknik total sampling. Instrument yang digunakan untuk pengumpulan data adalah
observasi. Hasil penelitian dari 24 orang diperoleh hasil 14 orang perawat berkemampuan “cuku
baik” atau sekitar 58,3%. Serta 10 orang perawat berkemampuan “baik” dalam melakukan pemberian
terapi oksigen atau sekitar 41,6%. Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa kemampuan perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan perlu ditingkatkan lagi sesuai dengan SOP. Rekomendasi
dari penelitian ini hendaknya perawat perlu melakukan evaluasi, dan partisipasi perawat untuk
memperhatikan SOP, khususnya tindakan pemberian terapi oksigen.

PENDAHULUAN

Menurut hasil laporan World Health Organization(WHO) pada tahun 2012, Indonesia termasuk negara
yang dikategorikan sebagai high burden countries terhadap TB paru yaitu menduduki peringkat kelima
sebagai Negara penyumbang penyakit TB setelah India, China,Afrika selatan, Nigeria. Diperkirakan
setiap tahun ada 429.720 kasus baru dan 66.000 kematian akibat TB (WHO, 2010). Provinsi Jawa Timur
menempati urutan kedua di Indonesia dalam jumlah penderita TB (Dinkes Jatim, 2010). Biasanya pada
orang yang mengalami gangguan pernapasan, perawat memberikan terapi oksigen untuk membantu
memenuhi kebutuhan oksigenasi. Perawat dalam menjalankan perannya berorientasi terhadap pemenuhan
kebutuhan dasar manusia. Salah satu kebutuhan dasar tersebut adalah oksigen (Harahap, 2005).
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar yang paling vital dalam kehidupan manusia. Dalam tubuh,
oksigen berperan penting di dalam proses metabolisme sel. Kekurangan oksigen akan berdampak yang
bermakna bagi tubuh, salah satunya kematian.Karenanya, berbagai upaya perlu dilakukan untuk
menjamin agar kebutuhan dasar ini terpenuhidengan baik. Untuk itu setiap perawat haruspaham dengan
manifestasi tingkat pemenuhanoksigen pada pasien serta mampu mengatasiberbagai masalah terkait
dengan pemenuhankebutuhan tersebut (Mubarak dkk., 2008) Berdasarkan hasil observasi dilapangan,
cara pemberian terapi oksigen yang dilakukan olehperawat disana bervariasi. Maksud dari bervariasiyaitu
cara pemberiannya antara masing-masing perawat, ada yang saat pemberian terapi lupa
tidak cuci tangan sebelum melakukan tindakan,ada yang lupa tidak mengisi tabung humidifier dengan air
steril dan ada juga yang lupa tidak memberikan KIE tentang terapi oksigen dan lupa tidak mengobservasi
setelah dilakukan tindakan, ada pula yang melakukan tindakan pemberian oksigen dengan sempurna.
Pada dasarnya setiap perawat mempunyai kemampuan yang baik dalam memberikan terapioksigen karena
tindakan pemberian terapi oksigen ini merupakan bagian dari materi yang sudah diberikan pada saat
dibangku kuliah hanya saja karena pemberian terapi oksigen sudah sering dilakukan perawat terkadang
menganggap gampang dan remeh tindakan ini, mereka kurang teliti pada saat memberikan terapi oksigen
sehingga tanpa disadari muncul suatu masalah separti perawat lupa tiadak mengecek humidifier padahal
kelembapan udara yang terhumidifikasi secara adekuat dapat mencegah terjadinya komplikasi
pernapasan. Kemudian misalnya saja perawat lupa tidak memberi KIE pada pasien untuk tidak mengganti
ukuran saturasi oksigen sendiri, karena apabila hal ini sering terjadi maka saturasi oksigen yang tinggi
dapat menyebabkan hipoventilasi sedangkan pemberian oksigen yang diberikan secara continue dengan
saturasi yang tinggi dapat menyebabkan toksisitas oksigen (Asih dkk., 2003) Tujuan penelitian adalah
untuk mengetahui gambaran pemberian terapi oksigen pada pasien gangguan sistem pernapasan di RSUD
Bangil Pasuruan.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian deskriptif dalam penelitianini penulis ingin menggambarkan atau mendeskripsikan dan
mendapatkan gambaran tentang pemberian terapi oksigen pada pasien gangguan system pernapasan di
RSUD Bangilpasuruan. Populasi dalam penelitian ini adalah perawat di ruangan paru RSUD Bangil
Pasuruan sebesar 24 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah sampling jenuh. Variabel dalam
penelitian ini adalah pelaksanaan pemberian terapi oksigen pada pasien dengan gangguan system
pernapasan di RSUD Bangil Pasuruan.Variabel dalam penelitian ini adalah pelaksanaan pemberian terapi
oksigen. Adapun tindakan pemberian terapi oksigen adalah kemampuan perawat ruang paru dan bangsal
dalam memberikan terapi oksigen yang sesuai dengan SOP dengan parameter pengukuran: Persiapan alat,
pasien, lingkungan. Pelaksanaan terapi oksigen. Evaluasi pasien sebelum dan sesudah dilakukan
pemberian terapi Penelitian ini akan dilaksanakan di ruang paru dan bangsal RSUD Bangil Pasuruan
dimulai dari bulan Mei-Juli 2013 Dalam penelitian ini instrument yang digunakan adalah observasi.
Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara langsung kepada
responden penelitian untuk mencari perubahan atau hal yang akan diteliti. Dalam penelitian ini lembar
observasi yang dibuat oleh peneliti tentunya dalam hal ini sesuai dengan standart operasional prosedur
yang di isi oleh peneliti sendiri (Aziz, 2003). Saat perawat melakukan tindakan pemberian terapi oksigen
kemudian peneliti melakukan observasi secara bersamaan. Diberikan nilai 0 apabila responden melakukan
suatu tindakan yang “tidak ada” dalam tiap point yang ada di lembar observasi atau ”tidak melakukan”
tindakan yang ada di lembar observasi. Diberikan nilai 1 apabila responden melakukan tindakan yang ada
dalam tiap point lembar observasi hanya saja “kurang sempurna”. Diberikan nilai 2 apabila responden
melakukan tindakan yang ada dalam tiap point yang ada dalam lembar observasi dengan “cukup baik”
dan diberikan nilai 3 apabila responden melakukan tindakan yang ada dalam tiap point lembar observasi
dengan “mahir”. Peneliti mengumpulkan data melalui lembar observasi, kemudian mengamati setiap
tindakan pemberian terapi oksigen yang dilakukan oleh masing-masing perawat ruangan. Peneliti
mendatangi ruang paru dan meminta ijin kepada kepala ruang, kemudian secara diam-diam
mengobservasi setiap tindakan pemberian terapi oksigen yang dilakukan oleh masing-masing perawat
dengan menggunakan lembar observasi yang sudah dibuat sampai terkumpul sesuai jumlah yang
ditentukan. Data yang terkumpul melalui hasil observasikemudian ditabulasikan. Jika tiap-tiap point
dilakukan maka diberi tanda centang ( ) pada kolom skor sesuai dengan kriteria kemampuan. Kemudian
dihitung dengan menggunakan rumus dari Rukmono (2004). Hasil nilai yang diperoleh dari masing
masing responden dikelompokkan ke dalam kriteria standar penelitian kualitatif dan dapat dikatagorikan
sesuai dengan yang diperoleh. Hasil persentase skor penelitian menggunakan penilaian sebagai berikut:
Baik : 90-100%, Cukup : 75-89,9%, Kurang : <75% (Rukmono, 2004). Berdasarkan Tabel 1 dapat
diketahui bahwa sebagian besar perawat di Ruang Paru RSUD Bangil Pasuruan berpendidikan DIII
Keperawatan 20 orang (83,3%). Tabel 2 menunjukkan bahwa pelaksanaan pemberian terapi oksigen di
RSUD Bangil Pasuruan secara umum adalah cukup (58,3%).

PEMBAHASAN
Pelaksanaan pemberian terapi oksigen pada pasien gangguan sistem pernapasan di RSUD Bangil
Pasuruan. Berdasarkan Tabel 2Menunjukkan bahwa pelaksanaan pemberian terapi oksigen di RSUD
Bangil Pasuruan mayoritas adalah cukup (58,3%) dan 10 responden yang dapat melakukan pelaksanaan
terapi oksigen dengan baik ( 41,6%). Ini dapat dibuktikan bahwa hampir sebagian besar responden dapat
melaksanakan setiap point perintah dengan nomor 1-15 kecuali nomor 10 dilakukan dengan baik serta
nilai yang dicapai adalah 3 dan jika di total nilai yang didapat yaitu sebesar 540 serta tidak sedikit pula
responden yang lupa atau melaksanakan tindakan pemberian terapi oksigen dengan nilai di bawah 3 ini
terjadi pada point perintah no 10,16,17,18,19,20 dengan keseluruhan nilai yang didapat yaitu sebesar 120.
Untuk point perintah nomor 10 yang sering tidak dilakukan adalah tindakan cuci tangan, padahal jika
diperhatikan tindakan cuci tangan sebelum melakukan tindakan sangat penting meskipun kata mereka
“sepele”. Menurut Depkes (2003) , salah satu penyebab dari terjadinya infeksi nosokomial adalah karena
dekontaminasi tangan. Padahal transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga
hiegene dari tangan. Tetapi pada kenyataannya hal ini sulit dilakukan dengan benar, karena banyaknya
alas an seperti waktu mencuci tangan yang lama, kurangnya pengetahuan mengenai cuci tangan
yang benar, kurangnya peralatan cuci tangan. Dari sinilah virus, bakteri dapat tertular melalui kontaminasi
tangan. Point nomor 16,17,18,19,20 yang sering tidak dilakukan atau dilakukan namun kurang maksimal
adalah tindakan mengobservasi setelah melakukan tindakan pemberian terapi oksigen. Menurut teori
Pooter and Perry (2005) pemberian oksigen tidak hanya memberikan efek terapi tetapi jika
penggunaannya tidak tepat dapat menyebabakan efek seperti depresi ventilasi, keracunan oksigen.
Keadaan yang trerjadi diatas dapat merusak struktur jaringan paru seperti atelektasis dan kerusakan
surfaktan, akibatnya proses difusi diparu akan terganggu bila kita tidak sering mengontrol saturasi
oksigen. Menurut teori Utama (1999), ketrampilan merupakan kemampuan untuk melakukan sesuatu
yang baik dan benar. Seorang perawat dikatakan terampil apabila telah dapat memberikan pelayanan
keperawatan dengan baik dan benar. Baik dan benarnya pelaksanaan pemberian terapi oksigen
ini tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktordiantaranya yaitu faktor usia dan pendidikan. Dari hasil
penelitian diketahui bahwa pelaksanaanpemberian terapi oksigen di ruang paru dilakukan oleh perawat
rata-rata berusia ±28 tahun. Menurut WHO usia ini merupakan kategori usia dewasa awal. Jika
diperhatikan pada masa usia inilah kemampuan atau kinerja mengalami masamasa peningkatan. Akan
tetapi, keterampilan seorang perawat bukan hanya tergantung dari tingginya pendidikan yang
diterimanya, tapi pengalaman dalam melakukan pelayanan keperawatan juga sangat berpengaruh
(Zulkifli, 1999).Menurut peneliti hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori di atas bahwa penderita
gangguan system pernapasan harus terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan cara pemberian terapi
oksigen.Pemberian terapi oksigen adalah suatu kemampuan untuk memasukkan oksigen tambahan dari
luar ke paru melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan (Depkes RI, 2005)
tentunya cara pemberiannya pun harus benar dan tepat. Hal ini sesuai dengan teori Utama (1999), yaitu
keterampilan merupakan kemampuan untuk melakukan sesuatu yang baik dan benar. Kematangan usia
yang baik dapat memudahkan untuk mendapat pengetahuan serta dapat dengan mudah untuk
mengembangkan ilmu atau pengetaguan yang sudah ada. Sama halnya dengan ini bahwa usia dan
pendidikan saling terkait, usia yang cukup dan tingkat pendidikan yang baik dapat memudahkan
responden dalam menerima perubahan ilmu serta dapat melaksanakan pemberian terapi oksigen dengan
baik dan benar.

PENUTUP

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa pelaksanaan pemberian terapi oksigen pada pasien gangguan
sistem pernapasan yang dilakukan olehperawat diruang paru RSUD Bangil Pasuruan mayoritas adalah
cukup dengan persentase sebesar 58,3% . Dari penelitian ini disarankan perawat dapat lebih
meningkatkan lagi kemampuan yang sudah cukup baik menjadi lebih baik. Dalam usaha untuk
meningkatkan kemampuan ini sangat diperlukan upaya evaluasi dari tindakan apa saja yang
sudahdilaksanakan khususnya dalam melaksanakn pemberian terapi oksigen serta partisipasi perawa t
untuk memperhatikan SOP yang sudah ditentukan. Jika perlu untuk meningkatkan kualitas kerja yang
baik perlu diberikan reward kepada perawat yang melakukan asuhan keperawatan dengan baik dan
memberi teguran pada perawat yang sering melakukan asuhan keperawatan dengan kurangbaik
Bagipeneliti selanjutnya sebaiknya memanfaatkan dan mengkaji referensi hasilpenelitian yang telah ada
dan lebih memperhatikan kereabilitasan alat ukur yang akan digunakan serta labih teliti dalam melakukan
pengumpulan data, agar hasil lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Asih, Yasmin, Niluh, Crhistantie, Christantie Effendy. 2003. Keperawatan Medikal Bedah Klien
Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : EGC. Azis, Alimul. 2003. Riset Keperawatan dan
Teknik
Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika. Azis, Alimul. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan
Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta. Depkes. 2003. Pedoman PelaksanaanKewaspadaan Universal
di Pelayanan Kesehatan. Jakarta.
Depkes RI. 2005. Standart Pelayanan Keperawatan ICU. Jakarta Harahap. 2005. Oksigenasi Dalam Suatu
Asuhan
Keperawatan. Jurnal Keperwatan Rufaidah Sumatera Utara Volume 1 Mubarak, Wahit Iqbal. 2008. Buku
Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori Dan Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta : EGC Notoatmodjo. S. 2005.
Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan (Yasmin Asih, Penerjemah). Jakarta: EGC. Rukmono, Yoyo.2004. Penuntun Praktek
Keterampilan Medik Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Graha Ilmu. Setiadi. 2008. Konsep &
Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai