Anda di halaman 1dari 23

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINIS

American Heart Association (AHA) dan American College of Cardiology (ACC)


mengeluarkan pedoman hipertensi terbaru. Pedoman ini berisikan banyak perubahan besar
dalam pengelolaan hipertensi. Salah satu lompatan terbesar pedoman ini adalah perubahan
klasifikasi atau bahkan definisi hipertensi dimana sebelumnya hipertensi dinyatakan
sebagai peningkatan tekanan darah arteri sistemik yang menetap dimana tekanan darah
sistolik ≥ 140 Hgmm atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. Pada pedoman hipertensi
tersebut maka hipertensi ditetapkan apabila tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg atau
tekanan darah diastolik ≥ 80 mmHg.1
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi
esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer untuk membedakannya
dengan hipertensi lain yang sekunder karena sebab-sebab yang diketahui. Menurut The
Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa
terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2.2
Hipertensi dianggap sebagai faktor risiko utama stroke, dimana stroke merupakan
penyakit yang sulit disembuhkan dan mempunyai dampak yang sangat luas terhadap
kelangsungan hidup penderita dan keluarganya. Hipertensi sistolik dan distolik terbukti
berpengaruh pada stroke. Dikemukakan bahwa penderita dengan tekanan diastolik di atas
95 mmHg mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk terjadinya infark otak dibanding
dengan tekanan diastolik kurang dari 80 mmHg, sedangkan kenaikan sistolik lebih dari
180 mmHg mempunyai risiko tiga kali terserang stroke iskemik dibandingkan dengan
dengan tekanan darah kurang 140 mmHg. Akan tetapi pada penderita usia lebih 65 tahun
risiko stroke hanya 1,5 kali daripada normotensi.3,4
Beberapa penelitian sebelumnya juga menyatakan bahwa tekanan darah sistolik
130-140 mmHg menunjukkan risiko serangan jantung dan stroke 2 kali lipat lebih besar
dibandingkan dengan tekanan darah sistolik normal. Definisi terbaru ini dapat menjadi
suatu hal yang mendasar dalam pencegahan tekanan darah tinggi.

9
B. ETIOLOGI

Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam. Pada
kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui (essensial atau hipertensi
primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di kontrol. Kelompok
lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal
sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun
eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-
pasien ini dapat disembuhkan secara potensial.5
1. Hipertensi primer (essensial)
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial
(hipertensi primer). Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial merupakan 95%
dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk
terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas
menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun
dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik
memegang peranan penting pada patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila
ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik dan poligenik
mempunyai kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik
genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga di
dokumentasikan adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein
urine, pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan
angiotensinogen.6
2. Hipertensi sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit
komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah (lihat tabel
1). Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit
renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering.7 Obat-obat tertentu, baik
secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat
hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Obat-obat ini dapat dilihat pada tabel 1.
Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat
yang bersangkutan atau mengobati / mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya
sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder.5

10
Penyakit Obat
1. penyakit ginjal kronis 1. Kortikosteroid, ACTH
2. hiperaldosteronisme primer 2. Estrogen (biasanya pil KB dg
3. penyakit renovaskular kadar estrogen tinggi)
4. sindroma Cushing 3. NSAID, cox-2 inhibitor
5. pheochromocytoma 4. Fenilpropanolamine dan analog
6. koarktasi aorta 5. Cyclosporin dan tacrolimus
7. penyakit tiroid atau paratiroid 6. Eritropoetin
7. Sibutramin
8. Antidepresan (terutama
venlafaxine)
Tabel 1. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi.5

C. FAKTOR RISIKO

Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis
kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan
nutrisi. 2
a. Faktor genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu
mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan
kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium
Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar
untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan
riwayat hipertensi.1 Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan
riwayat hipertensi dalam keluarga.5
b. Umur
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Pasien yang
berumur di atas 60 tahun, 50 – 60 % mempunyai tekanan darah lebih besar atau
sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi
pada orang yang bertambah usianya.6 Hipertensi merupakan penyakit
multifaktorial yang munculnya oleh karena interaksi berbagai faktor. Dengan
bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur 45
tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan

11
zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur
menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan
pembuluh darah besar yang berkurang pada penambahan umur sampai dekade
ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai decade kelima dan
keenam kemudian menetap atau cenderung menurun. Peningkatan umur akan
menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan
resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu reflex
baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran
ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus
menurun.7
c. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita
terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause.8 Wanita yang belum
mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang
tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses
aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya
imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai
kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi
pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen
tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang
umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.7
d. Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang
berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun
pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitifitas
terhadap vasopressin lebih besar. 3
e. Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for Health
USA (NIH, 1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan Indeks
Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita,
dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang
memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut standar internasional). 8

12
Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara
kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan
hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin, dan
perubahan fisik pada ginjal. Peningkatan konsumsi energi juga meningkatkan
insulin plasma, dimana natriuretik potensial menyebabkan terjadinya reabsorpsi
natrium dan peningkatan tekanan darah secara terus menerus. 8
f. Pola asupan garam dalam diet
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya
hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol
(sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari.9 Konsumsi natrium yang
berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler
meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga
volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler
tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada
timbulnya hipertensi. 10
Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium. Sumber
natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap
masakan monosodium glutamate (MSG), dan sodium karbonat. Konsumsi garam
dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari,
setara dengan satu sendok teh. Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena
budaya masakmemasak masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan
garam dan MSG. 11
g. Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat
dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya
stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis.3 Dalam penelitian kohort
prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital,
Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi,
51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok
1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang
perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan
dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek
dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari. 13

13
h. Tipe kepribadian
Secara statistik pola perilaku tipe A terbukti berhubungan dengan prevalensi
hipertensi. Pola perilaku tipe A adalah pola perilaku yang sesuai dengan kriteria
pola perilaku tipe A dari Rosenman yang ditentukan dengan cara observasi dan
pengisian kuisioner self rating dari Rosenman yang sudah dimodifikasi. Mengenai
bagaimana mekanisme pola perilaku tipe A menimbulkan hipertensi banyak
penelitian menghubungkan dengan sifatnya yang ambisius, suka bersaing, bekerja
tidak pernah lelah, selalu dikejar waktu dan selalu merasa tidak puas. Sifat tersebut
akan mengeluarkan katekolamin yang dapat menyebabkan prevalensi kadar
kolesterol serum meningkat, hingga akan mempermudah terjadinya
aterosklerosis.14 Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan
curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stress
ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik
personal. 3

D. KLASIFIKASI

Ada beberapa klasifikasi dari hipertensi, diantaranya menurut The Seventh Report of
The Joint National Committee on Prevention, Detection, Eveluation, and Tretment of High
Blood Pressure (JNC7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi
kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (dilihat tabel 1),
menurut pedoman hipertensi ACC/AHA tahun 2017 (dilihat tabel 2).2
Tabel di bawah ini menunjukkan perbedaan klasifikasi antara pedoman hipertensi
JNC VII dan pedoman hipertensi ACC/AHA tahun 2017.

Tabel 1. Kategori Hipertensi Menurut JNC VII

Sistolik
Kategori Tekanan Darah (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal < 120 Dan < 80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi Stadium I 140-159 90-99

Hipertensi Stadium II ≥ 160 Atau ≥ 100

14
Krisis Hipertensi

(membutuhkan penangan gawat darurat)


> 180 > 110

Tabel 2. Pedoman Hipertensi ACC/AHA Tahun 2017

E. PATOFISIOLOGI

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari


angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran
fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen
yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan
diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah
menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam
menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.5 Aksi pertama adalah meningkatkan
sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus
(kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin.
Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik
cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya
akan meningkatkan tekanan darah.5
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur
volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan
cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan

15
kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya
akan
meningkatkan volume dan tekanan darah.5

Gambar 3.1 Patofisiologi hipertensi 16

Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat komplek.


Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang
adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi darah, kaliber
vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural.
Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik,
asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala
4
hipertensi. Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang
kadang-kadang muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode asimtomatik
yang lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi,
dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan
saraf pusat. Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30
tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien
umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada
umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60
tahun.4

16
Gambar 3.2 Perjalanan alamiah hipertensi Primer
yang tidak terobati 5

F. GEJALA KLINIS

Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang mencolok dan
manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-tahun berupa:
1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat tekanan
darah intrakranium.
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
3. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
5. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.8

G. DIAGNOSIS

Menurut Slamet Suyono, evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan:


1. Mengidentifikasi penyebab hipertensi.

17
2. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler, beratnya penyakit,
serta respon terhadap pengobatan.
3. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau penyakit penyerta,
yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan pengobatan.7
Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Peninggian
tekanan darah kadang sering merupakan satu-satunya tanda klinis hipertensi sehingga
diperlukan pengukuran tekanan darah yang akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi
hasil pengukuran seperti faktor pasien, faktor alat dan tempat pengukuran.7
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama menderitanya,
riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung koroner,
penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga,
gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi, perubahan aktifitas atau kebiasaan
(seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial lingkungan keluarga,
pekerjaan, dan lain-lain). Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah
dua kali atau lebih dengan jarak dua menit, kemudian diperiksa ulang dengan
kontrolatera.18

H. PENATALAKSANAAN
Prinsip Penatalaksanaan Hipertensi

Berdasarkan analisis dari berbagai penelitian didapatkan beberapa hal yang


penting dalam penatalaksanaan hipertensi.

1. Penurunan tekanan darah sangat penting dalam menurunkan risiko mayor kejadian
kardiovaskuler pada pasien hipertensi, jadi prioritas utama dalam terapi hipertensi
adalah mengontrol tekanan darah
2. Penelitian pendahuluan memfokuskan pada pengobatan tekanan darah diastolik
tetapi tekanan darah sistolik lebih sulit dikontrol dan lebih berpengaruh pada
outcome kardiovaskuler.
3. Monoterapi jarang bisa mengontrol tekanan darah, dan banyak pasien memerlukan
lebih dari 1 obat anti hipertensi
4. Respon terhadap berbagai klas anti hipertensi adalah heterogen, beberapa pasien
mungkin akan berespon lebih baik dari pasien yang lain.

18
5. Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa penyakit komorbiditas seperti diabetes,
dan kerusakan target organ seperti LVH dan CKD mengindikasikan pemilihan klas
obat yang spesifik dalam terapi hipertensi tetapi hal ini jangan sampai
menyampingkan pentingnya kontrol tekanan darah.
6. Penurunan tekanan darah 20/10 mmHg pada pasien hipertensi akan menurunkan
50% risiko kejadian kardiovaskuler.

Strategi Terapi Hipertensi

Obat anti hipertensi terdiri dari beberapa jenis, sehingga memerlukan strategi
terapi untuk memilih obat sebagai terapi awal, termasuk mengkombinasikan beberapa
obat anti hipertensi. Asessmen awal meliputi identifikasi faktor risiko, komorbid, dan
adanya kerusakan organ target memegang peranan yang sangat penting dalam
menentukan pemilihan obat anti hipertensi. Sebelum membahas lebih mendetail
mengenai terapi farmakologi pada hipertensi, peran tatalaksana modifikasi gaya hidup
tetap memegang peranan penting. Modifikasi gaya hidup selama periode observasi (TD
belum mencapai ambang batas hipertensi) harus tetap dilanjutkan meskipun pasien
sudah diberikan obat anti hipertensi. Perubahan gaya hidup dapat mempotensiasi kerja
obat anti hipertensi khususnya penurunan berat badan dan asupan garam. Perubahan
gaya hidup juga penting untuk memperbaiki profil risiko kardiovaskuler disamping
penurunan TD.

1. Penatalaksanaan Non Farmakologis


Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal sebelum
penambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu diperhatikan oleh seorang yang
sedang dalam terapi obat. Sedangkan pasien hipertensi yang terkontrol, pendekatan
nonfarmakologis ini dapat membantu pengurangan dosis obat pada sebagian penderita.
Oleh karena itu, modifikasi gaya hidup merupakan hal yang penting diperhatikan,
karena berperan dalam keberhasilan penanganan hipertensi.11
Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi beberapa hal:
1. Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis.
Menurut Corwin berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka
panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai
organ dan dapat meningkatkan beban kerja jantung. Selain itu pengurangan makanan
berlemak dapat menurunkan risiko aterosklerosis.8

19
Penderita hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok dan mengurangi
asupan alkohol. Berdasarkan hasil penelitian eksperimental, sampai pengurangan
sekitar 10 kg berat badan berhubungan langsung dengan penurunan tekanan darah
rata-rata 2-3 mmHg per kg berat badan.11
2. Olahraga dan aktifitas fisik
Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan aktifitas fisik
teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan menjaga kebugaran tubuh.
Olahraga seperti jogging, berenang baik dilakukan untuk penderita hipertensi.
Dianjurkan untuk olahraga teratur, minimal 3 kali seminggu, dengan demikian dapat
menurunkan tekanan darah walaupun berat badan belum tentu turun.11
Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan perifer sehingga
dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga dapat menimbulkan perasaan santai dan
mengurangi berat badan sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Yang perlu
diingat adalah bahwa olahraga saja tidak dapat digunakan sebagai pengobatan
hipertensi.13
Menurut Dede Kusmana, beberapa patokan berikut ini perlu dipenuhi
sebelum memutuskan berolahraga, antara lain:
a. Penderita hipertensi sebaiknya dikontrol atau dikendalikan tanpa atau dengan
obat terlebih dahulu tekanan darahnya, sehingga tekanan darah sistolik tidak
melebihi 160 mmHg dan tekanan darah diastolik tidak melebihi 100 mmHg.
b. Alangkah tepat jika sebelum berolahraga terlebih dahulu mendapat informasi
mengenai penyebab hipertensi yang sedang diderita.
c. Sebelum melakukan latihan sebaiknya telah dilakukan uji latih jantung dengan
beban (treadmill/ergometer) agar dapat dinilai reaksi tekanan darah serta
perubahan aktifitas listrik jantung (EKG), sekaligus menilai tingkat kapasitas
fisik.
d. Pada saat uji latih sebaiknya obat yang sedang diminum tetap diteruskan sehingga
dapat diketahui efektifitas obat terhadap kenaikan beban.
e. Latihan yang diberikan ditujukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan tidak
menambah peningkatan darah.
f. Olahraga yang bersifat kompetisi tidak diperbolehkan.
g. Olahraga peningkatan kekuatan tidak diperbolehkan.
h. Secara teratur memeriksakan tekanan darah sebelum dan sesudah latihan.

20
i. Salah satu dari olahraga hipertensi adalah timbulnya penurunan tekanan darah
sehingga olahraga dapat menjadi salah satu obat hipertensi.
j. Umumnya penderita hipertensi mempunyai kecenderungan ada kaitannya dengan
beban emosi (stres). Oleh karena itu disamping olahraga yang bersifat fisik
dilakukan pula olahraga pengendalian emosi, artinya berusaha mengatasi
ketegangan emosional yang ada.
k. Jika hasil latihan menunjukkan penurunan tekanan darah, maka dosis/takaran obat
yang sedang digunakan sebaiknya dilakukan penyesuaian (pengurangan).20
3. Perubahan pola makan
a. Mengurangi asupan garam
Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan upaya
penurunan berat badan dapat digunakan sebagai langkah awal pengobatan
hipertensi. Nasihat pengurangan asupan garam harus memperhatikan kebiasaan
makan pasien, dengan memperhitungkan jenis makanan tertentu yang banyak
mengandung garam. Pembatasan asupan garam sampai 60 mmol per hari, berarti
tidak menambahkan garam pada waktu makan, memasak tanpa garam,
menghindari makanan yang sudah diasinkan, dan menggunakan mentega yang
bebas garam. Cara tersebut diatas akan sulit dilaksanakan karena akan
mengurangi asupan garam secara ketat dan akan mengurangi kebiasaan makan
pasien secara drastis.13,21
b. Diet rendah lemak jenuh
Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis yang
berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh,
terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan
konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-
bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan
darah.22
c. Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah lemak.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral bermanfaat
mengatasi hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya dengan penurunan
tekanan darah arteri dan mengurangi risiko terjadinya stroke. Selain itu,
mengkonsumsi kalsium dan magnesium bermanfaat dalam penurunan tekanan
darah. Banyak konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan mengandung banyak
mineral, seperti seledri, kol, jamur (banyak mengandung kalium), kacang-

21
kacangan (banyak mengandung magnesium). Sedangkan susu dan produk susu
mengandung banyak kalsium.11,21
4. Menghilangkan stress
Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau bahkan
sudah melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara untuk menghilangkan
stres yaitu perubahan pola hidup dengan membuat perubahan dalam kehidupan rutin
sehari-hari dapat meringankan beban stres. Perubahan-perubahan itu ialah:
a. Rencanakan semua dengan baik. Buatlah jadwal tertulis untuk kegiatan setiap
hari sehingga tidak akan terjadi bentrokan acara atau kita terpaksa harus terburu-
buru untuk tepat waktu memenuhi suatu janji atau aktifitas.
b. Sederhanakan jadwal. Cobalah bekerja dengan lebih santai.
c. Bebaskan diri dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan.
d. Siapkan cadangan untuk keuangan
e. Berolahraga.
f. Makanlah yang benar.
g. Tidur yang cukup.
h. Ubahlah gaya. Amati sikap tubuh dan perilaku saat sedang dilanda stres.
i. Sediakan waktu untuk keluar dari kegiatan rutin.
j. Binalah hubungan sosial yang baik.
k. Ubalah pola pikir. Perhatikan pola pikir agar dapat menekan perasaan kritis atau
negatif terhadap diri sendiri.
l. Sediakan waktu untuk hal-hal yang memerlukan perhatian khusus.
m. Carilah humor.
n. Berserah diri pada Yang Maha Kuasa. 15
2. Penatalaksanaan Farmakologis
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan oleh JNC 7:
a. Diuretic, terutama jenis Thiazide (Thiaz) Aldosteron Antagonist (Ald Ant)
b. Beta Blocker (BB)
c. Calcium channel blocker atau Calcium antagonist (CCB)
d. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
e. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 Receptor angiotensint/ blocker (ARB).2

22
Tabel. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas utama Obat Antihipertensi
Menurut ESH (European Society of Hypertension, 2013).

Kelas obat Indikasi Kontraindikasi


Mutlak Tidak mutlak
Diuretika Gagal jantung gout kehamilan
(Thiazide) kongestif, usia
lanjut, isolated
systolic
hypertension,
ras afrika
Diuretika (loop) Insufisiensi
ginjal, gagal
jantung
kongestif
Diuretika (anti Gagal jantung Gagal ginjal,
aldosteron) kongestif, pasca hiperkalemia
penyekat β infark
miokardium
Angina pectoris, Asma, Penyakit
pasca infark penyakit paru pembuluh darah
myocardium obstruktif perifer,
gagal jantung menahun, A-V intoleransi
kongestif, block glukosa, atlit atau
kehamilan, pasien yang aktif
takiaritmia secara fisik
Calcium Usia lanjut, Takiaritmia,
Antagonist isolated systolic gagal jantung
(dihydropiridine) hypertension, kongestif
angina pectoris,
penyakit
pembuluh darah

23
perifer,
aterosklerosis
karotis,
kehamilan
Calcium Angina pectoris, A-V block,
Antagonist aterosklerosis gagal jantung
(verapamil, karotis, kongestif
diltiazem) takikardia
supraventrikuler
Penghmbat ACE Gagal jantung Kehamilan,
kongestif, hiperkalimea,
disfungsi stenosis arteri
ventrikel kiri, renalis bilateral
pasca infark
myocardium,
non-diabetik
nefropati,
nefropati DM
tipe 1,
proteinuria
Angiotensi II Nefropati DM Kehamilan,
reseptor tipe 2, hiperkalemia,
antagonist (AT1- mikroalbumiuria stenosis arteri
blocker) diabetic, renalis bilateral
proteinuria,
hipertrofi
ventrikel kiri,
batuk karena
ACEI
α-Blocker Hyperplasia Hipotensi Gagal jantung
prostat (BPH), ortostatis kongestif
hiperlipidemia
Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas utama Obat Antihipertensi.2

24
Adapun Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7 dapat dilihat pada tebel
5 dibawah ini :
Tabel 5. Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7
Klasifikasi TDS TDD Perbaikan Tanpa Dengan
Tekanan (mmHg) (mmHg) Pola Hidup indikasi yang indikasi yang
Darah memaksa memaksa
Normal < 120 Dan <80 Dianjurkan

Prehipertensi 120-139 atau ya Tidak indikasi Obat-obatan


80-89 obat untuk indikasi
yang memaksa
Hipertensi 140-159 Atau ya Diuretic jenis Obat-obatan
derajat 1 90-99 Thiazide untuk untuk indikasi
sebagian besar yang memaksa
kasus, dapat Obat
dipertimbangka antihipertensi
n ACEI, ARB, lain (diuretika,
BB, CCB, atau ACEI, ARB,
kombinasi BB, CCB)
sesuai
kebutuhan
Hipertensi ≥160 Atau ya Kombinasi 2
derajat 2 ≥100 obat untuk
sebagian besar
kasus
umumnya
diuretika jenis
Thiazide dan
ACEI atau
ARB atau BB
atau CCB
Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7.2
Masing-masing obat antihipertensi memliki efektivitas dan keamanan dalam
pengobatan hipertensi, tetapi pemilihan obat antihipertensi juga dipengaruhi beberapa
faktor, yaitu :
a. Faktor sosio ekonomi
b. Profil factor resiko kardiovaskular
c. Ada tidaknya kerusakan organ target
d. Ada tidaknya penyakit penyerta

25
e. Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi
f. Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk penyakit
lain
g. Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam
menurunkan resiko kardiovasskular.2
Berdasarkan uji klinis, hampir seluruh pedoman penanganan hipertensi
menyatakan bahwa keuntungan pengobatan antihipertensi adalah penurunan tekanan
darah itu sendiri, terlepas dari jenis atau kelas obat antihipertensi yang digunakan.
Tetapi terdapat pula bukti-bukti yang menyatakan bahwa kelas obat antihipertensi
tertentu memiliki kelebihan untuk kelompok pasien tertentu. Untuk keperluan
pengobatan, ada pengelompokan pasien berdasar yang memerlukan pertimbangan
khusus (special considerations), yaitu kelompok indikasi yang memaksa (compelling
indication) dan keadaan khusus lainnya (special situations).2
Indikasi yang memaksa meliputi:
a. Gagal jantung
b. Pasca infark miokardium
c. Resiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi
d. Diabetes
e. Penyakit ginjal kronis
f. Pencegahan strok berulang.2
Keadaan khusus lainnya meliputi :
a. Populasi minoritas
b. Obesitas dan sindrom metabolic
c. Hipertrofi ventrikel kanan
d. Penyakit arteri perifer
e. Hipertensi pada usia lanjut
f. Hipotensi postural
g. Demensia
h. Hipertensi pada perempuan
i. Hipertensi pada anak dan dewasa muda
j. Hipertensi urgensi dan emergensi.2
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan
target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk
menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan

26
efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan
satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah
awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam
dosis rendah, dan kemudian darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya
adalah meningkatnya dosis obat tertentu, atau berpindah ke antihipertensi lain dengan
rendah. Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik
tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat
antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi kombinasi dapat
meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat
yang harus diminum bertambah.2
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah :
a. dan ACEI atau ARB
b. CCB dan BB
c. CCB dan ACEI atau ARB
d. CCB dan diuretika
e. AB dan BB
f. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat.2

Diuretika

β Bloker ARB

α Bloker CCB

ACEI

Gambar 2. Kemungkinan kombinasi obat antihipertensi.2

27
Joint National Committee atau JNC 8 menyusun sebuah panduan penatalaksanaan
hipertensi untuk orang dewasa. Guideline yang diajukan oleh JNC 8 merupakan sebuah
guideline yang melengkapi dari JNC 7 yang telah dikeluarkan sebelumnya.

28
Tabel berikut ini menunjukkan perbandingan dari berbagai guideline mengenai
target tekanan darah dan pemilihan awal obat hipertensi.

Tabel. Perbandingan target dan pemilihan obat antihipertensi dari berbagai


guideline.4
Goal BP,
Guideline Population mmHg Intitial Drug Treatment Options
2014 Populasi umum ≥ Bukan orang kulit hitam: thiazide-type
Hypertension 60 thn < 150/90 diuretic,
Populasi Umum < ACEI, ARB, atau CCB; Orang kulit
Guideline 60 thn < 140/90 hitam: thiazide-
type diuretic atau CCB
thiazide-type diuretic, ACEI, ARB, or
Diabetes < 140/90 CCB
PGK < 140/90 ACEI, ARB
ESH/ESC 2013 Bukan usia lanjut < 140/90
populasi umum
Usia lanjut Diuretik, β-blocker, CCB, ACEI, ataur
populasi < 150/90 ARB
umum <80 thn
Populasi umum ≥
80 thn < 150/90
Diabetes < 140/85 ACEI atau ARB
PGK tanpa
proteinuria < 140/90
ACEI atau ARB
PGK + proteinuria < 130/90
Populasi umum < Thizide, β-blocker (Umur < 60 th),
CHEP 2013 80 thn < 140/90 ACEI (bukan
Populasi Umum ≥
90 thn <150/90 orang kulit hitam), atau ARB
ACEI atau ARB dengan risiko
Diabetes <130/80 kardiovaskuler ACEI,
ARB, thiazide, or DHPCCB tanpa
risiko
kardiovaskuler
PGK < 140/90 ACEI atau ARB
ADA 2013 Diabetes < 140/80 ACEI atau ARB
PGK tanpa
KDIGO 2012 proteinuria ≤ 140/90
ACEIatau ARB
PGK + proteinuria ≤ 130/80
Populasi umum <
NICE 2011 80 thn < 140/90 < 55 thn : ACEI atau ARB
Populasi umum ≥
80 thn <150 /90 ≥ 55 thn atau orang kukit hitam : CCB
ISHIB 2010 Orang kulit hitam, < 135/85
Risiko rendah
Kerusakan organ
sasaran < 130/80 Diuretik or CCB
atau risiko
kardiovaskuler risk

29
I. KOMPLIKASI
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung, gagal
jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Tekanan darah yang
tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi yang
tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek
harapan hidup sebesar 10-20 tahun. 19
Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak terkontrol dan
telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab kematian yang sering
terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai stroke dan gagal ginjal. Dengan
pendekatan sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat
hipertensi, yaitu: 20

Tabel : Komplikasi Hipertensi 20

Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata, ginjal,
jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai
dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada
hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi perdarahan
yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian.
Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak
sementara (Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai
komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna. 21
30
Risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi ditentukan tidak hanya
tingginya tekanan darah tetapi juga telah atau belum adanya kerusakan organ target serta
21
faktor risiko lain seperti merokok, dislipidemia dan diabetes melitus. Tekanan darah
sistolik melebihi 140 mmHg pada individu berusia lebih dari 50 tahun, merupakan faktor
risiko kardiovaskular yang penting. Selain itu dimulai dari tekanan darah 115/75 mmHg,
kenaikan setiap 20/10 mmHg meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler sebanyak dua
kali. 22

J. PROGNOSIS
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang tepat. Terapi
dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan antihipertensi biasanya dapat
menjaga tekanan darah pada tingkat yang tidak akan menyebabkan kerusakan pada
jantung atau organ lain. Kunci untuk menghindari komplikasi serius dari hipertensi adalah
mendeteksi dan mengobati sebelum kerusakan terjadi.16

31

Anda mungkin juga menyukai