Anda di halaman 1dari 24

PAPER

CHRONIC KIDNEY DISEASE

Disusun Sebagai Tugas Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)

Oleh :

Robby Firmansyah Murzen (17360195)


Sasqia Putri Aulia (17360196)

Pembimbing :

dr. Ira Ramadhani , Sp, PD

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR (KKS)


SMF ILMU KEDOKTERAN PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
SUMATERA UTARA
2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirobilalamin atas rahmat dan ridho dari-NYA sehingga penulis

dapat menyelesaikan paper dengan judul “CHRONIC KIDNEY DISEASE”. Proses

penulisan ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak, maka tidak lupa

saya mengucapkan terimakasih kepada :

1. dr. Ira Ramadhani, Sp, PD selaku pembimbing dalam melaksanakan

Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) SMF Ilmu Kedokteran Penyakit Dalam

Rs.Umum Haji Mina Medan, Sumatera Utara.

2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan paper ini baik secara

langsung ataupun tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa penulisan paper ini masih jauh dari katasempurna,

oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Medan, Mei 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul........................................................................................... 1
Kata Pengantar .......................................................................................... 2
Daftar Isi.................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi ......................................................... 6
2.2 Definisi................................................................................. 9
2.3 Epidemiologi ........................................................................ 9
2.4 Etiologi................................................................................. 10
2.5 Sumber dan Cara penularan ................................................. 12
2.6 Patifisiologi .......................................................................... 13
2.7 Manifestasi Klinis ................................................................ 13
2.8 Diagnosa .............................................................................. 15
2.9 Diagnosa Banding ................................................................ 17
2.10 Faktor Resiko ....................................................................... 17
2.11 Komplikasi ........................................................................... 19
2.12 Tatalaksana .......................................................................... 20
2.13 Pencegahan .......................................................................... 20
BAB III KESIMPULAN
Kesimpulan .................................................................................. 22
Laporan Kasus ............................................................................ 24
Diskusi Kasus............................................................................... 40

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal ginjal kronik (GGK) atau Chronic Kidney Diseases (CKD)
merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih kembali,
dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme, gagal memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat pada peningkatan ureum. Pada
pasien gagal ginjal kronik mempunyai karakteristik bersifat menetap, tidak bisa
disembuhkan dan memerlukan pengobatan berupa hemodialisis, dialisis peritoneal,
transplantasi ginjal dan rawat jalan dalam jangka waktu yang lama.1
Gagal ginjal kronik saat ini telah menjadi suatu masalah kesehatan publik
di seluruh dunia. Hal ini diakui sebagai suatu kondisi umum yang dikaitkan dengan
peningkatan penyakit jantung dan gagal ginjal kronik.2 Gagal ginjal kronik memiliki
prevalensi global yang tinggi dengan prevalensi GGK global yang konsisten antara
(11%) sampai (13%) dengan mayoritas stadium tiga.3 Pada Desember 2014, terdapat
678.383 kasus ESRD, berdasarkan prevalensi yang tidak disesuaikan (proporsi kasar)
terdapat 2.067 orang per sejuta penduduk Amerika Serikat. (United States Renal Data
System [USRDS], 2016). Pada akhir tahun 2013, ada sekitar 3,2 juta pasien yang
dirawat karena penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) di seluruh dunia. Jumlah ini
meningkat sekitar (6%) setiap tahunnya, yang secara signifikan lebih tinggi dari pada
tingkat pertumbuhan penduduk. Dari 3,2 juta pasien tersebut, sekitar 2,5 juta orang
menjalani perawatan dialisis (baik hemodialisis atau dialisis peritoneal), dan sekitar
678.000 orang hidup dengan transplantasi ginjal.4
Di Indonesia gagal ginjal kronik menjadi salah satu penyakit yang masuk
dalam 10 penyakit kronik. Prevalensi gagal ginjal kronik berdasarkan yang pernah
didiagnosis dokter sebesar (0,2%) dari penduduk indonesia. Jika saat ini penduduk
Indonesia sebesar 252.124.458 jiwa maka terdapat 504.248 jiwa yang menderita
gagal ginjal kronik. Hanya (60%) dari pasien gagal ginjal kronik tersebut yang
menjalani terapi dialisis. Di provinsi Sumatera Barat prevalensi gagal ginjal kronik
yaitu (0,2%) dari pasien gagal ginjal kronik di Indonesia mencakup pasien yang yang
menjalani pengobatan, terapi pengganti ginjal, dialisis peritoneal, dan hemodialisis.5
Gagal ginjal kronik stadium End Stage Renal Disease (ESRD) dimana
ginjal mengalami kerusakan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih
kembali, yaitu tubuh tidak mampu memelihara metabolisme dan gagal memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat peningkatan ureum.6 ESRD
ditandai dengan azotemia, uremia, dan sindrom uremik.1 Saat ini ada tiga terapi
modalitas pengobatan yang tersedia untuk gagal ginjal kronik yang telah mencapai
derajat V (End-Stage Renal Disease) yaitu hemodialisis, dialisis peritoneal, dan
transplantasi ginjal.7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal


2.1.1 Anatomi Ginjal

Gambar 1. Letak ginjal

Anatomi ginjal menurut Evelyn C. Pearce (1979), ginjal merupakan organ


berbentuk seperti kacang yang terletak pada kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal
terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal, di sebelah kanan
dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal, agar terlindung dari
trauma langsung. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari kiri, karena hati menduduki
ruang banyak di sebelah kanan. Setiap ginjal panjangnya 6 sampai 7,5 sentimeter, dan
tebal 1,5 sampai 2,5 sentimeter. Pada orang dewasa beratnya kira-kira 140 gram.
Bentuk ginjal seperti kacang dan sisi dalamnya atau hilum menghadap ke tulang
punggung. Sisi luarnya cembung. Pembuluh-pembuluh ginjal semuanya masuk dan
keluar pada hilum. Di atas ginjal menjulang sebuah kelenjar suprarenal. Ginjal kanan
lebih pendek dan lebih tebal dari yang kiri. Kedua ginjal dilapisi oleh lemak yang
berguna untuk meredam guncangan. Ginjal merupakan bagian dari sistem saluran
kencing (urinary system) yang ada dalam tubuh kita.7

Gambar 2. Anatomi Ginjal

Organ utama dari sistem saluran kemih terdiri atas dua ginjal, dua saluran dari
ginjal ke kandung kemih (ureter), satu kandung kemih dan satu saluran dari kandung
kemih keluar tubuh (uretra). Panjang uretra pada pria sekitar 20-25 cm yang berfungsi
untuk tempat keluarnya urin yang diproduksi oleh ginjal sekaligus menjadi saluran
keluarnya sperma. Pada wanita uretra jauh lebih pendek sekitar 2,5-3,8 cm dan
terletak di depan organ reproduksi. Berhubung letak uretra pada wanita yang dekat
sekali dengan organ reproduksi dan anus, maka pada wanita kasus infeksi saluran
kencing lebih banyak didapat karena rawan terinfeksi kuman yang berasal dari
saluran pencernaan. Sistem saluran kemih merupakan salah satu sistem ekskresi
tubuh dimana fungsinya yang mengeluarkan racun dan cairan yang harus dibuang
keluar tubuh. 7
Apabila dilihat melalui potongan longitudinal, ginjal terbagi menjadi dua
bagian yaitu korteks bagian luar dan medulla di bagian dalam. Medulla terbagi-bagi
menjadi biji segitiga yang disebut piramid, piramid-piramid tersebut diselingi oleh
bagian korteks yang disebut kolumna bertini. Piramid-piramid tersebut tampak
bercorak karena tersusun oleh segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron.
Papilla (apeks) dari piramid membentuk duktus papilaris bellini dan masuk ke dalam
perluasan ujung pelvis ginjal yang disebut kaliks minor dan bersatu membentuk
kaliks mayor, selanjutnya membentuk pelvis ginjal. 7

Gambar 3. Penampang ginjal

Ciri-ciri korteks berwarna coklat tua, tersusun atas nefron (satuan unit
struktural dan fungsional ginjal) sebagai alat penyaring darah, korteks terletak di
dalam di antara piramida-piramida medulla yang bersebelahan untuk membentuk
kolumna ginjal yang terdiri dari tubulus-tubulus pengumpul yang mengalir ke duktus
pengumpul. Sedangkan ciri-ciri medulla berwarna coklat agak terang, tersusun atas
tubulus renalis, mengandung massa triangular yang disebut piramida ginjal yang
setiap ujung sempitnya papilla masuk ke dalam kaliks minor dan ditembus duktus
pengumpul urin. Setiap ginjal orang dewasa memiliki sekitar satu juta unit nefron
sebagai unit pembentuk urin. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut
(terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian
mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa
cairan lainnya akan dibuang. Setiap nefron tersusun oleh badan malphigi dan saluran
panjang (tubulus) yang bergulung. Sebuah nefron merupakan suatu struktur yang
menyerupai mangkuk dengan dinding yang berlubang (kapsula Bowman), yang
mengandung seberkas pembuluh darah (glomelurus). Badan malphigi ini tersusun
atas glomerulus dan kapsula Bowman membentuk korpuskulum renalis. Glomerulus
merupakan anyaman pembuluh darah kapiler sebagai lanjutan pembuluh darah arteri
ginjal. Kapsula Bowman berbentuk seperti mangkuk, yang di dalamnya berkumpul
gelungan pembuluh darah kapiler yang halus. Tubulus merupakan saluran lanjutan
dari kapsula Bowman. Saluran panjang yang melingkar-lingkar letaknya bersebelahan
dengan glomerulus. Tubulus proksimal adalah saluran yang dekat dengan badan
malphigi, sangat berliku dan panjangnya sekitar 15 mm. Sedangkan yang jauh dari
badan malphigi disebut tubulus distal, sangat berliku dan panjangnya sekitar 5 mm
yang membentuk segmen terakhir nefron. Kedua tubulus ini dijembatani oleh
lengkung Henle yang berupa leher angsa yang turun ke arah medulla ginjal kemudian
naik kembali menuju korteks. Bagian akhir dari tubulus ini adalah saluran pengumpul
(ductus collectivus) yang terletak pada medulla yang mengalirkan urin ke kaliks
minor menuju kaliks mayor dan menuju piala ginjal. Medulla merupakan tempat
saluran dari kapsula Bowman ini berkumpul. Saluran ini mengalirkan urin ke saluran
yang lebih besar ke arah pelvis atau piala ginjal. Lalu urin disalurkan ke ureter
kemudian ditampung di kandung kemih. Pada jumlah urin tertentu di mana dinding
kandung kemih ini tertekan sehingga otot melingkar pada pangkal kandung kemih
meregang akan memberikan sinyal ke saraf untuk menimbulkan rangsang berkemih
untuk disalurkan ke ureter sebagai saluran pembuangan keluar. 8
2.1.2 Fisiologi Ginjal
A. Fungsi Ginjal
Menurut Price (2006) ginjal mempunyai berbagai macam fungsi yaitu ekskresi dan
fungsi non-ekskresi. Fungsi ekskresi diantaranya adalah:9
1) Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah-
ubah ekskresi air.
2) Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.
3) Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+
dan membentuk kembali HCO.
4) Mengekresikan produk akhir nitrogen dari metabolism protein, terutama urea,
asam urat dan kreatinin.
Sedangkan fungsi non-ekresi ginjal adalah :
1) Menghasilkan rennin yang penting untuk pengaturan tekanan darah.
2) Menghasilkan eritropoetin sebagai factor penting dalam stimulasi produksi sel
darah merah oleh sumsum tulang.
3) Metabolism vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
4) Degradasi insulin.
5) Menghasilkan prostaglandin.

B. Fisiologi Pembentukan Urine


Pembentukan urine adalah fungsi ginjal yang paling esensial dalam
mempertahankan homeostatis tubuh. Pada orang dewasa sehat, lebih kurang 1200 ml
darah, atau 25% cardiac output, mengalir ke kedua ginjal. Pada keadaan tertentu,
aliran darah ke ginjal dapat meningkat hingga 30% (pada saat latihan fisik) dan
menurun hingga 12% dari cardiac output.
Kapiler glomeruli berdinding porous (berlubang-lubang), yang
memungkinkan terjadinya filtrasi cairan dalam jumlah besar (± 180 L/hari). Molekul
yang berukuran kecil (air, elektroloit, dan sisa metabolisme tubuh, di antaranya
kreatinin dan ureum) akan difiltrasi dari darah, sedangkan molekul berukuran lebih
besar (protein dan sel darah merah) tetap tertahan di dalam darah. Oleh karena itu
komposisi cairan filtrat yang berada di kapsul Bowman, mirip dengan yang ada di
dalam plasma, hanya saja cairan ini tidak mengandung protein dan sel darah.
Volume cairan yang difiltrasi oleh glomerulus setiap satuan waktu disebut
sebagai rerata filtrasi glomerulus atau glomerular filtration (GFR). Selanjutnya, cairan
filtrat akan direabsorbsi dan beberapa elektrolit akan mengalami sekresi di tubulus
ginjal, yang kemudian menghasilkan urine yang akan disalurkan melalui duktus
kolegentes. Cairan urin tersebut disalurkan ke dalam sistem kalises hingga pelvis
ginjal.10

2.2 Definisi Gagal Ginjal Kronik


Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap-akhir merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).11
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia.12
Gagal ginjal merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat
(biasanya berlangsung beberapa tahun).9
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progesif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.13
Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) adalah penyimpangan
progresif, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk
mempertahankan keseimbangan metabolik, dan cairan dan elektrolit mengalami
kegagalan, yang mengakibatkan uremia.14
Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa gagal ginjal
kronik adalah gangguan fungsi renal yang irreversible dan berlangsung lambat
sehingga ginjal tidak mampu mempertahankan metabolisme tubuh dan keseimbangan
cairan dan elektrolit dan menyebabkan uremia. Kriteria penyakit gagal ginjal kronik,
seperti yang tertulis pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kriteria Penyakit Ginjal Kronik


1 Kerusakan ginjal (renal damage yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan
struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG) dengan manifestasi :
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah
atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan.
2 Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan,
dengan atau tanpa kerusakan ginjal

2.3 Etiologi
Menurut Sylvia Anderson (2006) klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik
adalah sebagai berikut :15
a) Penyakit infeksi tubulointerstitial : Pielonefritis kronik atau refluks nefropati.
Pielonefritis kronik adalah infeksi pada ginjal itu sendiri, dapat terjadi akibat
infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada penderita batu. Gejala–gejala umum
seperti demam, menggigil, nyeri pinggang, dan disuria. Atau memperlihatkan
gambaran mirip dengan pielonefritis akut, tetapi juga menimbulkan hipertensi dan
gagal ginjal.13
b) Penyakit peradangan : Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.
Peradangan akut Glomerulus terjadi akibat peradangan komplek antigen dan
antibodi di kapiler – kapiler glomerulus. Komplek biasanya terbentuk 7 – 10 hari
setelah infeksi faring atau kulit oleh Streptococcus ( glomerulonefritis
pascastreptococcus) tetapi dapat timbul setelah infeksi lain.13
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel – sel
glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak
membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul
beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus sub klinis yang disertai
oleh hematuria (darah dalam urin) dan proteinuria ( protein dalam urin ) ringan,
yang sering menjadi penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik.
Hasil akhir dari peradangan adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya
fungsi glomerulus. Pada pengidap diabetes yang mengalami hipertensi ringan,
memiliki prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang kurang baik. 13
c) Penyakit vaskuler hipertensif : Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis
maligna, Stenosis arteria renalis
Nefrosklerosis Benigna merupakan istilah untuk menyatakan berubah ginjal
yang berkaitan dengan skerosis pada arteriol ginjal dan arteri kecil. Nefrosklerosis
Maligna suatu keadaan yang berhubungan dengan tekanan darah tinggi (hipertensi
maligna), dimana arteri-arteri yang terkecil (arteriola ) di dalam ginjal mengalami
kerusakan dan dengan segera terjadi gagal ginjal.
Stenosis arteri renalis (RAS) adalah penyempitan dari satu atau kedua
pembuluh darah (arteri ginjal) yang membawa darah ke ginjal. Ginjal membantu
untuk mengontrol tekanan darah. Renalis menyempit menyulitkan ginjal untuk
bekerja. RAS dapat menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu. Sering
menyebabkan tekanan darah tinggi dan kerusakan ginjal.
d) Gangguan jaringan ikat : Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,
sklerosis sistemik progresif
Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik (LES)
adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga
karena adanya perubahan sistem imun.
e) Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus
ginjal
f) Penyakit metabolic : Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
g) Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah
h) Nefropati obstruktif : Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi,neoplasma,
fibrosis, retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropi prostat, striktur
uretra, anomaly congenital leher vesika urinaria dan uretra).

2.4 Patofisiologi
Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan
penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang
sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal
ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-nefron sisa yang sehat mengambil alih
fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkat kecepatan filtrasi,
reabsorpsi, dan sekresinya serta mengalami hipertrofi. Seiring dengan makin
banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa menghadapi tugas yang
semkain berat, sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati.
Sebagaian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-
nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Seiring dengan penyusutan
progresif nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal
mungkin berkurang.12
Meskipun penyakit ginjal terus berlanjut, namun jumlah zat terlarut yang
harus diekskresi oleh ginjal untuk mempertahankan homeostasis tidaklah berubah,
kendati jumlah nefron yang bertugas melakukan fungsi tersebut sudah menurun
secara progresif. Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap
ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami
hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal. Terjadi
peningkatan kecepatan filtrasi, beban zat terlarut dan reabsorpsi tubulus dalam setiap
nefron meskipun GFR untuk seluruh massa nefron yang terdapat dalam ginjal turun
di bawah nilai normal. Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi
ginjal yang sangat rendah. Namun akhirnya, kalau sekitar 75% massa nefron sudah
hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban zat terlarut bagi setiap nefron demikian
tinggi sehingga keseimbangan glomerulus-tubulus (keseimbangan antara peningkatan
filtrasi dan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus tidak dapat lagi dipertahankan.
Fleksibilitas baik pada proses ekskresi maupun proses konservasi zat terlarut dan air
menjadi berkurang. Sedikit perubahan pada makanan dapat mengubah keseimbangan
yang rawan tersebut, karena makin rendah GFR (yang berarti maikn sedikit nefron
yang ada) semakin besar perubahan kecepatan ekskresi per nefron. Hilangnya
kemampuan memekatkan atau mengencerkan urine menyebabkan berat jenis urine
tetap pada nilai 1,010 atau 285 mOsm (yaitu sama dengan plasma) dan merupakan
penyebab gejala poliuria dan nokturia.9

2.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinik menurut Baughman (2000) dapat dilihat dari berbagai
fungsi sistem tubuh yaitu :14
a) Manifestasi kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema, edema periorbital,
friction rub pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif,
perikarditis, disritmia, kardiomiopati, efusi pericardial, temponade pericardial.
b) Gejala dermatologis/system integumen : gatal-gatal hebat (pruritus), warna
kulit abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak umum
karena pengobatan dini dan agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku tipis
dan rapuh, rambut tipis dan kasar, memar (purpura).
c) Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada
mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus,
rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan
pengecap, parotitis dan stomatitis, peritonitis, konstipasi dan diare, perdarahan
darinsaluran gastrointestinal.
d) Perubahan neuromuskular : perubahan tingkat kesadaran, kacau mental,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.
e) Perubahan hematologis : kecenderungan perdarahan.
f) Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum.
g) Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk; karakter pernafasan menjadi
Kussmaul ; dan terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi (kedutan
mioklonik) atau kedutan otot.

2.6 Stadium CKD


Penyakit ini didefinisikan dari ada atau tidaknya kerusakan ginjal dan
kemampuan ginjal dalam menjalankan fungsinya. Klasifikasi ini ditujukan untuk
memfasilitasi penerapan pedoman praktik klinis, pengukuran kinerja klinis dan
peningkatan kualitas pada evaluasi, dan juga manajemen CKD. Klasifikasi atas
dasar derajat penyakit dibuat berdasarkan LFG yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockroft-Gaul sebagai berikut :15

(140−𝑢𝑚𝑢𝑟) 𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛


LFG = 𝑚𝑔 ∗)
72 𝑥 𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑚𝑎 ( )
𝑑𝑙

*) pada perempuan dikalikan 0,85


Tabel 2.1 Stadium CKD.

Stadium Deskripsi LFG


(ml/mn/1.73m2)
1 Fungsi ginjal normal, tetapi temuan urin, ≥90
1
abnormalitas struktur atau ciri genetik
menunjukkan adanya penyakit ginjal
2 Penurunan ringan fungsi ginjal, dan 60-89
temuan lain (seperti pada stadium 1)
2
menunjukkan adanya penyakit ginjal
3a Penurunan sedang 45-59
fungsi ginjal
3b Penurunan sedang 30-44
fungsi ginjal
4 Penurunan fungsi ginjal berat 15-29
4
5 Gagal ginjal <15
Sumber: (The Renal Association, 2013)

Nilai GFR menunjukkan seberapa besar fungsi ginjal yang dimiliki oleh
pasien sekaligus sebagai dasar penentuan terapi oleh dokter. Semakin parah CKD
yang dialami, maka nilai GFRnya akan semakin kecil.15
Chronic Kidney Disease stadium 5 disebut dengan gagal ginjal.
Perjalanan klinisnya dapat ditinjau dengan melihat hubungan antara bersihan
kreatinin dengan GFR sebagai presentase dari keadaan normal, terhadap kreatinin
serum dan kadar blood urea nitrogen (BUN).

Perjalanan klinis gagal ginjal dibagi menjadi tiga stadium. Stadium


pertama merupakan stadium penurunan cadangan ginjal dimana pasien tidak
menunjukkan gejala dan kreatinin serum serta kadar BUN normal. Gangguan
pada fungsi ginjal baru dapat terdeteksi dengan pemberian beban kerja yang berat
seperti tes pemekatan urin yang lama atau melakukan tes GFR yang teliti.9
Stadium kedua disebut dengan insufisiensi ginjal. Pada stadium ini, ginjal sudah
mengalami kehilangan fungsinya sebesar 75%. Kadar BUN dan kreatinin serum
mulai meningkat melebihi nilai normal, namun masih ringan. Pasien dengan
insufisiensi ginjal ini menunjukkan beberapa gejala seperti nokturia dan poliuria
akibat gangguan kemampuan pemekatan.9
Tetapi biasanya pasien tidak menyadari dan memperhatikan gejala ini,
sehingga diperlukan pertanyaan-pertanyaan yang teliti.9 Stadium akhir dari gagal
ginjal disebut juga dengan end- stage renal disease (ESRD). Stadium ini terjadi
apabila sekitar 90% masa nefron telah hancur, atau hanya tinggal 200.000 nefron
yang masih utuh. Peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum sangat mencolok.
Bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10 mL per menit atau bahkan kurang.
Pasien merasakan gejala yang cukup berat dikarenakan ginjal yang sudah tidak
dapat lagi bekerja mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit. Pada berat
jenis yang tetap sebesar 1,010, urin menjadi isoosmotis dengan plasma. Pasien
biasanya mengalami oligouria (pengeluran urin < 500mL/hari). Sindrom uremik
yang terjadi akan mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh dan dapat
menyebabkan kematian bila tidak dilakukan RRT.9

2.7 Pendekatan Diagnostik


Penegakan diagnosis gagal ginjal kronik meliputi:13
1. Gambaran Klinis
Gambaran klinis penyakit ginjal kronik meliputi: a) Sesuai dengan penyakit
yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius, batu
traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritomatous Sistemik
(LES), dan lain sebagainya. b) Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah,
letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume
overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-
kejang sampai koma. c) Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi,
anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan
keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, klorida). 13
2. Gambaran Laboratoris
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi: a) Sesuai penyakit
yang mendasarinya. b) Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar
ureum dan kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung
menggunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatininserum saja tidak bisa
dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal. c) Kelainan biokimiawi
darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat,
hiper atau hipokalimea, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik. d) Kelainan urinalisis
meliputi, proteinuria, hematuri, leukosuria, cast, isostenuria. 13
3. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis penyakit gagal ginjal kronik meliputi: a) Foto polos
abdomen, bisa tampak batu radio-opak. b) Pielografi intravena jarang
dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus,
disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap
ginjal yang sudah mengalami kerusakan. c) Pielografi antregrad atau
retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi. d) Ultrasonografi ginjal bisa
memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya
hidronefrosis, atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi. e) Pemeriksaan
pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi. 13
4. Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi,
menetapkan terapi, prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi yang telah
diberikan. Biopsi ginjal indikasi-kontra dilakukan pada keadaan dimana
ukuran ginjal yang sudah mengecil. Ginjal polikistik, hipertensi yang tidak
terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas dan
obesitas. 13
2.8 Penatalaksanaan
Penderita CKD perlu mendapatkan penatalaksanaan secara khusus sesuai
dengan derajat penyakit CKD, bukan hanya penatalaksanaan secara umum. Menurut
Suwitra (2006), sesuai dengan derajat penyakit CKD dapat dilihat dalam tabel
berikut:17
Tabel 2.2 Penatalaksanaan CKD
Derajat LFG Perencanaan Penatalaksanaan
1 >90 Dilakukan terapi pada penyakit dasarnya, kondisi
komorbid, evaluasi pemburukan (progresion) fungsi
ginjal, memperkecil resiko kardiovaskuler.
2 60-89 Menghambat pemburukan (progresion) fungsi ginjal.
3 30-59 Mengevaluasi dan melakukan terapi pada komplikasi.
4 15-29 Persiapan untuk pengganti ginjal.
5 <15 Dialysis dan mempersiapkan terapi penggantian ginjal
(transplantasi ginjal).

Menurut Suwitra (2006) penatalaksanaan untuk CKD secara umum antara lain
adalah sebagai berikut :

1. Waktu yang tepat dalam penatalaksanaan penyakit dasar CKD adalah sebelum
terjadinya penurunan LFG, sehingga peningkatan fungsi ginjal tidak terjadi.
Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasono grafi, biopsi serta
pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat
terhadap terapi spesifik. Sebaliknya bila LFG sudah menurun sampai 20–30
% dari normal terapi dari penyakit dasar sudah tidak bermanfaat.

2. Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada
pasien penyakit CKD, hal tersebut untuk mengetahui kondisi komorbid yang
dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain,
gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tak terkontrol, infeksi traktus
urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat- obat nefrotoksik, bahan radio
kontras, atau peningkatan aktifitas penyakit dasarnya. Pembatasan cairan dan
elektrolit pada penyakit CKD sangat diperlukan. Hal tersebut diperlukan
untuk mencegah terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskuler. Asupan
cairan diatur seimbang antara masukan dan pengeluaran urin serta Insesible
Water Loss (IWL). Dengan asumsi antara 500-800 ml/hari yang sesuai dengan
luas tubuh. Elektrolit yang harus diawasi dalam asupannya adalah natrium
dan kalium. Pembatasan kalium dilakukan karena hiperkalemi dapat
mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh karena itu pembatasan obat
dan makanan yang mengandung kalium (sayuran dan buah) harus dibatasi
dalam jumlah 3,5- 5,5 mEg/lt. sedangkan pada natrium dibatasi untuk
menghindari terjadinya hipertensi dan edema. Jumlah garam disetarakan
dengan tekanan darah dan adanya edema.

3. Menghambat perburukan fungsi ginjal. Penyebab turunnya fungsi ginjal


adalah hiperventilasi glomerulus yaitu :

a) Batasan asupan protein, mulai dilakukan pada LFG < 60 ml/mnt,


sedangkan diatas batasan tersebut tidak dianjurkan pembatasan protein.
Protein yang dibatasi antara 0,6-0,8/kg BB/hr, yang 0,35-0,50 gr.
Diantaranya protein nilai biologis tinggi. Kalori yang diberikan sebesar 30-
35 kkal/ kg BB/hr dalam pemberian diit. Protein perlu dilakukan
pembatasan dengan ketat, karena protein akan dipecah dan diencerkan
melalui ginjal, tidak seperti karbohidrat. Namun saat terjadi malnutrisi
masukan protein dapat ditingkatkan sedikit, selain itu makanan tinggi
protein yang mengandung ion hydrogen, fosfor, sulfur, dan ion anorganik
lain yang diekresikan melalui ginjal. Selain itu pembatasan protein
bertujuan untuk membatasi asupan fosfat karena fosfat dan protein berasal
dari sumber yang sama, agar tidak terjadi hiperfosfatemia.

b) Terapi farmakologi untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus.

4. Pemakaian obat anti hipertensi disamping bermanfaat untuk memperkecil


resiko komplikasi pada kardiovaskuler juga penting untuk memperlambat
perburukan kerusakan nefron dengan cara mengurangi hipertensi
intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Selain itu pemakaian obat
hipertensi seperti penghambat enzim konverting angiotensin (Angiotensin
Converting Enzim / ACE inhibitor) dapat memperlambat perburukan fungsi
ginjal. Hal ini terjadi akibat mekanisme kerjanya sebagai anti hipertensi dan
anti proteinuri.

5. Pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskuler merupakan hal yang penting,


karena 40-45 % kematian pada penderita CKD disebabkan oleh penyakit
komplikasinya pada kardiovaskuler. Hal-hal yang termasuk pencegahan dan
terapi penyakit vaskuler adalah pengendalian hipertensi, DM, dislipidemia,
anemia, hiperfosvatemia, dan terapi pada kelebian cairan dan elektrolit.
Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi CKD
secara keseluruhan.

6. CKD mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan


derajat penurunan LFG. Seperti anemia dilakukan penambahan / tranfusi
eritropoitin. Pemberian kalsitrol untuk mengatasi osteodistrasi renal. Namun
dalam pemakaiannya harus dipertimbangkan karena dapat meningkatkan
absorsi fosfat.

7. Terapi dialisis dan transplantasi dapat dilakukan pada tahap CKD derajat 4-5.
Terapi ini biasanya disebut dengan terapi pengganti ginjal.

2.9 Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001)
serta Suwitra (2006) antara lain adalah :6
1. Hiperkalemia akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme, dan
masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoeitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

Anda mungkin juga menyukai