Anda di halaman 1dari 30

PAPER

GANGGUAN MENTAL LAINNYA AKIBAT KERUSAKAN DAN DISFUNGSI


OTAK DAN PENYAKIT FISIK

Disusun Sebagai Tugas


Bagian Ilmu Psikiatri

Disusun Oleh:

Sasqia Putri Aulia


17360196

Pembimbing:

Dr. dr. Elmeida Effendy M.Ked, Sp.KJ(K)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU PSIKIATRI

RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN SUMATERA UTARA


FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MALAHAYATI

2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyanyang puji syukur saya
ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga
saya dapat menyelesaikan paper ini dengan baik, serta salawat dan salam tak lupa saya
panjatkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari
zaman yang penuh dengan kejahiliaan yang berisi berbagai kecanggihan teknologi serta
ilmu pengetahuan.
Dalam proses pembuatan paper ini saya tidak terlepas dari hambatan dan kesulitan,
namun berkat bimbingan, bantuan dari berbagai pihak akhirnya paper ini dapat
terselesaikan. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada pembimbing yaitu
Dr. dr. Elmeida Effendy M.Ked., Sp.KJ(K) yang telah memberikan masukan serta
bimbingan saya dalam bantuan paper ini.
Saya menyadari bahwa paper ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu saya
mengharapkan kritik saran dan tanggapan demi kesempurnaan paper ini. Semoga paper
ini memberikan manfaat khususnya bagi saya sendiri dan semua pihak. Akhir kata saya
ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Medan, Februari 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii


DAFTAR ISI.................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 2
2.1 Definisi ............................................................................................................. 2
2.2 Etiologi ............................................................................................................. 2
2.3 Penggolongan Diagnosis .................................................................................. 3
2.4 Pedoman Diagnostik Umum ............................................................................ 3
2.5 Gangguan Halusinasi Organik.......................................................................... 4
2.6 Gangguan Katatonik Organik ........................................................................... 6
2.7 Gangguan Waham Organik .............................................................................. 7
2.8 Gangguan Afektif Organik ............................................................................... 9
2.9 Gangguan Anxietas Organik ............................................................................ 14
2.10 Gangguan disosiatif Organik ............................................................................ 18
2.11 Gangguan Astenik Organik .............................................................................. 23
2.12 Gangguan Kognitif Ringan .............................................................................. 23
2.13 Gangguan Mental Akibat Kerusakan dan Disfungsi Otak dan
Penyakit Fisik Lain YDT ................................................................................. 25
BAB III KESIMPULAN................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 27

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan mental organik didefinisikan sebagai gangguan dimana terdapat


suatu patologi yang dapat diidentifikasi (contohnya tumor otak, penyakit
cerebrovaskuler, intoksifikasi obat dan infeksi).1,2,3 Sedangkan gangguan fungsional
adalah gangguan otak dimana tidak ada dasar organik yang dapat diterima secara
umum (contohnya Skizofrenia, depresi). Dari sejarahnya bidang neurologi telah
dihubungkan dengan pengobatan gangguan yang disebut organik dan psikiatri
dihubungkan dengan pengobatan gangguan yang disebut fungsional.1
Didalam DSM IV diputuskan bahwa perbedaan lama antara gangguan organik
dan fungsional telah ketinggalan jaman dan dikeluarkan dari tata nama. Bagian yang
disebut “Gangguan Mental Organik” dalam DSM III-R sekarang disebut sebagai
Delirium, Demensia, Gangguan Amnestik, Gangguan Kognitif lain, dan Gangguan
Mental karena suatu kondisi medis umum yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat
lain.1
Menurut PPDGJ III gangguan mental organik meliputi berbagai gangguan
jiwa yang dikelompokkan atas dasar penyebab yang lama dan dapat dibuktikan
adanya penyakit, cedera atau ruda paksa otak, yang berakibat disfungsi otak, disfungsi
ini dapat primer seperti pada penyakit, cedera, dan ruda paksa yang langsung atau
diduga mengenai otak, atau sekunder, seperti pada gangguan dan penyakit sistemik
yang menyerang otak sebagai salah satu dari beberapa organ atau sistem tubuh.4
Sindrom Otak Organik dipakai untuk menyatakan sindrom (gejala) psikologik
atau perilaku tanpa kaitan dengan etiologi. Gangguan Mental Organik dipakai untuk
Sindrom Otak Organik yang etiolognnya (diduga) jelas Sindrom Otak Organik
dikatakan akut atau menahun berdasarkan dapat atau tidak dapat kembalinya
(reversibilitas) gangguan jaringan otak atau Sindrom Otak Organik itu dan akan
berdasarkan penyebabnya, permulaan gejala atau lamanya penyakit yang
menyebabkannya. Gejala utama Sindrom Otak Organik akut ialah kesadaran yang
menurun (delirium )dan sesudahnya terdapat amnesia, pada Sindrom Otak Organik
menahun (kronik) ialah demensia.2,4

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gangguan mental organik merupakan gangguan mental yang berkaitan dengan
penyakit/gangguan sistemik atau otak yang dapat didiagosis sendiri. Termasuk gangguan
mental simptomatik, dimana pengaruh terhadap otak merupakan akibat sekunder dari
penyakit/gangguan sistemik diluar otak (extracerebral).4
Gangguan mental organik lainnya mencakup berbagai sindrom/gangguan yang
menyebabkan disfungsi otak. Penyebab dapat akibat penyakit otak primer maupun
sekunder, tidak mengarah ke demensia, delirium, ataupun sindrom amnesik organik.3

2.2 Etiologi
Penyebab gangguan mental organik dapat akibat dari penyakit otak primer maupun
sekunder.5
a) Primer:
- Epilepsi
- Ensefalitis limbik
- Penyakit Huntington
- Trauma kepala
- Neoplasma kepala
- Malformasi pada otak
b) Sekunder:
- Neoplasma ekstrakranial
- SLE
- Penyakit endokrin (hipotiroid, hipertiroid, Cushing sindrom)
- Gangguan metabolik (hipoglikemia, porfiria, hipoksia)
- Penyakit infeksi
- Parasit tropis (tripanosomiasis)
- Efek toksik obat non psikotropik (propanolol, levodopa, metildopa, steroid, anti
hipertensi, anti malaria)

2
2.3 Penggolongan Diagnosis
Menurut PPDGJ III, klasifikasi gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan
disfungsi otak dan penyakit fisik adalah sebagai berikut:4
F06.0 Halusinosis organik.
F06.1 Gangguan katatonik organik.
F06.2 Gangguan waham organik (lir-skizofrenia)
F06.3 Gangguan suasana perasaan (mood, afektif) organik.
.30 Gangguan manik organik.
.31 Gangguan bipolar organik.
.32 Gangguan depresif organik.
.33 Gangguan afektif organik campuran
F06.4 Gangguan anxietas organik
F06.5 Gangguan disosiatif organik.
F06.6 Gangguan astenik organik.
F06.7 Gangguan kognitif ringan.
F06.8 Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik
lain YDT.
F06.9 Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik
YTT.

2.4 Pedoman Diagnosis umum


Kriteria diagnostik untuk gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi
otak dan penyakit fisik menurut PPDGJ III adalah sebagai berikut:4
 Ada penyakit, kerusakan atau disfungsi otak, atau penyakit fisik sistemik yang
diketahui berhubungan dengan salah satu sindrom mental tercantum.

 Adanya hubungan waktu (dalam beberapa minggu atau bulan) antara


perkembangan penyakit yang mendasari dengan timbulnya sindrom mental.

 Kesembuhan dari gangguan mental setelah perbaikan atau dihilangkannya


penyebab yang mendasari.

 Tidak ada bukti yang mengarah pada penyebab alternatif dari sindrom mental ini
(seperti pengaruh kuat dari riwayat keluarga atau pengaruh stres sebagai
pencetus).

3
2.5 Halusinasi Organik

2.5.1 Definisi
Halusinosis organik adalah gangguan psikotik oleh karena kondisi medis/kesehatan
secara umum.Penyakit ini ditandai dengan gejala halusinasi yang prominen dan persisten
atau halusinasi rekuren. Pada umumnya berupa halusinasi visual atau auditori yang
terjadi saat kesadaran penuh dan bersamaan dengan faktor organik yang spesifik. insight
pasien bervariasi. beberapa waham yang terjadi merupakan halusinasi yang sekunder.6

2.5.2 Macam-macam Halusinasi Organik


Halusinasi ini meliputi halusinasi dalam segala bentuk yang menetap atau berulang.
Akan tetapi, bentuk yang paling banyak berupa halusinasi auditorik dan visual.4
1. Halusinasi auditori
Berupa suara dengan derajat dan intensitas bervariasi. Pada umumnya disebabkan
oleh gangguan di area temporal, pontine
2. Halusinasi visual
Paling banyak didapatkan pada kondisi organik akut, dan jarang ditemukan pada
kondisi non organik. Halusinasi visual terjadi pada lesi serebral, gangguan
sensorik, penggunaan obat-obatan seeprti LSD dan mescaline, dan
migrain.Halusinasi ini juga dapat terjadi pada epilepsy lobus temporal.Halusinasi
visual yang terbentuk-baik dilaporlan pada penyakit Parkinson, penggunaan obat-
obatan dopaminergik, dan Lewy Body Disease.Charles Bonnet syndrome
menjabarkan pasien dengan halusinasi visual kompleks dan penyakit
mata.Halusinasi biasanya berupa gambaran kabur dari binatang atau manusia, dan
pasien tidak dapat membedakan apakah gambaran tersebut nyata atau tidak.
3. Halusinasi olfaktori
Pada kondisi organik seperti epilepsy lobus temporal.Halusinasi olfaktori juga
ditemukan pada migrain.
4. Halusinasi pengecapan
Terjadi apabila korteks parietal terstimulasi.
5. Halusinasi taktil
Berupa rasa panas, angin berhembus, atau sensasi seksual.
6. Halusinasi somatosensori

4
Sering ditemukan pada kondisi kejang. Halusinasi kinestetik terjadi pada anggota
tubuh yang diamputasi.7

2.5.3 Pedoman Diagnostik


Pedoman diagnostik dari Halusinosis Organik berdasarkan PPDGJ III adalah:4
 Kriteria umum untuk gangguan mental lainnya yang disebabkan kerusakan dan
disfungsi otak dan penyakit fisik

 Adanya halusinasi dalam segala bentuk (biasanya visual atau auditorik)


yangmenetap atau berulang

 Kesadaran yang jernih (tidak berkabut)

 Tidak ada penurunan fungsi intelektual yang bermakna

 Tidak ada gangguan afektif yang menonjol

 Tidak jelas adanya waham (seringkali insight masih utuh)

2.5.4 Penatalaksanaan

Tata laksana dari halusinasi organik adalah sebagai berikut:8

a) Langkah utama dalam penatalaksanaan halusinasi adalah mendiagnosis dan


mengobati kelainan organik yang mendasarinya.Wawancara riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan jiwa sederhana (MSE) termasuk penilaian fungsi
kognitif sangat penting.
b) Apabila terdapat gejala-gejala psikosis, maka halusinasi harus diobati sesuai dengan
penyakit dasarnya yaitu dengan obat antipsikotik.Bila halusinasi tersebut disebabkan
karena suatu penyakit organik, maka penyakit tersebut harus dihilangkan/diatasi agar
halusinasi tersebut tidak muncul.
c) Selain pengobatan secara psikofarmaka, menjauhi obat-obatan yang bersifat
halusinogen, mengatur tingkat kejenuhan / stress, tidur yang cukup dapat
mengurangi angka kejadian halusinasi. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat
halusinasi.

5
2.5.5 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari halusinasi organik adalah sebagai berikut:4


- Halusinasi alkoholik
- Skizofrenia

2.5.6 Prognosis
Prognosis halusinosis organik bergantung pada reversibilitas dari penyakit yang
mendasarinya dan kemampuan otak untuk menahan pengaruh penyakit itu. Halusinosis
organik karena trombosis arteri otak memiliki prognosis buruk dan bisa berakibat
kematian akibat gangguan vaskular sistemik, terutama ginjal dan jantung. Halusinosis
organik yang ditemukan pada dementia juga berprognosis tidak baik karena penyakit
berjalan secara progresif dan irreversible.Akan tetapi, pada epilepsy, prognosis
baik.Pada tumor intracranial, prognosis tergantung pada keganasan tumor, lokalisasi,
dan cara pengobatan yang memadai.9

2.6 Gangguan Katatonik Organik

2.6.1 Definisi
Gangguan katatonik organik merupakan suatu gangguan aktivitas psikomotor yang
menurun/meningkat (excitement) yang berhubungan dengan gangguan katatonik.5

2.6.2 Pedoman Diagnostik

Pedoman diagnostik dari gangguan katatonik organik berdasarkan PPDGJ III adalah:4
 Kriteria umum untuk gangguan mental lainnya yang disebabkan kerusakan dan
disfungsi otak dan penyakit fisik

 Disertai salah satu dibawah ini :

(a) Stupor (berkurang atau hilang sama sekali gerakan spontan dengan mutisme
parsial atau total, negativisme, dan posisi tubuh yang kaku)

(b) Gaduh gelisah (hipermotilitas yang kasar dengan atau tanpa kecenderungan
untuk menyerang)

(c) Kedua-duanya (silih-berganti secara cepat dan tak terduga dari hipo- ke
hiperaktivitas)

6
2.6.3 Diagnosa Banding

Diagnosa banding dari gangguan katatonik organik adalah:4

- Skizofrenia Katatonik

- Stupor Disosiatif

- Stupor YTT

2.6.4 Penatalaksanaan

Tata laksana dari gangguan katatonik organik adalah:

1. Dengan melakukan perawatan di rumah sakit karena perawatan diri yang buruk.
Untuk yang dalam keadaan gelisah dapat dilakukan pengawasan tertutup karena
dapat membahayakan orang lain.

2. Intake cairan dan makanan harus diperhatikan (IV, NGT).

3. Lakukan ECT untuk katatonia dengan kondisi medis umum, khususnya katatonia
yang mengancam jiwa (tidak bisa makan) atau berkembang menjadi katatonia
letal (malignansi).5

2.7 Gangguan Waham Organik

2.7.1 Definisi
Waham adalah keyakinan palsu, didasarkan pada kesimpulan yang salah tentang
eksternal, tidak sejalan dengan intelegensia pasien dan latar belakang cultural, yang
tidak dapat dikoreksi dengan suatu alasan.1 Gangguan waham organik adalah sindrom
yang dihasilkan oleh penyakit saraf atau gangguan metabolisme toksik yang
berhubungan terkait, terutama dengan sistem limbik dan disfunsgsi ganglia basal.10

2.7.2 Karakteristik
Waham hadir dalam gangguan waham organik dengan berbagai karakteristik
gangguan waham fungsional tetapi sindrom organik ini berbeda dari gangguan waham
dalam berbagai aspek penting. Ada penelitian yang dilakukan pada area ini, yang
membandingkan karakteristik fitur dari kedua kelompok. 11,12

7
Tabel 1. Perbandingan gangguan waham organik dan gangguan waham

Gangguan Waham Organik Gangguan Waham


Onset Usia Usia Lanjut Relatif Usia Awal

Riwayat Jarang Ada Sering Ada


Keluarga

Rawat Inap Lama Singkat

Pengobatan Membutuhkan dosis kurang dari Membutuhkan dosis relatif lebih


antipsikotik dari antipsikotik

Tabel 2. Perbandingan antara gangguan waham organik dan skizofrenia

Gangguan waham organik Schizoprenia

Gangguan intelektual Lebih umum Kurang umum

Sensorium Bisa berubah Utuh

Halusinasi Halusinasi Penciuman, rasa atau Kurang umum


sentuhan yang lebih umum

Afek Menetap Datar

Proses berpikir Utuh Terorganisir

2.7.3 Pedoman Diagnostik

Pedoman diagnostik dari gangguan waham organik berdasarkan PPDGJ III adalah:4
 Kriteria umum untuk gangguan mental lainnya yang disebabkan kerusakan dan
disfungsi otak dan penyakit fisik

 Disertai : Waham yang menetap atau berulang (waham kejar, tubuh yang
berubah, cemburu, penyakit atau kematian dirinya atau orang lain)

 Halusinasi, gangguan proses pikir, atau fenomena katatonik tersendiri mungkin


ada

 Kesadaran dan daya ingat tidak terganggu

2.7.4 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari halusinasi organik adalah sebagai berikut:4

8
- Gangguan psikotik akut dan sementara
- Gangguan psikotik akibat obat
- Gangguan waham yang menetap
- Skizofrenia

2.7.5 Penatalaksanaan
Pengobatan terutama akan tergantung pada penyebab terdeteksi. Untuk gejala
persisten berbagai modalitas pengobatan yang digunakan. Pengenalan oral Pimozide
dan penggunaannya dalam pengobatan gangguan waham telah menyebabkan beberapa
peneliti untuk mengklaim spesifisitas terapi untuk gangguan waham, yang tidak
dimiliki oleh antipsikotik lainnya.1
Inhibitor bahkan semua antipsikotik injeksi long acting saat ini tersedia yang

digunakan dalam pengobatan gangguan waham sebagai lini pertama pengobatan. Selain

antipsikotik, bentuk lain dari terapi seperti selective serotonin reuptake inhibitor,

monoamine oksidase, terapi Clomiperamine, dan Electroconvulsive juga telah telah

terbukti memiliki efek menguntungkan pada pasien dengan waham kronis.1

2.8 Gangguan Afektif Organik

2.8.1 Definisi
Gangguan suasana perasaan (gangguan afektif/mood) merupakan sekelompok
penyakit yang bervariasi bentuknya. Kelainan fundamental dari kelompok gangguan ini
adalah perubahan suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya kearah depresi, atau ke
arah elasi (suasana perasaan yang meningkat).4

2.8.2 Gambaran Klinis


a) Episode Manik
Mania, sisi lain dari depresi, juga melibatkan gangguan mood yang disertai
dengan gejala tambahan. Episode mania merupakan suatu episode meningkatnya
afek seseorang yang jelas, abnormal, menetap, ekspansif, dan iritabel. Gejala mania
meliputi cara berbicara yang cepat, berpikir cepat, kebutuhan tidur berkurang,

9
perasaan senang atau bahagia , dan peningkatan minat pada suatu tujuan. Selain itu,
tampak sifat mudah marah, mengamuk, sensitive, hiperaktif, dan waham kebesaran.

Penderita biasanya merasa senang, tetapi juga bisa mudah tersinggung, senang
bertengkar atau memusuhi secara terang-terangan.Yang khas adalah bahwa
penderita yakin dirinya baik-baik saja. Kurangnya pengertian akan keadaannya
sendiri disertai dengan aktivitas yang sangat luar biasa, bisa menyebabkan penderita
tidak sabar, mengacau, suka mencampuri urusan orang lain dan jika kesal akan lekas
marah dan menyerang. Euphoria, atau suasana hati gembira, berlawanan keadaan
emosional dari suasana hati yang depresi. Hal ini ditandai dengan perasaan
berlebihan dari fisik dan kesejahteraan emosional.
Suasana hati meningkat secara klinis disebut sebagai mania atau, jika ringan,
hypomania. Individu yang mengalami episode manik juga sering mengalami episode
depresi, atau gejala, atau episode campuran dimana kedua fitur mania dan depresi
hadir pada waktu yang sama. Episode ini biasanya dipisahkan oleh periode “normal”
suasana hati (mood) , tetapi, dalam beberapa depresi, individu dan mania mungkin
berganti dengan sangat cepat, yang dikenal sebagai “rapid-cycle”. Manic episode
ekstrim kadang-kadang dapat menyebabkan gejala psikotik seperti delusi dan
halusinasi.
b) Episode Depresif
Depresi merupakan kelompok gangguan suasana perasaan (mood) yang
ditandai dengan tiga gejala khas, yaitu kehilangan minat, tidak berenergi, dan
perasaan depresi (tertekan). Depresi dapat dijumpai pada segala golongan usia,
mulai dari kanak, remaja, dewasa, sampai lanjut usia. Tetapi, gambaran gejala
depresi yang ditampilkan dapat berbeda. Hal tersebut tentunya sangat dipengaruhi
oleh faktor usia dari individu tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa depresi
merupakan gangguan suasana perasaan (mood) yang tampilannya memiliki banyak
muka.
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat) :
- Efek depresif,
- Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa
lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.4

Gejala lainnya :

10
- Konsentrasi dan perhatian berkurang
- Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
- Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
- Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
- Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
- Gangguan tidur
- Nafsu makan berkurang.4

2.8.3 Klasifikasi

Klasifikasi gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menurut PPDGJ-III:4


F30 Episode Manik
F30.0 Hipomania
F30.1 Mania tanpa gejala psikotik
F30.2 Mania dengan gejala psikotik
F30.8 Episode manik lainnya
F30.9 Episode Manik YTT
F31 Gangguan Afektif Bipolar
F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik
F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik
F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik
F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringanatau sedang
.30 Tanpa gejala somatik
.31 Dengan gejala somatik
F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa
gejala psikotik
F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala
psikotik
F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran
F31.7 Gangguan afektif bipolar, kini dalam remisi
F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya
F31.9 Gangguan afektif bipolar YTT

F32 Episode Depresif


F32.0 Episode depresif ringan

11
.00 Tanpa gejala somatik
.01 Dengan gejala somatik
F32.1 Episode depresif sedang
.10 Tanpa gejala somatik
.11 Dengan gejala somatik
F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
F32.8 Episode depresif lainnya
F32.9 Episode depresif YTT
F33 Gangguan Depresif Berulang
F33.0 Gangguan depresif berulang, episode kini ringan
.00 Tanpa gejala somatik
.01 Dengan gejala somatik
F33.1 Gangguan depresif berulang, episode kini sedang
10 Tanpa gejala somatik
.11 Dengan gejala somatik
F33.2 Gangguan depresif berulang, episodekini berat tanpa gejala psikotik
F33.3 Gangguan depresif berulang, episode kini berat dengan gejala psikotik
F33.4 Gangguan depresif berulang, kini dalam remisi
F33.8 Gangguan depresif berulang lainnya
F33.9 Gangguan depresif berulang YTT
F34 Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) Menetap
F34.0 Siklotimia
F34.1 Distimia
F34.8 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap lainnya
F34.9 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap YTT
F38 Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) Lainnya

F38.0 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) tunggal lainnya


. 00 Episode afektif campuran
F38.1 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) berulang lainnya
.10 Gangguan depresif singkat berulang
F38.8 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) lainnya YDT
F39 Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) YTT

12
2.8.4 Pedoman Diagnostik

Pedoman diagnostik dari Halusinosis Organik berdasarkan PPDGJ III adalah:4


 Kriteria umum untuk gangguan mental lainnya yang disebabkan kerusakan dan
disfungsi otak dan penyakit fisik

 Disertai kondisi yang sesuai dengan salah satu diagnosis dari gangguan suasana
perasaan yang tercantum dalam F30-F33
F06.30 Gangguan Manik Organik
F06.31 Gangguan Bipolar Organik
F06.32 Gangguan Depresif Organik
F06.33 Gangguan Afektif Organik Campuran

2.8.5 Penatalaksanaan
Terapi Psikososial

Banyak penelitian menyatakan bahwa kombinasi psikoterapi dengan


farmakoterapi adalah terapi yang paling efektif untuk gangguan depresi berat. Tiga
jenis psikoterapi jangka pendek seperti terapi kognitif, terapi interpersonal dan terapi
perilaku telah diteliti manfaatnya dalam terapi gangguan depresi berat.2
Terapi kognitif awalnya dikembangkan oleh Aaron Back. Tujuan terapi ini
adalah menghilangkan episode depresif dan mencegah rekurensinya dengan
membantu pasien mengidentifikasi uji kognitif negatif, mengembangkan cara berfikir
alternatif, fleksibel dan positif serta melatih respon kognitif dan perilaku yang baru.2
Terapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman. Terapi ini
memusatkan pada satu atau dua masalah interpersonal yang sekarang dialami oleh
pasien dengan anggapan bahwa masalah interpersonal sekarang ini memiliki
hubungan dengan awal yang disfungsional dan masalah interpersonal sekarang
mungkin terlibat dalam mencetuskan atau memperberat gejala depresi sekarang.2
Terapi perilaku didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif
menyebabkan seseorang mendapatkan sedikit umpan balik positif dari masyarakat dan
kemungkinan menerima penolakan. Dengan memusatkan terapi pada perilaku
maladaptif ini, pasien akan belajar untuk berfungsi dengan cara tertentu sehingga
mereka akan mendapat dorongan yang positif. 2
Terapi berorientasi psikoanalitik bertujuan untuk mendapatkan perubahan
pada struktur atau karakter kepribadian dan bukan semata-mata untuk menghilangkan

13
gejala. Perbaikan dalam kepercayaan diri, mekanisme mengatasi masalah, kapasitas
untuk berdukacita, dan kemampuan untuk mengalami berbagai macam emosi
merupakan tujuan psikoanalisa.2
Terapi keluarga dapat membantu seorang pasien dengan gangguan mood
untuk menurunkan stress dan menerima stress serta menurunkan kemungkinan
relaps.2

Farmakoterapi

a) antidepresan
Antidepresan merupakan obat yang paling sesuai untuk pasien depresi dengan
gangguan vegetatif yang jelas, retardasi psikomotor, gangguan tidur, nafsu makan
menurun, penurunan berat badan, dan penurunan libido. Mekanisme obat antidepresan
adalah menghambat ambilan neurotransmiter aminergic dan menghambat
penghancuran oleh enzim monoamine oxydase (MAO) sehingga terjadi peningkatan
jumlah neurotransmiter aminergic pada celah sinaps neuron yang dapat meningkatkan
aktivitas reseptor serotonin.
b) Antimania
Antimania yang juga disebut sebagai mood modulator atau mood stabilizer
merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi gejala sindrom mania dan
mencegah berubah-ubahnya suasana hati pasien. Episode berubahnya mood pada
umumnya tidak berhubungan dengan peristiwa-peristiwa kehidupan. Gangguan
biologis yang pasti belum diidentifikasi tapi diperkirakan berhubungan dengan
peningkatan aktivitas katekolamin. Berdasarkan hipotesis, sindrom mania disebabkan
oleh tingginya kadar serotonin dalam celah sinaps neuron khususnya pada sistem
limbik.

2.9 Gangguan Anxietas Organik

2.9.1 Definisi

Kecemasan organik adalah Gangguan yang ditandai oleh gambaran utama dari
gangguan cemas menyeluruh, gangguan panik atau campuran dari keduanya, tetapi
timbul sebagai gangguan organik yang dapat menyebabkan disfungsi otak seperti
epilepsi lobus temporalis, tirotoksikosis, dan feokromositoma.13

14
2.9.2 Epidemilogi

Sekitar 40 juta orang dewasa di Amerika Serikat mengalami gangguan kecemasan


ketika usia 18 tahun keatas atau 18% dari total penduduk. Jenis kecemasan yang paling
sering dialami yaitu Generalized anxiety disorder (3,1%) dan Panic Disorder (2,7% ).
Perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki untuk gangguan kecemasan yaitu 3 : 2.
Sedangkan di indonesia prevalensi gangguan mental emosional berupa depresi dan
cemas pada masyarakat berumur di atas 15 tahun mencapai 11,6 persen.13

2.9.3 Patofisiologi

Teori biologik

Stresor dapat menyebabkan pelepasan epinefrin dari adrenal melalui mekanisme


berikut yaitu :
Ancaman dipersepsi oleh panca indera, diteruskan ke korteks serebri, kemudian
ke sistem limbik dan RAS (Reticular Activating System), lalu ke hipotalamus dan
hipofisis. Kemudian kelenjar adrenal mensekresikan katekolamin dan terjadilah
stimulasi saraf otonom. Hiperaktivitas sistem saraf otonom akan mempengaruhi
berbagai sistem organ dan menyebabkan gejala tertentu, misalnya: kardiovaskuler
(contohnya: takikardi), muskuler (contohnya: nyeri kepala), gastrointestinal
(contohnya: diare), dan pernafasan (contohnya: nafas cepat).
a) Neurotransmiter
Tiga neurotransmiter utama yang berhubungan dengan kecemasan adalah
norepinefrin, serotonin, dan gamma-aminobutyric acid (GABA).
NorepinefrinPasien yang menderita gangguan kecemasan mungkin memiliki
sistem noradrenergik yang teregulasi secara buruk. Badan sel sistem
noradrenergik terutama berlokasi di lokus sereleus di pons rostral dan aksonnya
keluar ke korteks serebral, sistem limbik, batang otak, dan medula spinalis.
Percobaan pada primata menunjukkan bahwa stimulasi lokus sereleus
menghasilkan suatu respon ketakutan dan ablasi lokus sereleus menghambat
kemampuan binatang untuk membentuk respon ketakutan. Pada pasien dengan
gangguan kecemasan, khususnya gangguan panik, memiliki kadar metabolit
noradrenergik yaitu 3-methoxy-4-hydroxyphenylglycol (MHPG) yang meninggi
dalam cairan serebrospinalis dan urin.

15
b) Serotonin
Badan sel pada sebagian besar neuron serotonergik berlokasi di nukleus raphe di
batang otak rostral dan berjalan ke korteks serebral, sistem limbik, dan
hipotalamus. Pemberian obat serotonergik pada binatang menyebabkan perilaku
yang mengarah pada kecemasan.Beberapa laporan menyatakan obat-obatan
yang menyebabkan pelepasan serotonin, menyebabkan peningkatan kecemasan
pada pasien dengan gangguan kecemasan.

c) Gamma-aminobutyric acid (GABA)


Peranan GABA dalam gangguan kecemasan telah dibuktikan oleh manfaat
benzodiazepine sebagai salah satu obat beberapa jenis gangguan kecemasan.
Benzodiazepine yang bekerja meningkatkan aktivitas GABA pada reseptor
GABAA terbukti dapat mengatasi gejala gangguan kecemasan umum bahkan
gangguan panik. Beberapa pasien dengan gangguan kecemasan diduga memiliki
fungsi reseptor GABA yang abnormal.1

2.9.4 Pedoman Diagnostik

Pedoman diagnostik dari gangguan anxietas organik berdasarkan PPDGJ III adalah:4
 Gangguan yang ditandai oleh gambaran utama dari Gangguan Cemas
Menyeluruh (F41.1), Gangguan Panik (F41.0), atau campuran dari keduanya,
tetapi timbul sebagai akibat gangguan organik yang dapat menyebabkan disfungsi
otak (seperti epilepsi lobus temporalis, tirotoksikosis, atau feokromositoma).

Untuk mendiagnosa gangguan cemas organik harus ditegakan dahulu diagnosis


untuk gangguan serangan panik atau gangguan cemas menyeluruh. Gambaran utama
dari gangguan Panik (anxietas Paroksismal Episodik) berdasarkan adalah:4
 Pada keadaan-keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya.
 Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga
sebelumnya (unpredictable situation).
 Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala anxietas pada periode
diantara serangan-serangan panik (meskipun demikian umumnya dapat terjadi
juga “anxietas antipsikotik” yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan
sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi.

16
Gambaran utama dari gangguan cemas menyeluruh adalah:4
 Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung
hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak
terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya
“free floating” atau mengambang).
 Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
a) kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk,
sulit konsentrasi, dsb).
b) ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai);
dan
c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut
kering, dsb).
 Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan
serta keluhan-keluhan somatik berulang yang menonjol.
 Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari),
khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama gangguan anxietas
menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode
depresif, gangguan anxietas fobik, gangguan panik, atau gangguan obsesif-
kompulsif.

2.9.5 Penatalaksanaan

Untuk penatalaksanaan gangguan cemas organik selain untuk mengurangi gejala


cemas yang penting untuk diterapi adalah penyebab dari pada kelainan organik itu
sendiri. Untuk terapi gangguan cemas secara umum dapat dipertimbangkan penggunaan
obat-obatan anti-anxietas.13
Tabel 3. Sediaan Obat Anti-Anxietas dan Dosis Anjuran
No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran
1 Diazepam Diazepin Tab. 2-5 mg 10-30 mg/h
Lovium Tab. 2-5 mg
Stesolid Tab. 2-5 mg
Amp. 10mg/2cc

2 Chlordiazepoxide Cetabrium Drg. 5-10 mg 15-30 mg/h

17
Arsitran Tab. 5 mg
Tensinyl Cap. 5 mg
3 Lorazepam Ativan Tab. 0,5-1-2 mg 2-3 x 1 mg/h
Renaquil Tab. 1 mg
4 Clobazam Frisium Tab. 10 mg 2-3 x 1m mg/h

5 Alprazolam Xanan Tab. 0,25-0,5mg 0,75-1,50


Alganax Tab. 0,25-0,5mg mg/h

6 Sulpiride Dogmatil Cap. 50 mg 100-200 mg/h

7 Buspirone Buspar Tab. 10 mg 15-30 mg/h


8 Hydroxyzine Iterax Caplet 25 mg 3x25 mg/h

2.10 Gangguan Dissosiatif Organik

2.10.1 Definisi

Secara umum gangguan disosiatif (dissociative disorders) bisa didefinisikan


sebagai adanya kehilangan ( sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah
kendali sadar) meliputi ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan peng-inderaan-an
segera (awareness of identity and immediate sensations) serta control terhadap gerak
tubuh.4
Dalam penegakan diagnosis gangguan Disosiatif harus ada gangguan yang
menyebabkan kegagalan mengkordinasikan identitas, memori persepsi ataupun
kesadaran, dan menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan
dan memanfaatkan waktu senggang.

2.10.2 Gambaran Klinis

Gejala utama disosiatif adalah adanya kehilangan (sebagian atau seluruh) dari
integrasi normal di bawah kendali kesadaran antara :4
- Ingatan masa lalu
- Kesadaran identitas dan pengindraan segera (awareness of identity and
immediate sensation) dan,
- Kontrol terhadap gerakan tubuh

18
2.10.3 Pedoman Diagnostik dan Klasifikasi

Untuk mendiagnosis gangguan disosiatif organik harus memenuhi persyaratan


untuk salah satu gangguan dalam gangguan disosiatif dan memenuhi kriteria umum
dari penyebab organik. Gangguan disosiatif dibedakan atau diklasifikasikan atas
beberapa pengolongan yaitu :

F44.0 Amnesia Disosiatif

F44.1 Fugue Disosiatif

F44.2 Stupor Disosiatif

F44.3 Gangguan Trans dan Kesurupan

F44.4 Gangguan motorik Disosiatif

F44.5 Konvulsi Disosiatif

F44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif

F44.7 Gangguan Disosiatif campuran

F44.8 Gangguan Disosiatif lainnya

F44.9 Gangguan disosiatif YTT

Untuk diagnosis pasti maka hal-hal berikut ini harus ada :


 Ciri-ciri klinis yang ditentukan untuk masing-masing gangguan yang
tercantum pada F44.
 Tidak ada bukti adanya gangguan fisik yang dapat menjelaskan gejala
tersebut.
 Bukti adanya penyebab psikologis dalam bentuk hubungan waktu yang
jelas dengan problem dan peristiwa yang stressful atau hubungan
interpersonal yang terganggu (meskipun disangkal pasien).

1. F44.0 Amnesia Disosiatif

Pedoman diagnostik:

19
 Ciri utama adalah hilangnya daya ingat, biasanya mengenal kejadian
penting yang baru tertjadi yang bukan disebabkan karena gangguan mental
ogranik atau terlalu luas duntuk dijelaskan.
 Diagnostik pasti memerlukan :
1. Amnesia, baik total maupun persial, mengenai kejadian yang stressful
atau traumatik yang baru terjadi.
2. Tidak ada gangguan mental organic, intoksikasi atau kelelahan
berlebihan.

2. F44.1 Fugue Disosiatif

Pedoman diagnostik:

 Untuk diagnosis pasti harus ada:


a) Ciri-ciri amnesia disosiatif
b) Melakukan perjalanan tertentu melampaui hal yang umum dilakukannya
sehari-hari;dan
c) Kemampuan mengurus diri yang dasar tetap ada (makan, mandi,dsb) dan
melakukan interaksi sosial sederhana dengan orang-orang yang belum
dikenalnya.

3. F.44.2 Stupor Disosiatif

Untuk diagnosis pasti harus ada :

 Stupor, sangat berkurang atau hilangnya gerakan-gerakan volunter dan


respon normal terhadap rangsangan luar seperti misalnya cahaya, suara, dan
perabaan (sedangkan perabaan tidak hilang).
 Tidak ditemukan adanya gangguan fisik atau gangguan psikiatrik lain yang
dapat menjelaskan keadaan stupor tersebut.
 Adanya problem atau kejadian-kejadian baru yang stressful.

4. F44.3 Gangguan Trans dan Kesurupan

Pedoman Diagnostik:

 Merupakan gangguan-gangguan yang menunjukkan adanya kehilangan


sementara penghayatan akan identitas diri dan kesadaran terhadap

20
lingkungannya; dalam beberapa kejadian, individu tersebut berperilaku
seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib atau malaikat.
 Hanya gangguan trans yang involunter dan bukan merupakan aktivitas biasa
dan bukan merupakan kegiatan keagamaan ataupun budaya yang boleh
dimasukkan dalam pengertian ini.
5. F44.4 Gangguan motorik Disosiatif

Pedoman diagnostik:

 Bentuk yang paling umum dari gangguan ini adalah ketidakmampuan untuk
menggerakkan seluruh atau sebagian dari anggota gerak.
 Gejala tersebut seringkali menggambarkan konsep dari penderita mengenai
gangguan fisik yang berbeda dengan prinsip fisiologik maupun anatomik.
6. F.44.5 Konvulsi Disosiatif

Dapat sangat mirip dengan kejang epileptik dalam hal gerakannya akan
tetapi jarang disertai lidah tergigit, luka serius karena jatuh saat serangan dan
mengompol. Juga tidak dijumpai kehilangan kesadaran tetapi diganti dengan
keadaan seperti stupor atau trans.

7. F.44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif

Gejala anestesi pada kulit seringkali mempunyai batas yang tegas yang
menjelaskan bahwa hal tersebut lebih berkaitan dengan pemikiran pasien
mengenai fungsi tubuhnya daripada dengan pengetahuan kedokterannya.
Meskipun ada gangguan penglihatan, mobilitas pasien serta kemampuan
motoriknya sering kali masih baik. Tuli disosiatif dan anosmia jauh lebih
jarang terjadi dibandingkan dengn hilang rasa dan penglihatan.

8. F44.7 Gangguan Disosiatif campuran

Campuran dari gangguan-gangguan tersebut di atas.

9. F44.8 Gangguan Disosiatif lainnya

F44.80 = Sindrom Ganser (ciri khas : “approximate answers”, disertai


beberapa gejala disosiatif lain.

F44.81 = Gangguan Kepribadian Multipel

F44.82 = Gangguan disosiatif sementara masa kanak-kanak dan remaja

21
F44.83 = Gangguan disosiatif lainya YDT

10. F44.9 Gangguan disosiatif YTT

2.10.4 Penatalaksanaan

Psikoterapi adalah penanganan primer terhadap gangguan disosiatif ini. Bentuk


terapinya berupa terapi bicara, konseling atau terapi psikososial, meliputi berbicara
tentang gangguan yang diderita oleh pasien jiwa. Terapinya akan membantu anda
mengerti penyebab dari kondisi yang dialami. Psikoterapi untuk gangguan disosiasi
sering mengikutsertakan teknik seperti hipnotis yang membantu kita mengingat
trauma yang menimbulkan gejala disosiatif. Penanganan gangguan disosiatif yang lain
meliputi :14
 Terapi kesenian kreatif. Dalam beberapa referensi dikatakan bahwa tipe terapi ini
menggunakan proses kreatif untuk membantu pasien yang sulit mengekspresikan
pikiran dan perasaan mereka. Seni kreatif dapat membantu meningkatkan
kesadaran diri. Terapi seni kreatif meliputi kesenian, tari, drama dan puisi.
 Terapi kognitif. Terapi kognitif ini bisa membantu untuk mengidentifikasikan
kelakuan yang negative dan tidak sehat dan menggantikannya dengan yang positif
dan sehat, dan semua tergantung dari ide dalam pikiran untuk mendeterminasikan
apa yang menjadi perilaku pemeriksa
 Terapi obat. Terapi ini sangat baik untuk dijadikan penangan awal, walaupun
tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan disosiatif ini. Biasanya
pasien diberikan resep berupa anti-depresan dan obat anti-cemas untuk membantu
mengontrol gejala mental pada gangguan disosiatif ini. Barbiturat kerja sedang
dan singkat, seperti tiopenal dan natrium amobarbital diberikan secara intravena
dan benzodiazepine dapat berguna untuk memulihkan ingtannya yang hilang.
Pengobatan terpilih untuk fugue disosiatif adalah psikoterapi psikodinamika
suportif-ekspresif.

22
Pengobatan Alternatif

Ahli terapi biasanya merekomendasikan menggunakan hypnosis yang biasanya


berupa hypnoterapi atau hipnotis sugesti sebagai bagian dari penanganan pada
gangguan disosiatif.

Hypnosis menciptakan keadaan relaksasi yang dalam dan tenang dalam pikiran.
Saat terhipnotis, pasien dapat berkonsentrasi lebih intensif dan spesifik. Karena pasien
lebih terbuka terhadap sugesti saat pasien terhipnotis. Ada beberapa konsentrasi yang
menyatakan bahwa bisa saja ahli hipnotis akan menanamkan memori yang salah
dalam mensugesti.

2.11 Gangguan Astenik Organik


Pedoman diagnostik:
 Gangguan yang ditandai oleh labilitas atau tidak terkendalinya emosi yang nyata
dan menetap, kelelahan, atau berbagai sensasi fisik yang tak nyaman (seperti
pusing) dan nyeri, sebagai akibat adanya gangguan organik (sering terjadi dalam
hubungan dengan penyakit serebrovaskuler atau hipertensi).

2.12 Gangguan Kognitif Ringan

2.12.1 Definisi
Gangguan Kognitif Ringan atau Mild Cognitive Impairment (MCI) merupakan
stadium gangguan kognitif yang melebihi perubahan normal yang terkait dengan
penambahan usia, akan tetapi aktivitas fungsional masih normal dan belum memenuhi
kriteria demensia. Istilah MCI secara luas dapat diartikan sebagai stadium/tahapan
intermediate penurunan kognitif, terutama yang mengenai gangguan fungsi memori,
yang diduga merupakan prediktif demensia, terutama demensia Alzheimer.15

2.12.2 Gambaran Klinis

Kebanyakan pasien MCI dapat menjalani hidup normal. Secara umum mereka
tidak mengalami kesulitan berpikir dan dapat bercakap normal, berpartisipasi dan
hidup bermasyarakat secara normal. Mereka cenderung untuk mudah lupa dan bila
mengerjakan sesuatu selalu berbelit-belit. Bila MCI berlanjut, permasalahan memori

23
menjadi lebih jelas. Kemungkinan keluarga dan teman-teman akan menjumpai tanda-
tanda sebagai berikut:
- Mengajukan pertanyaan yang sama berulang-ulang
- Menceritakan, cerita yang sama atau memberikan informasi berulang kali
- Kurang inisiatif pada awal atau menyelesaikan aktivitas
- Pada waktu melakukan percakapan dan aktivitas kurang bermanfaat
- Tidak mampu untuk mengikuti tugas yang rumit

2.12.3 Pedoman Diagnostik


Pedoman diagnostik dari gangguan kognitif ringan berdasarkan PPDGJ III adalah:4

 Gambaran utamanya adalah turunnya penampilan kognitif (termasuk hendaya


daya ingat, daya belajar, sulit berkonsentrasi, tidak sampai memenuhi diagnosis
demensia (F04) atau delirium (F05.-)
 Gangguan ini dapat mendahulu, menyertai atau mengikuti berbagai macam
gangguan infeksi dan gangguan fisik, baik serebral maupun sistemik.

2.12.4 Terapi
Tata laksana dari gangguan kognitif ringan adalah sebagai berikut:15
1. Counseling dan Support

Penting dilakukan agar setiap anggota keluarga dapat mengerti keadaan pasien dan
mencegah terjadinya komplikasi akibat gangguan memori maupun kognitif. Sehingga
perawatan dan pengobatan pasien dapat dilakukan secara optimal.

2. Memory Training Program

Tujuan utama adalah meningkatkan fungsi memori, serta mengurangi keluhan


memori dan meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari.
3. Obat-obatan
Pengobatan farmakologi terhadap MCI akan dianggap berhasil jika dapat mencegah
perkembangan defisit kognitif dan fungsional dan pengembangan menjadi demensia.
Namun, sampai sekarang tidak ada pengobatan yang berhasil. Dalam uji klinis secara
acak, cholinesterase inhibitor, rofecoxib (obat anti-inflamasi non-steroid), dan vitamin
E telah gagal untuk mencegah perubahan MCI menjadi demensia. Donepezil
ditemukan dalam percobaan klinis acak memiliki efek pencegahan sementara selama
1 tahun. Hasil ini dapat mendorong beberapa dokter untuk menggunakan Donepezil
24
pada pasien MCI, namun bukti tersebut tidak cukup kuat untuk dijadikan sebuah
rekomendasi untuk penggunaan rutin.
4. Perubahan gaya hidup
Dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang melibatkan bahasa dan koordinasi
psikomotorik.

2.13 Gangguan Mental Akibat Kerusakan dan Disfungsi Otak dan Penyakit Fisik Lain
YDT
 Contohnya ialah keadaan suasana perasaan (mood) abnormal yang terjadi ketika
dalam pengobatan dengan steroida atau obat antidepresi

25
BAB III

KESIMPULAN

1.1 Kesimpulan

Gangguan mental organik merupakan gangguan mental yang berkaitan dengan


penyakit/gangguan sistemik atau otak yang dapat didiagosis sendiri. Termasuk
gangguan mental simptomatik, dimana pengaruh terhadap otak merupakan akibat
sekunder dari penyakit/gangguan sistemik diluar otak (extracerebral).

Didalam DSM IV diputuskan bahwa perbedaan lama antara gangguan organik


dan fungsional telah ketinggalan jaman dan dikeluarkan dari tata nama. Bagian yang
disebut “Gangguan Mental Organik” dalam DSM III-R sekarang disebut sebagai
Delirium, Demensia, Gangguan Amnestik, Gangguan Kognitif lain, dan Gangguan
Mental karena suatu kondisi medis umum yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat
lain.
Gangguan mental organik lainnya mencakup berbagai sindrom/gangguan yang
menyebabkan disfungsi otak. Penyebab dapat akibat penyakit otak primer maupun
sekunder, tidak mengarah ke demensia, delirium, ataupun sindrom amnesik organik.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan.H.I, Sadock. B.J, Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri


Klinis. Binarupa Aksara, Jakarta 2010.
2. Ingram.I.M, Timbury.G.C, Mowbray.R.M, Catatan Kuliah Psikiatri, Edisi keenam,
cetakan ke dua, Penerbit Buku kedokteran, Jakarta 1995.
3. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi keempat, jilid 1. Penerbit Media Aesculapsius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2014.
4. Diagnosis Gangguan Jiwa, rujukan ringkas dari PPDGJ-III, editor Dr, Rusdi
Maslim.2003.
5. Annisa. M, Ganggun Mental Organik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara, Medan. 2015.
6. Stein G,Wilkinson G. Organic Psychiatry Disorder In:Seminars in General Adult
Psychiatry. Royal College of Psychiatrists, The Cromwell Press:Wiltshire,UK.2007.
7. Stuart GW, Lararia MT. Principles and practices of psychiatric nursing (8th ed.)
Mosby publications; Missouri, 2005.

8. Meuthia, 2011.Halusinasi. Disitasi tanggal : 9 Maret 2011. Didapat dari


:http://meuthia.orgfree.com/index.php?option=com_content&view=article&id=63:hal
usinasi&catid=31:general&Itemid=46
9. Maramis, WF, Maramis, AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya :
Airlangga University Press. 2009.
10. Cummings JL. Organic Psychosis: Delusional Disorder and secondary mania.
Psychiaty Clin North Am 1986; 9(2): 293-311.
11. LO Y, Tsai SJ, Chang CH et al. Organic delusional disorder in psychiatric in patients:
comparison with delusional disorder. Acta Psychiatr Scand 19997; 95(2): 161-3.
12. Cornelius JR, Day NL, Fabreqa H Jr et al. Characterizing organic delusional
syndrome. Arch Gen Psychiatry1991; 48(8): 749-53.
13. Maslim Rusdi. 2007. Pengguaan Klinis Obat Psikoklinis. Jakarta : Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
14. Tomb, D. 2004. Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. EGC : Jakarta.
15. Paul, Rosenberg et al. 2006; A Clinical Approach to Mild Cognitive impairement;
AM J Pschiatry.

27

Anda mungkin juga menyukai