Universitas Andalas
Oleh:
Peserta PPDS
Pembimbing :
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Mioma uteri pada submukosa, intramural, dan subserosa ………………… 17
iii
DAFTAR SINGKATAN
AC : Abdominal Circumference
ACOG : American College of Obstetricans and Gynecologists
ANC : Antenatal care
APTT : Activated partial thromboplastin time
ASRM : American Society for Reproductive Medicine
BMI : Body Mass Index
BPD : Biparietal Diameter
CISH : classic intrafascial serrated edged macromorcellated hysterectomy
CT : Computed Tomography
CTG : Cardiotocography
DJJ : Detak Jantung Janin
DM : Diabetes Mellitus
EFW : Estimation Fetal Weight
FL : Femur length
GnRH : Gonadotropin releasing hormone
JVP : Jugular Venous Pressure
KGB : Kelenjar Getah Bening
LAVH : Laparoscopically assisted vaginal hysterectomy
MRI : Magnetic Resonance Imaging
PT : Prothrombin time
SCTPP : Sectio caesarea transperitoneal profunda
SPD : Single deepest pocket
STAH : Subtotal abdominal hysterectomy
TAH : Total Abdominal hysterectomy
TBA : Taksiran Berat Anak
TFU : Tinggi Fundus Uteri
USG : Ultrasonography
iv
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Mioma adalah suatu tumor jinak pada uterus yang berasal dari otot uterus atau jaringan
ikat. Biasa disebut mioma atau myom atau fibroid. Tumor ini letaknya pada alat reproduksi
wanita. Jumlah penderita belum diketahui secara akurat karena banyak yang tidak merasakan
keluhan sehingga tidak segera memeriksakannya ke dokter, namun diperkirakan sekitar 20-
30% terjadi pada wanita berusia di atas 35 tahun. Asal mulanya penyakit mioma uteri berasal
dari otot polos rahim. Beberapa teori menyebutkan pertumbuhan tumor ini disebabkan
rangsangan hormon estrogen. Pada jaringan mioma jumlah reseptor estrogen lebih tinggi
dibandingkan jaringan otot kandungan (miometrium) sekitarnya sehingga mioma uteri ini
sering kali tumbuh lebih cepat pada kehamilan (membesar pada usia reproduksi) dan
Beratnya bervariasi, mulai dari beberapa gram saja, namun bisa juga mencapai 5 kilogram
Tidak sedikit kehamilan yang disertai dengan mioma uteri. Mioma dapat mengganggu
kehamilan dengan dampak berupa kelainan letak bayi dan plasenta, terhalangnya jalan lahir,
kelemahan pada saat kontraksi rahim, pendarahan yang banyak setelah melahirkan dan
Sebaliknya, kehamilan juga bisa berdampak memperparah mioma uteri. Saat hamil,
mioma uteri cenderung membesar, dan sering juga terjadi perubahan dari tumor yang
menyebabkan perdarahan dalam tumor sehingga menimbulkan nyeri. Selain itu, selama
1
II. 2 Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui dan memahami mekanisme terjadinya mioma uteri serta mengetahui
penatalaksanaan gejala dan keluhan yang timbul pada wanita dengan dengan mioma
uteri pada kehamilan
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan tentang mioma uteri pada khemilan pada kasus
b. Mengetahui terapi pada pasien dengan keluhan dan gejala mioma uteri pada
kehamilan
2
BAB II
LAPORAN KASUS
− Usia : 26 tahun
− No RM :
− Pekerjaan : IRT
− Pendidikan : SMA
Identitas Suami :
− Nama : Tn. Y
− Usia : 27 tahun
− Pekerjaan : Pengusaha
− Pendidikan : S1
III.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama:
dari Poliklinik Fetomaternal RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 26 Juni 2018 pukul
3
Riwayat Penyakit Sekarang:
• Awalnya pada Juli 2017, pasien merasakan perutnya membesar, kemudian pasien
datang ke Sp.OG dan didiagnosis dengan mioma uteri. Pasien dijadwalkan untuk
operasi pada Oktober 2017. Namun 2 hari sebelum operasi, pasien diketahui hamil 8
minggu.
• Riwayat menstruasi: menarche usia 13 tahun, siklus teratur setiap 28 hari, lamanya 5-
• Tidak pernah menderita penyakit jantung, hati, ginjal, DM, dan riwayat alergi obat
4
Riwayat Penyakit Keluarga:
• Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, menular, atau
kejiwaan
1. Sekarang
BB sebelum hamil : 55 Kg
BB sekarang : 68 kg
5
STATUS GENERALIS
STATUS OBSTETRIKUS
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak membuncit sesuai kehamilan aterm, striae gravidarum (+),
Palpasi :
LI : TFU teraba 3 jari dibawah prsesus xyphoideus. Teraba massa bulat lunak
LII : Teraba tahanan terbesar di sebelah kiri dan bagian kecil janin di sebelah kanan
LIV : Konvergen
Au : Peristaltic normal.
6
III.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
CTG:
Interpretasi:
• Acceleration : (+)
• Deceleration : (-)
• Kesan : Kategori I
7
USG Fetomaternal
8
Interpretasi
• Biometri :
BPD : 85,3 mm
AC : 359 mm
FL : 70,3 mm
EFW : 3113 gr
SDP : 5 cm
• Tampak massa hyperechoic ukuran 7,16 x 6,19 cm di istmus. Feeding artery (+)
9
• Kesan : gravid aterm 37-38 minggu
Mioma Uteri
Pemeriksaan Laboratorium
Hematokrit 45 % 28 – 40
III.5 DIAGNOSIS
G1P0A0H0 gravid aterm 39-40 minggu + mioma uteri subserosa
10
III.6 TATALAKSANA
• Kontrol KU, TTV, DJJ, His
• Informed consent
• Konsul perinatologi
• Konsul Anesthesi
III.7 FOLLOW UP
28 Juni 2018
Pukul 08.30
Plasenta lahir dengan sedikit tarikan, 1 buah, lengkap, ukuran 17 x 14 x 2.5 cm, berat 500 gr.
A/
P/
11
• Cek darah lengkap 6 jam setelah operasi
12
13
BAB III
ANALISIS KASUS
Dari kasus yang telah diajukan, terdapat beberapa permasalahan yang akan
dibahas pada bab selanjutnya, yaitu :
Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat?
Apakah penatalaksanaan sectio sesarea pada pasien ini sudah tepat?
Bagaimana follow up lebih lanjut mioma uteri pada pasien ini setelah persalinan?
14
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
IV.1 DEFINISI
a. Definisi Kehamilan
Kehamilan adalah rangkaian peristiwa yang baru terjadi bila ovum dibuahi dan
pembuahan ovum akhirnya berkembang sampai menjadi fetus yang aterm.(Keleher, 2008)
Lama kehamilan mulai dari ovulasi sampai partus adalah kira-kira 280 hari atau 40
minggu, dan tidak lebih dari 300 hari (43 minggu). Kehamilan 40 minggu ini disebut
kehamilan matur (cukup bulan). Bila kehamilan lebih dari 43 minggu disebut kehamilan
postmatur. Kehamilan antara 28 dan 36 minggu disebut kehamilan prematur. (Keleher, 2008)
Ditinjau dari tuanya kehamilan, kehamilan dibagi atas 3 bagian; masing-masing (1)
kehamilan triwulan pertama (antara 0 sampai 12 minggu), (2) kehamilan triwulan kedua
(antara 12 sampai 28 minggu), dan (3) kehamilan triwulan terakhir (antara 28 sampai 40
minggu)(Keleher, 2008)
b. Amenorea (tidak dapat haid). Gejala ini sangat penting karena umumnya wanita hamil
c. Nausea (mual) dan emesis (muntah). Mual terjadi umumnya pada bulan-bulan pertama
kehamilan, kadang-kadang disertai emesis. Sering terjadi pagi hari, tapi tidak selalu.
d. Mengidam (mengingini makanan atau minuman tertentu). Mengidam terjadi pada bulan-
bulan pertama akan tetapi akan menghilang dengan makin tuanya kehamilan.
e. Mammae menjadi tegang dan membesar. Keadaan ini disebabkan oleh pengaruh
estrogen dan progesterone yang merangsang duktili dan alveoli di mamma. Glandula
15
f. Anoreksia (tidak ada nafsu makan). Biasanya terjadi pada bulan-bulan pertama tetapi
g. Sering kencing terjadi karena kandung kemih pada bulan-bulan pertama kehamilan
h. Obstipasi terjadi karena tonus otot menurun yang disebabkan oleh pengaruh hormon
steroid.
i. Pigmentasi kulit terjadi pada kehamilan 12 minggu ke atas. Pada pipi, hidung, dan dahi
gravidarum. Areola mamma juga menjadi lebih hitam karena deposit pigmen yang
j. Epulis, adalah suatu hipertrofi papilla gingivae. Sering terjadi pada triwulan pertama.
k. Varises sering dijumpai pada triwulan terakhir. Didapat pada daerah genitalia eksterna,
Mioma Uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat,
Mioma uteri adalah tumor jinak yang berada pada uterus atau organ rahim.(Lobi, 2017)
Dari berbagai pengertian dapat disimpulkan bahwa mioma uteri adalah suatu
pertumbuhan jinak dari otot – otot polos, tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikat,
neoplasma yang berasal dari otot uterus yang merupakan jenis tumor uterus yang paling
sering, dapat bersifat tunggal, ganda, dapat mencapai ukuran besar, biasanya mioma uteri
banyak terdapat pada wanita usia reproduksi terutama pada usia 35 tahun.(Gibbs et al, 2012)
16
IV. 2 KLASIFIKASI MIOMA UTERI
Klasifikasi mioma uteri dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena:
1. Lokasi(Keleher, 2008)
(7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius. Corporal
(91%), merupakan lokasi paling sering terjadi dan seringkali tanpa gejala.
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi menjadi tiga jenis,
yaitu:
Gambar 4.1 Mioma uteri pada submukosa, intramural, dan subserosa.(Gibbs et al, 2012)
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat pula
sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke
arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut sebagai mioma
intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritonial sebagai suatu
massa.
17
Perlengketan dengan usus, omentum, atau mensenterium di sekitarnya menyebabkan
sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin
mengecil dan terputus, sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor
yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.
Mioma uteri pada intramural sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti
kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah.
Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang – kadang sebagai
mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar (jaringan ikat dominan) atau lunak
bertangkai dapat menonjol melalui kanalis servikalis, dan pada keadaan ini mudah
terjadi torsi atau infeksi. Tumor ini memperluas permukaan ruang rahim.
Dari sudut klinik, mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting
dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural
18
walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan keluhan yang tidak
berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberi
IV. 3 EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai
sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak.(Bajekal, 2000)
Sebanyak 20% dari wanita kulit putih dan 50% dari wanita kulit hitam dengan usia di atas 30
Mioma uteri belum pernah (dilaporkan) terjadi sebelum menarke. Jarang sekali mioma
ditemukan pada wanita berumur 20 tahun, paling banyak pada umur 35-45 tahun (kurang
lebih 25%). Setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh. Di
Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39 – 11,7% pada semua penderita ginekologi yang
Mioma uteri terjadi pada 20% wanita di atas 35 tahun. Insiden terjadinya mioma pada
IV.4 ETIOLOGI
Etiologi dari mioma uteri sampai saat ini belum diketahui pasti, diduga merupakan
faktor predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron, dan Human Growth Hormone.
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali terdapat pertumbuhan tumor
yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan
mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan
menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan
miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak
mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu Human Placental Lactogen
(HPL), terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari
leiomioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara
uteri, yaitu:
20
a. Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar
10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan
b. Riwayat Keluarga
seorang ibu mempunyai mioma, maka risiko yang dihadapi putrinya sekitar 3 kali
lebih tinggi berbanding dengan yang tidak memiliki riwayat keluarga.(Gibbs et al,
2012)
c. Paritas
Lebih sering terjadi pada nullipara atau wanita yang relatif intertil, tetapi
sampai saat ini belum diketahui apakah infertilitas menyebabkan mioma uteri atau
sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan
kali lipat risiko mengalami fibroid berbanding wanita kulit putih. Seperti yang
disebutkan di atas, sebanyak 20% dari wanita kulit putih dan 50% dari wanita kulit
e. Obesitas
21
f. Makanan
pertumbuhan mioma.(5)
g. Fungsi Ovarium
mioma, dimana uteri muncul setelah menarke, berkembang saat kehamilan dan
mengalami regresi setelah menopause. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama
estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan
estrogen lebih banyak pada mioma dari pada miometrium normal, yang mana hal ini
mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun bukti – bukti masih kurang
menyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah
menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu, tumor ini kadang –
IV. 6 PATOGENESIS
Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri sampai saat ini belum diketahui. Stimulasi
estrogen diduga sangat berperan untuk terjadinya mioma uteri. Hipotesis ini didukung oleh
22
adanya mioma uteri yang banyak ditemukan pada usia reproduksi dan kejadiannya rendah
pada usia menopause. Ichimura mengatakan bahwa hormon ovarium dipercaya menstimulasi
kehamilan, pertumbuhan tumor ini makin besar, tetapi menurun setelah menopause.
Perempuan nulipara mempunyai risiko yang tinggi untuk terjadinya mioma uteri, sedangkan
uteri.(Wallach, 2004)
Pukka dan kawan-kawan melaporkan bahwa jaringan mioma uteri lebih banyak
mioma uteri bervariasi pada setiap individu, bahkan pada nodul mioma pada uterus yang
sama. Perbedaan ini berkaitan dengan jumlah reseptor estrogen dan reseptor progesteron.
Meyer dan De Snoo mengemukakan patogenesis mioma uteri dengan teori cell nest atau
genitoblas. Pendapat ini lebih lanjut diperkuat oleh hasil penelitian Miller dan Lipschutz yang
mengatakan bahwa terjadinya mioma uteri bergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat
pada cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh estrogen.(Wallach,
2004)
tumor. Nyeri kram dapat disebabkan oleh kontraksi uterus sebagai upaya untuk
Rasa nyeri bukan merupakan gejala khas tetapi dapat timbul karena gangguan sirkulasi
darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran
23
Lokasi mioma penting dalam menentukan tingkat keparahan perdarahan yang
baik secara efek lokal terhadap endometrium atau alterasi endometrium terhadap permukaan
fibroid. Namun, tak bukti dari histeroskopik atau mikroskopik yang menyokong hipotesa
Perubahan dari vaskular dapat menjadi mekanisme yang berpotensi terhadap fibroid
kompresi vena yang mengarah kepada formasi venous lake di dalam miometrium sekaligus
besar sehingga menekan organ yang berdekatan dan mengganggu fungsi pelvik. Oleh karena
itu, penderita akan mengalami sakit di bagian bawah abdominal, sakit belakang atau masalah
berkemih.(Bajekal, 2000)
Gangguan penekanan dari mioma tergantung dari besar dan lokasi mioma uteri.
Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan
retensio urin, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum
dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe di
Ukuran fibroid yang sangat besar dapat mengganggu kehamilan karena mioma
mengambil terlalu banyak ruang. Tambahan pula, fibroid dapat bertambah besar sehingga
penderita yang tidak hamil dapat menyerupai wanita hamil.(Lee et al, 2010)
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars interstisialis
tuba, sedangkan mioma submukosa memudahkan terjadinya abortus oleh karena distorsi
24
Wanita dengan mioma subserosa dan mioma intramural tidak mempunyai risiko
infertilitas walaupun sub analisis dari 4000 pasien mengarah kepada penurunan kadar
implantasi dan 73% penurunan kehamilan klinis. Ini adalah penting bagi menunjukkan dari
meta-analisis bahwa tak ada makna yang signifikan dalam peningkatan infertilitas pada
wanita dengan jumlah fibroid yang banyak atau lokasi leiomioma. Kebanyakan peneliti
menyokong kepada konsep fibroid dan fertilitas dengan penurunan signifikan dari lokasi
siklus menstruasi dan semasa kehamilan. Pada mioma, reseptor estrogen terdapat sepanjang
siklus menstruasi, tetapi mengalami supresi semasa kehamilan. Reseptor progesteron terdapat
pada miometrium dan mioma sepanjang siklus menstruasi dan kehamilan. Tambahan pula
mioma berkembang pada awal kehamilan akibat dari stimulasi hormonal dan growth factors
yang sama yang memicu perkembangan uterus. Paradoks, mioma memberi respon yang
berbeda pada setiap individu wanita dan tidak dapat diprediksi secara akurat perkembangan
Pada trimester pertama, ukuran mioma tidak berubah atau makin membesar sehubungan
dengan peningkatan estrogen. Pada trimester kedua, mioma yang berukuran 2 hingga 6 cm
biasanya tidak berubah atau mungkin membesar, namun bagi mioma yang berukuran besar
akan mengecil, kemungkinan dari inisiasi penurunan regulasi reseptor esterogen. Pada
trimester ketiga, tanpa mengirakan ukuran mioma, sejatinya mioma tidak berubah atau
mengecil akibat dari penurunan regulasi reseptor esterogen. Biasanya mioma akan
25
Munculnya gejala tergantung pada jumlah, ukuran, dan letak mioma uteri. Mioma
intramural dan subserosa dengan ukuran <3 cm biasanya tidak memberikan gejala klinis yang
signifikan. Sekitar 10% sampai 30% wanita dengan mioma uteri timbul komplikasi selama
1. Infertile (mandul). Terutama pada mioma uteri submukosa. Lokasi anatomi dari mioma
menjadi faktor penting dalam hubungannya dengan infertilitas. Mioma yang berukuran
>5 cm dan berlokasi dekat serviks atau dekat ostium tuba, lebih berisiko menyebabkan
2. Sering terjadi abortus dan perdarahan hamil muda. Kejadian abortus meningkat jika
mioma berada pada lapisan submukosa. Mioma yang terletak dekat dengan plasenta
3. Terjadi kelainan letak janin dalam rahim (malpresentasi), terutama pada mioma yang
4. Distosia akibat tumor yang menghalangi jalan lahir, terutama pada mioma yang letaknya
di serviks.
6. Atonia uteri terutama pada persalinan: perdarahan banyak, biasanya pada mioma yang
8. Pada kala III terjadi retensio plasenta, terutama pada mioma submukosa dan intramural
9. Persalinan prematuritas.
26
10. Pertumbuhan janin terhambat dan anomali fetal.
1. Cepat bertambah besar, mungkin karena pengaruh hormon estrogen yang meningkat dalam
kehamilan.
2. Degenerasi merah dan degenerasi karnosa: tumor menjadi lebih lunak, berubah bentuk, dan
3. Mioma subserosa yang bertangkai oleh desakan uterus yang membesar atau setelah bayi
lahir, terjadi torsi (terpelintir) pada tangkainya, menyebabkan gangguan sirkulasi dan
nekrosis pada tumor. Wanita hamil merasa nyeri yang hebat pada perut (abdomen akut).
4. Mioma yang lokasinya dibelakang dapat terdesak ke dalam kavum douglasi dan terjadi
inkaserasi.
Pemeriksaan Fisik
pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas, teraba suatu massa pelvis yang
keras.(1,1
tumor tersebut menyatu dengan rahim atau mengisi kavum douglas. Pada
jari dari sebelah tangan ke dalam vagina sedangkan tangan yang berlawanan
memberi sedikit penekanan dari atas abdomen. Jika terdapat fibroid, uterus akan
27
teraba lebih besar atau uterus akan membesar mengarah ke kawasan yang tidak
irregular dan mengeras atau protrusi batu bulat (cobblestone) yang dapat teraba
Pemeriksaan Penunjang
termasuk ovari dapat dibedakan dari tumor. Mioma juga dapat dideteksi dengan
MRI, tetapi pemeriksaan ini lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik
USG. MRI berguna untuk evaluasi mioma yang berukuran besar karena
sangat jarang karena USG tidak dapat membedakannya dengan mioma dan
IV. 10 PENATALAKSANAAN
Pada umumnya tidak dilakukan operasi untuk mengangkat mioma dalam
kehamilan karena risiko terjadinya perdarahan tinggi. Demikian pula tidak dilakukan abortus
provokatus. Pilihan manajemen mioma uteri yang dapat dilakukan adalah miomektomi,
28
histerektomi dan observasi. Pemilihan cara manahemen tergantung pada gejala yang timbul,
besar dan lokasi mioma, usia dan fungsi reproduksi pasien. (POGI, 2006)
menyebabkan terjadinya degenerasi merah. Apabila terjadi degenerasi merah pada mioma,
biasanya sikap konservatif dengan istirahat-baring dengan pengawasan yang ketat memberi
hasil yang cukup memuaskan. Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap
4. Infertilitas karena gangguan ada cavum uteri maupun karena oklusi tuba
fallopi.
a. Miomektomi
membahayakan nyawa maternal dan jika perlu harus dilakukan terminasi kehamilan.
29
Akan tetapi miomektomi yang tanpa indikasi bisa ditunda sehingga umur kehamilan
menjadi aterm.5
karena dapat terjadi perdarahan yang massif sewaktu operasi sebagai akibat
vaskularisasi bertambah, dan juga operasi akan berlangsung berlangsung lebih lama
Kebanyakan tumor terletak pada uterus bagian atas (sekitar 30-50% kasus) yang
tumornya terletak di bagian uterus bawah dan ini bisa menghalangi jalan lahir dan harus
lebih luas sehingga penanganan pada perdarahan yang mungkin timbul dapat ditangani
dengan segera. Namun resiko miomektomi secara laparotomi adalah bisa terjadi
perlengketan yang besar sehingga dapat mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien.
Disamping itu juga, waktu penyembuhan pasca operasi juga lebih lama.(Lobi, 2017)
submukosum yang terletak pada kavum uteri. Alat histeroskop akan dimasukkan melalui
serviks dan mengisi kavum uteri dengan cairan untuk memperluas dinding uterus.
Keuntungan teknik ini adalah waktu penyembuhan pasca operasi lebih cepat(2 hari).
30
Komplikasi operasi yang serius jarang terjadi namun dapat timbul perlukaan pada
bertangkai di luar kavum uteri dan mioma subserosum yang terletak di luar kavum uteri.
Alat laparoskop dimasukkan kedalam abdomen melalui insisi yang kecil pada dinding
abdomen. Keuntungan teknik ini adalah waktu penyembuhan pasca operasi yang lebih
cepat(2-7 hari). Resiko daripada teknik ini bisa terjadi perlengketan,trauma terhadap
organ sekitar seperti usus, ovarium, dan rektum. Miomektomi dengan teknik ini
sehingga sekarang merupakkan prosedur standar bagi wanita dengan mioma uteri yang
b. Histerektomi
Pada mioma uteri, sebesar 30% dari seluruh kasus dilakukan histerektomi. Teknik
ini dilakukan pada pasien dengan indikasi bila didapati keluhan menorrhagia,
metrorhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia
operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Oleh karena pendekatan operasi tidak
memuaskan pasien dari segi kosmetik. Selain itu kemungkinan terjadinya perlengketan
31
pasca operasi juga lebih minimal dan waktu penyembuhan lebih cepat berbanding yang
tindakan ini dilakukan untuk memisahkan adneksa dari dinding pelvik dan memotong
mesosalfing kea rah ligamentum di bagian bawah. Kedua, teknik classic intrafascial
merupakan modifikasi dari STAH, dimana lapisan dalam dari serviks dan uterus
mempertahankan integritas lantai pelvik dan mempertahankan aliran darah pada pelvik
untuk mencegah prolapsus. Keuntungan dari CISH adalah untuk mengurangi resiko
trauma pada ureter dan kadung kemih, perdarahan lebih minimal, waktu operasi lebih
cepat, resiko infeksi lebih minimal dan waktu penyembuhan lebih singkat.(Wallach,
2004)
Dari tulisan ini dapat disimpulkan bahwa terapi yang terbaik untuk mioma uteri
laparoskopi memiliki kelebihan di mana resiko perdarahan yang lebih minimal, waktu
penyembuhan yang lebih cepat dan angka morbiditas yang lebih rendah dibanding
IV.10 PROGNOSIS
Meskipun ada banyak komplikasi yang bisa saja terjadi, pada umumnya banyak ibu
hamil dengan mioma uteri memiliki kehamilan yang normal dan persalinan yang
sukses.(Vilos, 2003)
32
BAB V
DISKUSI
Pada kasus ini wanita, 26 tahun dengan mioma uteri dalam kehamilan. Dalam kasus
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sudah dikenal menderita mioma uteri sejak
1 tahun SMRS namun 2 hari sebelum rencana operasi pasien diketahui hamil 8 minggu.
Pasien tidak mengalami keluhan selama kehamilan dan rutin kontrol ANC dengan Sp.OG.
Menurut literatur, munculnya gejala mioma dalam kehamilan tergantung pada jumlah,
ukuran, dan letak mioma uteri. Mioma intramural dan subserosa dengan ukuran <3 cm
biasanya tidak memberikan gejala klinis yang signifikan. Sekitar 10% sampai 30% wanita
Pada pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan obstetri, inspeksi menjelaskan tanda- tanda
kehamilan pada pasien ini sesuai umur kehamilan 39-40 minggu. Pada pemeriksaan USG,
ditemukan massa hiperechoic ukuran 7,16 x 6,19 cm di istmus, feeding artery (+) Janin hidup
tunggal intrauterine, presentasi kepala, dengan usia kehamilan 37-38 minggu. Dari USG
didapatkan kesan mioma uteri subserosa. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural
walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan keluhan yang tidak berarti.
Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberi keluhan perdarahan
melalui vagina
Pada umumnya tidak dilakukan operasi untuk mengangkat mioma dalam kehamilan
karena risiko terjadinya perdarahan tinggi. Demikian pula tidak dilakukan abortus
provokatus. Persalinan yang terhambat oleh adanya mioma uteri harus dilakukan seksio
33
sesarea. Tetapi miomektomi tidak dilakukan kecuali mioma tersebut berada pada daerah yang
akan dilakukan insisi, karena dapat terjadi perdarahan yang hebat. Apabila tetap akan
yang lebih minimal, waktu penyembuhan yang lebih cepat dan angka morbiditas yang lebih
rendah dibanding prosedur histerektomi abdominal. Pada pasien ini dilakukan sectio sesarea
Komplikasi yang sering ditemui mioma dalam kehamilan adalah nyeri yang
merupakan suatu syndroma yang disertai dengan mual, muntah dan demam yang muncul
pada trimester kedua kehamilan atau awal trimester ketiga kehamilan. Sindroma ini pertanda
dari perubahan degenerativ dari mioma dan merupakan hasil dari insufisiensi vaskuler
karena tidak adekuatnya suplay darah. Mioma yang ukurannya kecil dari 5 cm jarang
mengalami degenerasi dalam kehamilan sedangkan yang berukuran lebih dari 8 cm sering
berhubungan dengan insiden yang tinggi menimbulkan komplikasi dalam kehamilan. Namun,
tidak ditemukan keluhan komplikasi selama kehamilan, maupun sesudah persalinan. Menurut
literatur, meskipun ada banyak komplikasi yang bisa saja terjadi, pada umumnya banyak ibu
hamil dengan mioma uteri memiliki kehamilan yang normal dan persalinan yang sukses.
34
BAB VI
KESIMPULAN
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis mioma uteri dalam kehamilan berdasarkan
Pengetahuan ibu mengenai pemeriksaan Ante Natal Care yang teratur dan efektif
sangat dibutuhkan untuk mengetahui adanya komplikasi adanya mioma uteri selama
kehamilan berlangsung
Pada umumnya tidak dilakukan operasi untuk mengangkat mioma dalam kehamilan
karena risiko terjadinya perdarahan tinggi. Demikian pula tidak dilakukan abortus
provokatus.
Persalinan yang terhambat oleh adanya mioma uteri harus dilakukan seksio sesarea.
Miomektomi dilakukan apabila mioma terdapat pada lokasi insisi dan sekaligus
dilakukan histerektomi
Pada pasien ini tidak ditemukan adanya komplikasi selama kehamilan maupun setelah
persalinan.
35
DAFTAR PUSTAKA
Bajekal N, Li TC. 2000. Fibroids, Infertility, and Pregnancy Wastage. Human Reproduction
Update ; 6(6): 614-20
Baumgarten G. 1995. Myoma and Pregnancy. Zentralbl Gynakol ; 97(12): 729-33
Edmonds DK. 2012. Uterine Leiomyomata. In: Dewhurst’s Textbook of Obstetrics &
Gynaecology.8th ed. P: 638-42
Gibbs RS, Karlan BY, Haney AF, Nygaard I. 2012. Leiomyomata.In:Danforth’s Obstetrics
and Gynecology 10th ed. P: 916-32
Keleher KC. 2008. Uterine Myoma in Pregnancy: Two Case Reports. Journal of Nurse-
Midwifery; 33(6): 285-8
Lee HJ, Norwitz ER, Shaw J. 2010. Contemporary Management of Fibroids in Pregnancy.
Rev Obstet Gynecol ; 3(1): 20-27
Lobo R, Gerhenson D, Lentz G. 2017. Leiomyomas. In:Comprehensive Gynecology 7th ed.
Pangemanan WT. 2010. Penyakit Neoplasma. Dalam: Saifuddin AB, Rachimhadhi T,
Wiknjosastro GH, eds. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; p. 891-4
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.. 2006. Mioma Uteri. In: Standar Pelayanan
Medik Obstetri dan Ginekologi. Moeloek FA, Nuranna L, Wibowo N, Purbadi S (eds).
pp: 129-130
Vilos GA, Allaire C, Laberge P, Leylsnd N. 2003. The Management of Uterine Leiomyomas.
In: SOGC Clinical Practice Guidelines Journal.
Wallach EE,Vlahos NF. 2004. Uterine Myomas:An overview of development,clinical
features and management.In:Journal of American College of Obstetricians and
Gynecologist.
36