PENDAHULUAN
Halaman 1
Laporan Kasus Obs-Gin
Pada golongan resiko rendah penyakit terbatas pada uterus atau terdapat di paru-paru,
di pelvis dan atau di vagina dengan kadar HCG tidak melebihi 100.000 mIU/ml. Sedangkan
pada golongan resiko tinggi penyakit tidak saja metastase di paru-paru dan alat-alat genital,
melainkan juga di otak, hepar atau di traktus digestivus. Diagnosis seringkali dibuat
terlambat, oleh karena hanya 30% terdapat mola hidatidosa dalam anamnesis. Dalam
golongan resiko tinggi ini tidak jarang lebih menonjol gejala-gejala yang disebabkan oleh
metastasis, misalnya ikterus atau perdarahan dalam otak. Diagnosis dalam hal ini baru
dipikirkan apabila kadar HCG tinggi.
Penanganan penyakit trofoblas gestasional diperlukan follow up yang teratur penilaian
resiko tinggi.1,2
Pemeriksaan penunjang pada mola hidatidosa adalah laboratorium yakni kadar beta
HCG, ultrasonografi, CT scan.
Diagnosis klinis koriokarsinoma di RSHS ditegakan bila :
1. Penderita mola hidatidosa dan follow up :
Minggu ke 4 pasca evakuasi beta HCG > 1000 mIU/ml atau
Minggu ke 6 pasca evakuasi beta HCG > 100 mIU/ml atau
Minggu ke 8 pasca evakuasi beta HCG > 30 mIU/ml atau
Dengan atau tanpa adanya tanda-tanda klinis dari pertumbuhan baru jaringan trofoblas
atau metastase tempat lain.
2. Penderita dirujuk dari tempat lain dengan bukti-bukti pernah menderita mola hidatidosa
dan saat masuk RSHN pada penderita terdapat kriteria-kriteria yang sesuai untuk diagnosa
koriokarsinoma klinis seperti pada poin satu diatas.
Halaman 2
Laporan Kasus Obs-Gin
3 – 5 cm
Besar tumor 5 cm
Limpa, Ginjal
Tempat metastasis Usus, Hati Otak
1–4
Jumlah metastasis 4–8 8
Halaman 3
Laporan Kasus Obs-Gin
LAPORAN KASUS
Identitas
Nama : MM
Usia : 32 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku / Bangsa : Sanger Talaud / Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Suami : AM
Usia : 42 Tahun
Pekerjaan : Tukang (bangunan)
Alamat : Kolongan lingkungan V
MRS : 16 April 2002
P0A2, 32 tahun, MRS 16 April 2002 dengan keluhan utama perdarahan dari jalan lahir.
Anamnesis :
Perdarahan dialami penderita sejak pagi hari, banyak bergumpal.
Hal yang sama dialami penderita 3 hari yang lalu.
Bulan februari penderita masuk Rumah Sakit dan dirawat dengan diagnosis Mola
Hidatidosa.
Pada tanggal 12 februari dilakukan kuretase, 1minggu kemudian diberikan suntikan
MTX 5 kali.
Penderita pulang dianjurkan kontrol poli.
Anamnesis Ginekologi :
Riwayat perkawinan : Penderita kawin satu kali dengan suami sekarang, lama
kawin 14 tahun.
Riwayat kehamilan : A1 : 1992. Mola hidatidosa, dikuret di RS Gunung
Wenang, dan difollow-up selama 1 tahun.
Riwayat haid : Menarche 16 tahun, siklus haid teratur 28 – 30 hari, lama
haid 3 hari, tidak ada riwayat nyeri saat haid, HPHT : 20 –
10 – 2001.
Penyakit, operasi dan pemeriksaan dahulu (–).
Halaman 4
Laporan Kasus Obs-Gin
Pemeriksaan Fisik
Status Praesens
Keadaan umum : Cukup, Kesadaran : Compos Mentis
110
Tanda vital : Tensi : /70 mmHg, Nadi : 96 x/mnt, Respirasi : 24 x/mnt, Suhu
badan : 37 oC
Kepala : Konjungtiva anemis –/–, sklera icterus –/–.
Leher : Tidak ada kelenjar getah bening.
Toraks : Jantung dan paru-paru dalam batas normal.
Abdomen : Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (–), massa (–), TFU : 4 jari
atas simfisis.
Perkusi : Pekak berpindah (–).
Auskultasi: Peristaltik (+) normal.
Status Ginekologi
Inspeksi : Fluksus (+), fluor (–), vulva tak
Inspekulo : Fluksus (+), fluor (–), vagina tak, portio livide (+), licin, OUE
tertutup.
Periksa dalam : Fluksus (+), vagina/vulva tak, portio licin lunak, nyeri goyang (–),
OUE tertutup.
Korpus uteri sebesar 14 – 16 minggu.
A
/p bilateral : lemas, nyeri tekan (–), massa (–).
Kavum dougiasi : tidak menonjol.
Hasil LAB : Hb : 11,6 gr%; Leukosit : 7.000/mm 3; Trombosit : 179.000/
mm3, β HCG tanggal 20 Maret 2002 : 8.398 mIU/ml,
tanggal 19 April 2002 : 1.567 mIU/ml.
Diagnosa : P0A2, 32 thn, dengan klinis khoriokarsinoma
Sikap : – MRS
– Lab lengkap (HCG kuantitatif)
– Foto thorax, USG, EKG
– Sedia donor
– Transamin, roburantia
– Rencana sitostatika
– Lapor supervisor → advis : histerektomi
Halaman 5
Laporan Kasus Obs-Gin
Hasil konsul Radiologi ( 16 April 2002) : Cor dan pulmo dalam batas normal.
Hasil konsul Cardiology ( 16 April 2002) : EKG normal.
Hasil USG : Uterus antefleksi membesar, didaerah kavum uteri tampak massa
hiperechoic bercampur hipoechoic dengan diameter 5,7 cm X 5,2 cm X
4 cm, kanan uterus tampak massa hipoechoic sampai sonoluscent
dengan diameter 5,2 X 6 cm
Kesimpulan : Koriokarsinoma + kista ovarium kanan.
Halaman 6
Laporan Kasus Obs-Gin
Halaman 7
Laporan Kasus Obs-Gin
Laporan operasi
Penderita ditidurkan terlentang di meja operasi, dilakukan tindakan a dan antiseptik
disinfeksi abdomen dan sekitarnya kemudian ditutupi dengan doek steril kecuali lapangan
operasi. Dalam general narkose, dilakukan insisi pfanenstiel pada abdomen kurang lebih 11
cm. Insisi diperdalam lapis demi lapis sampai peritoneum. Peritoneum dibuka tampak uterus
sebesar kurang lebih diameter 7 X 8 cm dieksplorasi.Tidak ada perlekatan , pasang hak perut.
Halaman 8
Laporan Kasus Obs-Gin
Kedua tuba dan ovarium baik / normal. Diputuskan dilakukan histerektomi totalis. Kedua
pangkal ligamentum rotundum dijepit dengan klem. Mula-mula yang kanan di klem digunting
double ligasi demikian juga yang kiri selanjutnya ligamentum latum ditembus dari belakang
pada pangkal tuba. Ligamentum ovari proprium di klem digunting jahit double ligasi
demikian dengan ligamentum infondibulum pelvikum di klem digunting jahit double ligasi.
Identifikasi plika vesiko uterina digunting kecil dan diperlebar ke lateral sampai ligamentum
rotundum sisihkan dengan gas. Vesika urinaria dilindungi dengan hak identifikasi ureter dan
arteri uterine. Arteri uterine diklem digunting dijahit double ligasi ligamentum kardinal kanan
dan ligamentum sacro uterine kanan diidentifikasi diklem digunting dijahit kemudian juga
yang kiri. Identifikasi puncak vagina diklem bengkok dipotong sampai uterus lepas dari
vagina Puncak vagina di klem dengan beberapa klem lurus di masukkan kasa betadin ke
vagina puntum dijahit secara dua lapis secara simpul dan jelujur kontrol pendarahan negatif
dilakukan pembersihan kavum abdomen dilanjutkan dengan reperitonialisasi. Cavum
abdomen ditutup lapis demi lapis sampai kulit peritoneum secara jelujur. dengan cat gut otot
secara simpul dengan cat gut. Fascia dengan dexon secara jelujur fat dengan cat gut secara
simpul, kulit secara subkutikuler dengan cat gut. Luka operasi ditutup kasa betadin. Operasi
selesai. Potongan jaringan diberikan kepada PA.
Diagnosis pasca bedah : P0A2, 32 tahun, post HT ai koriokarsinoma
KU Post op : T:110/70 mmHg;Nadi: 80 x/mnt; R:24x/m
Perdarahan : + 700 cc.
Diuresis : 250 cc
Sikap : – Kontrol TNR
– Puasa sampai peristaltik (+) normal
– Infus RL : D5% : NaCl 0,9% = 2 : 2 : 1
– Ampicilin inj. 3 x 1 gr IV
– Metronidazole inj. 2 x 0,5 gr
– Alinamin F 3 x 1 amp
– Transamin inj. 3 x 1 amp
FOLLOW UP
Tanggal 25 April 2002 – 29 April 2002
S : Perdarahan (–)
O : KU : Cukup, Kes : CM, T : 110/80 mmHg, N : 80 x/mnt, R : 20 x/mnt
Konjungtiva anemis –/–, sklera icterus –/–, toraks : c/p : abn.
Halaman 9
Laporan Kasus Obs-Gin
Halaman 10
Laporan Kasus Obs-Gin
Halaman 11
Laporan Kasus Obs-Gin
DISKUSI
Diagnosis
Diagnosis koriokarsinoma pada kasus ini didasarkan pada anamnesis (alloanamnesis),
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat perdarahan dari jalan lahir yang penderita
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, dimana sebelumnya penderita pernah dirawat dengan
suatu mola hidatidosa. Hal lain yang diperoleh dari anamnesa yaitu adanya riwayat kuretase
sebanyak 2 kali, disebabkan oleh adanya mola hidatidosa. Kuretase yang pertama dilakukan
pada tahun 1992 dan yang kedua pada bulan februari 2002. Dengan demikian pasien sudah
pernah mengalami abortus sebanyak 2 kali. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa pada
koriokarsinoma ditemukan adanya riwayat perdarahan yang tidak berhenti setelah kelahiran
mola, dan bersifat metrohagia.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital masih dalam batas normal, sedangkan
korpus uteri waktu masuk sebesar kehamilan 14 – 16 minggu.
Pemeriksaan HCG yang diambil pada tanggal 20 maret 2002 didapatkan kadar sebesar
8.398 mIU. Dari titer tersebut, yang diambil sekitar 4 minggu setelah kuretase (12 februari
2002) sesudah dapat ditegakan diagnosa koriokarsinoma klinis, menurut kriteria Mozisuki
yaitu lebih dari 1000 mIU pada minggu keempat.3,4
Hal ini kemudian ditunjang dengan pemeriksaan USG. Dari hasil pemeriksaan USG
didapatkan bahwa uterus antefleksi membesar, didaerah kavum uteri tampak masa hiperechoic
bercampur hipoechoic dengan diameter 5,7 cm X 5,2 cm X 4 cm, kanan uterus tampak masa
hipoechoic sampai sonoluscent dengan diameter 5,2 X 6 cm. Dari gambaran yang ada
menunjukan adanya koriokarsinoma disertai dengan kista ovarium kanan.
Menurut Robin P, dkk, gejala utama koriokarsinoma memang adalah pengeluaran
darah yang abnormal tetapi tidak jarang yang lebih menyolok adalah metastasis ditempat lain,
sedangkan lokasilasi diuterus hanya memberi gejala sedikit. Hanya saja pada penderita ini
belum terlihat atau terdeteksi adanya metastasis ditempat lain.
Berdasarkan pada gejala-gejala diatas maka penderita ini didiagnosa sebagai
koriokarsinoma klinis.
Halaman 12
Laporan Kasus Obs-Gin
Penanganan
1. Penanganan secara medikamentosa
Secara umum, pengelolaan koriokarsinoma klinis sama dengan pengelolaan
koriokarsinoma yakni dengan menggunakan skor prognostik WHO sebagai panduan
pemberian sitostatika.4,8
Pada pasien ini berdasarkan scoring prognosis WHO masih berada pada risiko sedang
dengan skor 4–8 jadi terapi utama yang diberikan adalah sitostatika
Metothexate (MTX) 20 mg/hari mulai minggu ke-10 hari ke-14 (selama 5 hari)
Actinomycin 12 mg/kg BB selama 5 hari IV
Asam folat tablet
Ditambah dengan pemberian :
Antibiotika amoxycillin
Metronidazol
Roborantia (vitamin C)
Transamin
Terapi tambahan : Telah dilakukan histerektomi totalis pada tanggal 25 April 2002.
Sesuai dengan prognosis skor yang ada didapatkan bahwa pasien masih berada pada
kelompok resiko rendah dimana terapi sitostatika tunggal diberikan, tetapi yang terjadi pada
penderita ini telah dilakukan histerektomi totalis. Hal ini dilakukan atas pertimbangan karena
adanya riwayat mola hidatidosa pada pasien dan pemeriksaan uterus didapatkan ukuran lebih
besar dari kehamilan 14–16 minggu, serta pada pengobatan sitostatika telah mengalami
kegagalan. Jika pasien dihisterektomi kemudian dilanjutkan dengan pengobatan sitostatika,
pengobatan ini akan sangat responsive dan adekuat sehingga dapat memperkecil kemungkinan
terjadinya metastase ke organ lain dibandingkan jika pasien tidak di histerektomi dan hanya
diberikan sitostatika dosis tinggi. Follow up pada pasien dengan adanya riwayat mola
sebelumnya harus dilakukan jangka panjang dengan yang terpenting penetapan beta HCG
kuantitatif, dan pada bulan ke-6 dan 12 dilakukan pemeriksaan foto toraks. Pengawasan dapat
dilakukan selama 1 tahun.
- 3 bulan I : 2 minggu sekali
- 3 bulan II : 1 bulan sekali
- 6 bulan terakhir : 2 bulan sekali
Pemeriksaan foto toraks AP dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan-
kemungkinan adanya metastases ke organ lain.
Halaman 13
Laporan Kasus Obs-Gin
Prognosis
Pada kasus ini penanganan cukup tepat dilakukan, sehingga prognosis untuk penderita
masih dikatakan baik tapi harus diikuti dengan ketaatan follow up yang rutin, penderita berada
pada risiko sedang dengan skor dimana skor ini didapat dari riwayat kehamilan sebelumnya
skore 1, kadar beta HCG > 1000 skore 1, ABO group skore 1, besar tumor skore1, kegagalan
terapi sitostatika dengan skore 2. Penderita ini masih berada pada risiko rendah karena kadar
Halaman 14
Laporan Kasus Obs-Gin
HCG masih < 40.000 mIU/ml serum, symptom < 4 bulan, belum ada metastase ke otak dan
liver satunya juga tidak didahului dengan kehamilan aterm. Akan tetapi setiap penyakit
keganasan harus diikuti dengan observasi yang ketat dan teratur, sebab itu pasien ini
dianjurkan untuk memeriksakan diri secara teratur selama 1 tahun.
Halaman 15
Laporan Kasus Obs-Gin
PENUTUP
Kesimpulan
Etiologi koriokarsinoma pada kasus ini adalah riwayat mola hidatidosa dan abortus.
Diagnosa pada kasus ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yaitu kadar beta HCG dan pemeriksaan USG.
Penanganan pada kasus ini yaitu histerektomi dalanjutkan sitostatika dilakukan dengan
mempertimbangkan berbagai faktor yang ada.
Prognosis untuk kasus ini pada pre operatif adalah dubia ad malam sedangkan post
operatif adalah dubia ad bonam, karena mengingat masih perlunya follow up lanjut.
Saran
Untuk ibu, perlu dilakukan follow up lanjutan setelah keluar dari rumah sakit secara
rutin dan sesuai jadwal yang telah ditentukan selama satu tahun.
Perlunya konseling ke suami dan keluarga penderita.
Halaman 16
Laporan Kasus Obs-Gin
DAFTAR PUSTAKA
6. Moore T.R, Reiter R.C, Rebar R.W, Baker V.V. Gynecology Obstetrics.
8. Clement P.B, Young R.H. Tumors and Tumorlike lesions of the uterine corpus
and cervix. Churchill Livingstone Inc, 1993
10. Sub Bagian Onkologi Ginekologi, Bagian Obstetri Ginekologi FKUI. Penuntun
Pelayanan-Pendidikan-Penelitian. Jakarta Desember 1998
11. Manuaba Ida Bagus Gde, Kapita selekta penatalaksanaan rutin obstetric
ginekologi dan KB. EGC : Jakarta 2000
12. Bagian / SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD. Pedoman Diagnosis dan
Terapi Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr. Hasan Sadikin. Bandung 1997
Halaman 17