Anda di halaman 1dari 10

PENYAKIT AKIBAT KERJA (PAK)

1. HIV/AIDS
A. Pengertian
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan atau sindrom
yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus
HIV.
Profesi dokter gigi rentan tertular penyakit yang diidap pasiennya. Termasuk virus
mematikan HIV/AIDS. Tiga dokter gigi di Surabaya dilaporkan tertular HIV/AIDS.
Dua orang diantaranya bekerja di rumah sakit swasta ternama dan seorang lagi
membuka praktik pribadi. Prof. Nasronudin, M.D., Ph.D, spesialis penyakit dalam
yang menangani ketiga dokter gigi itu mengatakan kondisi ketiga pria itu sangat
parah bahkan sulit untuk diajak komunikasi. Usia ketiganya masing-masing 44, 58,
dan 52 tahun dan terdiagnosis AIDS stadium 4. Tidak hanya dokter gigi saja yang
berisiko terkena HIV/AIDS, tetapi juga dokter obyin, bedah, THT, dan penyakit
dalam dan infeksi.
B. Penyebab
 Dokter yang terkena HIV disebabkan oleh luka tusuk jarum suntik yang
terkontaminasi virus HIV 4:1000.
 80 persen pasien HIV/AIDS tidak mau memberikan surat pengantar ke dokter
rujukan karena takut tidak ditangani. Meskipun sudah diberi surat pengantar
bahwa seseorang mengidap HIV/AIDS.
C. Pencegahan
 Koordinator unit Perawatan Intermediet Penyakit Infeksi Rumah Sakit Umum dr
Soetomo Surabaya, sudah memberlakukan profilaksis pasca pajanan secara rutin.
Dokter yang tertusuk jarum saat menangani pasien harus melapor dalam kurun
waktu 4 jam sebelum tertusuk. Dengan demikian dokter yang terinfeksi akan
segera dipantau sehingga virus tidak berkembang biak.
 Vaksinasi
BCG petugas kesehatan
 Kebersihan tangan
Memcuci tangan menggunakan antiseptik/sabun sebelum maupun setelah
melakukan pemeriksaan kepada pasien.
 Penggunaan APD
 Penggunaan sarung tangan
 Penggunaan pelindung wajah (masker, kacamata)
Masker harus dikenakan bila diperkirakan ada percikan atau semprotan
dari darah atau cairan tubuh ke wajah. Selain itu, masker menghindarkan
dokter menghirup mikroorganisme dari saluran pernapasan klien dan
mencegah penularan kuman patogen dari saluran pernapasan dokter ke
pasien.
 Jas dokter
 Penutup kepala
 Sepatu pelindung
 Pencegahan luka yang disebabkan oleh tusukan jarum suntik pasien
Dalam mencegah luka tusukan jarum dan benda tajam lainnya, maka seorang
perawat harus berhati-hati dalam melakukan:
1) Memegang jarum, pisau, dan alat-alat tajam lainnya.
2) Bersihkan alat-alat yang telah digunakan.
3) Buang jarum dan alat-alat tajam lainya yang telah digunakan
D. Proses Terjadinya
Dalam melakukan tugasnya seorang tenaga kesehatan
1) Penularan virus terjadi melalui kontak cairan darah. Perbandingan penularan
melalui kontak cairan darah adalah 1:1. Artinya sekali kontak, virus HIV bisa
langsung tertular. Kontak dengan cairan darah ini bisa melalui pencabutan gigi,
operasi gigi, maupun memeriksa penyakit penyebab jamur yang ada di mulut dan
gusi pasien.
2) Dokter tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus HIV.
E. Bukti Kejadian
Data WHO (2004) :
Dari 35 juta pekerja kesehatan bahwa 3 juta terpajan patogen darah ( 2 juta terpajan
virus HBV, 0,9 juta terpajan virus HBC, dan 170.000 terpajan virus HIV/AIDS.
2. MUSCULOSCELETAL DISORDERS
A. Pengertian
Petugas kesehatan, terutama yang bertanggung jawab untuk perawatan pasien,
memiliki potensi bahaya lebih rentan yang dapat menyebabkan gangguan
musculoskeletal. Musculoskeletal disorder adalah gangguan pada bagian otot skeletal
yang disebabkan oleh karena otot menerima beban statis secara berualang dan terus
menerus dalam jangka waktu yang lama dan akan menyebabkan keluhan berupa
kerusakan pada sendi, ligament dan tendon.
B. Faktor Penyebab
Faktor penyebab musculoskeletal disorder antara lain :
1. Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya dikeluhkan oleh pekerja dimana
aktivitas kerjanya menuntut pengerahan yang besar, seperti aktivitas mengangkat,
mendorong, menarik, menahan beban yang berat. Perawat melakukan aktivitas yang
dikategorikan membutuhkan tenaga yang besar, seperti mengangkat dan
memindahkan pasien serta merapikan tempat tidur. Mengangkat dan memindahkan
pasien dilakukan 5-20 pasien untuk setiap tugas bergilir yang khusus. Saat bed
making membungkuk dan mengharuskan untuk melakukan peregangan saat
memasang sprei ke tempat tidur.
2. Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus. Perawat
memiliki aktivitas yang dilakukan berulang-ulang seperti mengangkat dan
memindahkan pasien. Melakukan bed making dan aktivitas kerja lainnya yang
dilakukan setiap hari secara berulang-ulang dan dalam waktu yang relative lama.
3. Sikap kerj tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian
tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat,
punggung terlalu membungkuk dan sebagainya. Perawat adalah tenaga medis yang 24
jam berada didekat paien, kebutuhan dasar pasien harus diperhatikan oleh seorang
perawat. Tingginya aktivitas yang dilakukan perawat, sehingga perawat tidak
memperhatikan posisi tubuh yang baik saat melakukan tindakan.

Selain itu terdapat faktor penyebab sekunder dari keluhan musculoskeletal yaitu :
a. Tekanan : terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak secara berulang-
ulang dapat menyebabkan nyeri yang menetap.
b. Getaran : getaran dengan frekuensi yang tinggi akan menyebabkan kontraksi otot
bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar,
penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot.
c. Mikroklimat : paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan,
kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga pergerakan pekerja menjadi lamban, sulit
bergerak disertai dengan menurunnya kekuatan otot. Perbedaan besar suhu yang besar
antara lingkungan dan suhu tubuh akan mengakibatlan sebagian energy yang ada di
dalam tubuh akan digunakan untuk beradaptasi dengan suhu lingkungan. Apabila hal
ini tidak diimbangi dengan asupan energi yang cukup, suplai energi di otot akan
menurun, terhambati proses metabolism karbohidrat dan terjadinya penimbunan asam
laktat yang dapat ,menyebabkan nyeri otot.

Penyebab lain yang berperan dalam terjadinya keluhan musculoskeletal apabila dalam
melakukan tugas perawat dihadapkan pada beberapa faktor risiko dalam waktu yang
bersamaan, yaitu :

a. Umur : keluhan musculoskeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu pada usia 25-
26 tahun. Keluhan biasanya akan mulai dirasakan pada usia 35 tahun dan akan
semakin meningkat semakin bertambahnya usia. Hal ini terjadi karena pada usia
setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot akan meningkat.
b. Jenis kelamin jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot. Hal ini
terjadi karena secara fisiologis kemampuan otot wanita lebih rendah daripada pria.
Prevalensi sebagian besar gangguan tersebut meningkat dan lebih menonjol pada
wanita dibandingkan pria.
c. Kebiasaan merokok : Semakin lama dan semakin tinggi tingkat frekuensi merokok,
semakin tinggi pula keluhan otot yang dirasakan. Kebiasaan merokok dapat
menurunkan kapasitas paru-paru sehingga kemampuan untuk mengkosumsi
oksigen menurun. Apabila perawat denga kebiasaan merokok melakukan aktivitas
kerja dengan beban kerja yang tinggi, maka akan sangat mudak mengalami
kelelahan otot.
d. Kesegaran jasmani : Keluahan otot jarang terjadi pada perawat yang memiliki
waktu istirahat yang cukup, tetapi perawat memiliki system kerja shift malam
yang memungkinkan tidak mendapat waktu istirahat yang cukup. Tingkat
kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot.
e. Kekuatan fisik : Secara fisiologis ada yang dilahirkan dengan struktur otot yang
mempunyai kekuatan fisik lebih kuat dibandingkan dengan yang lainnya. Apabila
dengan kekuatan otot yang sama, perawat diberikan beban kerja yang tinggi,
maka cenderung perawat yang memiliki kekuatan yang lebih rendah akan
mengalami cidera otot.
f. Ukuran tubuh (antrometri) : Keluhan muskuloskeletal yang terkait dengan ukuran
tubuh lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka di dalam
menerima beban, baik beban berat tubuh maupun beban tambahan.
C. Proses Terjadinya Musculoskeletal Disorders
Gejala keluhan muskuloskeletal dapat menyerang secara cepat maupun lambat
(berangsur-angsur), menurut Kromer (1989), ada tiga tahap terjadinya MSDs yang
dapat diidentifikasi yaitu:
Tahap 1
Sakit atau pegal-pegal dan kelelahan selama jam kerja tapi gejala ini biasanya
menghilang setelah waktu kerja (dalam satu malam). Tidak berpengaruh pada
kinerja. Efek ini dapat pulih setelah istirahat;
Tahap 2
Gejala ini tetap ada setelah melewati waktu satu malam setelah bekerja. Tidak
mungkin terganggu. Kadang-kadang menyebabkan berkurangnya performa kerja;
Tahap 3
Gejala ini tetap ada walaupun setelah istirahat, nyeri terjadi ketika bergerak
secara repetitif. Tidur terganggu dan sulit untuk melakukan pekerjaan, kadang-
kadang tidak sesuai kapasitas kerja.
D. Pencegahan Musculoskeletal disorders (MSDs)
Berdasarkan rekomendasi dari Occupational Safety and Health
Administration (OSHA) dalam Tarwakal , et al (2004), tindakan ergonomik untuk
mencegah adanya sumber penyakit adalah memalui dua cara yaitu Rekayasa Teknik (
desain stasiun dan alat kerja) dan Rekayasa Menejemen ( kriteria dan organisasi
kerja).
1. Rekayasa Teknik
Rekayasa Teknik pada umumnya dilakukan melalui pemilihan beberapa alteralitf,
meliputi :
a. Eliminasi,yaitu dengan menghilangkan sumber bahaya yang ada. Hal ini jarang
dilakukan mengingat kondisi dan tuntutan pekerja yang mengharuskan untuk
menggunakan peralatan yang ada;
b. Substitusi, yaitu mengganti alat atau bahan lama dengan alat atau bahan baru yang
aman, menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan prosedur
penggunaan peralatan;
c. Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber bahaya dengan pekerja;
d. Ventilasi, menamah ventilasi untk mengurangi risiko sakit.
2. Rekayasa Menejemen
Rekayasa Menejemen dapat dilakukan melalui tindakan berikut :
a. Pendidikan dan pelatihan agar pekerja lebih memahami lingkungan dan alat kerja
sehingga diharapkan dapat melakukan penyesuaian dan inovatif dalam melakukan
upaya pencegahan terhadap risiko sakit akibat kerja;
b. Pengaruh waktu kerja dan istirahat yang seimbang, dalam arti disesuaikan dengan
kondisi lingkungan kerja dan karakterisktik pekerjaan, sehingga dapat mencegah
paparan yang berlebihan terhadap sumber bahaya;
c. Pengawasan yang intensif, agar dapat dilakukan pencegahan secara lebih dini
terhadap kemungkinan terjadinya risiko sakit akibat kerja
PENYAKIT AKIBAT HUBUNGAN KERJA

3. HIPERTENSI
A. Pengertian
Hipertensi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan
suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh
yang membutuhkannya. Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang
memberi gejala yang akan berlanjut ke suatu organ target seperti stroke (untuk otak),
penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung), dan hipertrofi ventrikel
kanan/ left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Hipertensi adalah suatu keadaan
peningkatan tekanan darah di atas normal yakni ≥140 mmHg (tekanan sistolik) dan/
atau ≥90 mmHg (tekanan diastolik) yang disebabkan oleh karena gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa darah
menjadi terhambat. Dalam lingkungan rumah sakit, pekerja rumah sakit seperti perawat,
dokter, dan petugas yang lain memiliki risiko yang tinggi menderita hipertensi.
B. Penyebab Hipertensi

Penyebab hipertensi pekerja di lingkungan rumah sakit, yaitu:

 Adanya shift kerja

Seorang perawat atau dokter dalam suatu rumah sakit, biasanya bekerja berdasarkan
sistem shift kerja yang diberlakukan rumah sakit tersebut. Sebuah studi di kalangan
pekerja di Malaysia menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi secara signifikan lebih
tinggi pada pekerja shift dibandingkan dengan pekerja non-shift.

 Gaya hidup seperti perilaku makan, perilaku merokok, dan konsumsi kopi

Beberapa penelitian lain juga menunjukkan bahwa kafein dan rokok juga sering
digunakan oleh pekerja shift untuk menghilangkan rasa lelah ketika bekerja, terutama
di shift malam. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sangadji dan
Nurhayati (2014) ditemukan prevalensi hipertensi sebesar 66,7% ada pada responden
yang tidak mengonsumsi kopi dan 68,8% ada pada responden yang mengonsumsi
kopi.
 Kebiasaan merokok

Penelitian Jatmika (2012:54) yang meneliti perilaku merokok pada penderita


hipertensi menunjukkan bahwa kebiasaan merokok telah terbukti menyebabkan
peningkatan denyut jantung, tekanan darah, dan kadar katekolamin yang berperan
penting sebagai penyebab kelainan jantung.

 Stress

C. Proses terjadinya Hipertensi di Lingkungan Rumah Sakit


Hipertensi yang ada di lingkungan rumah sakit, terutama bersumber karena
adanya sistem shift kerja. Adanya shift kerja menimbulkan gangguan pada irama
sirkadian yang merupakan dasar metabolisme, fisiologis, dan psikologis. Gangguan irama
sirkadian seseorang terjadi apabila terdapat perubahan jadwal kegiatan (jadwal tidur,
makan, dan aktivitas lain).
Kerja shift biasanya juga memiliki dampak terhadap adanya perubahan gaya
hidup seperti perilaku makan, perilaku merokok, dan konsumsi kopi. Hasil penelitian
oleh Klag et al., (2002) menunjukkan bahwa konsumsi kopi 1 cangkir per hari dapat
meningkatkan tekanan darah sistolik sebesar 0,19 mmHg dan tekanan darah diastolik
sebesar 0,27 mmHg.
Sistem shift kerja akan menimbulkan berbagai dampak, adanya shift kerja malam
dapat menimbulkan akibat yang cukup mengganggu pekerja, khususnya mengalami
kekurangan tidur. Keadaan ini berhubungan dengan hasil penelitian Gangswich et al.,
(2006) tentang hubungan antara kuantitas tidur dengan kejadian hipertensi menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara kuantitas tidur dengan kejadian hipertensi. Hal ini
disebabkan karena seseorang yang terbiasa tidur kurang dari 7-8 jam setiap malamnya,
ternyata memiliki risiko penyakit darah tinggi yang lebih besar. Apabila terjadi
kekurangan waktu tidur akan secara akut menaikkan tekanan darah dan mengaktivasi
sistem saraf simpatis yang dalam jangka waktu lama akan memicu terjadinya hipertensi.
Berbagai masalah kesehatan inilah yang sering dialami oleh perawat atau pekerja lain
ketika kerja shift.
Shift kerja dalam rumah sakit secara tidak langsung juga mempengaruhi gaya
hidup pekerja seperti kebiasaan meminum kopi. Kopi mempengaruhi tekanan darah
karena mengandung polifenol, kalium, dan kafein. Kandungan kafein inilah, yang paling
mempengaruhi kenaikan tekanan darah. Orang yang sering mengonsumsi kopi lebih
memiliki kecenderungan menderita hipertensi. Hal ini dikarenakan kandungan terbesar
dalam kopi yaitu kafein yang memiliki efek terhadap tekanan darah secara akut.
Peningkatan tekanan darah ini terjadi melalui mekanisme biologi yakni kafein yang
mengikat reseptor adenosin, mengaktifasi sistem saraf simpatik dengan meningkatkan
konsentrasi katekolamin dalam plasma dan menstimulasi kelenjar adrenalin serta
meningkatkan produksi kortisol. Sehingga hal ini berdampak pada vasokontriksi dan
peningkatan total resistensi perifer yang akan mengakibatkan tekanan darah naik.
Selain mempengaruhi gaya hidup, sistem shift kerja yang dilakukan di beberapa
rumah sakit juga dapat mempengaruhi terjadinya stres pada para pekerja yang dapat
memicu terjadinya hipertensi. Hubungan stres dan hipertensi diduga melalui aktivasi
saraf simpatik (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas) yang dapat meningkatkan
tekanan darah. Apabila stres berkepanjangan, dapat menyebabkan tekanan darah menetap
tinggi. Apabila respon susunan saraf pusat terhadap stres dapat dimodifikasi,
kemungkinan tekanan darah dapat diturunkan. Stres tidak menyebabkan hipertensi
permanen (menetap), namun stres berat dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah
menjadi sangat tinggi untuk sementara waktu. Jika sering mengalami stres, akan terjadi
kerusakan pembuluh darah, jantung, dan ginjal seperti hipertensi permanen. Stres dapat
memicu timbulnya hipertensi karena akan membawa pada kebiasaan buruk yang
terbukti akan meningkatkan risiko hipertensi. Pada saat stres, akan terjadi pelepasan
hormon adrenalin dan kortisol yang dapat menyempitkan pembuluh darah dan dapat
meningkatkan denyut jantung. Hal ini tentu akan menyebabkan peningkatan tekanan
darah.
D. Cara Pencegahan dan Pengendalian Hipertensi

 Melakukan gaya hidup yang sehat.

 Makan makanan yang sehat dan bergizi.

 Mengurangi konsumsi kafein.

 Selalu memantau berat badan.


 Rutin melakukan olahraga.

 Mengurangi dan menghindari stres saat bekerja.

Anda mungkin juga menyukai