PENDAHULUAN
1
rasional dan siap menghadapi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari
(Setiawan, 2011).
2
representasi ke bentuk lainnya; (5) Mengenal berbagai makna dan interpretasi
konsep; (6) Mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat yang
menentukan suatu konsep; (7) Membandingkan dan membedakan konsep-konsep.
Pemahaman matematis penting untuk belajar matematika secara bermakna,
tentunya para guru mengharapkan pemahaman yang dicapai siswa tidak terbatas
pada pemahaman yang bersifat dapat menghubungkan. Menurut Ausubel bahwa
belajar bermakna bila informasi yang akan dipelajari siswa disusun sesuai dengan
struktur kognitif yang dimiliki siswa sehingga siswa dapat mengkaitkan informasi
barunya dengan struktur kognitif yang dimiliki. Artinya siswa dapat mengkaitkan
antara pengetahuan yang dipunyai dengan keadaan lain sehingga belajar dengan
memahami.
Matematika dengan hakikatnya sebagai ilmu yang terstruktur dan sistematis,
serta mengembangkan sikap berpikir kritis, objektif, dan terbuka. Maka dari itu,
mengembangkan kemampuan koneksi dan berpikir kritis dalam pembelajaran
matematika sangatlah penting. Kemampuan koneksi matematis merupakan salah
satu kemampuan berpikir tingkat tinggi yang sangat penting dan harus
dikembangkan karena dalam pembelajaran matematika setiap konsep berkaitan
satu sama lain dengan konsep lainnya. (Bruner ,1977) menyatakan bahwa anak
perlu menyadari bagaimana hubungan antar konsep, karena antara sebuah bahasan
dengan bahasan matematika lainnya saling berkaitan.
Menurut Wahyudin (2008), apabila para siswa dapat menghubungkan
gagasan-gagasan matematis, pemahaman siswa akan lebih dalam dan bertahan
lama. Melalui pembelajaran yang menekankan saling keterhubungan dari
gagasan-gagasan matematis, para siswa tidak hanya belajar matematika,
melainkan juga belajar tentang kegunaan matematika. Dengan melakukan
koneksi, konsep-konsep matematika yang telah dipelajari tidak ditinggalkan
begitu saja sebagai bagian yang terpisah, tetapi digunakan sebagai pengetahuan
dasar untuk memahami konsep yang baru (Wahyuni, 2010).
Jika siswa memiliki wawasan yang luas, maka siswa akan memiliki
kecakapan dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan secara masuk
akal (reasonable), mendalam (reflektif), dapat dipertanggungjawabkan
(responsible) dan berdasarkan pemikiran yang cerdas (skillfull thinking).
3
Kecakapan-kecakapan tersebut merupakan bagian dari kemampuan berpikir kritis.
Dengan demikian, penguasaan kemampuan koneksi yang baik dapat menunjang
kemampuan siswa untuk dapat berpikir kritis.
4
3. Untuk mengetahui apakah pemahaman terhadap matematika dapat
memotivasi proses belajar siswa
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu
alternative untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran
melalui pembelajaran matematika, dan sebagai salah satu alternative untuk
mengembangkan penelitian lain yang menggunakan pembelajaran
matematika untuk meningkatkan motivasi belajar siswa.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi nyata berupa langah-
langkah untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dalam melalui
pembelajaran matematika. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan
manfaat bagi siswa, guru, dan sekolah.
a. Bagi Siswa, penelitian ini dapat memberikan informasi tentang
pentingnya matematika dalam memotivasi proses belajar.
b. Bagi Guru, penelitian ini merupakan masukan dalam memperluas
pengetahuan dan wawasan tentang pentingnya pembelajaran
matematika terutama dalam rangka meningkatkan motivasi belajar
siswa.
c. Bagi Sekolah, penelitian ini memberikan sumbangan dalam rangka
meningkatkan motivasi belajar siswa.
d. Bagi Perpustakaan, penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai
perbandingan atau sebagai referensi untuk penelitian yang relevan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
Berikut ini beberapa definisi atau pengertian tentang matematika oleh beberapa
pakar yang diungkapkan oleh Robert E. Reys (1998: 2):
1. Matematika adalah studi atau kajian tentang pola dan hubungan.
7
2.2 Pengertian Motivasi
Motivasi berpangkal dari kata “ motif “ yang artinya sebagai daya upaya
yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi adalah suatu
proses untuk mengingat motif–motif perbuatan atau tingkah laku memenuhi
kebutuhan dan mencapai tujuan atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu
yang tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai suatu tujuan
(Usman, 2000).
Motif dibedakan menjadi dua macam, yaitu motif instrinsik dan motif
ekstrinsik. Motif instrinsik timbulnya tidak memerlukan rangsangan dari luar
karena telah ada dalam diri individu sendiri, yaitu sesuai atau sejalan dengan
kebutuhannya. Sedangakan motif ekstrinsik timbul karena ada rangsangan dari
luar individu, misalnya dalam bidang pendidikan terdapat minat yang positif
terhadap kegiatan pendidikan timbul karena melihat manfaatnya. Motif instrinsik
lebih kuat dari motif ekstrinsik. Oleh karena itu, pendidikan harus berusaha
menimbulkan motif intrinsik dengan menumbuhkan dan mengembangkan minat
mereka terhadap bidangbidang studi yang relevan (Hamzah 2007: 4 ).
Menurut Sukmadinata (2003: 28–29) motif memiliki peran yang cukup
besar didalam upaya belajar. Tanpa motif hampir tidak mungkin siswa melakukan
kegiatan belajar. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan guru untuk
membangkitkan minat belajar para siswa adalah sebagai berikut:
1. Menggunakan cara atau metode dan media mengajar yang bervariasi.
Dengan metode dan media yang bervariasi kebosanan dapat dikurangi atau
dihilangkan.
2. Memilih bahan yang menarik minat dan dibutuhkan siswa, sesuatu yang
dibutuhkan akan menarik perhatian, dengan demikian akan
membangkitkan motif untuk mempelajarinya.
3. Memberikan sasaran antara, sasaran akhir belajar adalah lulus ujian atau
naik kelas. Sasaran akhir baru dicapai pada akhir tahun. Untuk
membangkitkan motif belajar maka diadakan sasaran antara ujian
semester, ujian tengah semester, ulangan harian.
4. Memberikan kesempatan untuk sukses, keberhasilan yang dicapai siswa
dapat menimbulkan kepuasan dan kemudian membangkitkan motif siswa.
8
5. Diciptakan suasana belajar yang menyenangkan, suasana belajar yang
hangat berisi rasa persahabatan ada rasa humor, pengakuan akan
keberadaan siswa terhindar dari celaan dan makin dapat membangkitkan
motif siswa.
6. Adakan persaingan sehat. Persaingan atau kompetisi yang sehat dapat
membangkitkan motivasi belajar. Siswa dapat bersaing dengan hasil
belajarnya sendiri atau dengan hasil yang dicapai oleh orang lain. Dalam
persaingan ini dapat diberikan pengujian pengajaran ataupun hadiah
kepada siswa.
2.2.1 Jenis-jenis Motivasi
Ranupandojo dan Husnan (2002:146) membagi motivasi menjadi dua jenis,
yaitu:
1. Motivasi Positif
Motivasi positif mempengaruhi karyawan agar menjalankan pekerjaan
sesuai dengan keinginan perusahaan dengn cara memberikan reward atau
penghargaan atas kinerjanya.
2. Motivasi Negatif.
Motivasi negatif mempengaruhi karyawan agar mau menjalankan
pekerjaan yang sesuai keinginan perusahaan tetapi dengan menggunakan
ancaman atau sistem punishment untuk memaksa karyawan melakukan
sesuatu pekerjaan atau mengurangi gaji yang diterimanya.
9
orang mau bekerja keras. Seseorang akan mau berbuat atau tidak berbuat
didorong oleh ada atau tidak adanya imbalan yang akan diperoleh yang
bersangkutan.
2) Teori Hierarki
Teori ini dipelopori oleh Maslow yang mengemukakan bahwa kebutuhan
manusia dapat diklasifikasikan ke dalam lima hierarki kebutuhan sebagai
berikut:
a. Kebutuhan fisiologis (physiological) merupakan kebutuhan berupa
makan, minum, perumahan, dan pakaian.
b. Kebutuhan rasa aman (safety) merupakan kebutuhan akan rasa aman
dan keselamatan.
c. Kebutuhan hubungan sosial (affiliation) merupakan kebutuhan untuk
bersosialisasi dengan orang lain.
d. Kebutuhan pengakuan (esteem) merupakan kebutuhan akan
penghargaan prestise diri.
e. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization) merupakan kebutuhan
puncak yang menyebabkan seseorang bertindak bukan atas dorongan
orang lain, tetapi karena kesadaran dan keinginan diri sendiri.
3) Teori Motivasi Prestasi
Teori ini dipelopori oleh David McClelland, yaitu:
a. Need for achievement adalah kebutuhan untuk mencapai sukses, yang
diukur berdasarkan standar kesempurnaan dalam diri seseorang.
b. Need for affiliation adalah kebutuhan akan kehangatan dan sokongan
dalam hubungannya dengan orang lain.
c. Need for power adalah kebutuhan untuk menguasai dan memengaruhi
terhadap orang lain.
10
b. Faktor motivasi (motivation factor) merupakan pendorong seseorang
untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri (intrinsik) antara lain
kepuasan kerja, prestasi yang diraih, peluang untuk maju, pengakuan orang
lain, kemungkinan pengembangan karier, dan tanggung jawab.
5) Teori ERG
Teori ini dipelopori oleh Clayton P. Alderfer dengan nama teori ERG
(Existence, Relatedness, Growth). Terdapat tiga macam kebutuhan dalam
teori ini, yaitu:
a. Existence (Keberadaan) merupakan kebutuhan untuk terpenuhi atau
terpeliharanya keberadaan seseorang di tengah masyarakat atau
perusahaan yang meliputi kebutuhan psikologi dan rasa aman.
b. Relatedness (Kekerabatan) merupakan keterkaitan antara seseorang
dengan lingkungan sosial sekitarnya.
c. Growth (Pertumbuhan) merupakan kebutuhan yang berkaitan dengan
pengembangan potensi diri seseorang, seperti pertumbuhan kreativitas dan
pribadi.
6) Teori X dan Y
Teori X didasarkan pada pola pikir konvensional yang ortodoks, dan
menyorot sosok negatif perilaku manusia, yaitu:
a. Malas dan tidak suka bekerja.
b. Kurang bisa bekerja keras, menghindar dari tanggung jawab.
c. Mementingkan diri sendiri, dan tidak mau peduli pada orang lain, karena
itu bekerja lebih suka dituntun dan diawasi.
d. Kurang suka menerima perubahan, dan ingin tetap seperti yang dahulu.
Empat asumsi positif yang disebut sebagai teori Y, yaitu:
a. Rajin, aktif, dan mau mencapai prestasi bila kondisi konduktif.
b. Dapat bekerja produktif, perlu diberi motivasi.
c. Selalu ingin perubahan dan merasa jemu pada hal-hal yang monoton.
d. Dapat berkembang bila diberi kesempatan yang lebih besar.
11
2. Teori Motivasi Proses
Teori-teori proses memusatkan perhatiannya pada bagaimana motivasi
terjadi (Sutrisno, 2013:140), dan terdapat tiga teori motivasi proses yang
dikenal, yaitu:
1) Teori Harapan (Expectary Theory)
Teori harapan mengandung tiga hal, yaitu:
a. Teori ini menekankan imbalan.
b. Para pimpinan harus memperhitungkan daya tarik imbalan yang
memerlukan pemahaman dan pengetahuan tentang nilai apa yang
diberikan oleh karyawan pada imbalan yang diterima.
c. Teori ini menyangkut harapan karyawan mengenai prestasi kerja,
imbalan dan hasil pemuasan tujuan individu.
2) Teori Keadilan (Equity Theory)
Teori ini menekankan bahwa ego manusia selalu mendambakan keadilan
dalam pemberian hadiah maupun hukuman terhadap setiap perilaku yang
relatif sama. Bagaimana perilaku bawahan dinilai oleh atasan akan
mempengaruhi semangat kerja mereka. Keadilan merupakan daya
penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Penilaian dan
pengakuan mengenai perilaku bawahan harus dilakukan secara objektif,
bukan atas dasar suka atau tidak suka.
3) Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)
Teori pengukuhan didasarkan atas hubungan sebab akibat perilaku dengan
pemberian kompensasi. Promosi bergantung pada prestasi yang selalu
dapat dipertahankan. Bonus kelompok bergantung pada tingkat produksi
kelompok itu. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan
antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku itu.
12
1. Peran motivasi dalam menentukan penguatan belajar. Ini terjadi apabila
siswa dihadapkan pada suatu masalah yang memerlukan pemecahan, dan
hanya dapat dipecahkan berkat bantuan hal-hal yang pernah dilaluinya.
2. Peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar. Dalam hal ini erat
kaitannya dengan kemaknaan belajar. Anak akan tertarik untuk belajar
sesuatu, jika yang dipelajari itu sedikitnya sudah dapat diketahui atau
dinikmati manfaatnya bagi anak.
3. Motivasi menentukan ketekunan belajar. Seorang anak yang telah
termotivasi untuk belajar sesuatu, akan berusaha mempelajarinya dengan
baik dan tekun, dengan harapan memperoleh hasil yang baik. Dalam hal
ini, tampak bahwa motivasi untuk belajar menyebabkan seseorang tekun
belajar.
13
hasil belajar yang baik, seperti “Bagus sekali”, ”Hebat”, ”Menajubkan”
bertujuan untuk dapat menyenagkan siswa.
2. Menggunakan nilai ulangan sebagai pacuan keberhasilan.
3. Menimbulkan rasa ingin tahu.
4. Memunculkan sesuatu yang tidak diduga oleh siswa.
5. Menjadikan tahap dini dalam belajar mudah bagi siswa.
6. Menggunakan materi yang dikenal siswa sebagai contoh dalam belajar.
7. Gunakan kaitan yqng unik dan tak terduga untuk menerapkan suatu
konsep dan prinsip yang telah dipahami.
8. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan
kemahirannya didepan umum.
9. Menggunakan simulasi dan permainan.
10. Megurangi akibat yang tidak menyenangkan dan keterlibatan siswa dalam
kegiatan belajar.
14
understanding (tahap pemahaman konsep). Tahap pemahaman konten terkait
dengan kemampuan memberikan contoh–contoh yang benar tentang kosa kata
(istilah dan notasi), mengingat fakta-fakta dasar, dan terampil menggunakan
algoritma atau mereplikasi strategi berpikir dalam situasi tertentu yang telah
diajarkan sebelumnya. Pengetahuan pada tahap ini adalah pengetahuan yang
“diterima” siswa, diberikan kepada mereka dalam bentuk informasi atau
keterampilan yang terisolasi, bukan diperoleh siswa secara aktif. Pemahaman
seperti itu merupakan pemahaman matematika yang paling dangkal.
Tingkat pemahaman konsep setingkat lebih tinggi dari pemahaman konten
dimana siswa terlibat aktif mengidentifikasi, menganalisis dan mensintesis pola-
pola serta saling keterkaitan dalam memperoleh pengetahuan. Ciri-ciri dari tingkat
pemahaman ini adalah kemampuan mengidentifikasi pola, menyusun definisi,
mengaitkan konsep yang satu dengan yang lain.
Tiga tahap pemahaman berikutnya dari Kinach (2002), yaitu problem-
solving level understanding (tahap pemahaman pemecahan masalah), epistemic-
level understanding (tahap pemahaman epistemik) dan inquiry-level
understanding (tahap pemahaman inkuiri), masing-masing setara dengan masing-
masing kerangka tingkat pemahaman dari Perkins dan Simmons yaitu, problem-
solving frame, epistemic frame dan inquiry frame. Tingkat pemahaman
pemecahan masalah, diartikan sebagai alat analisis dan metode ilmiah dan
pebelajar menggunakannya untuk mengajukan dan memecahkan masalah dan
dilemna matematika. Ciri dari tingkat pemahaman pemecahan masalah adalah
kemampuan berpikir menemukan suatu pola, working backward (bekerja
mundur), memecahkan suatu masalah yang serupa, mengaplikasikan suatu strategi
dalam situasi yang berbeda atau menciptakan representasi matematika ke dalam
fenomena fisik atau sosial.
15
terbatas. Berpikir merupakan salah satu daya paling utama dan menjadi ciri khas
yang membedakan manusia dari hewan.
Menurut Sardiman (1996: 45), berpikir merupakan aktivitas mental untuk
dapat merumuskan pengertian, mensintesis, dan menarik kesimpulan. Ngalim
Purwanto (2007: 43) berpendapat bahwa berpikir adalah satu keaktifan pribadi
manusia yang mengakibatkan penemuan terarah kepada suatu tujuan. Manusia
berpikir untuk menemukan pemahaman/pengertian yang dikehendakinya.
Santrock (2011: 357) juga mengemukakan pendapatnya bahwa berpikir adalah
memanipulasi atau mengelola dan mentransformasi informasi dalam memori.
Berpikir sering dilakukan untuk membentuk konsep, bernalar dan bepikir secara
kritis, membuat keputusan, berpikir kreatif, dan memecahkan masalah.
Menurut Santrock (2011: 359), pemikiran kritis adalah pemikiran reflektif
dan produktif, serta melibatkan evaluasi bukti. Jensen (2011: 195) berpendapat
bahwa berpikir kritis berarti proses mental yang efektif dan handal, digunakan
dalam mengejar pengetahuan yang relevan dan benar tentang dunia. Cece Wijaya
(2010: 72) juga mengungkapkan gagasannya mengenai kemampuan berpikir
kritis, yaitu kegiatan menganalisis ide atau gagasan ke arah yang lebih spesifik,
membedakannya secara tajam, memilih, mengidentifikasi, mengkaji dan
mengembangkannya ke arah yang lebih sempurna.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut, dapat diambil kesimpulan
mengenai pengertian kemampuan berpikir kritis yaitu sebuah kemampuan yang
dimiliki setiap orang untuk menganalisis ide atau gagasan ke arah yang lebih
spesifik untuk mengejar pengetahuan yang relevan tentang dunia dengan
melibatkan evaluasi bukti. Kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan untuk
menganalisis suatu permasalahan hingga pada tahap pencarian solusi untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut.
Orang-orang yang memiliki kemampuan berpikir kritis tidak hanya
mengenal sebuah jawaban. Mereka akan mencoba mengembangkan
kemungkinan-kemungkinan jawaban lain berdasarkan analisis dan informasi yang
telah didapat dari suatu permasalahan. Berpikir kritis berarti melakukan proses
penalaran terhadap suatu masalah sampai pada tahap kompleks tentang
“mengapa” dan “bagaimana” proses pemecahannya.
16
2.5 Kemampuan Komunikasi Matematis
Berbagai upaya untuk mereformasi pembelajaran matematika telah
(http://teams.lacoe.edu) :
menggunakan simbol‐simbol
17
4. Menggunakan ide‐ide matematika untuk membuat dugaan (conjecture)
18
Data-data yang sudah diperoleh kemudian dianalisis dengan metode
analisis kualitatif. Metode analisis kualitatif dilakukan dengan cara
mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis, tidak semata-
mata menguraikan, melainkan juga memberikan pemahaman dan penjelasan
secukupnya.
19
BAB IV
ANALISIS DATA
20
Seorang pakar pendidikan matematika, Soedjadi (dalam Zulkardi,2000)
mengatakan pembelajaran matematika tidak hanya diarahkan agar siswa dapat
memecahkan soal dan menerapkan matematika tetapi juga dapat menumbuhkan
kemampuan-kemampuan sebagai berikut :
1. kemampuan menerapkan dan menggunakan matematika dalam bidang
lain
2. kemampuan berpikir analisis dan sintesis
3. kemampuan membedakan yang benar dan salah dengan alasan logis
4. kemampuan kerja keras, konsentrasi dan mandiri
5. kemampuan memecahkan masalah
Ruseffendi (dalam Septiani, 2010:1) mengatakan bahwa, “Matematika
bukan hanya alat bantu untuk matematika itu sendiri, tetapi banyak konsep-
konsepnya yang sangat diperlukan oleh ilmu lainnya, seperti kimia, fisika, biologi,
teknik dan farmasi”
Menurut Hammil, et al, 1981 (dalam Subini, 2011:14) salah satu bentuk
kesulitan belajar adalah berhitung. kesulitan berhitung atau metematika
(dyscalculia learning) merupakan suatu gangguan perkembangan kemampuan
aritmatika atau keterampilan matematika yang jelas mempengaruhi pencapaian
prestasi akademika atau mempengaruhi kehidupan sehari-hari anak.
4.2 Pembahasan
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan
memajukan daya pikir manusia.
Menurut penelitian terdahulu yang terdapat pada jurnal, ada beberapa
kendala yang dialami siswa dalam memahami matematika itu sendiri. Penyebab
siswa sulit untuk memahami matematika adalah faktor internal, yaitu
kemungkinan adanya disfungsi neurologis; sedangkan penyebab utama siswa sulit
untuk memahami matematika itu sendiri adalah faktor eksternal, yaitu antara lain
berupa strategi pembelajaran yang keliru, pengelolaan kegiatan belajar yang tidak
membangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian ulangan penguatan
(reinforcement) yang tidak tepat.
21
Kemampuan berpikir matematika khususnya berpikir matematika tingkat
tinggi sangat diperlukan siswa, terkait dengan kebutuhan siswa untuk
memecahkan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa
keterampilan berpikir yang dapat meningkatkan kecerdasan memproses adalah
keterampilan berpikir kritis, keterampilan berpikir kreatif, keterampilan
mengorganisir otak, dan keterampilan analisis. Wijaya (dalam Radiansyah, 2010)
mengatakan bahwa “Kemampuan berpikir kritis dan kreatif sebagai bagian dari
keterampilan berpikir perlu dimiliki oleh setiap anggota masyarakat, sebab banyak
sekali persoalan-persoalan dalam kehidupan yang harus dikerjakan dan
diselesaikan”. Karena kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan untuk
melakukan pekerjaan-pekerjaan dan memecahkan permasalahan yang ada dalam
kehidupan di masyarakat, jelas bahwa siswa sebagai bagian dari masyarakat harus
dibekali dengan kemampuan berpikir kritis yang baik. Oleh sebab itu, kemampuan
berpikir terutama yang menyangkut aktivitas matematika perlu mendapatkan
perhatian khusus dalam proses pembelajaran matematika.
Namun, kenyataan di lapangan belum sesuai dengan yang diharapkan.
Hasil studi menyebutkan bahwa meski adanya peningkatan mutu pendidikan yang
cukup menggembirakan, namun fokus dan perhatian pada upaya meningkatkan
kemampuan berpikir matematika siswa masih jarang dikembangkan. Aisyah
(2008:4) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa rendahnya kemampuan
berpikir kritis disebabkan upaya pengembangan kemampuan berpikir kritis di
sekolah-sekolah jarang dilakukan. Rendahnya kemampuan berpikir kritis dan
kreatif matematika siswa juga dapat dilihat dari hasil jawaban siswa dalam
mengerjakan soal-soal matematika di sekolah yang masih belum memuaskan.
Pentingnya matematika tidak lepas dari perannya dalam segala jenis
dimensi kehidupan. Misalnya banyak persoalan kehidupan yang memerlukan
kemampuan menghitung dan mengukur. Menghitung mengarah
pada aritmetika (studi tentang bilangan) dan mengukur mengarah
pada geometri (studi tentang bangun, ukuran dan posisi benda). Aritmetika dan
geometri merupakan pondasi atau dasar dari matematika. Saat ini, banyak
ditemukan kaidah atau aturan untuk memecahkan masalah-masalah yang
berhubungan dengan pengukuran, yang biasanya ditulis dalam rumus atau formula
22
matematika, dan ini dipelajari dalam aljabar. Namun, perkembangan dalam
navigasi, transportasi, dan perdagangan, termasuk kemajuan teknologi sekarang
ini membutuhkan diagram dan peta serta melibatkan proses pengukuran yang
dilakukan secara tak langsung. Akibatnya, perlu studi tentang trigonometri.
Matematika adalah sarana pendukung dari berbagai segi kehidupan yang
lainnya dan juga merupakan hal yang paling urgen dalam kesuksesan komunikasi
dan informasi saat ini dalam tekhnologi. Hal tersebut akan terwujud jika setiap
orang memiliki kemampuan-kemampuan dalam mengembangkan potensi diri
dalam berbagai hal.
Untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, orang dapat
menyampaikan informasi dengan bahasa matematika, misalnya menyajikan
persoalan atau masalah ke dalam model matematika yang dapat berupa diagram,
persamaan matematika, grafik, ataupun tabel. Mengkomunikasikan gagasan
dengan bahasa matematika justru lebih praktis, sistematis, dan efisien. Begitu
pentingnya matematika sehingga bahasa matematika merupakan bagian dari
bahasa yang digunakan dalam masyarakat. Hal tersebut menunjukkan pentingnya
peran dan fungsi matematika, terutama sebagai sarana untuk memecahkan
masalah baik pada matematika maupun dalam bidang lainnya.
23
BAB V
KESIMPULAN
24
DAFTAR PUSTAKA
25
Suherman, E. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung :
JICA.
Sukmadinata. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung :
Yayasan Kusuma Karya.
Usman, Moh Uzer. 2000. Menjadi Guru Profesional. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Wahyudin. 2008. Pembelajaran dan Model Pelengkap untuk Meningkatkan
Kompetensi Pedagogis Para Guru dan Calon Guru Profesional.
Bandung : Diktat Perkuliahan UPI
Wahyuni, S. 2010. Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis dan Self
Esteem Siswa Sekolah Menengah Pertama dengan Menggunakan
Model Pembelajaran ARIAS. Bandung : Tesis SPS UPI
26