Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Matematika merupakan pola berfikir, pola mengorganisasikan pembuktian
logic, pengetahuan struktur yang terorganisasi memuat sifat-sifat, teori-teori di
buat secara deduktif berdasarkan unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat
atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya (Rusefendi, 1988). Matematika
pada perkembangannya tidak tergantung pada ilmu lain serta banyak ilmu-ilmu
yang penemuannya bersumber dari matematika. Sebagai contoh, banyak teori
teori dan cabang-cabang fisika dan kimia (modern) yang ditemukan dan
dikembangkan melalui konsep kalkulus, khususnya persamaan differensial.
Sebagai suatu ilmu, matematika juga sangat erat kaitannya dengan ilmu
pengetahuan lain seperti ekonomi dan teknologi. Hal ini menyatakan bahwa
matematika merupakan alat yang efisien dan diperlukan oleh semua ilmu
pengetahuan. Pentingnya matematika, menjadi dasar pemerintah dalam
menyesuaikan kurikulum matematika di sekolah. Matematika mendapat porsi jam
lebih banyak dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya, mulai jenjang Sekolah
Dasar hingga tingkat Sekolah Menengah Atas, pelajaran matematika itu ada dan
dipelajari, baik secara global maupun spesifik bahkan pada jenjang
prasekolahpun, matematika sudah mulai diperkenalkan.
Semua upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan matematis
siswa tidak hanya berguna untuk memperoleh hasil belajar yang tinggi, lebih dari
itu sebagai bekal bagi siswa untuk menjalani kehidupan bermasyarakat, dan inilah
konsep kehidupan matematika dan matematika untuk kehidupan (Hikmah, 2012).
Matematika sebagai salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap
jenjang pendidikan sekolah, diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam
rangka mengembangkan kemampuan berpikir secara kritis, sistematis, logis,
kreatif, dan bekerja sama secara efektif. Sikap dan cara berpikir seperti ini dapat
dikembangkan melalui pembelajaran matematika, karena matematika memiliki
struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya, sehingga
memungkinkan siapapun yang mempelajarinya terampil dalam berpikir secara

1
rasional dan siap menghadapi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari
(Setiawan, 2011).

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM,2000) merumuskan


lima tujuan umum pembelajaran matematika yakni:
1) belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication),
2) belajar untuk bernalar (mathematical reasoning),
3) belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving),
4) belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connections), dan
5) pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitudes
toward mathematics).
Ada tiga macam pemahaman matematik menurut Herdian (2010) yaitu
pengubahan (translation), pemberian arti (interpretation), dan pembuatan
ekstrapolasi (ekstrapolation). Pengubahan (translation) memiliki indikator dimana
siswa memiliki kemampuan untuk menyampaikan informasi dengan bahasanya
sendiri, mampu mengubah kedalam bentuk yang lain yang menyangkut pemberian
makna dari suatu informasi yang bervariasi. Jenis pemahaman matematik yang
kedua adalah pemberian arti (interpretasi), indikatornya yaitu siswa memiliki
kemampuan yang menafsirkan maksud dari bacaan, tidak hanya dengan kata-kata
dan frase, tetapi juga mencakup pemahaman suatu informasi dari sebuah ide. Jenis
pemahaman matematik yang terakhir adalah pembuatan ekstrapolasi
(ekstrapolation), indikatornya yaitu siswa memiliki kemampuan untuk
memberikan perkiraan dan prediksi yang didasarkan pada sebuah pemikiran,
gambaran kondisi dari suatu informasi, juga mencakup pembuatan kesimpulan
dengan kosekuensi yang sesuai dengan informasi jenjang kognitif ketiga yaitu
penerapan (application). Indikator dari penerapan itu yaitu siswa memiliki
kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan suatu bahan yang sudah
dipelajari kedalam situasi baru, yaitu berupa ide, teori atau petunjuk teknis.
Sedangkan pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap konsep matematika
menurut NCTM (1989 : 223) dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam: (1)
Mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan; (2) Mengidentifikasi dan
membuat contoh dan bukan contoh; (3) Menggunakan model, diagram dan
simbol-simbol untuk merepresentasikan suatu konsep; (4) Mengubah suatu bentuk

2
representasi ke bentuk lainnya; (5) Mengenal berbagai makna dan interpretasi
konsep; (6) Mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat yang
menentukan suatu konsep; (7) Membandingkan dan membedakan konsep-konsep.
Pemahaman matematis penting untuk belajar matematika secara bermakna,
tentunya para guru mengharapkan pemahaman yang dicapai siswa tidak terbatas
pada pemahaman yang bersifat dapat menghubungkan. Menurut Ausubel bahwa
belajar bermakna bila informasi yang akan dipelajari siswa disusun sesuai dengan
struktur kognitif yang dimiliki siswa sehingga siswa dapat mengkaitkan informasi
barunya dengan struktur kognitif yang dimiliki. Artinya siswa dapat mengkaitkan
antara pengetahuan yang dipunyai dengan keadaan lain sehingga belajar dengan
memahami.
Matematika dengan hakikatnya sebagai ilmu yang terstruktur dan sistematis,
serta mengembangkan sikap berpikir kritis, objektif, dan terbuka. Maka dari itu,
mengembangkan kemampuan koneksi dan berpikir kritis dalam pembelajaran
matematika sangatlah penting. Kemampuan koneksi matematis merupakan salah
satu kemampuan berpikir tingkat tinggi yang sangat penting dan harus
dikembangkan karena dalam pembelajaran matematika setiap konsep berkaitan
satu sama lain dengan konsep lainnya. (Bruner ,1977) menyatakan bahwa anak
perlu menyadari bagaimana hubungan antar konsep, karena antara sebuah bahasan
dengan bahasan matematika lainnya saling berkaitan.
Menurut Wahyudin (2008), apabila para siswa dapat menghubungkan
gagasan-gagasan matematis, pemahaman siswa akan lebih dalam dan bertahan
lama. Melalui pembelajaran yang menekankan saling keterhubungan dari
gagasan-gagasan matematis, para siswa tidak hanya belajar matematika,
melainkan juga belajar tentang kegunaan matematika. Dengan melakukan
koneksi, konsep-konsep matematika yang telah dipelajari tidak ditinggalkan
begitu saja sebagai bagian yang terpisah, tetapi digunakan sebagai pengetahuan
dasar untuk memahami konsep yang baru (Wahyuni, 2010).

Jika siswa memiliki wawasan yang luas, maka siswa akan memiliki
kecakapan dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan secara masuk
akal (reasonable), mendalam (reflektif), dapat dipertanggungjawabkan
(responsible) dan berdasarkan pemikiran yang cerdas (skillfull thinking).

3
Kecakapan-kecakapan tersebut merupakan bagian dari kemampuan berpikir kritis.
Dengan demikian, penguasaan kemampuan koneksi yang baik dapat menunjang
kemampuan siswa untuk dapat berpikir kritis.

Menurut Anderson (2003) bila berpikir kritis dikembangkan, seseorang akan


cenderung untuk mencari kebenaran, berpikir divergen (terbuka dan toleran
terhadap ide-ide baru), dapat menganalisis masalah dengan baik, berpikir secara
sistematis, penuh rasa ingin tahu, dewasa dalam berpikir, dan dapat berpikir
secara mandiri. Siswa yang berpikir kritis akan menjadikan penalaran sebagai
landasan berpikir, berani megambil keputusan dan konsisten dengan keputusan
tersebut (Spliter dalam Hanaswati, 2000).

Berdasakan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa berpikir


kritis sangat diperlukan oleh setiap orang untuk menyikapi permasalahan dalam
realita kehidupan yang tak bisa dihindari. Dengan berpikir kritis, seorang dapat
mengatur, menyesuaikan, mengubah atau memperbaiki pikirannya, sehingga
dapat mengambil keputusan untuk bertindak lebih tepat. Oleh karena itu,
kemampuan berpikir kritis perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika
untuk mempersiapkan siswa agar menjadi pemecah masalah yang tangguh,
pembuat keputusan yang matang dan orang yang tak pernah berhenti belajar.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dirumuskan
permasalahan “Apakah ada pengaruh pemahaman matematika sehingga
memotivasi siswa dalam proses belajar?”

1.3 Tujuan Penelitian


Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan
yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana tingkat kemampuan siswa dalam berpikir


kritis setelah memahami matematika
2. Untuk mengetahui bagaimana tingkat kemampuan siswa dalam
berkomunikasi setelah memahami matematika

4
3. Untuk mengetahui apakah pemahaman terhadap matematika dapat
memotivasi proses belajar siswa
1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, khususnya bagi


penulis dan umumnya bagi berbagai pihak, baik siswa, guru maupun pembaca.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu
alternative untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran
melalui pembelajaran matematika, dan sebagai salah satu alternative untuk
mengembangkan penelitian lain yang menggunakan pembelajaran
matematika untuk meningkatkan motivasi belajar siswa.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi nyata berupa langah-
langkah untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dalam melalui
pembelajaran matematika. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan
manfaat bagi siswa, guru, dan sekolah.
a. Bagi Siswa, penelitian ini dapat memberikan informasi tentang
pentingnya matematika dalam memotivasi proses belajar.
b. Bagi Guru, penelitian ini merupakan masukan dalam memperluas
pengetahuan dan wawasan tentang pentingnya pembelajaran
matematika terutama dalam rangka meningkatkan motivasi belajar
siswa.
c. Bagi Sekolah, penelitian ini memberikan sumbangan dalam rangka
meningkatkan motivasi belajar siswa.
d. Bagi Perpustakaan, penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai
perbandingan atau sebagai referensi untuk penelitian yang relevan.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Matematika


Matematika berasal dari bahasa Latin manthanein atau mathema yang
artinya belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda disebut
wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran.
Pengertian matematika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002 : 637) adalah
ilmu tentang bilangan bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur
operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah bilangan.
Menurut pendapat Uno (2008 : 129) matematika adalah sebagai suatu
bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan
berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan
kontruksi, generalitas dan individualistas, serta mempunyai cabang-cabang antara
lain aritmatika, aljabar, geometri dan analisis.
Johnson dan Myklebust (dalam Abdurrahman, 2003:252) mengemukakan
bahwa matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk
mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan
fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir.
Menurut Herman Hudojo (2003: 123) matematika merupakan suatu ilmu
yang berhubungan atau menelaah bentuk-bentuk atau struktur-struktur yang
abstrak dan hubungan-hubungan di antara hal-hal itu. Untuk dapat memahami
struktur-struktur serta hubungan-hubungan, tentu saja diperlukan pemahaman
tentang konsep-konsep yang terdapat di dalam matematika itu.
James dan James (Suherman dkk, 2003: 18) mengatakan bahwa
matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, dan konsep-
konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak
yang terbagi kedalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, geometri. Matematika
tumbuh dan berkembang karena proses berpikir, oleh karena itu logika adalah
dasar untuk terbentuknya matematika.

6
Berikut ini beberapa definisi atau pengertian tentang matematika oleh beberapa
pakar yang diungkapkan oleh Robert E. Reys (1998: 2):
1. Matematika adalah studi atau kajian tentang pola dan hubungan.

2. Matematika adalah suatu cara berpikir.

3. Matematika adalah seni, digolongkan dengan tata urutan dan kejelasan di


dalamnya.

4. Matematika adalah suatu bahasa, menggunakan istilah dan simbol tertentu


dengan hati-hati.

5. Matematika adalah suatu alat.


Pengertian Matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-
bilangan tetapi lebih luas berhubungan dengan alam semesta. The Liang Gie
mengutip pendapat seorang ahli matematika bernama Charles Edwar Jeanneret
yang mengatakan: ”Mathematics is the majestic structure by man to grant him
comprehension of the universe”, yang artinya matematika adalah struktur besar
yang dibangun oleh manusia untuk memberikan pemahaman mengenai jagat raya.

Dalam belajar matematika diperlukan pemahaman dan penguasaan materi


terutama dalam membaca simbol, tabel dan diagram yang sering digunakan dalam
matematika serta struktur matematika yang kompleks, dari yang konkret sampai
yang abstrak, apalagi jika yang diberikan adalah soal dalam bentuk cerita yang
memerlukan kemampuan penerjemahan soal ke dalam kalimat matematika dengan
memperhatikan maksud dari pertanyaan soal tersebut.

Belajar matematika merupakan belajar bermakna, dalam arti setiap konsep


yang dipelajari harus benar-benar dimengerti/dipahami sebelum sampai pada
latihan yang aplikasinya pada materi dan kehidupan sehari-hari. Selain itu ada
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses belajar Matematika.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa


matematika adalah suatu ilmu yang berhubungan tentang konsep-konsep dan
struktur-struktur yang abstrak serta hubungan di antara hal-hal tersebut.

7
2.2 Pengertian Motivasi
Motivasi berpangkal dari kata “ motif “ yang artinya sebagai daya upaya
yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi adalah suatu
proses untuk mengingat motif–motif perbuatan atau tingkah laku memenuhi
kebutuhan dan mencapai tujuan atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu
yang tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai suatu tujuan
(Usman, 2000).
Motif dibedakan menjadi dua macam, yaitu motif instrinsik dan motif
ekstrinsik. Motif instrinsik timbulnya tidak memerlukan rangsangan dari luar
karena telah ada dalam diri individu sendiri, yaitu sesuai atau sejalan dengan
kebutuhannya. Sedangakan motif ekstrinsik timbul karena ada rangsangan dari
luar individu, misalnya dalam bidang pendidikan terdapat minat yang positif
terhadap kegiatan pendidikan timbul karena melihat manfaatnya. Motif instrinsik
lebih kuat dari motif ekstrinsik. Oleh karena itu, pendidikan harus berusaha
menimbulkan motif intrinsik dengan menumbuhkan dan mengembangkan minat
mereka terhadap bidangbidang studi yang relevan (Hamzah 2007: 4 ).
Menurut Sukmadinata (2003: 28–29) motif memiliki peran yang cukup
besar didalam upaya belajar. Tanpa motif hampir tidak mungkin siswa melakukan
kegiatan belajar. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan guru untuk
membangkitkan minat belajar para siswa adalah sebagai berikut:
1. Menggunakan cara atau metode dan media mengajar yang bervariasi.
Dengan metode dan media yang bervariasi kebosanan dapat dikurangi atau
dihilangkan.
2. Memilih bahan yang menarik minat dan dibutuhkan siswa, sesuatu yang
dibutuhkan akan menarik perhatian, dengan demikian akan
membangkitkan motif untuk mempelajarinya.
3. Memberikan sasaran antara, sasaran akhir belajar adalah lulus ujian atau
naik kelas. Sasaran akhir baru dicapai pada akhir tahun. Untuk
membangkitkan motif belajar maka diadakan sasaran antara ujian
semester, ujian tengah semester, ulangan harian.
4. Memberikan kesempatan untuk sukses, keberhasilan yang dicapai siswa
dapat menimbulkan kepuasan dan kemudian membangkitkan motif siswa.

8
5. Diciptakan suasana belajar yang menyenangkan, suasana belajar yang
hangat berisi rasa persahabatan ada rasa humor, pengakuan akan
keberadaan siswa terhindar dari celaan dan makin dapat membangkitkan
motif siswa.
6. Adakan persaingan sehat. Persaingan atau kompetisi yang sehat dapat
membangkitkan motivasi belajar. Siswa dapat bersaing dengan hasil
belajarnya sendiri atau dengan hasil yang dicapai oleh orang lain. Dalam
persaingan ini dapat diberikan pengujian pengajaran ataupun hadiah
kepada siswa.
2.2.1 Jenis-jenis Motivasi
Ranupandojo dan Husnan (2002:146) membagi motivasi menjadi dua jenis,
yaitu:
1. Motivasi Positif
Motivasi positif mempengaruhi karyawan agar menjalankan pekerjaan
sesuai dengan keinginan perusahaan dengn cara memberikan reward atau
penghargaan atas kinerjanya.
2. Motivasi Negatif.
Motivasi negatif mempengaruhi karyawan agar mau menjalankan
pekerjaan yang sesuai keinginan perusahaan tetapi dengan menggunakan
ancaman atau sistem punishment untuk memaksa karyawan melakukan
sesuatu pekerjaan atau mengurangi gaji yang diterimanya.

2.2.2 Teori Motivasi


Terdapat beberapa teori yang mengemukakan tentang motivasi dalam
Sutrisno (2013:121). Beberapa teori tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Teori Kepuasan
Teori ini mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan dan
kepuasan individu yang menyebabkannya bertindak dan berperilaku
dengan cara tertentu. Beberapa teori kepuasan antara lain sebagai berikut:
1) Teori Motivasi Konvensional
Teori ini dipelopori oleh F. W. Taylor yang memfokuskan pada anggapan
bahwa keinginan untuk pemenuhan kebutuhannya merupakan penyebab

9
orang mau bekerja keras. Seseorang akan mau berbuat atau tidak berbuat
didorong oleh ada atau tidak adanya imbalan yang akan diperoleh yang
bersangkutan.
2) Teori Hierarki
Teori ini dipelopori oleh Maslow yang mengemukakan bahwa kebutuhan
manusia dapat diklasifikasikan ke dalam lima hierarki kebutuhan sebagai
berikut:
a. Kebutuhan fisiologis (physiological) merupakan kebutuhan berupa
makan, minum, perumahan, dan pakaian.
b. Kebutuhan rasa aman (safety) merupakan kebutuhan akan rasa aman
dan keselamatan.
c. Kebutuhan hubungan sosial (affiliation) merupakan kebutuhan untuk
bersosialisasi dengan orang lain.
d. Kebutuhan pengakuan (esteem) merupakan kebutuhan akan
penghargaan prestise diri.
e. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization) merupakan kebutuhan
puncak yang menyebabkan seseorang bertindak bukan atas dorongan
orang lain, tetapi karena kesadaran dan keinginan diri sendiri.
3) Teori Motivasi Prestasi
Teori ini dipelopori oleh David McClelland, yaitu:
a. Need for achievement adalah kebutuhan untuk mencapai sukses, yang
diukur berdasarkan standar kesempurnaan dalam diri seseorang.
b. Need for affiliation adalah kebutuhan akan kehangatan dan sokongan
dalam hubungannya dengan orang lain.
c. Need for power adalah kebutuhan untuk menguasai dan memengaruhi
terhadap orang lain.

4) Teori Model dan Faktor


Teori dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu:
a. Faktor pemeliharaan (maintenance factor) berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan untuk memelihara keberadaan karyawan sebagai manusia,
pemeliharaan ketentraman, dan kesehatan.

10
b. Faktor motivasi (motivation factor) merupakan pendorong seseorang
untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri (intrinsik) antara lain
kepuasan kerja, prestasi yang diraih, peluang untuk maju, pengakuan orang
lain, kemungkinan pengembangan karier, dan tanggung jawab.
5) Teori ERG
Teori ini dipelopori oleh Clayton P. Alderfer dengan nama teori ERG
(Existence, Relatedness, Growth). Terdapat tiga macam kebutuhan dalam
teori ini, yaitu:
a. Existence (Keberadaan) merupakan kebutuhan untuk terpenuhi atau
terpeliharanya keberadaan seseorang di tengah masyarakat atau
perusahaan yang meliputi kebutuhan psikologi dan rasa aman.
b. Relatedness (Kekerabatan) merupakan keterkaitan antara seseorang
dengan lingkungan sosial sekitarnya.
c. Growth (Pertumbuhan) merupakan kebutuhan yang berkaitan dengan
pengembangan potensi diri seseorang, seperti pertumbuhan kreativitas dan
pribadi.
6) Teori X dan Y
Teori X didasarkan pada pola pikir konvensional yang ortodoks, dan
menyorot sosok negatif perilaku manusia, yaitu:
a. Malas dan tidak suka bekerja.
b. Kurang bisa bekerja keras, menghindar dari tanggung jawab.
c. Mementingkan diri sendiri, dan tidak mau peduli pada orang lain, karena
itu bekerja lebih suka dituntun dan diawasi.
d. Kurang suka menerima perubahan, dan ingin tetap seperti yang dahulu.
Empat asumsi positif yang disebut sebagai teori Y, yaitu:
a. Rajin, aktif, dan mau mencapai prestasi bila kondisi konduktif.
b. Dapat bekerja produktif, perlu diberi motivasi.
c. Selalu ingin perubahan dan merasa jemu pada hal-hal yang monoton.
d. Dapat berkembang bila diberi kesempatan yang lebih besar.

11
2. Teori Motivasi Proses
Teori-teori proses memusatkan perhatiannya pada bagaimana motivasi
terjadi (Sutrisno, 2013:140), dan terdapat tiga teori motivasi proses yang
dikenal, yaitu:
1) Teori Harapan (Expectary Theory)
Teori harapan mengandung tiga hal, yaitu:
a. Teori ini menekankan imbalan.
b. Para pimpinan harus memperhitungkan daya tarik imbalan yang
memerlukan pemahaman dan pengetahuan tentang nilai apa yang
diberikan oleh karyawan pada imbalan yang diterima.
c. Teori ini menyangkut harapan karyawan mengenai prestasi kerja,
imbalan dan hasil pemuasan tujuan individu.
2) Teori Keadilan (Equity Theory)
Teori ini menekankan bahwa ego manusia selalu mendambakan keadilan
dalam pemberian hadiah maupun hukuman terhadap setiap perilaku yang
relatif sama. Bagaimana perilaku bawahan dinilai oleh atasan akan
mempengaruhi semangat kerja mereka. Keadilan merupakan daya
penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Penilaian dan
pengakuan mengenai perilaku bawahan harus dilakukan secara objektif,
bukan atas dasar suka atau tidak suka.
3) Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)
Teori pengukuhan didasarkan atas hubungan sebab akibat perilaku dengan
pemberian kompensasi. Promosi bergantung pada prestasi yang selalu
dapat dipertahankan. Bonus kelompok bergantung pada tingkat produksi
kelompok itu. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan
antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku itu.

2.2.3 Peranan Motivasi Dalam Belajar Dan Pembelajaran


Menurut Hamzah ( 2007: 27-28). Motivasi pada dasarnya dapat membantu
dalam memahami dan menjelaskan perilaku individu, termasuk perilaku individu
yang sedang belajar. Ada beberapa peranan penting dari motivasi dalam belajar
dan pembelajaran, antara lain:

12
1. Peran motivasi dalam menentukan penguatan belajar. Ini terjadi apabila
siswa dihadapkan pada suatu masalah yang memerlukan pemecahan, dan
hanya dapat dipecahkan berkat bantuan hal-hal yang pernah dilaluinya.
2. Peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar. Dalam hal ini erat
kaitannya dengan kemaknaan belajar. Anak akan tertarik untuk belajar
sesuatu, jika yang dipelajari itu sedikitnya sudah dapat diketahui atau
dinikmati manfaatnya bagi anak.
3. Motivasi menentukan ketekunan belajar. Seorang anak yang telah
termotivasi untuk belajar sesuatu, akan berusaha mempelajarinya dengan
baik dan tekun, dengan harapan memperoleh hasil yang baik. Dalam hal
ini, tampak bahwa motivasi untuk belajar menyebabkan seseorang tekun
belajar.

2.2.4 Faktor-Faktor Dalam Motivasi


Motivasi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dalam diri sendiri atau
individu dan faktor lingkungan. Faktor dalam diri yaitu di dalam belajar dan
pembelajaran, dengan sendirinya keberhasilan yang dilatarbelakangi oleh motifasi
berprestasi lebih baik, dalam arti lebih lestari pada diri individu yang diperoleh
karena ketakutan akan kegagalan. Dalam faktor lingkungan terdapat motif
instrinsik yaitu suatu perilaku yang disebabkan motif yang tidak dipengaruhi dari
lingkungan sehingga motif tersebut muncul tanpa perlu adanya ganjaran atas
perbuatan, dan tidak perlu hukuman untuk tidak melakukannya. Serta terdapat
motif ekstrinsik yaitu perilaku individu yang hanya muncul tanpa perlu adanya
hukuman atau tidak muncul karena ada hukuman, sehingga motif yang
menyebabkan perilaku tersebut, tekananan dari luar.

2.2.5 Teknik-Teknik Dalam Motivasi


Menurut Hamzah ( 2007: 34-35 ). Beberapa teknik motivasi yang dapat dilakukan
dalam pembelajaran sebagai berikut:
1. Pernyataan penghargaan secara verbal. Pernyataan verbal terhadap
perilaku yang baik atau hasil belajar siswa yang baik merupakan cara
paling mudah dan efektif untuk meningkatkan motif belajar siswa kepada

13
hasil belajar yang baik, seperti “Bagus sekali”, ”Hebat”, ”Menajubkan”
bertujuan untuk dapat menyenagkan siswa.
2. Menggunakan nilai ulangan sebagai pacuan keberhasilan.
3. Menimbulkan rasa ingin tahu.
4. Memunculkan sesuatu yang tidak diduga oleh siswa.
5. Menjadikan tahap dini dalam belajar mudah bagi siswa.
6. Menggunakan materi yang dikenal siswa sebagai contoh dalam belajar.
7. Gunakan kaitan yqng unik dan tak terduga untuk menerapkan suatu
konsep dan prinsip yang telah dipahami.
8. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan
kemahirannya didepan umum.
9. Menggunakan simulasi dan permainan.
10. Megurangi akibat yang tidak menyenangkan dan keterlibatan siswa dalam
kegiatan belajar.

2.3 Pemahaman Matematika


Terdapat berbagai kerangka berpikir mengenai pemahaman matematika,
Skemp (dalam Even & Tirosh, 2002), membedakan pemahaman matematika
dalam dua jenis yaitu pemahaman relasional dan pemahaman instrumental.
“Relational understanding is described as knowing both what to do and why,
whereas instrumental understanding entails without reasons” (h. 223).
Tingkat-tingkat pemahaman suatu disiplin ilmu menurut Perkins dan
Simmons (1988) terbagi ke dalam empat tingkatan, “ four interlocked levels of
knowledge : the content frame, the problem-solving frame, the epistemic frame,
and the inquiry frame “ (h. 305). Selanjutnya Kinach (2002), merekonstruksi
klasifikasi pemahaman dari Skemp untuk memodifikasi levels of disciplinary
understanding sehingga terdapat lima tingkatan pemahaman yaitu, “ content,
concept, problem solving, epistemic, and inquiry” (h. 157).
Kinach (2002), memodifikasi tingkat pemahaman dari Perkins dan
Simmons untuk bidang matematika menjadi enam level pemahaman dengan
menguraikan content frame menjadi dua tahap pemahaman yaitu content-level
understanding (tahap pemahaman konten) dan concept level of disciplinary

14
understanding (tahap pemahaman konsep). Tahap pemahaman konten terkait
dengan kemampuan memberikan contoh–contoh yang benar tentang kosa kata
(istilah dan notasi), mengingat fakta-fakta dasar, dan terampil menggunakan
algoritma atau mereplikasi strategi berpikir dalam situasi tertentu yang telah
diajarkan sebelumnya. Pengetahuan pada tahap ini adalah pengetahuan yang
“diterima” siswa, diberikan kepada mereka dalam bentuk informasi atau
keterampilan yang terisolasi, bukan diperoleh siswa secara aktif. Pemahaman
seperti itu merupakan pemahaman matematika yang paling dangkal.
Tingkat pemahaman konsep setingkat lebih tinggi dari pemahaman konten
dimana siswa terlibat aktif mengidentifikasi, menganalisis dan mensintesis pola-
pola serta saling keterkaitan dalam memperoleh pengetahuan. Ciri-ciri dari tingkat
pemahaman ini adalah kemampuan mengidentifikasi pola, menyusun definisi,
mengaitkan konsep yang satu dengan yang lain.
Tiga tahap pemahaman berikutnya dari Kinach (2002), yaitu problem-
solving level understanding (tahap pemahaman pemecahan masalah), epistemic-
level understanding (tahap pemahaman epistemik) dan inquiry-level
understanding (tahap pemahaman inkuiri), masing-masing setara dengan masing-
masing kerangka tingkat pemahaman dari Perkins dan Simmons yaitu, problem-
solving frame, epistemic frame dan inquiry frame. Tingkat pemahaman
pemecahan masalah, diartikan sebagai alat analisis dan metode ilmiah dan
pebelajar menggunakannya untuk mengajukan dan memecahkan masalah dan
dilemna matematika. Ciri dari tingkat pemahaman pemecahan masalah adalah
kemampuan berpikir menemukan suatu pola, working backward (bekerja
mundur), memecahkan suatu masalah yang serupa, mengaplikasikan suatu strategi
dalam situasi yang berbeda atau menciptakan representasi matematika ke dalam
fenomena fisik atau sosial.

2.4 Kemampuan Berpikir Kritis


Berpikir merupakan sebuah aktivitas yang selalu dilakukan manusia,
bahkan ketika sedang tertidur. Bagi otak, berpikir dan menyelesaikan masalah
merupakan pekerjaan paling penting, bahkan dengan kemampuan yang tidak

15
terbatas. Berpikir merupakan salah satu daya paling utama dan menjadi ciri khas
yang membedakan manusia dari hewan.
Menurut Sardiman (1996: 45), berpikir merupakan aktivitas mental untuk
dapat merumuskan pengertian, mensintesis, dan menarik kesimpulan. Ngalim
Purwanto (2007: 43) berpendapat bahwa berpikir adalah satu keaktifan pribadi
manusia yang mengakibatkan penemuan terarah kepada suatu tujuan. Manusia
berpikir untuk menemukan pemahaman/pengertian yang dikehendakinya.
Santrock (2011: 357) juga mengemukakan pendapatnya bahwa berpikir adalah
memanipulasi atau mengelola dan mentransformasi informasi dalam memori.
Berpikir sering dilakukan untuk membentuk konsep, bernalar dan bepikir secara
kritis, membuat keputusan, berpikir kreatif, dan memecahkan masalah.
Menurut Santrock (2011: 359), pemikiran kritis adalah pemikiran reflektif
dan produktif, serta melibatkan evaluasi bukti. Jensen (2011: 195) berpendapat
bahwa berpikir kritis berarti proses mental yang efektif dan handal, digunakan
dalam mengejar pengetahuan yang relevan dan benar tentang dunia. Cece Wijaya
(2010: 72) juga mengungkapkan gagasannya mengenai kemampuan berpikir
kritis, yaitu kegiatan menganalisis ide atau gagasan ke arah yang lebih spesifik,
membedakannya secara tajam, memilih, mengidentifikasi, mengkaji dan
mengembangkannya ke arah yang lebih sempurna.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut, dapat diambil kesimpulan
mengenai pengertian kemampuan berpikir kritis yaitu sebuah kemampuan yang
dimiliki setiap orang untuk menganalisis ide atau gagasan ke arah yang lebih
spesifik untuk mengejar pengetahuan yang relevan tentang dunia dengan
melibatkan evaluasi bukti. Kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan untuk
menganalisis suatu permasalahan hingga pada tahap pencarian solusi untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut.
Orang-orang yang memiliki kemampuan berpikir kritis tidak hanya
mengenal sebuah jawaban. Mereka akan mencoba mengembangkan
kemungkinan-kemungkinan jawaban lain berdasarkan analisis dan informasi yang
telah didapat dari suatu permasalahan. Berpikir kritis berarti melakukan proses
penalaran terhadap suatu masalah sampai pada tahap kompleks tentang
“mengapa” dan “bagaimana” proses pemecahannya.

16
2.5 Kemampuan Komunikasi Matematis
Berbagai upaya untuk mereformasi pembelajaran matematika telah

dilakukan berbagai berbagai pihak, termasuk organisasi‐organisasi seperti

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) yang menghasilkan 3


standar profesional pembelajaran matematika, yakni: Curriculum and Evaluation
Standards for School Mathematics (1989), Professional Standards for Teaching
Schools Mathematics (1991), dan Assesment Standards of School Matematics
(PSSM) yang memuat berbagai pinsip dan standar. Berbagai dokumen tersebut
dikembangkan untuk mendorong dan mendukung guru dalam rangka membantu
siswa mencapai pemahaman dan kecakapan melalui pembelajaran matematika.
Salah satu isu penting yang menjadi fokus perhatian berbagai organisasi di
atas adalah pengembangan aspek komunikasi dalam pembelajaran matematika.
Terkait dengan komunikasi matematika, NCTM (2005) membuat standar
kemampuan yang seharusnya dicapai siswa.
1. Mengorganisasikan dan mengkonsolidasi pemikiran matematika untuk
mengkomunikasikan kepada siswa lain

2. Mengekspresikan ide‐ide matematika secara koheren dan jelas kepada

siswa lain, guru, dan lainnya.


3. Meningkatkan atau memperluas pengetahuan matematika siswa dengan
cara memikirkan pemikiran dan strategi siswa lain.
4. Menggunakan bahasa matematika secara tepat dalam berbagai ekspresi
matematika.

Berikut ini juga merupakan bentuk‐bentuk komunikasi matematika

(http://teams.lacoe.edu) :

1. Merefleksi dan mengklarifikasi pemikiran tentang ide‐ide matematika

2. Menghubungkan bahasa sehari‐hari dengan bahasa matematika yang

menggunakan simbol‐simbol

3. Menggunakan keterampilan membaca, mendengarkan,

menginterpretasikan , dan mengevaluasi ide‐ide matematika

17
4. Menggunakan ide‐ide matematika untuk membuat dugaan (conjecture)

dan membuat argumen yang meyakinkan


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini termasuk jenis penelitian studi literatur dengan mencari
referensi teori yang relefan dengan kasus atau permasalahan yang ditemukan.
Referensi teori yang diperoleh dengan jalan penelitian studi literatur dijadikan
sebagai pondasi dasar dan alat utama bagi praktek penelitian ditengah lapangan.
Temuan penelitian yang relevan akan dikemukakan pada bagian pembahasan.

3.2 Tahapan Penelitian


Penelitian ini dilakukan secara bertahap. Adapun tahap pelaksanaan
penelitian sebagai berikut:
1. Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan meliputi penyusunan dan pengajuan proposal,
mengajukan ijin penelitian, serta penyusunan instrumen dan perangkat
penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini peneliti akan melaksanakan penelitiannya.
3. Tahap Penyelesaian
Pada tahap ini terdiri dari proses analisis data dan penyusunan laporan
penelitian.

3.3 Metode Pengumpulan Data


Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data primer
dengan melakukan wawancara dan data sekunder yaitu data yang
diperoleh dari jurnal, buku dokumentasi, dan internet.

3.4 Metode Analisis Data

18
Data-data yang sudah diperoleh kemudian dianalisis dengan metode
analisis kualitatif. Metode analisis kualitatif dilakukan dengan cara
mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis, tidak semata-
mata menguraikan, melainkan juga memberikan pemahaman dan penjelasan
secukupnya.

19
BAB IV
ANALISIS DATA

4.1 Temuan Penelitian


Dalam penelitian kualitatif, analisis data merupakan tahap yang
bermanfaat untuk menelaah data yang telah di peroleh dari beberapa informan
yang telah di pilih selama penelitian berlangsung. Selain itu juga berguna untuk
menjelaskan dan memastikan kebenaran temuan penelitian. Analisis data ini telah
dilakukan sejak awal dan bersamaan dengan proses pengumpulan data
Pengertian analisis data menurut Sugiyono adalah sebagai berikut:
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang di peroleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,
dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke
dalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih
mana yang penting dan yang akan di pelajari, dan membuat kesimpulan
sehingga mudah di fahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Kemudian menurut Moeleong, “Analisis data adalah proses


mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola kategori dan suatu uraian
dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti
yang disarankan oleh data”. Jadi peneliti menyimpulkan bahwa analisis data
adalah upaya mengolah data menjadi informasi sehingga karakteristik atau sifat-
sifat data tersebut dapat dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab
masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian. Analisis data adalah
kegiatan untuk mengeksplorasi data yang telah diperoleh.
Sebelum menganalisis data yang berkaitan dengan matematika memotivasi
proses belajar, peneliti memaparkan beberapa rujukan untuk dijadikan sebagai
pedoman atau patokan dalam menentukan matematika dapat memotivasi proses
belajar.
Menurut Jihad (2008: 153) mengemukakan bahwa manfaat pembelajaran
matematika sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi
dengan menggunakan bilangan dan mengembangkan ketajaman penalaran yang
dapat memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.

20
Seorang pakar pendidikan matematika, Soedjadi (dalam Zulkardi,2000)
mengatakan pembelajaran matematika tidak hanya diarahkan agar siswa dapat
memecahkan soal dan menerapkan matematika tetapi juga dapat menumbuhkan
kemampuan-kemampuan sebagai berikut :
1. kemampuan menerapkan dan menggunakan matematika dalam bidang
lain
2. kemampuan berpikir analisis dan sintesis
3. kemampuan membedakan yang benar dan salah dengan alasan logis
4. kemampuan kerja keras, konsentrasi dan mandiri
5. kemampuan memecahkan masalah
Ruseffendi (dalam Septiani, 2010:1) mengatakan bahwa, “Matematika
bukan hanya alat bantu untuk matematika itu sendiri, tetapi banyak konsep-
konsepnya yang sangat diperlukan oleh ilmu lainnya, seperti kimia, fisika, biologi,
teknik dan farmasi”
Menurut Hammil, et al, 1981 (dalam Subini, 2011:14) salah satu bentuk
kesulitan belajar adalah berhitung. kesulitan berhitung atau metematika
(dyscalculia learning) merupakan suatu gangguan perkembangan kemampuan
aritmatika atau keterampilan matematika yang jelas mempengaruhi pencapaian
prestasi akademika atau mempengaruhi kehidupan sehari-hari anak.

4.2 Pembahasan
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan
memajukan daya pikir manusia.
Menurut penelitian terdahulu yang terdapat pada jurnal, ada beberapa
kendala yang dialami siswa dalam memahami matematika itu sendiri. Penyebab
siswa sulit untuk memahami matematika adalah faktor internal, yaitu
kemungkinan adanya disfungsi neurologis; sedangkan penyebab utama siswa sulit
untuk memahami matematika itu sendiri adalah faktor eksternal, yaitu antara lain
berupa strategi pembelajaran yang keliru, pengelolaan kegiatan belajar yang tidak
membangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian ulangan penguatan
(reinforcement) yang tidak tepat.

21
Kemampuan berpikir matematika khususnya berpikir matematika tingkat
tinggi sangat diperlukan siswa, terkait dengan kebutuhan siswa untuk
memecahkan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa
keterampilan berpikir yang dapat meningkatkan kecerdasan memproses adalah
keterampilan berpikir kritis, keterampilan berpikir kreatif, keterampilan
mengorganisir otak, dan keterampilan analisis. Wijaya (dalam Radiansyah, 2010)
mengatakan bahwa “Kemampuan berpikir kritis dan kreatif sebagai bagian dari
keterampilan berpikir perlu dimiliki oleh setiap anggota masyarakat, sebab banyak
sekali persoalan-persoalan dalam kehidupan yang harus dikerjakan dan
diselesaikan”. Karena kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan untuk
melakukan pekerjaan-pekerjaan dan memecahkan permasalahan yang ada dalam
kehidupan di masyarakat, jelas bahwa siswa sebagai bagian dari masyarakat harus
dibekali dengan kemampuan berpikir kritis yang baik. Oleh sebab itu, kemampuan
berpikir terutama yang menyangkut aktivitas matematika perlu mendapatkan
perhatian khusus dalam proses pembelajaran matematika.
Namun, kenyataan di lapangan belum sesuai dengan yang diharapkan.
Hasil studi menyebutkan bahwa meski adanya peningkatan mutu pendidikan yang
cukup menggembirakan, namun fokus dan perhatian pada upaya meningkatkan
kemampuan berpikir matematika siswa masih jarang dikembangkan. Aisyah
(2008:4) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa rendahnya kemampuan
berpikir kritis disebabkan upaya pengembangan kemampuan berpikir kritis di
sekolah-sekolah jarang dilakukan. Rendahnya kemampuan berpikir kritis dan
kreatif matematika siswa juga dapat dilihat dari hasil jawaban siswa dalam
mengerjakan soal-soal matematika di sekolah yang masih belum memuaskan.
Pentingnya matematika tidak lepas dari perannya dalam segala jenis
dimensi kehidupan. Misalnya banyak persoalan kehidupan yang memerlukan
kemampuan menghitung dan mengukur. Menghitung mengarah
pada aritmetika (studi tentang bilangan) dan mengukur mengarah
pada geometri (studi tentang bangun, ukuran dan posisi benda). Aritmetika dan
geometri merupakan pondasi atau dasar dari matematika. Saat ini, banyak
ditemukan kaidah atau aturan untuk memecahkan masalah-masalah yang
berhubungan dengan pengukuran, yang biasanya ditulis dalam rumus atau formula

22
matematika, dan ini dipelajari dalam aljabar. Namun, perkembangan dalam
navigasi, transportasi, dan perdagangan, termasuk kemajuan teknologi sekarang
ini membutuhkan diagram dan peta serta melibatkan proses pengukuran yang
dilakukan secara tak langsung. Akibatnya, perlu studi tentang trigonometri.
Matematika adalah sarana pendukung dari berbagai segi kehidupan yang
lainnya dan juga merupakan hal yang paling urgen dalam kesuksesan komunikasi
dan informasi saat ini dalam tekhnologi. Hal tersebut akan terwujud jika setiap
orang memiliki kemampuan-kemampuan dalam mengembangkan potensi diri
dalam berbagai hal.
Untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, orang dapat
menyampaikan informasi dengan bahasa matematika, misalnya menyajikan
persoalan atau masalah ke dalam model matematika yang dapat berupa diagram,
persamaan matematika, grafik, ataupun tabel. Mengkomunikasikan gagasan
dengan bahasa matematika justru lebih praktis, sistematis, dan efisien. Begitu
pentingnya matematika sehingga bahasa matematika merupakan bagian dari
bahasa yang digunakan dalam masyarakat. Hal tersebut menunjukkan pentingnya
peran dan fungsi matematika, terutama sebagai sarana untuk memecahkan
masalah baik pada matematika maupun dalam bidang lainnya.

23
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat


diambil beberapa kesimpulan yaitu :

1. Ada pengaruh pemahaman matematika terhadap kemampuan berpikir


kritis siswa, dimana siswa mampu untuk menganalisis ide atau gagasan ke
arah yang lebih spesifik.
2. Ada pengaruh pemahaman matematika terhadap kemampuan komunikasi
siswa, dimana siswa mampu mengorganisasikan dan mengkonsolidasi
pemikiran matematika untuk berkomunikasi kepada orang lain.
3. Aktivitas matematika adalah sebuah aktivitas memotivasi karena
terhubung pada kemampuan siswa dalam hal intelektual dan sosial.

24
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi).


Bandung: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Anderson. 2003. “Critical Thinking Across the Disciplines”. Makalah pada
Faculty Development Seminar in New York City College of
Technology, New York.
Bruner. 1977. The Process of Education. London : Harvard University Press.
Hamzah, U. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya Analisis Bidang
Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Hanaswati. 2000. Pengembangan Model Pencemaran Air untuk Meningkatkan
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Madrasah Aliyah melalui Belajar
Kooperatif. Bandung : Tesis PPS UPI.
Herdian. 2010. Kemampuan Pemahaman Matematika.
http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-pemahaman-
matematis/ (Kamis, 29 Desember 2016)
Herman, Hudojo. 2003. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran
Matematika. Malang : Universitas Negeri Malang.
Hikmah, H.N. 2012. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Mahasiswa PGSD melalui Implementasi Strategi Modeling the Way
dalam Perkuliahan Pendidikan Matematika. Bandung : Tesis SPS
UPI Bandung.
NCTM. 1989. Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics.
Reston, VA : NCTM
NCTM. 2000. Principle and Standarts of School Mathematics. Reaston, VA :
NCTM.
Ruseffendi, E.T. (1988). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan
CBSA, Bandung : Tarsito.

25
Suherman, E. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung :
JICA.
Sukmadinata. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung :
Yayasan Kusuma Karya.
Usman, Moh Uzer. 2000. Menjadi Guru Profesional. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Wahyudin. 2008. Pembelajaran dan Model Pelengkap untuk Meningkatkan
Kompetensi Pedagogis Para Guru dan Calon Guru Profesional.
Bandung : Diktat Perkuliahan UPI
Wahyuni, S. 2010. Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis dan Self
Esteem Siswa Sekolah Menengah Pertama dengan Menggunakan
Model Pembelajaran ARIAS. Bandung : Tesis SPS UPI

26

Anda mungkin juga menyukai