CONTOH Lapkas Mola
CONTOH Lapkas Mola
Mola Hidatidosa
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian/SMF Ilmu Kebidanan dan Kandungan FK Unsyiah/RSUDZA
Banda Aceh
Oleh:
Rahmat Aidil Fajar Siregar
1707101030074
Siti Rahmah
1707101030129
Pembimbing:
dr. Munawar, Sp. OG
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
β-HCG. Sedangkan pada pemeriksaan USG dapat ditemukan gambaran badai salju
(snow storm/snow flake pattern).(3)
Melihat tingginya angka kejadian mola hidatidosa di Indonesia dan
adanya risiko terjadinya keganasan pada mola hidatidosa maka penanganan yang
adekuat serta evaluasi yang berkelanjutan penting dilakukan oleh tenaga medis
yang ada di indonesia.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar
dimana terjadi keabnormalan dalam konsepsi plasenta yang disertai dengan
perkembangan parsial atau tidak ditemukan adanya pertumbuhan janin, hampir
seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropobik. Janin
biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu
hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah
anggur. Jaringan trofoblast pada vilus berproliferasi dan mengeluarkan hormon
human chononic gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada
kehamilan biasa.(3,5)
2.2 Epidemiologi
Frekuensi mola hidatidosa umumnya pada wanita Asia lebih tinggi (1 per
120 kehamilan) dibandingkan pada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan).
Di Indonesia, mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan
angka kejadiannya yang tinggi (1 dari 77 kehamilan). Faktor risiko mola hidatidosa
terdapat pada usia maternal yang hamil kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun,
gizi buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetik.(3,4)
3
Terdapat peningkatan risiko substansial untuk penyakit trofoblastik rekuren.
Risikonya adalah 1,5% untuk mola hidatidosa komplit dan 2,7% untuk mola
hidatidosa parsial. Pada wanita yang telah mengalami 2x kehamilan mola 23%
kehamilan berikutnya adalah kehamilan mola.(7)
3. Faktor hormonal
Pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral dan dengan durasi yang lama
serta memiliki riwayat keguguran pada kehamilan sebelumnya meningkatkan
kemungkinan terjadinya kehamilan mola hingga dua kali lipat.(8)
4. faktor lain
Ibu dengan riwayat merokok atau perokok aktif, defisiensi vitamin, dan
peningkatan usia paternal merupakan faktor-faktor risiko lainnya yang dapat
menyebabkan terjadinya kehamilan mola hidatidosa.(9)
2.4 Patofisiologi
Mola hidoatidosa komplit hanya mengandung materi genetik atau
kromosom paternal sehingga bersifat androgenic tanpa adanya jaringan janin.
Hal ini terjadi karena satu sel sperma membawa kromosom 23,X- melakukan
fertilisasi terhadap sel telur yang tidak membawa gen maternal (tidak aktif),
kemudian mengalami duplikasi membentuk 46XX homozigot. Namun,
fertilisasi juga dapat terjadi pada dua spermatozoa yang akan membentuk 46XX
dan 46 XY heterozigot. Secara makroskopik, pada kehamilan trimester II
molahidatidosa komplit berbentuk seperti anggur karena vili korialis
mengalami pembengkakan secara menyeluruh. Pada kehamilan trimester I, vili
korialis mengandung cairan dalam jumlah yang lebih sedikit, bercabang dan
mengandung sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas hiperplastik dengan banyak
pembuluh darah. Kehamilan yang sempurna harus termini dari unsur ibu yang
akan membentuk bagian embrional (anak) dan unsur ayah untuk membentuk
bagian ekstraembrional. Karena tidak ada unsur maternal, pada MHK tidak ada
bagian embrional (janin). Yang ada hanya bagian ekstraembrional yang
patologis berupa vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik seperti
anggur. Ovum yang kosong bisa terjadi karena gangguan pada proses meiosis,
yang seharusnya diploid 46XX pencah menjadi 2 haploid 23X, terjadi peristiwa
non-dysfunction, dimana hasil pemecahannya adalah 0 dan 46XX. Pada MHK
4
ovum inilah yang dibauahi. Gangguan proses meiosis ini terjadi pada kelainan
struktural kromosom.
Sedangkan pada mola hidatidosa parsial (MHP) terjadi karena ovum ibu 23
X dibuahi secara dispermi. Bisa oleh dua haploid 23X dan atau satu haploid
23X dan haploid 23 Y. Hasil konsepsi berupa 69XXX, 69 XXY atau 69 XYY.
Koromosis 69 YYY tidak pernah ditemukan. Jadi MHP mempunyai satu
haploid ibu dan dua haploid ayah sehingga disebut Diandro triploid. Karena
disini terdapat unsur ibu, maka ditemukan janin (bagian embrional). Tetapi
komposisi unsur maternal dan paternal tidak seimbang. Unsur paternal yang
tidak normal menyebabkan pembentukan plasenta yang tidak wajar, yang
merupakan gabungan dari vili korialis yang normal dan degenerasi hidropik.
Oleh karena itu, fungsinya pun tidak bisa sempurna sehingga janin tidak bisa
bertahan sampai besar. Biasa kematian janin terjadi sangat dini. (3,10)
2.5 Klasifikasi
Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :
a. Mola Hidatidosa komplit
Vili korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih. Ukuran
vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter sampai sentimeter
dan sering berkelompok-kelompok menggantung pada tangkai kecil.
Temuan Histologik ditandai oleh :
Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan stroma vilus
Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak
5
Profilerasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi
Tidak adanya janin dan amnion
6
perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti
anggur pada pakaian dalam.
1. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi
mulai dari spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat
dimulai sesaat sebelum abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara
intermiten selama berminggu-minggu atau setiap bulan. Sebagai akibat
perdarahan tersebut gejala anemia ringan sering dijumpai. Anemia
defisiensi besi merupakan gejala yang sering dijumpai.
2. Ukuran uterus
Uterus tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya dan
teraba lunak. Saat palpasi tidak didapatkan balotement dan tidak teraba
bagian janin.
3. Aktivitas janin
Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis,
secara khas tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test
dengan alat yang sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta
yang kembar pada kehamilan mola hidatidosa komplit. Pada salah satu
7
plasentanya sementara plasenta yang lainnya dan janinnya sendiri terlihat
normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan perubahan mola inkomplit
yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin yang hidup.
4. Embolisasi
Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma
villus dapat keluar dari dalam uterus dan masuk aliran darah vena. Jumlah
tersebut dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta tanda
emboli pulmoner akut bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang terjadi.
Meskipun jumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma villus yang
menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu kecil untuk
menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut
trofoblas ini dapat menginfasi parenkin paru. Sehingga terjadi metastase
yang terbukti lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari
trofoblas saja (koriokarsinoma metastasik) atau trofoblas dengan stroma
villus (mola hidatidosa metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut bisa
diramalkan dan sebagian terlihat menghilang spontan yang dapat terjadi
segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa minggu atau bulan kemudian.
Sementara sebagian lainnya mengalami proliferasi dan menimbulkan
kematian wanita tersebut tidak mendapatkan pengobatan yang efektif.
5. Ekspulsi Spontan
Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar
sebelum mola tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus
lewat tindakan. Ekspulsi spontan paling besar kemungkinannya pada
kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang lebih dari 28 minggu.
2.7 Diagnosa
1. Anamnesis
Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang
berlebihan, perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna coklat
dan kadang bergelembung seperti busa.
8
(1) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola
komplet adalah perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari
desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh
karena jumlah darah yang banyak, dan cairan gelap bisa mengalir
melalui vagina. Gejala ini terdapat dalam 97% kasus.
(2) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang
berat. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam
hormon β-HCG.
(3) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti
takikardi, tremor dan kulit yang hangat. Didapatkan pula adanya
gejala preeklamsia yang terjadi pada 27% kasus dengan karakteristik
hipertensi ( TD > 140/90 mmHg), protenuria (>300 mg.dl), dan
edema dengan hiperefleksia
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Palpasi :
Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba
lembek
Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan
janin.
Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
Pemeriksaan dalam :
Memastikan besarnya uterus
Uterus terasa lembek
Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan kadar B-hCG
BetaHCG urin > 100.000 mlU/ml
Beta HCG serum > 40.000 IU/ml
Berikut adalah gambar kurva regresi hCG normal yang menjadi
parameter dalam penatalaksanaan lanjutan mola hidatidosa.
9
Gambar 2.2 Nilai rata-rata dari 95 % confidence limit yang
menggambarkan kurva regresi normal gonadotropin korionik
subunit β pasca mola.
Pemeriksaan kadar T3 /T4
B-hCG > 300.000 mIU/ml mempengaruhi reseptor thyrotropin,
mengakibatkan aktifitas hormon-hormon tiroid (T3/T4) meningkat.
Terjadi gejala-gejala hipertiroidisme berupa hipertensi, takikardia,
tremor, hiperhidrosis, gelisah, emosi labil, diare, muntah, nafsu makan
meningkat tetapi berat badan menurun dan sebagainya. Dapat terjadi
krisis hipertiroid tidak terkontrol yang disertai hipertermia, kejang,
kolaps kardiovaskular, toksemia, penurunan kesadaran sampai
delirium-koma.
4. Pemeriksaan Imaging
a. Ultrasonografi
Gambaran seperti sarang tawon tanpa disertai adanya janin
Ditemukan gambaran snow storm atau gambaran seperti
badai salju.
10
Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap
Bila Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12
jam kemudian dilakukan kuret.
b. Memberikan obat-obatan Antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan
umum penderita.
c. 7-10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk
membersihkan sisa-sisa jaringan.
d. Histeriktomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30
tahun, Paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi
pusat atau lebih
2. Pengawasan Lanjutan
Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai
kontrasepsi oral pil.
Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun :
o Setiap minggu pada Triwulan pertama
o Setiap 2 minggu pada Triwulan kedua
o Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya
o Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3
bulan.
Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :
a. Gejala Klinis : Keadaan umum, perdarahan
b. Pemeriksaan dalam :
o Keadaan Serviks
o Uterus bertambah kecil atau tidak
c. Laboratorium
11
o Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai
adanya keganasan
3. Sitostatika Profilaksis
2.9 Prognosis
Dinegara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas
akibat mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini
dan terapi yang tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola
12
masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola
hodatidosa biasanya disebabkan oleh karena perdarahan, infeksi, eklamsia, payah
jantung dan tirotoksikosis.
Lebih dari 80% kasus mola hidatidosa tidak berlanjut menjadi keganasan
trofoblastik gestasional, akan tetapi walaupun demikian tetap dilakukan
pengawasan lanjut yang ketat, karena hampir 20% dari pasien mola hidatidosa
berkembang menjadi tumor trofoblastik gestasional.
Pada 10-15% kasus mola akan berkembang menjadi mola invasive, dimana
akan masuk kedalam dinding uterus lebih dalam lagi dan menimbulkan
perdarahan dan komplikasi yang lain yang mana pada akhirnya akan
memperburuk prognosisnya. Pada 2-3% kasus mola dapat berkembang menjadi
korio karsinoma, suatu bentuk keganasan yang cepat menyebar dan
membesar.(3,10)
13
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. YU
Tanggal Lahir/Umur : 08 juli 1988/ 29 tahun
Alamat : Jangka Buya, Pidie Jaya
Agama : Islam
Suku : Aceh
CM : 1-17-28-77
Jaminan : JKA
Tanggal masuk : 20 Mei 2018
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama :
Perdarahan pervaginam setelah kuretase 2 minggu sebelumnya
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang melalui surat pengantar dr. ahli kandungan dengan keluhan keluar
darah dari jalan lahir. Pasien 2 minggu sebelumnya telah melakukan kuretase di
Bireun. Pasien mengatakan kuretase yang dilakukan dibireun dikarenakan telah
hamil 3 bulan namun janinnya sudah meninggal didalam rahim, sehingga dilakukan
kuretase. Setelah 1 minggu dilakukan kuretase pasien kembali mengalami
perdarahan namun dalam bentuk bercak-bercak disertai dengan adanya nyeri perut
bagian bawah. Nyeri perut yang dirasakan hingga mengganggu aktivitas pasien dan
pasien berfikir jika itu adalah menstruasi biasa. Setelah 1 minggu mengalami
perdarah berulang dan sedikit-sedikit pasien akhirnya memutuskan untuk
melakukan pemeriksaan kembali dibanda aceh. Dan pada saat malam sebelum
pasien memutuskan untuk melakukan pemeriksaan di RSUZA pasien mengalami
perdarahan yang banyak sehingga segera dibawa ke dr ahli kandungan .
14
Diabetes mellitus (-), hipertensi (-), asma (-), penyakit jantung(-),alergi (-).
Riwayat Penyakit Keluarga :
Diabetes mellitus (-), hipertensi (-), asma (-), penyakit jantung(-),alergi (-).
Riwayat Pemakaian Obat :
Tidak ada.
Riwayat Kebiasaan Sosial :
Pasien sehari-hari sebagai seorang Ibu rumah tangga, suami swasta
Riwayat Menarche :
Usia 12 tahun, teratur, selama 6-7 hari, 3-4x ganti pembalut, dismenorea (+).
Riwayat Pernikahan :
Pernikahan satu kali, saat berusia 18 tahun.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan :
I. Laki-laki, 11 tahun, BBL 2800 gr, lahir Pervaginam di Puskesmas oleh
bidan
II. Keguguran
III. Laki-laki, 6 tahun, 3200 gr, harir pervaginam di puskesmas oleh bidan
Riwayat KB : kontrasespsi oral
15
perban
Ekstremitas : Edema (+/+), Sianosis (-/-), akral dingin (-/-)
3.3.3 Status Ginekologis
I : v/u tenang
Io : Porsio ukuran normal, tampak licin, erosi (-), stolsel (-), perdarahan aktif
(-), massa (-), peradangan (-) OUE tertutup , Fluor (-), Fluxus (+)
VT : nyeri goyang portio (-), cavum douglas menonjol (-)
3.4 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium (4 April 2017)
Pemeriksaan
Hasil Nilai Normal
Laboratorium
Darah Rutin
Hemoglobin 12,0 gr/dl 12-15 gr/dl
Hematokrit 37 % 37-47 %
Leukosit 6,7/mm3 4.500-10.500/mm3
Eritrosit 4,7/mm3 4,2-5,4 x 106/mm3
Trombosit 217.000/mm3 150.000-450.000/mm3
MCV 78 fL 80-100 fL
MCH 25 pg 27-31 pg
MCHC 33 % 32-36 %
RDW 12,9 % 11,5-14,5 %
MPV 11,5 fL 7,2-11,1 fL
Hitung Jenis
Eosinofil 4% 0-6 %
Basofil 1% 0-2 %
Netrofil Batang 0% 2-6%
Netrofil segmen 58% 50-70 %
Limfosit 31% 20-40 %
Monosit 6% 2-8 %
Kimia Klinik
Diabetes
Glukosa Darah
167 mg/dL <200 mg/dL
Sewaktu
Ginjal Hipertensi
Ureum 15 mg/dL 13-43 mg/dL
Kreatinin 0,53 mg/dL 0,51-0,95 mg/dL
Elektrolit Serum
16
Natrium 143 nmo/L 132-146 nmo/L
Kalium 3,7 nmo/L 3,7-5,4 nmo/L
Klorida 108 nmo/L 98-106 nmo/L
1. USG
Kesan :
Uterus membesar ukuran 9,9x6,6x8,2cm myometrium heterogen, pada
Cavum uterus tampak adanya massa hiperechoic dengan gambaran honey
Comb appearence doppler: corakan vaskuler meningkat ( moderate), pada
Adneksa tidak tampak adanya massa dan pada cavum douglas tidak tampak
Adanya cairan
2. Plano test : positive
3.5 Diagnosa Kerja
P3A1 perdarahan pervaginam e.c mola hidatidosa susp PTG
17
3.6 Tatalaksana
Observasi tanda vital dan perdarahan
Cek lab (β-HCG, T3/T4, TSHs)
Kuretase vacum
PA hasil kuretase vacum
Pemeriksan β-hCG serial pada hari k-1 post kuretase, hari ke-7, hari ke-
14 dan hari ke-21.
3.7 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
18
BAB IV
ANALISA KASUS
19
yang membesar dari ukuran normal dan tampak adanya gambaran sarang lebah
(honey comb). Gambaran sarang lebah pada hasil usg merupakan ciri khas dari
mola hidatidosa.
Penatalaksanaan untuk mola hidatidosa pada pasien ini adalah vacum
kuretase. Vakum kuretase yang dilakukan dengan menggunakan kuret tumpul
untuk mencegah terjadinya perforasi uterus. Tindakan kuretase biasa dilakukan
hanya satu kali saja. Kuretase kedua dilakukan jika terdapat indikasi. Pada pasien
ini dilakukan kuretase yang ke 2 dikarenakan masih adanya jaringan mola didalam
uterus. Tindakan hisaterektomi dapat dilakukan pada pasien mola hidatidosa
dengan pertimbangan usia dan paritas. Pasien dengan usia >35 tahun dan paritas
tinggi yang merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya keganasan. Untuk
batasannya ialah pasien dengan usia >35 tahun dengan anak hidup ≥ 3 orang.
Histerektomi juga dapat dilakukan bila hasil histopatologik menunjukkan adanya
tanda-tanda keganasan seperti mola invasif, koriokarsinoma, tumor trofoblastik
epitel dan tumor trofoblastik perlekatan plasenta.
Dengan dilakukannya kuretase kedua pada pasien ini dan ditakutkan
terjadinya neoplasia trofoblastik gestasional atau penyakit trofoblastik ganas maka
perlu dilakukan pemeriksaan kadar beta hcg serum setiap minggu (minggu ke 1, 7,
14 dan 21) serta 6 bulan kemudian. Sehingga pasien dianjurkan untuk
menggunakan kontrasespsi barier agar tidak terjadi fertilisasi hingga kehamilan
yang dapat mengacaukan pemeriksaan tindak lanjut ini.
Kejadian mola hidatidosa kecil kemungkinannya menyebabkan kematian
namun hal yag terpenting dalam mendiagnosis pasien dengan mola hidatidosa
adalah pertimbangan kemungkinan adanya neoplasia trofoblastik gestasional atau
penyakit trofoblastik ganas. Jika terdapat tanda keganasan dan dilihat dari scoring
prognostik oleh WHO wanita dengan score 7 atau lebih maka perlu
dipertimbangkan untuk dilakukannya kemoterapi.
20
BAB V
KESIMPULAN
21
DAFTAR PUSTAKA
7. Garrett LA, Garner EIO, Feltmate CM, Goldstein DP, Berkowitz RS.
Subsequent pregnancy outcomes in patients with molar pregnancy and
persistent gestational trophoblastic neoplasia. J Reprod Med. 2008
Jul;53(7):481–6.
8. Palmer JR, Driscoll SG, Rosenberg L, Berkowitz RS, Lurain JR, Soper J, et
al. Oral Contraceptive Use and Risk of Gestational Trophoblastic Tumors.
JNCI J Natl Cancer Inst [Internet]. 1999;91(7):635–40. Available from:
https://academic.oup.com/jnci/article-lookup/doi/10.1093/jnci/91.7.635
10. F. Gary Cunningham, John C. Hauth, Kenneth J. Leveno, Larry Gilstrap Iii,
Steven L. Bloom, Katharine D. Wenstrom. Williams obstetrics. Williams
Obstetrics. 2010.
22
23