Anda di halaman 1dari 13

INSECT BITE REACTION

(REAKSI GIGITAN SERANGGA)


BAB I
PENDAHULUAN
Serangga merupakan vektor penyakit yang penting di seluruh dunia, dan
perlindungan diri terhadap sengatan memainkan peranan penting dalam pencegahan
penyakit. Artropoda menghasilkan spektrum yang luas dari lesi klinis. Gigitan
Artropoda juga merupakan cara penularan dari banyak infeksi sistemik dan infestasi.
Serangga jika menggigit atau menyengat, memasukkan secret air liur atau toxic
sengat yang dapat menimbulkan reaksi alergi. 1-3
Artropoda menghasilkan spektrum yang luas dari lesi klinis. Gigitan
Artropoda juga merupakan cara penularan dari banyak infeksi sistemik dan infestasi.
Gigitan dan sengatan Artropoda dapat menyebabkan luka, menimbulkan reaksi alergi
dari yang mengganggu sampai mengancam kehidupan pada individu yang sensitif,
dan menyebabkan kelainan sistemik.1-3

1.1. DEFINISI
Serangga merupakan spesies terbesar dalam filum Arthropoda. Terdapat kurang
lebih 1.500.000 spesies serangga yang memegang peranan besar dalam dunia medis
(Diptera, Siphonaptera, Hymenoptera, Coleoptera) sebaliknya Anoplura, Hemiptera,
Dictyopera, dan Lepidoptera jarang ditemukan dalam dunia medis. Karakteristik
serangga ialah dengan eksoskeleton kitin, tiga bagian tubuh, tiga pasang kaki beruas,
mata compound, dan dua antena. Serangga berasal dari bahasa Latin, insectum, yang
artinya ‘potongan bagian-bagian’, dapat dipertimbangkan menjadi 'potongan' 3
bagian, kepala, toraks, dan abdomen. Regio toraks terbagi menjadi 3 bagian kaki
bersegmen dan penambahan 2 pasang sayap. 3-4
Reaksi kutan terhadap gigitan serangga merupakan reaksi inflamasi dan atau
alergi, ditandai oleh erupsi pruritus serius pada area gigitan berjam-jam sampai
berhari-hari setelah gigitan, manifestasinya oleh papul urtikaria berkelompok atau

1
soliter, papulovesikel, dan atau bula yang menetap selama beerapa hari sampai
berminggu-minggu, pasien tidak sadar telah digigit. Dalam beberapa kasus, gejala
sistemik dapat terjadi, dari ringan sampai berat, dengan kematian yang terjadi dari
syok anafilaktik.1

1.2.EPIDEMIOLOGI
Gigitan dan sengatan Artropoda sebagian besar tidak dapat dihindarkan
karena banyaknya spesies yang menyerang dan distribusinya di seluruh lingkungan.
Secara geografis, peyebarannya di seluruh dunia.2-3
Kutu hewan dan serangga lainnya berkembang baik selama musim panas yang
basah dan berkabut, karena itulah kenapa kasus papul urtikaria umumnya tampak
terutama sekali pada bulan-bulan tersebut. Dalam suatu kasus, dilaporkan lebih dari
setengah kasus terjadi selama bulan-bulan musim panas Mei-Agustus dengan
maksimum pasien yang dilaporkan yaitu pada bulan Agustus.3
Kelompok hymenopterid merupakan Artropoda paling penting secara medis,
bertanggung jawab terhadap sebagian besar kasus reaksi hipersensitivitas terhadap
sengatan serangga, dan menyebabkan 40-50 kematian per tahun di Amerika Serikat.
Bahkan kematian tiba-tiba dan tak dapat dijelaskan diakibatkandari reaksi anafilaktik
terhadap sengatan hymenopterid.1

1.3.ETIOLOGI
Secara sederhana gigitan dibagi menjadi 2 grup yaitu Venomous (beracun)
dan Non Venomous (tidak beracun). Serangga yang beracun biasanya menyerang
dengan cara menyengat, misalnya tawon atau lebah, ini merupakan suatu mekanisme
pertahanan diri yakni dengan cara menyuntikan racun atau bisa melalui alat
penyengatnya. Sedangkan serangga yang tidak beracun menggigit dan menembus
kulit dan masuk mengisap darah, ini biasanya yang menimbulkan rasa gatal.
Kelas Artropoda yang menyebabkan reaksi lokal dan sistemik terkait dengan
gigitannya yaitu Arachnida, Chilopoda, Diplopoda, Crustacea, dan Insecta.1,2,5-7

2
1. Arachnida (4 pasang kaki): tungau, kutu, laba-laba, kalajengking.
• Acarina
a) Tungau: Sarcoptes scabiei menyebabkan skabies;Demodex folliculorum, tungau
folikel rambut manusia; dan lainnya termasuk tungau makanan, unggas, biji-
bijian, jerami, hasil panen, hewan, dan debu rumah.
b) Kutu, menyebabkan Lyme borreliosis,Rocky Mountain spotted fever.
• Aranea: Laba-laba, menyebabkan rhabdomiolisis oleh brown recluse spider.
• Scorpionida, racunnya merupakan neurotoksin yang dapat menyebabkan reaksi
lokal dan sistemik berat.
2. Chilopoda dan Diplopoda
3. Insecta (3 pasang kaki)
• Anoplura: kutu( Phthiriusand Pediculus), dapat menyebabkan pedikulosis.
• Coleoptera: kumbang. Kontak dengan hewan ini dapat menimbulkan vesikel
dan bula karena produksi chantaridin. Selain itu, juga menyebabkan erupsi
pustular dengan halo eritem.
• Diptera: nyamuk dapat menyebabkan malaria dan infeksi Epstein Barr Virus,
lalat hitam menyebabkan black fly fever, midgesmenyebabkan , Tabandae
menyebabkan tularaemia,botfliesdan Callitroga Americana menyebabkan
miasis kutaneus, Dermatobia hominis menyebabkan miasis furunkular,
phlebotomid sand flies, dan lalat tsetse menyebabkan tripanosomiasis.
• Hemiptera: kutu busuk, merupakan vektor virus Hepatitis B dan Chagas
disease.
• Hymenoptera: semut, lebah, tawon, langau kerbau, menyebabkan urtikaria
generalisata, rhabdomiolisis.
• Lepidoptera: ulat bulu, kupu-kupu,caterpillars, ngengat, dapat menyebabkan
dermatitis dan nodosa oftalmia.
• Siphonaptera: kutu hewan, chigoeatau sand flea, dapatmenyebabkan
tungiasis, keratokonjungtivitis, dan leishmaniasis.

3
A B

Gambar 1.Bedbugs dan telurnya pada matras (A); Skaning elektron mikrografikutu hewan (B).
(dikutip dari Singh S, Mann BK. Insect Bite Reactions. IJDVL. 2013; 79(2): 151-64.)

Arthropoda pembawa infeksi, diantaranya:5


• Lyme borreliosis, tularemia, bubonic plague.
• Scrub typhus, endemic (murine) typhus,spotted fever groups, Q fever
• Human granulocytic anaplasmosis
• Tick-borne meningoencephalitis
• Leishmaniasis, tripanosomiasis (sleepingsickness, Chagas disease).
• Malaria, babesiosis.
• Filariasis, onchocerciasis (river blindness),loiasis

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.PATOGENESIS
Racun dan liur serangga adalah masalah yang kompleks. Reaksi awal terhdap
gigitan dan sengatan secara umum berhubungan dengan histamine, serotonin, asam
formid atau kinin. Reaksi tipe lambat adalah manifestasi khusus dari respon imun
host kepada protein alergi. Infeksi sekunder sering terjadi. 1
Terdapat 2 macam mekanisme alergi pada gigitan serangga, yaitu Reaksi Tipe
1 yaitu paparan awal terhadap antigen dan menghasilkan antibody, Antigen Spesifik
Imunoglobulin E (IgE) dimediasi oleh limfosit B, IgE menempel ke sel mast dan
basofil yang akan menjadi sensitive terhadap antigen material. Dan pada paparan
selanjutnya, antigen akan berikatan dengan IgE menyebabkan degranulasi sel mast
dan mengeluarkan mediator kimiawi seperti histamine, leukotrin, dan prostaglandin
yang memicu reaksi inflamasi. Mekanisme kedua yaitu reaksi tipe lambat
(Hipersensitivitas Tipe IV) menggunakan media sel disbanding antibody, terjadi
setelah 12-72 jam setelah paparan, allergen ditangkap oleh Antigen Precenting Cell
(contoh sel langerhans pada kulit) dan berpindah ke limfonodus menstimulasi
Limfosit T untuk berproliferasi, lalu mengaktifkan makrofag dan memproduksi
sitokin menyebabkan inflamasi. 8
Reaksi terhadap gigitan dan sengatan diawali oleh salah satu toksin atau
alergen yang diinjeksikan oleh makhluk yang menyerang. Mekanisme toksik
langsung termasuk kontak dengan racun, iritasi rambut, sekresi saliva, atau cairan yg
menyebabkan bengkak; kontak tidak langsung dapat dakibatkan dari inhalasi atau
menelan debris, bagian tubuh, atau ekskresi. Setidaknya 30 sampai 50 orang di
Amerika Serikat meninggal setiap tahun dari reaksi sistemik terhadap sengatan.
Sekitar 50% kematian disebabkan hewan berbisa akibat dari sengatan Hymenoptera
(lebah atau tawon), 20% dari gigitan ular berbisa, dan 14% dari laba-laba beracun.

5
Laba-laba dan ular mengeluarkan racun yang mungkin menyebabkan hemolitik,
mengganggu sistem pembekuan, atau bertindak sebagai neurotoksin.
Reaksi langsung biasanya terkait dengan histamin, serotonin, asam format
atau kinin. Reaksi tertunda biasanya manifestasi dari respon kekebalan host terhadap
alergen protein. Kira-kira seperempat dari kasus anafilaksis yang dilaporkan terkait
dengan sengatan serangga, khususnya sengatan Hymenopterid. Serangga ini memiliki
sayap membranous dan racun kompleks yang mengandung asam formiat, kinin dan
alergen protein.1

Reaksi alergi dikelompokkan menurut beratnya reaksi. Reaksi alergi sistemik


yang luas, adalah reaksi local yang disebabkan oleh indurasi dengan diameter >12 cm
(5in.) dan mencapai puncak antara 24-48 jam sesudah sengatan dan sembuh dalam 5
hari atau lebih. Reaksi alergi sistemik tingkat ringan (kutan) termasuk urtikaria,
angioedem, atau reaksi lain tapi tidak melibatkan organ lain. Dan Reaksi alergi
sistemik tingkat sedang selalu menimbulkan tanda dan gejala dari reaksi kutaneus
disertai rasa tidak nyaman pada tenggorokan dan dada, gejala osbtruksi saluran nafas
ringan, fotopobia, atau pusing ringan dan hipotensi. Sedangkan reaksi alergi sistemik
yang berat termasuk kelelahan saluran nafas, pusing berat, hipotensi atau kesadaran
menurun. 9

2.2.MANIFESTASI KLINIK
Gejala dari gigitan serangga bermacam-macam dan tergantung dari berbagai
macam faktor yang mempengaruhi. Kebanyakan gigitan serangga menyebabakan
kemerahan, bengkak, nyeri, dan gatal-gatal di sekitar area yang terkena gigitan atau
sengatan serangga tersebut. Kulit yang terkena gigitan bisa rusak dan terinfeksi jika
daerah yang terkena gigitan tersebut terluka. Jika luka tersebut tidak dirawat, maka
akan mengakibatkan peradangan akut.

6
Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak, desahan, sesak napas,
pingsan dan hampir meninggal dalam 30 menit adalah gejala dari reaksi yang disebut
anafilaksis. Ini juga diakibatkan karena alergi pada gigitan serangga
Gigitan nyamuk
Gigitan nyamuk dari biasanya menyebabkan gatal, benjolan merah, dan
pembengkakan. Selain itu, gigitan nyamuk juga ditandai dengan pembentukan papula
erythermatous, dan urtikaria. Reaksi alergi berlangsung selama beberapa menit.
Pediculosis
Keluhan utama di pediculosis biasanya gatal yang merupakan hasil dari
sensitisasi terhadap antigen saliva. Gatal adalah karena reaksi alergi terhadap gigitan.
Dapat ditemukan macula eritem dan urtikaria.
Flea bites
Gambaran klinis karena gigitan Ctenocephalides felis and Ctenocephalides
canis berupa rasa gatal dengan beberapa papula dan eskoriasi. Kadang-kadang
menimbulkan reaksi yang lebih parah, dan dapat terjadi bulla. Lesi dapat berelompok
yang tidak teratur.
Lebah
Racun lebah madu mengandung polipeptida mellitin, fosfolipase A2,
histamin, hialuronidase dan apamin. Lebah madu (Apis mellifera) menyengat, oleh
karena itu, berbahaya pada dasarnya untuk individu yang berisiko. Reaksi sistemik
dari sengatan dapat terjadi melalui beberapa sengatan. Reaksi toksik karena sengatan
lebah madu termasuk muntah, diare, syok, dan gagal ginjal. Kebanyakan kematian
akibat tersengat lebih dari 500 sengatan.

7
A B C

Gambar 2. Papular urtikaria. Papul edematous merah soliter dengan erosi awal pada
area pektoral (A); papul merah multipel pada kaki penderita dengan HIV/AIDS; bedbug
bites: papul ekskoriasi pada leher posterior(C).
(dikutip dari Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 6th edition.
USA: The McGraw-Hill Companies; 2009. p. 852-9)

2.3.PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Histopatologi
Dari gambaran histopatologis pada fase akut didapatkan adanya edema antara
sel-sel epidermis, spongiosis, parakeratosis serta sebukan sel polimorfonuklear.
Infiltrat dapat berupa eosinofil, neutrofil, limfosit dan histiosit. Pada dermis
ditemukan pelebaran ujung pembuluh darah dan sebukan sel radang akut.1
b. Laboratorium
Pemeriksaan pembantu lainnya yakni dengan pemeriksaan laboratorium dimana
terjadi peningkatan jumlah eosinofil dalam pemeriksaan darah. Dapat juga dilakukan
tes tusuk dengan alergen tersangka.

2.4.DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis dapat ditemukan adanya riwayat aktivitas diluar rumah
yang mempunyai resiko mendapat serangan serangga seperti di daerah perkebunan
dan taman. Bisa juga ditanyakan mengenai kontak dengan beberapa hewan peliharaan

8
yang bisa saja merupakan vektor perantara dari serangga yang dicurigai telah
menggigit atau menyengat. 2

Banyak jenis spesies serangga yang menggigit dan menyengat manusia, yang
memberikan respon yang berbeda pada masing-masing individu, reaksi yang timbul
dapat berupa lokal atau generalisata. Reaksi lokal yang biasanya muncul dapat berupa
papular urtikaria. Papular urtikaria dapat langsung hilang atau juga akan menetap,
biasa disertai dengan rasa gatal, dan lesi nampak seperti berkelompok maupun
menyebar pada kulit. Papular urtikaria dapat muncul pada semua bagian tubuh atau
hanya muncul terbatas disekitar area gigitan. Pada awalnya, muncul perasaan yang
sangat gatal disekitar area gigitan dan kemudian muncul papul-papul. Papul yang
mengalami ekskoriasi dapat muncul dan akan menjadi prurigo nodularis. Vesikel dan
bulla dapat muncul yang dapat menyerupai pemphigoid bullosa, sebab manifestasi
klinis yang terjadi juga tergantung dari respon sistem imun penderita masing-masing.

2.5.DIAGNOSIS BANDING
a. Prurigo Nodularis
Merupakan penyakit kronik, pada orang dewasa ditandai oleh adanya nodus

kutan yang gatal, terutama pada ekstremitas bagian ekstensor. Etiologi dari penyakit

ini belum diketahui tetapi serangan-serangan gatal tibul bila terdapat atau mengalami

ketegangan emosional.10

Gejala klinis yaitu lesi yang muncul berupa nodus, dapat tunggal atau

multiple, mengenai ekstremitas, terutama pada permuaan anterior paha dan tungkai

bawah. Lesi sebesar kacang polong atau lebih besar, keras dan berwarna merah atau

kecokelatan. Bila perkembangannya sudah lengkap maka lesi akan berubah menjadi

verukosa atau mengalamu fisurasi.10

9
Gambar 3: A. Predileksi. B. papula-papula pada daerah ekstensor ekstremitas.

2.6 PENATALAKSANAAN

a. Perawatan Pra Rumah Sakit


Kebanyakan gigitan serangga dapat dirawat pada saat akut dengan memberikan
kompres setelah perawatan luka rutin dengan sabun dan air untuk meminimalisasi
kemungkinan infeksi. Untuk reaksi lokal yang luas, kompres es dapat meminimalisasi
pembengkakan. Pemberian kompres es tidak boleh dilakukan lebih dari 15 menit dan
harus diberikan dengan pembatas baju antara es dan kulit untuk mencegah luka
langsung akibat suhu dingin pada kulit. Epinefrin merupakan kunci utama untuk
penanganan pra rumah sakit pada reaksi sistemik. Antihistamin sistemik dan
kortikosteroid, bila tersedia, dapat membantu mengatasi reaksi sistemik.1

b. Medikamentosa
- Topikal : Jika reaksi lokal ringan, dikompres dengan larutan asam borat 3%, atau
kortikosteroid topikal seperti krim hidrokortison 1-2%. Jika reaksi berat dengan
gejala sistemik, lakukan pemasangan torniket proksimal dari tempat gigitan dan
diberi obat sistemik.

10
- Sistemik : Injeksi antihistamin seperti klorfeniramin 10 mg atau difenhidramin 50
mg. Adrenalin 1% 0,3-0,5 ml subkutan. Kortikosteroid sistemik diberikan pada
penderita yang tak tertolong dengan antihistamin atau adrenalin.

c. Perawatan Unit Gawat Darurat (keadaan berat)


Intubasi endotrakeal dan ventilator mungkin diperlukan untuk menangani
anafilaksis berat atau angioedema yang melibatkan jalan napas. Penanganan
anafilaksis emergensi pada individu yang atopik dapat diberikan dengan injeksi awal
intramuskular 0,3-0,5 ml epinefrin dengan perbandingan 1:1000. Dapat diulang setiap
10 menit apabila dibutuhkan. Bolus intravena epinefrin (1:10.000) juga dapat
dipertimbangkan pada kasus berat. Begitu didapatkan respon positif, bolus tadi dapat
dilanjutkan dengan infus dicampur epinefrin yang kontinu dan termonitor. Eritema
yang tidak diketahui penyebabnya dan pembengkakan mungkin sulit dibedakan
dengan sellulitis. Sebagai aturan umum, infeksi jarang terjadi dan antibiotik
profilaksis tidak direkomendasikan untuk digunakan.

Untuk pencegahan gigitan serangga dapat dilakukan dengan menggunakan baju


yang bisa melindungi diri saat bermain diluar rumah untuk mengindari gigitan
serangga. Keluarga dengan hewan peliharaan harus berpartisipasi aktif dalam
pengontrolan kutu hewan, termasuk pengobatan terhadap kutu, rajin memandikan
hewan peliharaan, dan rajin mencuci tempat-tempat yang sering ditempati oleh hewan
tersebut. Jika terdapat kutu busuk di rumah cucilah kasur atau matras setiap 2-4
minggu dikombinasi dengan 2 sisi pengikat pada kaki kasur untuk mencegah kutu
busuk tinggal lama pada kasur kita.

11
BAB III
PENUTUP
Prognosis umumnya bonam. Quo ad sanationam untuk reaksi tipe cepat dan
reaksi tidak biasa adalah dubia ad malam. Sedangkan, prognosis reaksi tipe lambat
adalah bonam.
Ekskoriasi reaksi kutan terhadap gigitan serangga pada umumnya
mengakibatkan infeksi sekunder dari erosi epidermis oleh GAS dan atau S. Aureus
yang menyebabkan impetigo atau ektima. Hal ini khususnyaterjadi di daerah iklim
tropis lembab. Infeksi kulit Streptokokus kadang komplikasinya menjadi
glomerulonefritis. Yang kurang umum adalah infeksi sekunder dengan
Corynebacterium diphtheriae,yang menyebabkan difteria kutan.4

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Elston DM. Bites and Stings. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP.
Dermatology. 2nd edition. US: Mosby Elsevier; 2008.
2. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatrick’s The Color Atlas and Synopsis
of Clinical Dermatology. 5th edition. USA: The McGraw-Hill Companies; 2007.
3. Hoedojo. Insect and Allergic Reaction. 2012 : 1
4. Singh S, Mann BK. Insect Bite Reactions. IJDVL. 2013; 79(2): 151-64.
5. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology. 6th edition. USA: The McGraw-Hill Companies; 2009. p. 852-9.
6. Permenkes RI no.5. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer.
7. Hernandez R.G, Cohen B.A, Insect Bite- Induced Hypersensitivity and the
STRATCH Principles : A New Approach to Papular Urtikaria. American
Academic Journal of Pediatric. 2008: 195
8. Alan Nathan, Advising on Insect Bites and Stings : 1
9. Golden D.B.K, Sobotka A.K, Norman P.S, et al., Outcomes of Allergy to Insect
Stings in Children, with and without Venom Immunotherapy. The new England
Journal of Medicine. 2007 : 670.
10. Djuanda Adhi, Hamzah Mochtar. M. Editors. Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin.
Edisi 6. Jakarta : FK UI.

13

Anda mungkin juga menyukai