PEMBAHASAN
2.1 Skenario
Nn.AX, usia 22 tahun, mahasiswa, dibawa ke Poliklinik Rumah Sakit Ernaldi Bahar
dengan keluhan sering menangis sendiri. Sekitar 2 buan yang lalu, Nn.AX mulai sulit
tidur. Ia tidak bisa tidur sebelum pukul 1 dini hari, bangun pukul 3 pagi, dan kemudian
tidak bisa tidur kembali. Ia juga kehilangan nafsu makan, hilang minat, tidak berenergi,
jarang berbicara, dan tampak murung sepanjang hari.Sekitar 2 minggu yang lalu, Nn.AX
mulai sering menangis, mengurung diri di dalam kamar dan tidak lagi kuliah. Nn.AX
mengatakan bahwa ia tidak berguna dan tidak akan menjadi wanita yang sukses.
Terkadang Nn.AX mengatakan ingin mati saja. Sebelum keluhan pertama muncul Nn.AX
mengatakan kepada kakaknya bahwa ia kecewa terhadap temannya yang mendapat
beasiswa ke luar negri tanpa memberitahunya. Nn.AX memiliki satu kakak perempuan
dan satu adik laki-laki. Nn.AX merasa bahwa ibunya lebih menyayangi kakaknya dan
sering membandingkan dirinya dengan kakaknya. Apabila Nn.AX meraih prestasi
akademik, ibunya tidak pernah memujinya. Sejak remaja, Nn.AX sering merasa hampa
dan sengaja membuat dirinya terluka untuk memperoleh perhatian ibunya. Tidak ada
riwayat gembira atau bersemangat berlebihan, banyak bicara dan beraktivitas pada
Nn.AX
1
Suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat kesenangan dari
melakukan kegiatan yang dulu menyenangkan atau membuatnya
bahagia. Anhedonia sering dijumpai pada pasien depresi berat dan
schizophrenia. (Anhendonia)
4 Tidak berenergi
Tidak ada kemampuan melakukan kerja
5 Mood
Keadaan emosional atau keadaan pikiran seseorang
6 Afek
Emosi yang diekspresikan oleh pasien sehingga penilaiannya
objektif dan dapat di amati oleh pemeriksa
7 Hamilton Depression Rating Scale
Merupakan tes yang mengukur tingkat keberatan dari gejala
depresi pada individu
2.3 Identifikasi Masalah
a) Nn.AX, usia 22 tahun, mahasiswa, dibawa ke Poliklinik Rumah Sakit
Ernaldi Bahar dengan keluhan sering menangis sendiri.(1)
b) Sekitar 2 buan yang lalu, Nn.AX mulai sulit tidur. Ia tidak bisa tidur
sebelum pukul 1 dini hari, bangun pukul 3 pagi, dan kemudian tidak bisa
tidur kembali. Ia juga kehilangan nafsu makan, hilang minat, tidak
berenergi, jarang berbicara, dan tampak murung sepanjang hari (3)
c) Sekitar 2 minggu yang lalu, Nn.AX mulai sering menangis, mengurung
diri di dalam kamar dan tidak lagi kuliah. Nn.AX mengatakan bahwa ia
tidak berguna dan tidak akan menjadi wanita yang sukses. Terkadang
Nn.AX mengatakan ingin mati saja. (2)
d) Sebelum keluhan pertama muncul Nn.AX mengatakan kepada kakaknya
bahwa ia kecewa terhadap temannya yang mendapat beasiswa ke luar
negri tanpa memberitahunya (4)
e) Nn.AX memiliki satu kakak perempuan dan satu adik laki-laki. Nn.AX
merasa bahwa ibunya lebih menyayangi kakaknya dan sering
membandingkan dirinya dengan kakaknya. Apabila Nn.AX meraih
prestasi akademik, ibunya tidak pernah memujinya. Sejak remaja, Nn.AX
sering merasa hampa dan sengaja membuat dirinya terluka untuk
memperoleh perhatian ibunya.(riwayat)
f) Tidak ada riwayat gembira atau bersemangat berlebihan, banyak bicara
dan beraktivitas pada Nn.AX (5)
g) Hasil pemeriksaan psikiatrikus: (penunjang diagnosis)
Selama proses wawancara Nn.AX nampak murung, tidak banyak
bergerak, menjawab dengan pelan, satu suku kata, menggunakan pakaian
bewarna abu-abu dan tidak menggunakan riasan. Terdapat mood yang
2
sedih dengan afek yang sesuai. Terdapat juga perasaan tidak berguna,
rendah diri, dan keinginan untuk mati. Nn.AX menyangkal adanya suara-
suara bisikan yang tidak bisa di dengar oleh orang lain. Hasil pemeriksaan
menggunakan Hamilton Depression Rating Scale menunjukkan skor 51. 5
1. Nn.AX, usia 22 tahun, mahasiswa, dibawa ke Poliklinik Rumah Sakit Ernaldi Bahar
dengan keluhan sering menangis sendiri.
a. Bagaimana hubungan usia, jenis kelamin dan pekerjaan dengan keluhan
utama?
b. Berapa lama frekuensi sering menangis dianggap normal?
c. Bagaimana fisiologi menangis?
2. Sekitar 2 buan yang lalu, Nn.AX mulai sulit tidur. Ia tidak bisa tidur sebelum pukul 1 dini
hari, bangun pukul 3 pagi, dan kemudian tidak bisa tidur kembali. Ia juga kehilangan
nafsu makan, hilang minat, tidak berenergi, jarang berbicara, dan tampak murung
sepanjang hari
a. Bagaimana Neuroanatomi yang terganggu terkait kasus Nn.AX?
b. Bagaimana neurokimia yang terganggu terkait kasus Nn.AX?
c. Bagaimana siklus tidur yang normal?
d. Bagaimana fisiologi tidur?
e. Bagaimana etiologi dan mekanismen sulit tidur (insomnia) terkait kasus?
f. Bagaimana etiologi dan mekanisme kehilangan nafsu makan, hilang minat,
tidak berenergi, jarang berbicara, dan tampak murung sepanjang hari
g. Bagaimana klasifikasi sulit tidur (insomnia)?
h. Bagaimana hubungan sulit tidur, kehilangan anfsu makan, hilang minat, tidak
berenergi, jarang berbicara, dan tampak murung sepanjang hari?
i. Apa makna klinis dari gejala yang timbul Nn.AX sejak 2 bulan yang lalu?
3
d. pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e. gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f. tidur terganggu
g. nafsu makan berkurang
3. Sekitar 2 minggu yang lalu, Nn.AX mulai sering menangis, mengurung diri di dalam
kamar dan tidak lagi kuliah. Nn.AX mengatakan bahwa ia tidak berguna dan tidak akan
menjadi wanita yang sukses. Terkadang Nn.AX mengatakan ingin mati saja. (2)
a. Bagaimana makna klinis dari Nn.AX mengatakan bahwa ia tidak berguna dan
tidak akan menjadi wanita yang sukses. Terkadang Nn.AX mengatakan ingin
mati saja ? (termasuk waham atau tidak)
4
Menurut DSM-IV-TR, diagnosis gangguan kepribadian emosional tidak stabil dapat dibuat awal
masa dewasa ketika pasien menunjukkan setidaknya lima kriteria yang tercantum pada kriteria
diagnostik. Studi biologi dapat membantu dalam diagnosis, beberapa pasien dengan gangguan
kepribadian emosional tidak stabil menunjukkan memendeknya latensi REM dan gangguan tidur
kontinuitas, hasil DST yang abnormal, dan hasil hormon yang abnormal thyrotropin-releasing
test. Perubahan tersebut juga terlihat pada beberapa pasien dengan gangguan depresi.
Pola pervasif ketidakstabilan hubungan interpersonal, citra diri, dan afek, dan impulsif dengan
awitan awal masa dewasa dan hadir dalam berbagai konteks, seperti yang ditunjukkan oleh lima
(atau lebih) sebagai berikut:
1. Upaya yang penuh kegelisahan untuk menghindari keadaan ditinggalkan yang nyata
maupun yang hanya dibayangkan. Catatan: Tidak meliputi perilaku bunuh diri atau
mutilasi diri tercakup dalam Kriteria 5.
2. pola hubungan interpersonal erat namun tidak stabil
3. gangguan identitas: citra diri atau kesadaran diri yang secara nyata dan terus menerus
tidak stabil
4. impulsif dalam setidaknya dua wilayah yang berpotensi merusak diri (misalnya,
pengeluaran, seks, penyalahgunaan zat, mengemudi sembrono, makan pesta). Catatan:
Tidak meliputi perilaku bunuh diri atau mutilasi diri tercakup dalam Kriteria 5
5. perilaku bunuh diri berulang, gestur, atau ancaman, atau perilaku mutilasi diri
6. Ketidakstabilan perasaan atau afek yang disebabkan oleh suasana hati (misalnya,
dysphoria episodik intens, lekas marah, atau kecemasan biasanya berlangsung beberapa
jam dan jarang lebih dari beberapa hari)
7. Perasaan kosong yang kronis
8. Kemarahan yang tidak pantas, intens atau kesulitan mengendalikan marah (misalnya,
menampilkan sering marah, kemarahan yang konstan, perkelahian fisik berulang)
Pemikiran paranoid yang berkaitan dengan stres berlangsung singkat gejala disosiatif
yang parah
5. Nn.AX memiliki satu kakak perempuan dan satu adik laki-laki. Nn.AX merasa bahwa
ibunya lebih menyayangi kakaknya dan sering membandingkan dirinya dengan
kakaknya. Apabila Nn.AX meraih prestasi akademik, ibunya tidak pernah memujinya.
5
Sejak remaja, Nn.AX sering merasa hampa dan sengaja membuat dirinya terluka untuk
memperoleh perhatian ibunya.(riwayat)
a. Termasuk tipe kepribadian apa Nn.AX?
b. Apakah Nn. AX sudah mengalami gangguan kepribadian?
c. Bagaimana makna klinis sejak remaja, Nn.AX sering merasa hampa dan
sengaja membuat dirinya terluka untuk memperoleh perhatian ibunya?
d. Apakah ada kaitan pola asuh ibunya dengan keluhan Nn.AX sekarang?
6. Tidak ada riwayat gembira atau bersemangat berlebihan, banyak bicara dan beraktivitas
pada Nn.AX
a. Apa makna klinis dari riwayat di atas?
7. Hasil pemeriksaan psikiatrikus: (penunjang diagnosis)
a. Selama proses wawancara Nn.AX nampak murung, tidak banyak bergerak,
menjawab dengan pelan, satu suku kata, menggunakan pakaian bewarna abu-
abu dan tidak menggunakan riasan. Terdapat mood yang sedih dengan afek
yang sesuai. Terdapat juga perasaan tidak berguna, rendah diri, dan keinginan
untuk mati. Nn.AX menyangkal adanya suara-suara bisikan yang tidak bisa di
dengar oleh orang lain. Hasil pemeriksaan menggunakan Hamilton Depression
Rating Scale menunjukkan skor 51.
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan psikiatrikus?
b. Bagaimana mekanisme abnormalitas pemeriksaan psikiatrikus?
c. Apa pemeriksaan penunjang lain yang dapat digunakan untuk menunjang
diagnosis Nn.AX?
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Darah rutin
Urinalisa
Kadar neurotransmitter
b. Radiologi
CT scan
PET
Brain mapping
c. Psikologi
Rorschach
6
TAT
Draw-a-person
Raven test
MMPI
2.4.1.2 Hipotesis
Nn.AX 22 tahun menderita epsiode depresif berat tanpa gejala psikotik
2.4.1.3 Template
a. DD
b. WD
Aksis I :
Aksis II :
Aksis III:
Aksis IV:
Aksis V : GAF
c. Etiologi
d. Epidemiologi
e. Faktor Resiko
f. How to diagnose
PATOFISIOLOGI
Timbulnya depresi dihubungkan dengan peran beberapa neurotransmiter aminergik.
Neurotransmiter yang paling banyak diteliti ialah serotonin. Konduksi impuls dapat terganggu
apabila terjadi kelebihan atau kekurangan neurotransmiter di celah sinaps atau adanya gangguan
sensitivitas pada reseptor neurotransmiter tersebut di post sinaps sistem saraf pusat.
7
Pada depresi telah di identifikasi 2 sub tipe reseptor utama serotonin yaitu reseptor
5HTIA dan 5HT2A. Kedua reseptor inilah yang terlibat dalam mekanisme biokimiawi depresi
dan memberikan respon pada semua golongan anti depresan.
Pada penelitian dibuktikan bahwa terjadinya depresi disebabkan karena menurunnya
pelepasan dan transmisi serotonin (menurunnya kemampuan neurotransmisi serotogenik).
Beberapa peneliti menemukan bahwa selain serotonin terdapat pula sejumlah neurotransmiter
lain yang berperan pada timbulnya depresi yaitu norepinefrin, asetilkolin dan dopamin. Sehingga
depresi terjadi jika terdapat defisiensi relatif satu atau beberapa neurotransmiter aminergik pada
sinaps neuron di otak, terutama pada sistem limbik. Oleh karena itu teori biokimia depresi dapat
diterangkan sebagai berikut :
1. Menurunnya pelepasan dan transport serotonin atau menurunnya kemampuan neurotransmisi
serotogenik.
2. Menurunnya pelepasan atau produksi epinefrin, terganggunya regulasi aktivitas norepinefrin
dan meningkatnya aktivitas alfa 2 adrenoreseptor presinaptik.
3. Menurunnya aktivitas dopamin.
4. Meningkatnya aktivitas asetilkolin.
Teori yang klasik tentang patofisiologi depresi ialah menurunnya neurotransmisi akibat
kekurangan neurotransmitter di celah sinaps. Ini didukung oleh bukti-bukti klinis yang menunjukkan
adanya perbaikan depresi pada pemberian obat-obat golongan SSRI (Selective Serotonin Re-uptake
Inhibitor) dan trisiklik yang menghambat re-uptake dari neurotransmiter atau pemberian obat MAOI
(Mono Amine Oxidasi Inhibitor) yang menghambat katabolisme neurotransmiter oleh enzim monoamin
oksidase.
Belakangan ini dikemukakan juga hipotesis lain mengenai depresi yang menyebutkan bahwa
terjadinya depresi disebabkan karena adanya aktivitas neurotransmisi serotogenik yang berlebihan dan
bukan hanya kekurangan atau kelebihan serotonin semata. Neurotransmisi yang berlebih ini
mengakibatkan gangguan pada sistem serotonergik, jadi depresi timbul karena dijumpai gangguan pada
sistem serotogenik yang tidak stabil. Hipotesis yang belakangan ini dibuktikan dengan pemberian anti
depresan golongan SSRE (Selective Serotonin Re-uptake Enhancer) yang justru mempercepat re-uptake
serotonin dan bukan menghambat. Dengan demikian maka turn over dari serotonin menjadi lebih cepat
dan sistem neurotransmisi menjadi lebih stabil yang pada gilirannya memperbaiki gejala-gejala depresi.
8
Mekanisme biokimiawi yang sudah diketahui tersebut menjadi dasar penggunaan dan pengembangan
obat-obat anti depresan.
Teori : depresi merupakan hasil perubahan patologis pada reseptor, yang diakibatkan
oleh terlalu kecilnya stimulasi oleh monoamin
Saraf post-sinaptik akan ber-respon sebagai kompensasi terhadap besar-kecilnya
stimulasi oleh neurotransmiter
Jika stimulasi terlalu kecil saraf akan menjadi lebih sensitif (supersensitivity) atau
jumlah reseptor meningkat (up-regulasi)
Jika stimulasi berlebihan saraf akan mengalami desensitisasi atau down-regulasi
Obat-obat antidepresan umumnya bekerja meningkatkan neurotransmiter
meningkatkan stimulasi saraf menormalkan kembali saraf yang supersensitif
Proses ini membutuhkan waktu MENJELASKAN mengapa aksi obat antidepresan
tidak terjadi secara segera
9
Hipotesis permisif
Menurut teori ini: kontrol emosi diperoleh dari keseimbangan antara serotonin dan
noradrenalin
Serotonin memiliki fungsi regulasi terhadap noradrenalin menentukan kondisi
emosi depresi atau manik
Teori ini mempostulatkan : kadar serotonin yang rendah dapat menyebabkan (permit)
kadar noradrenalin menjadi tidak normal yang dapat menyebabkan gangguan mood.
Jika kadar serotonin rendah, noradrenalin rendah depresi
Jika kadar serotonin rendah, noradrenalin tinggi manik
Menurut hipotesis ini, meningkatkan kadar 5-HT akan memperbaiki kondisi sehingga
tidak muncul “bakat” gangguan mood
Dysregulation hypothesis
Patofisiologi
Patofisiologi depresi belum diketahui secara pasti, tetapi etiologi selalu dihubungkan oleh banyak
faktor sebagai diagnosis depresi dengan melihat beberapa sindrom yang ada dengan gejala yang
berhubungan. Faktor biologis, psikologis, dan sosial berkaitan dengan depresi, tetapi penemuan terbaru
menyatakan genetik, gambaran neurologis, dan biologi molekuler sudah menjelaskan beberapa
hubungan dengan tekanan yang besar ini, terutama pada modulasi dari kehidupan pada proses genetik
dan neurobiologi.
Genetik
Penemuan keluarga, kembar, dan adopsi
10
Studi keluarga menunjukkan risiko relatif bahwa setidaknya dua atau tiga kali lebih besar
untuk depresi dalam keluarga garis pertama dengan depresi, dengan onset umur dan
depresi berulang memberikan resiko yang lebih besar. Studi adopsi, kebanyakan dari
mereka di Skandinavia, menemukan bahwa depresi jauh lebih mungkin dengan adanya
kekerabatan biologis dibandingkan dengan orang tua asuh untuk menderita depresi. Studi
anak kembar yang membandingkan kembar monozigot dan dizigot, memperlihatkan pada
pembedahan genetik dari pengaruh lingkungan terhadap risiko penyakit. Perkiraan dari
studi anak kembar kapasitas depresi diturunkan secara genetik antara 33 – 70 %, tanpa
memandang jenis kelamin. hasil yang konsisten dari berbagai penelitian menunjukkan
dasar genetik untuk depresi.
Neurobiologi
o Monoamin
Hipotesis monoamina telah menjadi dasar teori neurobiologis depresi selama 50
tahun terakhir. Berdasarkan pengamatan dari mekanisme kerja antidepresan,
hipotesis ini menyatakan bahwa depresi merupkan hasil dari defisit serotonin (5-
HT) di otak atau neurotransmisi norepinefrin pada sinaps. Antidepresan bertindak
dengan menghalangi transpor serotonin (SERT), yang meningkatkan ketersediaan
neurotransmiter ke dalam celah sinaps. Namun, teori ini tidak sesuai dengan
penundaan onset efek terapi antidepresan karena kenaikan neurotransmiter sinapsi
terjadi segera penghambatan pengambilan kembali. Studi tryptophan deplesi dan
katekolamin juga belum menghasilkan bukti untuk defisit sederhana di tingkat
neurotransmitter atau fungsi pada depresi.
o Axis hipotalamus-hipofisis-adrenal
Perubahan dalam sumbu hipothalamic-hipofisis-adrenal telah lama diakui
dikaitkan dengan DEPRESI. Efek stes biologis dimediasi oleh sekresi faktor
pelepasan kortikotropin/hormon (CRF/CRH) meningkatkan sekresi hormon
adrenocortitrophic (ACTH) dan melepaskan glukokortikoid. Glukokortikoid
mengubah sensitivitas reseptor noradrenergik melalui peraturan adrenoceptors
beta dengan adenilat siklase di otak. Hasil stres kronis pada hipersensitivitas
sumbu hipotalamus hipofisis adrenal dan depresi dikaitkan dengan
immunoreactivity CRF meningkat dan ekspresi gen dari CRF dalam nukleus
11
hipotalamus paraventrikular, dan turun-regulasi reseptor CRF-R1 di korteks
frontal. Sekresi glukokortikoid lama menyebabkan efek neurotoksik, terutama
pada neurogenesis di hippocampus.
o Tidur
Keluhan tidur (insomnia, hipersomnia) telah lama dianggap sebagai fitur utama
dari depresi klinis sehingga tidak mengherankan bahwa studi biologi telah
difokuskan pada disregulasi tidur pada depresi. Polysomnography digunakan
untuk mendeteksi gangguan tidur di depresi, dan memperlihatkan beberapa dari
tanda-tanda biologis yang paling kuat di depresi. Masih ada kontroversi tentang
apakah depresi menyebabkan perubahan dalam tidur adalah penanda karakteristik,
mendahului onset depresi, dan memprediksi relaps pada pasien yang dilaporkan,
sehingga menunjukkan peran patogenetik untuk gangguan tidur pada depresi.
Psikososial
o Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan
Satu pengamatan yang telah lama direplikasi adalah bahwa peristiwa kehidupan yang
menyebabkan stress lebih sering mendahului epiode pertama gangguan mood daripada
episode selanjutnya. Satu teori yang diajukan adalah bahwa stress yang menyertai
episode pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan
tersebut menyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan
sistme pemberi signal intraneuronal. Hasil akhir dari perubahan tersebut menyebabkan
12
seseorang berada pada risiko yang lebih tinggi untuk menderita episode gangguan
mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya stressor eksternal. Data yang paling
mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan yang paling berhubungan dengan
perkembangan depresi selanjutnya adalah kehilangan orangtua sebelum usia 11 tahun.
Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi
adalah kehilangan pasangan.
Pasien depresi memperlihatkan gangguan pada fungsi kognitif dan daya ingat,
terutama pada perhatian-perhatian tertentu dan daya ingat yang tersamar. Sebagai
tambahan, ada beberapa defisit ingatan dalam jangka panjang dan pengambilan daya
ingat yang diucapkan, dan fungsi kognitif khusus seperti pemilihan strategi dan
pemantauan performa. Hipokampus adalah yang terpenting dalam proses daya ingat,
sebagai jalur neuron dalam memproses informasi dan membenntuk emosi dan
menjabarkan ingatan. Volume hipokampus menurun pada pasien depresi, terutama
dengan episode yang berulang atau kronis atau trauma masa lalu.
h. Manifestasi klinis
i. Komplikasi
13
j. Pemeriksaan Penunjang
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Darah rutin
Urinalisa
Kadar neurotransmitter
b. Radiologi
CT scan
PET
Brain mapping
c. Psikologi
Rorschach
TAT
Draw-a-person
Raven test
MMPI
k. Tatalaksana
l. Edukasi (konseling)
m. Prognosis
14
n. SKDI
2.5 Learning Issue
1. Depresi
2. Gangguan Tidur
BAB III
KESIMPULAN
15
Depresi
Definisi
Depresi merupakan salah satu gangguan mood (mood disorder). Depresi sendiri adalah gangguan
unipolar, yaitu gangguan yang mengacu pada satu kutub (arah) atau tunggal, yang terdapat
perubahan pada kondisi emosional, perubahan dalam motivasi, perubahan dalam fungsi dan
perilaku motorik, dan perubahan kognitif. Terdapat gangguan penyesuaian diri (gangguan dalam
perkembangan emosi jangka pendek atau masalah-masalah perilaku, dimana dalam kasus ini,
perasaan sedih yang mendalam dan perasaan kehilangan harapan atau merasa sia-sia, sebagai
reaksi terhadap stressor) dengan kondisi mood yang menurun.
Epidemiologi
Berdasarkan usia, populasi dunia 18-64 tahun, onset depresi antara 24-35 tahun dengan rata-rata
usia 27 tahun. Terdapat beberapa perkembangan yang menyatakan bahwa usia yang lebih muda
onset depresi meningkat. Sebagai contoh, 40% individu dengan depresi memiliki episode depresi
pertama kali pada usia 20 tahun, 50 % episode pertama antara usia 20 sampai 50 tahun, dan 10%
setelah usia 50 tahun.
Klasifikasi
Depresi termasuk di dalam Gangguan Mood yang menurut ICD 10 dalam bagian F30-F39, yakni:
F32 Episode depresif
o F32.0 Episode depresif ringan
Tanpa gejala somatik
Dengan gejala somatik
o F32.1 Episode depresif sedang
Tanpa gejala somatik
Dengan gejala somatik
o F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
o F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
o F32.8 Episode depresif lainnya
o F32.9 Episode depresif YTT
16
F33 Gangguan depresif berulang
o F33.0 Gangguan depresif berulang, episode kini ringan
F33.00 Tanpa gejala somatik
F33.01 Dengan gejala somatik
o F33.1 Gangguan depresif berulang, episode kini sedang
F33.10 Tanpa gejala somatik
F33.11 Dengan gejala somatik
o F33.2 Gangguan depresif berulang, episode kini berat tanpa gejala psikotik
o F33.3 Gangguan depresif berulang, episode kini berat dengan gejala psikotik
o F33.4 Ganguan depresif berulang ,sekarang dalam remisi
o F33.8 Gangguan depresif berulang lainnya
o F33.9 Gangguan depresif berulang YTT
F34 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap
o F34.0 Siklotimia
o F34.1 Distimia
o F34.8 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap lainnya
o F34.9 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap YTT
F38 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) lainnya
o F38.0 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) tunggal lainnya
F38.00 Episode afektif campuran
o F38.1 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) berulang lainnya
F38.10 Gangguan depresif singkat berulang
o F38.8 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) tunggal lainnya YDT
o F38.9 Gangguan suasana perasaan (mood[afektif]) YTT
Patofisiologi
Patofisiologi depresi belum diketahui secara pasti, tetapi etiologi selalu dihubungkan oleh banyak
faktor sebagai diagnosis depresi dengan melihat beberapa sindrom yang ada dengan gejala yang
berhubungan. Faktor biologis, psikologis, dan sosial berkaitan dengan depresi, tetapi penemuan terbaru
menyatakan genetik, gambaran neurologis, dan biologi molekuler sudah menjelaskan beberapa
hubungan dengan tekanan yang besar ini, terutama pada modulasi dari kehidupan pada proses genetik
dan neurobiologi.
17
Genetik
Penemuan keluarga, kembar, dan adopsi
Studi keluarga menunjukkan risiko relatif bahwa setidaknya dua atau tiga kali lebih besar
untuk depresi dalam keluarga garis pertama dengan depresi, dengan onset umur dan
depresi berulang memberikan resiko yang lebih besar. Studi adopsi, kebanyakan dari
mereka di Skandinavia, menemukan bahwa depresi jauh lebih mungkin dengan adanya
kekerabatan biologis dibandingkan dengan orang tua asuh untuk menderita depresi. Studi
anak kembar yang membandingkan kembar monozigot dan dizigot, memperlihatkan pada
pembedahan genetik dari pengaruh lingkungan terhadap risiko penyakit. Perkiraan dari
studi anak kembar kapasitas depresi diturunkan secara genetik antara 33 – 70 %, tanpa
memandang jenis kelamin. hasil yang konsisten dari berbagai penelitian menunjukkan
dasar genetik untuk depresi.
Neurobiologi
o Monoamin
Hipotesis monoamina telah menjadi dasar teori neurobiologis depresi selama 50
tahun terakhir. Berdasarkan pengamatan dari mekanisme kerja antidepresan,
hipotesis ini menyatakan bahwa depresi merupkan hasil dari defisit serotonin (5-
HT) di otak atau neurotransmisi norepinefrin pada sinaps. Antidepresan bertindak
dengan menghalangi transpor serotonin (SERT), yang meningkatkan ketersediaan
neurotransmiter ke dalam celah sinaps. Namun, teori ini tidak sesuai dengan
penundaan onset efek terapi antidepresan karena kenaikan neurotransmiter sinapsi
terjadi segera penghambatan pengambilan kembali. Studi tryptophan deplesi dan
katekolamin juga belum menghasilkan bukti untuk defisit sederhana di tingkat
neurotransmitter atau fungsi pada depresi.
o Axis hipotalamus-hipofisis-adrenal
Perubahan dalam sumbu hipothalamic-hipofisis-adrenal telah lama diakui
dikaitkan dengan DEPRESI. Efek stes biologis dimediasi oleh sekresi faktor
pelepasan kortikotropin/hormon (CRF/CRH) meningkatkan sekresi hormon
adrenocortitrophic (ACTH) dan melepaskan glukokortikoid. Glukokortikoid
mengubah sensitivitas reseptor noradrenergik melalui peraturan adrenoceptors
beta dengan adenilat siklase di otak. Hasil stres kronis pada hipersensitivitas
18
sumbu hipotalamus hipofisis adrenal dan depresi dikaitkan dengan
immunoreactivity CRF meningkat dan ekspresi gen dari CRF dalam nukleus
hipotalamus paraventrikular, dan turun-regulasi reseptor CRF-R1 di korteks
frontal. Sekresi glukokortikoid lama menyebabkan efek neurotoksik, terutama
pada neurogenesis di hippocampus.
o Tidur
Keluhan tidur (insomnia, hipersomnia) telah lama dianggap sebagai fitur utama
dari depresi klinis sehingga tidak mengherankan bahwa studi biologi telah
difokuskan pada disregulasi tidur pada depresi. Polysomnography digunakan
untuk mendeteksi gangguan tidur di depresi, dan memperlihatkan beberapa dari
tanda-tanda biologis yang paling kuat di depresi. Masih ada kontroversi tentang
apakah depresi menyebabkan perubahan dalam tidur adalah penanda karakteristik,
mendahului onset depresi, dan memprediksi relaps pada pasien yang dilaporkan,
sehingga menunjukkan peran patogenetik untuk gangguan tidur pada depresi.
Psikososial
o Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan
Satu pengamatan yang telah lama direplikasi adalah bahwa peristiwa kehidupan yang
menyebabkan stress lebih sering mendahului epiode pertama gangguan mood daripada
episode selanjutnya. Satu teori yang diajukan adalah bahwa stress yang menyertai
episode pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan
19
tersebut menyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan
sistme pemberi signal intraneuronal. Hasil akhir dari perubahan tersebut menyebabkan
seseorang berada pada risiko yang lebih tinggi untuk menderita episode gangguan
mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya stressor eksternal. Data yang paling
mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan yang paling berhubungan dengan
perkembangan depresi selanjutnya adalah kehilangan orangtua sebelum usia 11 tahun.
Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi
adalah kehilangan pasangan.
Manifestasi Klinis
20
o Mood yang rendah. Selama orang depresi memperlihatkan suasana perasaannya
dengan mood yang rendah, pengalaman emosional yang buruk selama depresi berbeda
secara kualitatif dengan orang yang mengalami kesedihan dalam batas normal atau rasa
kehilangan yang dialami oleh orang pada umumnya. Beberapa menyampaikannya
dengan menangis, atau merasa seperti ingin menangis, lainnya memperlihatkan respon
emosional yang buruk.
o Minat. Kehilangan minat pada aktivitas atau interaksi sosial yang biasanya ada
merupakan salah satu tanda penting pada depresi. Anhedonia juga memperlihatkan
sebagai pembedanya, dan tetap ada walaupun penderita tidak memperlihatkan mood
yang turun. Kehilangan minat seksual, keinginan, atau fungsi juga umum terjadi,
dimana dapat menyebabkan masalah dalam hubungan terdekat atau konflik rumah
tangga.
o Tidur. Kebanyakan pasien depresi mengalami kesulitan tidur. Hal yang klasik adalah
terbangun dari tidur pada pagi buta dan tidak dapat tidur lagi (terminal insomnia), tetapi
tidur dengan kelelahan dan frekuensi terbangun pada tengah malam (insomnia
pertengahan) juga umum terjadi. Kesulitan tertidur pada malam hari (insomnia awal
atau permulaan) biasanya terlihat saat cemas menyertai. Tetapi, hipersomnia atau tidur
yang berlebihan juga bisa menjadi gejala yang umum terjadi pada pasien depresi.
o Tenaga. Kelelahan adalah keluhan yang sering disampaikan pada depresi, seperti sulit
untuk memulai suatu pekerjaan. Kelelahan dapat bersifat mental atau fisik, dan bisa
berhubungan dengan kurangnya tidur dan nafsu makan, pada kasus yang berat, aktivitas
rutin seperti kebersihan sehari-hari atau makan kemungkinan terganggu. Pada bentuk
yang ekstrem dari kelelahan adalah kelumpuhan yang dibuat, dimana pasien
menggambarkan bahwa tubuhnya yang membuat hal ini atau mereka seperti berjalan di
air.
o Rasa bersalah. Perasaan tidak berguna dan merasa bersalah dapat menjadi hal yang
umum dipikirkan oleh pasien yang dalam episode depresi. Pasien depresi sering salah
menginterpretasikan kejadian sehari-hari dan mengambil tanggung jawab kejadian
negative diluar kemampuan mereka, ini dapat menjadi suatu porsi delusi. Rasa cemas
yang berlebihan dapat menyertai dan rasa bersalah yang muncul kembali.
21
o Konsentrasi. Kesulitan dalam berkonsentrasi dan mengambil keputusan adalah hal
yang sering dialami oleh pasien depresi. Keluhan tentang daya ingat biasanya
menyebabkan permasalahan pada perhatian. Pada pasien lanjut usia, keluhan kognitif
bisa salah didiagnosis sebagai dementia onset dini.
o Nafsu makan/berat badan. Kehilangan nafsu makan, rasa, dan nikmat dalam makan
akan menyebabkan kehilangan berat badan yang signifikan dan beberapa pasien harus
memaksa dirinya sendiri untuk makan. Bagaimanapun, pasien lainnya harus
mendapatkan karbohidrat dan glukosa ketika depresi, atau perlakuan sendiri dalam
mendapatkan kenyamanan dalam makan. Tetapi, berkurangnya aktifitas dan olahraga
akan menyebabkan peningkatan berat badan dan sindrom metabolic. Perubahan berat
badan juga dapat berdampak pada gambaran diri dan harga diri.
o Aktivitas psikomotor. Perubahan psikomotor, dimana terjadi perubahan pada fungsi
motorik tanpa adanya kelainan pada tes secara objektif, sering terlihat pada depresi.
Kemunduran psikomotor meliputi sebuah perlambatan (melambatnya gerakan badan,
buruknya ekspresi wajah, respon pembicaraan yang lama) dimana pada keadaan yang
ekstrem dapat menjadi mutisme atau katatonik. Kecemasan juga dapat bersamaan
dengan agitasi psikomotorik (berbicara cepat, sangat berenergi, tidak dapat duduk
diam).
o Bunuh diri. Beberapa ide bunuh diri, dimulai dari pemikiran bahwa dengan bunuh diri
diharapkan semuanya akan selesai bersamaan dengan rencana bunuh diri tersebut,
terjadi pada 2/3 orang dengan depresi. Walaupun ide bunuh diri merupakan hal yang
serius, pasien depresi sering kekurangan tenaga dan motivasi untuk melaksanakan
bunuh diri. Tetapi, bunuh diri merupakan hal yang menjadi pusat perhatian karena 10-
15% pasien yang dirawat inap adalah pasien yang matinya karena bunuh diri. Waktu
resiko tinggi untuk terjadinya bunuh diri adalah saat awalan pengobatan, ketika tenaga
dan motivasinya mulai berkembang baik selain gejala kognitif (keputusasaan),
membuat pasien depresi mungkin bertindak seperti apa yang mereka pikirkan dan
rencanakan untuk bunuh diri.
o Gejala lain. Kecemasan, dengan berbagai manifestasi klinis, adalah hal yang umum
pada depresi. Mudah marah dan perubahan mood yang cepat, berlebihan dalam
kemarahan dan kesedihan, dan frustasi juga mudah terganggu untuk hal kecil adalah
22
yang sering terlihat. Variasi diurnal mood, dengan kekhawatiran pada pagi hari, dapat
muncul. Depresi sering menyebabkan berkurangnya kepercayaan diri dan harga diri
dengan pemikiran bahwa dirinya tidak berguna didukung dengan keputusasaan. Depresi
juga berhubungan dengan peningkatan frekuensi sakit fisik, seperti sakit kepala, sakit
punggung, dan kondisi nyeri kronis lainnya.
Diagnosis
DSM-IV-TR, membagi depresi menjadi tiga bagian besar : gangguan depresi mayor/ major
depressive disorder (MDD), distimia, dan depresi yang tidak terklasifikasikan. Kriteria diagnosis
menunjukkan beberapa gejala yang harus ada pada waktu yang sering, sekurang-kurangnya dalam 2
minggu, walaupun durasinya terkadang lebih lama dari waktu yang terlihat. Gejala yang muncul juga
harus memperlihatkan perubahan fungsi yang signifikan. Akhirnya, bereavement dan beberapa
penyebab gejala depresi harus dapat disingkirkan.
23
Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.2) hanya digunakan untuk episode depresif
tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasi di bawah salah satu diagnosis
gangguan depresif berulang (F33-).
24
- Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika
gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan
diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu.
- Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan
rumah tangga, kecuali pada taraf sangat terbatas.
F 32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
- Episode depresi berta yang memenuhi kriteria menurut F 32.2 tersebut di atas;
- Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa,
kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal
itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh,
atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menunjukkan
stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi
dengan afek (mood-congruent).
F 32.8 Episode depresif lainnya
F 32.9 Episode depresif YTT
Pedoman diagnostik
Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan hiperaktivitas yang
memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2).
Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode singkat dari
peninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria hipomania (F30.0)
segera sesudah suatu episode depresif (kadang-kadang tampaknya dicetuskan oleh
tindakan pengobatan depresi).
25
Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode, namun sebagian kecil pasien
mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap, terutama pada usia lanjut (untuk
keadaan ini, kategori ini tetap harus digunakan).
Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali dicetuskan oleh
peristiwa kehidupan yang penuh stress atau trauma mental lain (adanya stress tidak
esensial untuk penegakkan diagnosis).
F33.0 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Ringan
Pedoman diagnostik
Pedoman diagnostik
F33.2 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat tanpa Gejala Psikotik
Pedoman diagnostik
26
Untuk diagnosis pasti :
a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala psikotik
(F32.2); dan
b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2
minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.
F33.3 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat dengan Gejala Psikotik
Pedoman diagnostik
Pedoman diagnostik
27
F34.0 Siklotimia
Pedoman diagnostik
Ciri esensial ialah ketidak-stabilan menetap dari afek (suasana perasaan), meliputi banyak
periode depresi ringan dan hipomania ringan, di antaranya tidak ada yang cukup parah
atau cukup lama untuk memenuhi kriteria gangguan afektif bipolar (F31.-) atau gangguan
depresif berulang (F33.-)
Setiap episode alunan afektif (mood swings) tidak memenuhi kriteria untuk kategori
manapun yang disebut dalam episode manik (F30.-) atau episode depresif (F32.-)
F34.1 Distimia
Pedoman diagnostik
Ciri esensial ialah afek depresif yang berlangsung sangat lama yang tidak pernah atau
jarang sekali cukup parah untuk memenuhi kriteria gangguan depresif berulang ringan
atau sedang (F33.0 atau F33.1)
Biasanya mulai pada usia dini dari masa dewasa dan berlangsung sekurang-kurangnya
beberapa tahun, kadang-kadang untuk jangka waktu tidak terbatas. Jika onsetnya pada
usia lebih lanjut, gangguan ini seringkali merupakan kelanjutan suatu episode depresif
tersendiri (F32.) dan berhubungan dengan masa berkabung atau stress lain yang tampak
jelas.
F34.8 Gangguan afektif Menetap Lainnya
Kategori sisa untuk gangguan afektif menetap yang tidak cukup parah atau tidak
berlagsung cukup lama untuk memenuhi kriteria siklotimia (34.0) atau distimia (34.1),
namun secara klinis bermakna.
F34.9 Gangguan Afektif Menetap YTT
28
Episode afektif yang berlangsung sekurang-kurangnya selama 2 minggu yang bersifat campuran
atau pergantian cepat (biasanya dalam beberapa jam)antara gejala hipomanik, manik, dan
depresif.
Episode depresif singkat yang berulang, muncul kira-kira sekali sebulan selama satu tahun yang
lampau. Semua episode depresif masing-masing berlangsung kurang dari 2 minggu (yang khas
ialah 2 – 3 hari, dengan pemulihan sempurna) tetapi memenuhi kriteria simtomatik untuk
episode depresif ringan, sedang, atau berat (F32.0, F32.1, F32.2).
Merupakan kategori sisa untuk gangguan afektif yang tidak memenuhi kriteria untuk kategori
manapun dari F30 – F38.1 tersebut diatas.
Untuk dipakai hanya sebagai langkah terakhir, jika tak ada istilah lain yang dapat digunakan.
Termasuk : Psikosis afektif YTT
1. Perasaan depresi untuk tingkat yang pasti tidak normal bagi individu, hadir untuk hampir
sepanjang hari dan hampir setiap hari, sebagian besar tidak responsif terhadap keadaan,
dan bertahan selama minimal 2 minggu
2. Kehilangan minat atau kesenangan dalam aktivitas yang biasanya menyenangkan
29
3. Penurunan energi atau kelelahan meningkat
Gejala Lainnya
30
B. Gejala-gejalanya tidak memenuhi episode campuran
C. Gejala yang ada menyebabkan distress atau kerusakan yang signifikan secara klinis
D. Gejala tidak disebabkan langsung oleh sebuah zat (penyalahgunaan obat, obat-obatan) atau
kondisi medis umum (hipotiroid)
E. Gejala yang muncul lebih baik tidak masuk dalam kriteria bereavement
MDD dapat ditemukan sebagai penyakit yang baru pertama kali diderita atau saat kambuh,
setidaknya sudah pernah mengalami 2 kali episode depresi mayor dengan jarak penyembuhan paling
tidak 2 bulan. MDD juga dapat juga memiliki beberapa sub tipe yang memiliki perbedaan pada beberapa
spesifikasi dan derajat keparahan.
Sub tipe MDD dikelompokkan berdasarkan gejala klinis yang muncul dan pola dari episode
depresi. DSM-IV-TR memberikan spesifikasi depresi dengan maksud agar pemilihan terapi yang
diberikan lebih baik dan memprediksikan prognosisnya. Tabel 3 memperlihatkan kriteria-kriteria depresi
dengan beberapa kunci-kuncinya.
31
Depresi kronik Gambaran kronis 2 tahun atau lebih dengan
kriteria MDD
Gangguan afektif musiman Musiman Onset yang seperti biasa dan
kambuh pada saat musim
tertentu (biasanya musim
gugur/dingin)
Depresi postpartum Postpartum Onset depresi selama 4 minggu
postpartum
DSM-IV-TR dan ICD-10, keduanya mengkategorikan tingkat keparahan MDD menjadi tiga: ringan,
sedang, dan berat. DSM-IV-TR membagi tngkat keparahannya berdasarkan efek yang dihasilkan depresi
dalam hal sosial/pekerjaan dan tanggung jawab individu dan ada atau tidaknya gejala psikotik. ICD-10,
sebaliknya, membedakan tingkat keparahan depresi berdasarkan jumlah dan jenis gejala yang
diperlihatkan saat seseorang menderita depresi. Penggunaan skala depresi sangat dianjurkan untuk
menentukan derajat keparahan.
Diagnosis Banding
32
1. Bereavement (Kehilangan teman atau keluarga karena kematian)
Bereavement atau rasa kesedihan yang berlebihan karena putusnya suatu hubungan dapat
memperlihatkan gejala yang sama dengan episode depresi mayor. Tingkat keparahan dan
durasi dari gejala dan dampaknya pada fungsi sosial dapat membantu dalam menyingkirkan
antara kesedihan yang mendalam dan MDD.1
33
ketergantungan, intoksikasi/keracunan, atau kondisi putus obat yang secara fisoilogis akan
menyebabkan suatu episode depresi. Selama gejala depresi karena pengaruh obat dapat
disembuhkan dengan menghentikan penggunaan obat tersebut, gejala putus obat dapat
berlangsung selama beberapa bulan.1
4. Gangguan Bipolar
Sejarah adanya mania atau hipomania mengidentifikasikan adanya gangguan bipolar,
tetapi semenjak (1) gangguan bipolar sering berawal dengan episode depresi, dan (2)
pasien bipolar mengalami episode depresi lebih lama dibandingkan dengan
hipomania/mania, hal ini penting untuk untuk mengeluarkan diagnosis bipolar ketika
sedang mendiagnosis MDD. Pada kenyataannya, 5-10% individu yang mengalami
episode depresi mayor akan memiliki episode hipomanik atau manik didalam
kehidupannya. Gejala depresi yang memperlihatkan suatu gangguan bipolar termasuk
didalamnya pemikiran yang kacau, gejala psikotik, gambaran atipikal (pipersomnia,
makan berlebihan), onset usia dini, dan episode kekambuhan. Gangguan Bipolar II
(dengan hipomania) sulit untuk dikenali karena pasien tidak mengenali hipomania
sebagai suatu kondisi yang abnormal – mereka menerima itu sebagai perasaan yang
34
baik. Informasi yang mendukung dari pasangan hidup, teman terdekat, dan keluarga
sering menjadi hal yang penting untuk dapat mendiagnosis.
Prognosis
Beberapa pasien, MDD dapat menjadi kronis, penyakit yang berulang. Relaps terjadi pada
enam bulan pertama dari masa penyembuhan terjadi pada 25% pasien, 58% akan relaps setelah
lima tahun, dan 85% akan relaps setelah 15 tahun setelah penyembuhan yang terdahulu. Individu
yang mengalami dua episode depresi terdahulu memiliki 70% kemungkinan untuk menjadi ke
tiga kalinya, dan yang sudah mengalami episode ke tiga memiliki kemungkinan 90% untuk
relaps. Berdasarkan progres dari penyakitnya, interval antara episode depresi menjadi lebih
pendek dan lebih berat untuk setiap episodenya menjadi lebih luas. Lebih dari 20 tahun,
kekambuhan terjadi sekitar lima sampai enam kali.
Proporsi yang signifikan dari individu dengan depresi kronis menunjukkan gejala yang
bervariasi. Sekitar dua per tiga dari pasien dengan episode depresi mayor akan sembuh dengan
sempurna, dimana satu per tiga pasien dengan depresi hanya sembuh sementara atau menjadi
kronis. Pada penelitian, pasien dengan satu tahun terdiagnosis post MDD, 40% mengalami
penyembuhan tanpa ada gejala depresi, 20% mengalami gejala berulang tetapi tidak memenuhi
kriteria MDD, dan 40% tetap menjadi mengalami episode depresi mayor. Individu dengan gejala
depresi residual yang menetap memiliki resiko tinggi untuk kambuh, bunuh diri, fungsi
psikososial yang buruk, dan tingkat mortalitas yang tinggi dari kondisi medis lainnya. Sebagai
tambahan, 5-10% individu depresi yang memiliki pengalaman dari episode depresi mayor akan
sangat memungkinkan terjadinya manic atau episode campuran yang mengindikasikan kepada
gangguan bipolar.
Beberapa penemuan sudah difokuskan kepada indikator prognosis yang dapat
memprediksikan kemungkinan nilai dalam penyembuhan dan kemungkinan dalam tingkat
kekambuhan pada individu dengan depresi.
Terapi
35
Memilih pengobatan harus mencakup evaluasi seberapa parah episode depresif telah terjadi,
ketersediaan sumber daya pengobatan, dan keinginan pribadi pasien. Untuk depresi ringan sampai
berat, psikoterapi berbasis bukti sama efektifnya dengan farmakoterapi. Terdapat sedikit bukti bahwa
kombinasi antara farmakoterapi dan psikoterapi untuk pengobatan dini lebih unggul daripada
pengobatan lainnya untuk depresi tanpa komplikasi. Oleh karena itu, pengobatan kombinasi harus
dipertimbangkan ketika terjadi depresi berat, komorbiditas dengan kondisi lain, atau tidak adanya
respon yang memadai pada monoterapi.
Farmakoterapi
Anti depresi
36
37
Beberapa jenis obat tersebut adalah SSRIs, NRI dan obat-obatan dengan cara kerja ganda yang
menghambat pengambilan serotonin dan norepinefrin. Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOIs) bekerja
dengan menghambat degradasi monoamine oleh Monoamine oxidase A atau B. Sementara obat-obat
antidepresan yang lain mengantagonis kerja autoreseptor α2-adrenergik yang mengakibatkan
meningkatnya pelepasan norepinefrin, mengantagonis reseptor 5-hydroxytryptamine2A, atau keduanya.
38
NRI (Norepinephrine Reuptake Inhibitor)
Nortriptyline, maprotiline, dan desipramine adalah NRI trisiklik dengan efek
antikolinergik, sementara reboxetine adalah NRI selektif fengan efektivitas yang mirip
dengan trisiklik antidepresan dan SSRI.
Antidepresan kerja ganda
Serotonin–norepinephrine reuptake inhibitors seperti venlafaxine, duloxetine, dan
milnacipran memblok transporter monoamine lebih efektif daripada trisiklik
antidepresan, dengan efek samping jantung minimal.
Kerja ganda dari antidepresan seperti venlafaxine menunjukan efektivitas yang lebih
tinggi dan nilai remisi yang lebih tinggi pada depresi yang parah bila dibandingan dengan
fluoxetine atau trisiklik antidepresan
Efektivitas duloxetine mirip dengan paroxetine golongan SSRI, sementara venlafaxine
dan duloxetine juga efektif untuk meredakan sakit yang kronis dan diabetik neuropati.
MAOI (Monoamine Oxidase Inhibitor)
MAOI generasi lama yang secara ireversibel dan nonselektif memblok isoenzim MAO A
dan B memiliki efektivitas yang mirip dengan trisiklik antidepresan. Namun MAOI
bukanlah obat pilihan pertama dikarenakan pasien yang memilih pengobatan dengan
MAOI diharuskan untuk mengikuti diet dengan tyramine rendah untuk mencegah
munculnya krisis hipertensi, serta karena MAOI juga memiliki resiko interaksi obat yang
tinggi dengan pengobatan lainnya.
MAOI biasanya dipakai pada pasien yang tidak berespons pada pengobatan trisiklik
antidepresan.
Antidepresan lainnya
Mirtazapine dapat meningkatkan pelepasan norepinefrin dengan menghambat
autoreseptor a2-adrenergic dan reseptor serotonin 5-HT2A, reseptor serotonin 5-HT3,
serta reseptor hitsamin H-1.
Nefazodone, menghambat reseptor serotonin 5-HT2A dan reuptake serotonin – dengan
begitu memiliki efektivitas yang mirip dengan SSRI namun dengan efek samping
minimal. Nefazodone juga sering dipakai pada depresi pasca melahirkan, depresi kronis
dan depresi major dengan gangguan cemas yang resisten terhadap pengobatan lainnya.
39
Beberapa obat-obatan dapat ditambahkan dengan antidepresan untuk memperbesar efek dari
antidepresan tersebut (tabel.2). Beberapa dari obat-obatan tersebut juga dapat mencegah beberapa
efek samping, seperti mencegah perubahan episode depresi menjadi episode mania.
Mood stabilizer
Lithium merupakan obat antimanik dan berfungsi sebagai mood stabilizer yang fungsinya
untuk mencegah rekurensi dari episode depresi maupun episode manik. Lithium baik dipakai
untuk pasien dengan bipolar, namun tidak dianjurkan untuk pasien dengan depresi mayor.
Antikonvulsan lamotrigine dapat dipakai pada pasien depresi mayor, dan untuk pencegahan
relaps bipolar. Namun lamotrigine memiliki efek samping menginduksi Steven Johnson
syndrome dan Toxic epidermal nercrolisis meskipun penurunan dosis secara gradual dapat
mengurangi resiko tersebut.
Mood stabilizer lainnya yang termasuk dalam golongan antikonvulsan seperti asam valproat,
divalproex dan carbamazepine biasa dipakai untuk mengobati episode mania dalam kasus
bipolar.
Obat-obatan antipsikotik
Obat-obatan antipsikotik tipikal seperti chlorpromazine, fluphenazine, dan haloperidol
menginhibisi reseptor dopamin D2, dimana agen antipsikotik atipikal (clozapine, olanzapine,
risperidone, quetiapine, ziprasidone, and aripiprazole) berperan sebagan antagonis dari
5HT2A. Obat-obatan antipsikotik yang dikombinasikan dengan antidepresan digunakan
untuk mengobati depresi dengan fitur-fitur psikotik. Atipikal antipsikotik memberikan efek
samping parkinsonisme, akathisia dan diskinesia
Psikologi Terapi
40
Membangkitkan pikiran pikiran negative/ berbahaya, dialog internal atau bicara sendiri
(self-talk), dan interpretasi terhadap kejadian kejadian yang dialami. Pikiran pikiran
negative tersebut muncul secara otomatis, sering diluar kesadaran pasien, apabila
menghadapi situasi stress atau mengingat kejadian penting masa lalu. Distorsi kognitif
tersebut perilaku maladaptive yang menambah berat masalahnya.
Terapis bersama klien mengumpulkan bukti yang mendukung atau menyanggah
interpretasi yang telah diambil. Oleh karena pikiran otomatis sering didasarkan atas
kesalahan logika, maka program Cognitive Behavioral Therapy (CBT) diarahkan untuk
membantu pasien mengenali dan mengubah distorsi kognitif. Pasien dilatih mengenali
pikiranya, dan mendorong untuk menggunakan ketrampilan, menginterpretasikan secara
lebih rasional terhadap struktur kognitif yang maladaptive.
Menyusun desain eksperimen (pekerjaan Rumah) untuk menguji validitas interpretasi dan
menjaring data tambahan unjtuk diskusi di dalam proses terapi.
Interpersonal Therapy
Dilakukan terhadap pasien yang mengalami konflik saat ini dengan pihak-pihak lain
yang bermakna sehingga ia mengalami kesulitan dalam beradaptasi terhadap perubahan-
perubahan dalam karier atau peran sosial atau perubahan hidup lainnya. Banyak
dilakukan terhadap depresi sedang dan berat.
Intervensi krisis:
Dilakukan terhadap pasien yang sedang mengalami suatu krisis dan memerlukan tindakan
segera (catatan: krisis yaitu suatu respons terhadap keadaan bahaya atau penuh risiko dan
dirasakan/dihayati sebagai keadaan yang menyakitkan, agar tercapai kembali keadaan
seimbang (emotional equilibrium). Dalam terapi ini kita harus secepatnya membina
hubungan interpersonal yang adekuat serta mengerti peran psikodinamik dan
hubungannya terhadap krisis yang terjadi. Teknik yang dilakukan yaitu reassurance,
sugesti, manipulasi lingkungan dan medikasi psikotropik. Kita ajarkan kepada pasien
untuk menghindari situasi yang berbahaya untuk mencegah terjadinya kembali krisis di
masa yang akan datang.
Terapi berorientasi psikoanalitik
Pendekatan psikoanalitik pada gangguan mood adalah didasarkan pada teori psikoanalitik
tentang depresi dan mania. Pada umumnya, tujuan psikoterapi psikoanalitik ini adalah
41
untuk mendapatkan perubahan pada struktur atau karakter kepribadian pasien, bukan
semata-mata menghilangkan gejala. Perbaikan dalam kepercayaan diri, keintiman,
mekanisme mengatasi masalah, kapasitas untuk berduka cita, dan kemampuan untuk
mengalami berbagai macam emosi adalah beberapa tujuan terapi psikoanalitik.
Pengobatan seringkali mengharuskan pasien mengalami kecemasan dan penderitaan yang
lebih banyak selama perjalanan terapi yang dapat berlangsung beberapa hari.
Terapi keluarga
Terapi keluarga umumnya tidak digunakan sebagai terapi primer untuk pengobatan
gangguan depresif berat, tetapi semakin banyaknya bukti menyatakan bahwa membantu
seorang pasien dengan gangguan mood menurunkan stress dan menerima stress dapat
menurunkan kemungkinan relaps. Terapi keluarga diindikasikan jika gangguan
membahayakan perkawinan atau fungsi keluarga pasien atau jika gangguan mood
dikembangkan atau dipertahankan oleh situasi keluarga. Terapi keluarga memeriksa
peranan anggota yang mengalami gangguan mood dalam kesehatan psikologis
keseluruhan keluarga; terapi ini juga memeriksa peranan keseluruhan keluarga dalam
mempertahankan gejala pasien. Pasien dengan gangguan mood memiliki angka
perceraian yang tinggi, dan kira-kira 50% dari semua pasangan melaporkan bahwa
mereka seharusnya tidak menikah dengan pasien atau memiliki anak jika mereka tahu
bahwa pasien akan memiliki suatu gangguan mood.
42