PSEUDOFAKIA
Disusun oleh:
Diyah Herawati
01.207.5471
PEMBIMBING
dr. Rosalia Septiana, Sp.M
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2012
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Salamah
Umur : 53 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Alamat : Wonosoco
II. ANAMNESIS
Anamnesis secara : Autoanamnesis dan alloanamnesis
Keluhan Utama :
Mata kanan dan kiri terasa gatal dan sepet
1
2 2
3 1
Keterangan:
1. Pseudofakia
2. Arkus senilis
3. Bekas jahitan
Objektif:
VII. TERAPI
Medikamentosa
- Flamar eye drops 3dd gtt II ODS
- Cendo Lyteers (Natrium & Kalium dengan Benzalkonium Cl) 0,01 %, 3 dd gtt II ODS
VIII. PROGNOSIS
OKULI DEKSTRA (OD) OKULI SINISTRA(OS)
Quo Ad Visam : Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo Ad Sanam : Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo Ad Kosmetikam : Ad bonam Ad bonam
Quo Ad Vitam : Ad bonam Ad bonam
A. KATARAK
Katarak adalah kekeruhan [opasitas] dari lensa yang tidak dapat menggambarkan
obyek dengan jelas di retina.
Pada stadium imatur dapat terjadi hidrasi korteks yang mengakibatkan lensa menjadi
cembung, sehingga indeks refraksi berubah karena day biasnya bertambah dan mata menjadi
miopia. Keadaan ini disebut intumesensi. Dengan mencembungnya lensa iris terdorong ke
depan, menyebabkan sudut bilik mata menjadi lebih sempit, sehingga dapat menyebabkan
glaukoma sebagai penyulitnya.
Penyebab katarak belum diketahui secara pasti, tetapi diduga terjadi karena :
1. Proses pada nukleus. Oleh karena serabut-serabut yang terbentuk lebih dahulu
terdorong ke arah tengah, maka serabut-serabut bagian tengah menjadi lebih padat
(nukleus), mengalami dehidrasi, penimbunan ion calsium dan sklerosis. Pada nukleus
ini kemudian terjadi penimbunan pigmen. Pada keadaan ini lensa menjadi lebih
hipermetropia. Lama kelamaan nukleus lensa yang pada mulanya berwarna putih
menjadi kekuning-kuningan, lalu menjadi coklat dan kemudian menjadi kehitaman.
Karena itu dinamakan katarak nigra.
B. PSEUDOFAKIA
Pseudofakia adalah suatu keadaan dimana mata terpasang lensa tanam setelah operasi
katarak. L e n s a i n i a k a n memberikan penglihatan lebih baik. Lensa intraokular
ditempatkan waktu operasi katarak d a n a k an t et ap di s an a unt uk s eum u r hi dup .
Le n s a i ni t i d ak ak a n m en gga n ggu d a n t i d ak perlu perawatan khusus dan tidak
akan ditolak keluar oleh tubuh.
Gejala dan tanda pseudofakia :
- Penglihatan kabur
- Visus jauh dengan optotype Snellen
- Dapat merupakan myopi atau hipermetropi tergantung ukuran lensa yang ditanam
(IOL)
- Terdapat bekas insisi atau jahitan
IOL monofokal
IOL monofokal yang berarti mereka memberikan visi pada satu jarak saja (jauh,
menengah atau dekat) berarti bahwa pasien harus memakai kacamata atau lensa
kontak untuk membaca, menggunakan komputer atau melihat pada jarak lengan.
IOL 12ultifocal
IOL multifokal menawarkan kemungkinan melihat dengan baik pada lebih dari
satu jarak, tanpa kacamata atau lensa kontak.
Aspheric IOL
IOL berbentuk bola, yang berarti permukaan depan secara seragam
melengkung. IOL aspheric, pertama kali diluncurkan oleh Bausch + Lomb pada tahun
2004, yang sedikit datar di pinggiran dan dirancang untuk memberikan sensitivitas
kontras yang lebih baik. Lensa ini memiliki kemampuan untuk mengurangi
penyimpangan visual.
Beberapa ahli bedah katarak memperdebatkan manfaat IOLs aspheric, karena
manfaat sensitivitas kontras tidak dapat berlangsung pada pasien yang lebih tua karena
sel-sel ganglion retina adalah penentu utama sensitivitas kontras dan pada usia tua secara
bertahap kehilangan sel-sel ini. Namun, orang muda yang menjalani operasi katarak
sekarang cenderung memiliki sel ganglion lebih banyak dan lebih sehat. Jadi mereka
akan dapat menikmati sensitivitas kontras yang lebih baik untuk waktu yang lama.
“Piggyback” IOL
Bila pasien memiliki hasil yang kurang dari optimal dari lensa intraokular asli yang
digunakan dalam operasi katarak, ada pilihan untuk memasukkan lensa
tambahan dari yang dimiliki saat ini. Hal ini dikenal sebagai “lensa piggyback”,
mungkin dapat memperbaiki penglihatan dan dianggap lebih aman daripada
mengeluarkan dan mengganti lensa yang ada.
Jika diperlukan derajat yang sangat tinggi dalam koreksi visus, seperti
untuk miopia berat atau astigmatisme, dapat disarankan kombinasi kekuatan dari dua
lensa intraokular pada satu mata dengan menggunakan “lensa piggyback”.
D. DRY EYE SYNDROME
Definisi
Dry eye syndrome atau keratokonjungtivitis sicca adalah suatu keadaan keringnya
permukaan kornea dan konjungtiva. Keratokonjungtivitis merupakan suatu kondisi
komplek yang ditandai adanya inflamasi pada- permukaan mata dan kelenjar
lakrimalis.
Kelenjar air mata berfungsi untuk menghasilkan air mata yang berfungsi untuk
membasahi kornea dan konjungtiva, mempunyai daya bacterioside (anti mikroba), dan secara
mekanis membilas/ membersihkan permukaan bagian depan mata. Adanya penyakit atau
kelainan fungsi akan menyebabkan terjadinya sindroma mata kering. Penurunan sekresi air
mata dan fungsi mekanis akan merangsang reaksi inflamasi pada permukaan mata dan
beberapa penelitian menunjukkan bahwa reaksi inflamasi ini memegang peranan penting
dalam pathogenesis terjadinya sindroma mata kering.
Populasi yang mempunyai resiko tinggi untuk terkena sindroma mata kering antara
lain:
Gejala Klinis
Pasien dengan dry eye syndrome akan mengeluh mata gatal, mata seperti berpasir,
silau dapat penglihatan dapat kabur. Pada mata didapatkan sekresi mucus yang berlebihan,
sensai terbakar, merah, sakit dan kelopak mata sukar digerakkan. Ciri yang khas pada
pemeriksaan slitlamp adalah terputus atau tiadanya meniscus air mata ditepian palpebra
inferior. Pada konjungtiva bulbi tidak tampak kilauan yang normal dan mungkin menebal,
edema dan hiperemik. Epitel kornea terlihat bertitik halus pada fissure interpalpebra. Sel-sel
epitel konjungtiva dan kornea yang rusak terpulas dengan Bengal rose 1% dan defek pada
epitel kornea terpulas dengan fluorescensi. Pada tahap lanjut keratokonjungtivitis sicca
tampak filament-filamen (satu ujung setiap filament melekat pada epitel kornea dan ujung
lainnya bergerak bebas).
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnose dry eye syndrome tidaklah mudah karena adanya
inkonsistensi hubungan antara symptom dan clinical sign dan tes diagnostic yang kurang
sensitive dan spesifik. Oleh karena dry eye syndrome adalah kondisi yang kronis maka
observasi dan pemeriksaan berkala sangat diperlukan untuk menegakkan diagnose dry eye
syndrome dengan tepat.
Adapun klasifikasi diagnose untuk dry eye syndrome berdasarkan National Eye Institute
Workshop adalah sebagai berikut:
Sindroma iritasi mata, instabilitas tear film, penyakit pada permukaan
mata
Dry eye
eksposure
Blefaritis atau kelainan
fungsi kelenjat meibom Factor lainnya: Lensa
kontak, gerakan
mengedip abnormal,
lingkungan
Diagnosis dan penderajatan keadaan mata kering dapat diperoleh dengan teliti memakai
cara diagnostic berikut:
1. Tes Schirmer
Tes Schirmer adalah tes saringan bagi penilaian produksi air mata. Tes ini
dilakukan dengan mengeringkan film air mata dan memasukkan strip Schirmer ke
dalam cul-de-sac konjungtiva inferior pada batas sepertiga tengah dan temporal dari
palpebra inferior. Bagian basal yang terpapar diukur 5 menit setelah dimasukkan. Bila
dilakukan tanpa anastesi, tes ini digunakan untuk mengukur fungsi kelenjar lakrimal
utama. Bila panjang bagian basal kurang dari 10mm maka dianggap abnormal. Tes
Schirmer yang dilakukan dengan anastesi topical (tetrakain 0,5%) digunakan untuk
mengukur fungsi kelenjar lakrimal tambahan (pensekresi basa). Bila panjang bagian
basal kurang dari 5mm dalam waktu 5 menit maka dianggap abnormal. Hasil rendah
kadang-kadang dijumpai pada orang normal dan tes normal dijumpai pada mata
kering terutama yang sekunder terhadap defisiensi musin.
2. Tear Film Break-up Time
Pengukuran tear film break-up time berguna untuk memperkirakan kandungan
musin dalam cairan air mata. Kekurangan musin mungkin tidak mempengaruhi tes
Schirmer tapi dapat menyebabkan film air mata tidak stabil sehingga lapisan ini cepat
pecah. Bintik kering akan terbentuk sehingga memaparkan epitel kornea dan
konjungtiva. Proses ini akan menyebabkan kerusakan sel-sel epitel yang dipulas
dengan Bengal rose. Sel epitel yang rusak akan lepas dari kornea dan meninggalkan
daerah kecil yang dapat dipulas bila permukaan kornea dibasahi fluorescein.
Tear film break-up time dapat diukur dengan meletakkan secarik kertas
berfluorescein pada konjungtiva bulbi dan meminta pasien untuk berkedip. Film air
mata kemudian diperiksa dengan bantuan saringan cobalt pada slitlamp. Waktu
sampai munculnya titik-titik kering yang pertama dalam lapis fluorescein kornea
adalah tear film break-up time. Keadaan normal waktunya tidak lebih dari 15 detik
tetapi akan berkurang nyata dengan anastesi local, memanipulasi mata atau dengan
menahan palpebra agar tetap terbuka. Waktu ini akan lebih pendek pada mata dengan
defisiensi air pada air mata dan selalu lebih pendek dari normalnya pada mata dengan
defisiensi musin.
3. Tes Ferning mata
Tes ini digunakan untuk meneliti mucus konjungtiva . Tes Ferning mata
dilakukan dengan mengeringkan kerokan konjungtiva di atas kaca obyek bersih.
Arborisasi (ferning) mikroskopik terlihat pada mata normal. Pada pasien
konjungtivitis yang meninggalkan jaringan parut (pemphigoid mata, sindrom steven
Johnson, parut konjungtiva difus) arborisasi mucus berkurang atau hilang.
4. Sitologi impresi
Sitologi impresi adalah cara menghitung densitas sel goblet pada permukaan
konjungtiva. Pada orang normal populasi sel goblet paling tinggi di kuadran infra-
nasal. Kelainan pada sel goblet dapat ditemukan pada kasus keratokonjungtivitis
sicca, trachoma, pemphigoid mata cicatrix, sindrom steven Johnson dan avitaminosis
A.
5. Pemulasan fluorescein
Tes ini bertujuan untuk mengetahui adanya kerusakan pada epitel kornea.
Menyentuh konjungtiva dengan secarik kertas kering berfluorescein adalah indikator
yang baik untuk menilai derajat basahnya mata dan meniscus air mata mudah terlihat.
6. Pemulasan Bengal Rose
Tes ini bertujuan untuk melihat sel mata (sel epitel non-vital) pada kornea dan
konjungtiva. Rose Bengal mewarnai sel dan nucleus dan hanya sel yang telah mati.
Sel mati dengan pewarnaan rose Bengal akan memberikan warna merah. Pewarnaan
positif pada konjungtiva merupakan hal yang selalu terjadi pada sindroma mata kering
(dry eye syndrome). Pada keratokonjungtivitis sicca akan terlihat segitiga berwarna
merah dengan dasar di limbus dan puncak pada kantus internus yang mengisi seluruh
celah kelopak.
7. Pengujian Kadar Lizosim air mata
Cara yang paling umum untuk menguji kadar lisozim air mata adalah dengan
spektrofotometri. Penurunan konsentrasi lisozim air mata umumnya terjadi pada awal
perjalanan sindrom sjogren dan pengujian ini berguna untuk menegakkan diagnosa
penyakit ini. Air mata ditampung dalam kertas schirmer dan diuji kadarnya.
8. Osmolaritas air mata
Beberapa laporan menyebutkan bahwa hiperosmolalitas adalah tes paling
spesifik bagi keratokonjungtivitis sicca. Keadaan ini bahkan dapat ditemukan pada
pasien dengan tes schirmer normal dan pemulasan Bengal rose normal.
9. Lactoferrin
Lactoferrin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan hiposekresi
kelenjar lakrimal.
Komplikasi
Pada tahap awal perjalanan dry eye syndrome, penglihatan akan sedikit terganggu.
Pada kasus yang lanjut dapat timbul ulkus kornea, penipisan kornea dan perforasi. Kadang
bisa juga terjadi infeksi bakteri sekunder yang dapat berakibat parut dan neovaskularisasi
pada kornea yang dapat menurunkan pengihatan.
Terapi
Pasien harus mengerti bahwa mata kering adalah keadaan menahun dan pemulihan
total sukar terjadi kecuali pada kasus ringan. Adapun pengobatan untuk keratokonjungtivitis
sicca ini terganting pada penyebabnya:
1. Pemberian air mata tiruan bila yang kurang adalah komponen air.
2. Pemberian lensa kontak apabila komponen mucus yang berkurang
3. Penutupan pungtum lacrima bila terjadi penguapan yang berlebihan. Tindakan bedah
pada mata kering adalah pemasangan sumbatan pada punctum yang bersifat temporer
(kolagen) atau untuk waktu yang lebih lama (silicon) untuk menahan secret air mata.
Penutupan puncta dan kanalikuli secara permanen dapat dilakukan dengan terapi
thermal (panas), kauter listrik atau dengan laser.
Pasien dengan mata kering oleh karena sembarang penyebab akan mempunyai resiko
lebih besar untuk terkena infeksi. Blepharitis menahun sering terjadi dan harus diobati
dengan memperhatikan hygiene dan memakai antibiotic topical.
Daftar Pustaka