Anda di halaman 1dari 20

Pria 68 tahun dengan Mata Kiri Merah

Maria Fransiska
102011189
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta

Jalan Terusan Arjuna no.6, Tanjung Duren, Jakarta Barat 11510.

E-mail : marea.fransischa@hotmail.com

Pendahuluan
Mata merupakan salah satu anugerah dari Tuhan, tanpa mata kita tidak dapat melihat
indahnya dunia ini. Dalam perjalanannya ada berbagai macam penyakit yang dapat membuat
fungsi dari mata terganggu. Entah terganggu penglihatannya ataupun ketidaknyamanan yang
dirasakan akibat mata merah, gatal atau berair. Pada makalah kali ini saya akan membahas
tentang mata merah visus normal, spesifiknya tentang seorang pria 68 tahun memiliki
keluhan mata kiri merah, sedikit berair, perih terasa seperti mata berpasir. Pada pemeriksaan
didapatkan visus normal. Pada konjungtiva bulbi hiperemis, selaput mata daerah limbus juga
hiperemis. Lensa dan posterior segmen dalam batas normal.

Anatomi mata
Untuk dapat mempelajari dan mengerti dengan baik kelainan ataupun penyakit mata,
kita harus mempunyai dasar yang cukup tentang anatomi mata. Di dalam makalah ini akan
dijelasakan secara singkat tentang rongga orbita, bola mata dan adneksa yang terdiri atas
palpebra dan lakrimal.1
- Rongga orbita
Rongga orbita merupakan suatu rongga yang dibatasi dinding tulang dan berbentuk
seperti piramida berisi empat dengan puncak menuju kearah foramen optic. Masing-masing
sisi tulang orbita berbentuk lengkung seperti buah peer yang menguncup kea rah apeks dank
anal optic. Dinding medial rongga orbita kanan berjalan kurag lebih sejajar dengan dinding
medial rongga orbita kiri dan berjarak sekitar 25 mm pada orang dewasa. Di bagian belakang
dari rongga orbita terdapat tiga tulang:1
 Foramen optic yang merupakan ujung bagian orbita kanal optic member jalan kepada
saraf optic, arteri oftalmik dan saraf simpatik.
 Fisura orbita superior yang dilalui oleh vena oftalmik, saraf-saraf untuk otot-otot mata
(N III, N IV dan N VI) serta saraf pertama saraf trigeminal.

1
 Fisura orbita inferior yang dilalui cabang ke-II N V, saraf maksila serta arteri
infraorbita yang merupakan sensorik untuk daerah kelopak mata bawah, pipi, bibir
atas dan gigi bagian atas.
Sekitar tulang orbita didapatkan ruangan-ruangan seperti rongga hidung dan beberapa
sinus seperti sinus etmoid, sphenoid, frontal dan maksila.1
Isi rongga orbita terdiri atas bola mata dengan saraf optiknya, 6 otot penggerak bola
mata, kelenjar air mata, pembuluh darah cabang arteri oftalmik, saraf cranial III, IV, VI,
lemak dan fasia yang merupakan bantalan untuk bola mata.1
Periosteum dinding rongga orbita (periorbita), berjalan dari tepi rongga orbita ke
dalam kedua tarsus palpebra bersama dengan ligament kantus lateral dan medial membentuk
septum orbita yang menutup lubang rongga orbita di bagian depan.1
Kapsul Tenon merupakan suatu lapis fasia yang menyelebungi bola mata dari tepi
kornea ke belakang memisahkan bola mata dengan lemak orbita.1
Arteri rongga orbita berasal dari arteri oftalmik sedang venanya masuk ke dalam vena
oftalmik yang melalui fisura orbita superior masuk ke dalam sinus kavernosa.1
Saraf orbita bersifat motorik dan sensorik; saraf cranial III, IV dan VI adalah motorik
dan mempersarafi otot prgerak bola mata. Saraf sensorik adalah cabang pertama dan kedua
saraf cranial V. Ganglion siliar terletak di sebelah luar saraf optic, menerima serabut-serabut
motorik saraf cranial III, sensorik saraf cranial V dan serabut saraf simpatik.1
- Bola mata
Pada anatomi bola mata akan dijelaskan anatomi bola mata dari anterior ke posterior.
 Palpebra
Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata terhadap trauma,
trauma terhadap sinar dan pengeringan bola mata. Ganguan penutupan kelopak akan
mengakibatkan keringnya permukaan mata sehingga terjadi keratitis et lagoftalmus.2
Dalam keadaan membuka palpebra member jalan masuk ke dalam bola mata yang
dibutuhka untuk penglihatan. Pembasahan dan pelicinan seluruh permukaan bola mata terjadi
karena pemerataan air mata dan sekresi berbagai kelenjar sebagai akibat gerakan buka tutup
kelopak mata. Kedipan kelopak mata sekaligus menyingkirkan debu yang terdapat pada
permukaan bola mata.1
Membuka dan menutupnya kelopak mata dilaksanakan oleh otot-otot tertentu dengan
persyarafannya masing-masing. Menutup mata adalah pekerjaan adalah pekerjaan otot
orbicular yang dipersarafi saraf fasial (N.VII). Otot kelopak mata berfungsi untuk

2
mengedipkan mata. Membuka mata dikerjakan oleh otot levator palpebra yang dipersarafi
saraf okulomotor (N.III). Otot ini menempel pada batas atas tarsus dan pada kulit di bagian
tengah kelopak mata atas.1

Gambar 1. Anatomi Palpebra

 Glandula lakrimal
Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak didaerah temporal bola mata. Sistem
ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal dan duktus
nasolakrimal, meatus inferior.2
Sistem lakrimal terdiri atas dua bagian, yaitu: sistem produksi atau glandula lakrimal.
Glandula lakrimal terletak pada temporo antero superior rongga orbita. Sistem ekskresi, yang
terdiri atas pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal dan duktus nasolakrimal.
Sakus lakrimal terletang dibagian depan rongga orbita. Air mata dari duktus lakrimal akan
mengalir ke dalam rongga hidung di dalam meatus inferior.2

3
Gambar 2. Anatomi Glandula Lacrimal

 Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membrane yang menutupi sclera dan kelopak bagian
belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva
mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola
mata terutama kornea.2
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu:2
a. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakan dari tarsus.
b. Konjungtiva bulbi menutupi sclera dan mudah digerakan dari sclera di bawahnya.
c. Konjungtiva fornises yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan
konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di
bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.
 Sklera
Merupakan jaringan ikat yang kenyal an memberikan bentuk pada mata. Bagian putih
bola mata yang bersama-sama dengan kornea merupakan pembungkus dan pelindung isi bola

4
mata. Sclera berhubungan erat dengan kornea dalam bentuk lingkaran yang disebut limbus
sclera, berjalan dari papil saraf optic sampai di kornea. Bagian terdepan sclera disebut kornea,
kelengkungan kornea lebih besar daripada sclera.2
 Kornea
Dinding bola mata bagian depan ialah kornea yang merupakan bagian yang jernih dan
bening, bentuknya hampir sebagai lingkaran dan sedikit lebih lebar pada arah transversal
dibanding arah vertical. Kornea memiliki lima lapisan:1
a. Epitel merupakan lapisan paling luar kornea dan berbentuk epitel gepeng berlapis tanpa
tanduk. Bagian terbesar ujung saraf kornea berakhir pada epitel ini. Daya regenerasi epitel
cukup besar, sehingga bila terjadi kerusakan akan diperbaiki dalam beberapa hari tanpa
membentuk jaringan parut.
b. Membrane bowman terdiri atas jaringan serat kolagen kuat yang mempertahankan bentuk
kornea. Bila terjadi kerusakan membrane bowman akan terbentuk jaringan parut.
c. Stroma merupakan lapisan paling tebal dari kornea. Stroma bersifat higroskopis yang
menarik air dari bilik mata depan. Kadar air dalam stroma relative tetap yang diatur oleh
fungsi pompa sel endotel dan penguapan oleh epitel. Jika fungsi endotel kurang baik
makan akan terjadi udem kornea.
d. Membran descemet merupakan pelindung atau barier infeksi dan masuknya pembuluh
darah.
e. Endotel merupakan jaringan terpenting untuk mempertahankan kejernihan kornea. Sel
endotel adalah sel yang mengatur cairan di dalam stroma korea. Tidak mempunyai daya
regenerasi sehingga jika terjadi kerusakan, endotel tidak akan normal lagi.
 Uvea
Lapisan vascular di dalam bola mata yang terdiri atas iris, badan siliar dan koroid.
Pada iris didapatkan pupil yang oleh tiga susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke
dalam bola mata.2
Jaringan otot iris tersusun longgar dengan otot polos yang berjalan melingkari pupil
(sfingter pupil) dan radial tegak lurus (dilatators pupil). Iris menipis di dekat perlekatan di
badan siliar disebut sirkulus mayor. Iris dipersarafi oleh nervus nasosiliar cabang dari saraf
cranial III yang bersifat simpatik untuk midriasis dan parasimpatik untuk miosis.1
Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang sampai koroid terdiri atas otot-otot
siliar dan prosesus siliaris. Otot-otot siliar berfungsi untuk akomodasi. Jika otot-otot ini
berkontraksi ia menarik prosesus siliar dan koroid ke depan dan ke dalam, mendorong

5
zonulla zinn sehingga lensa menjadi lebih cembung. Fungsi prosesus siliar adalah
memproduksi cairanan mata atau humor akuos.1
Koroid adalah suatu membrane yang berwarna coklat tua, yang terletak diantara sclera
dan retina terbentang dari ora serata sampai ke papil saraf optic. Koroid kaya pembuluh darah
dan berfungsi terutama member nutrisi kepada retina bagian luar.1
 Lensa
Merupakan bagian yang bening, bikonveks dengan ketebalan sekitar 5 mm dan
berdiameter 9 mm pada orang dewasa. Permukaan lensa bagian posterior lebih melengkung
dibanding bagian anterior. Kedua permukaan tersebut bertemu pada tepi lensa yang
dinamakan ekuator. Lensa mempunyai kapsul yang bening dan pada ekuator difiksasi oleh
zonula zinn pada badan siliar. Lensa pada orang dewasa terdiri atas bagian inti (nucleus) dan
bagian tepi (korteks). Nucleus lebih keras dibanding korteks. Dengan bertambahnya umur,
nucleus makin membesar sedang korteks makin menipis, sehingga akhirnya seluruh lensa
mempunyai konsistensi nucleus. Fungsi lensa adalah untuk membiaskan cahaya, sehingga
difokuskan pada retina.1
 Vitreus
Vitreus atau badan kaca merupakan suatu haringan seperti kaca bening yang terletak
antara lensa dan retina. Vitreus bersifat semi cair di dalam bola mata. Peranannya mengisi
ruang untuk meneruksan sinar dari lensa ke retina. Kebeningan badan kaca disebabkan tidak
terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan badan
kaca akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi.2
 Retina
Adalah suatu membrane yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran serabut-serabut
saraf optic letaknya antara vitreus dan koroid. Merupakan bagian mata yang mengandung
reseptor yang menerima ransangan cahaya.2
Di bagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan terdapat macula
lutea (bintik kuning) yang berperan penting untung tajam penglihatan.1
Retina yang mempunyai ketebalan sekitar 1 mm terdiri atas 10 lapisan:1
a. Membrane limitan dalam, merupakan bagian paling dalam.
b. Lapisan serabut saraf, dalam lapisan ini terdapat cabang-cabang utama pembulu retina.
c. Lapisan sel ganglion, merupakan suatu lapisan sel saraf bercabang.
d. Lapisan plesiform dalam.
e. Lapisan nuklues dalam, terbentuk dari badan dan nucleus sel-sel bipolar.

6
f. Lapisan pleksiform luar.
g. Lapisan nucleus luar, terutama terdiri atas nuclei sel-sel visual atau sel kerucut atau sel
batang.
h. Membrane limitan luar
i. Lapisan batang dan kerucut, merupakan lapisan penangkap sinar.
j. Lapisan epitel pigmen.

Gambar 3. Anatomi Bola Mata

Bola mata digerakan oleh enam otot yang disebut otot luar mata (ekstrinsik) terdiri
atas empat otot rektus dan dua otot oblik. Otot rektus terdiri atas empat otot rektus terdiri atas
otot rektus medial, rektus lateral, rektus superior dan rektus inferior.1

7
Origo otot oblik superior terletak pada terletak pada annulus zinn di atas origo otot
rektus superior. Otot oblik ini menuju kea rah bagian nasal orbita, melalui troklea kemudian
membelok ke belakan, dibawah otot rektus superior selanjutnya berinserasi pada sclera
dibelakang ekuator. Origo otot oblik inferior terletak pada dinding nasal orbita, menyilang di
bawah otot rektus dan berinsersi pada sclera kwadran belakang lateral inferior bola mata di
bawah otot rektus lateral.1

Gambar 4. Anatomi Otot Bola mata

Anamnesis
Setiap pemeriksaan selalu diawali dengan anamnesis. Pada kasus ini anamnesis
dilakukan secara auto-anamnesis, karena pasien mampu menjawab secara baik pertanyaan
yang diberikan. Yang pertama ditanyakan adalah identitas pasien yang meliputi; nama,
alamat, usia dan alamat serta pekerjaan jika pekerjaan yang pasien lakukan sehari-hari
merupakan faktor resiko dari keluhan utama pasien. Pada skenario ini, pasien adalah seorang
pria 68 tahun.

8
Setelah itu tanyakan keluhan utama pasien. Pasien wanita tersebut datang ke
poliklinik dengan keluhan mata kiri merah sejak 2 hari yang lalu.
Tanyakan riwayat penyakit sekarang yang dialami oleh pasien. Beberapa anamnesis
khusus mengenai mata yaitu:3
 Berapa lama mata tampak merah?
 Adakah rasa tidak nyaman atau iritasi?
 Apakah terasa nyeri? Apakah lebih buruk bila mata digerakkan? Adakah nyeri kepala yang
menyertainya?
 Adakah gangguan penglihatan?
 Apakah mata terasa lengket? Adakah eksudat?
 Apakah mata terasa kering atau perih?
 Adakah tanda sistemik (misalnya demam, malaise, muntah, atralgia, atau ruam)?
 Adakah rasa gatal pada mata atau adakah variasi musiman?
 Adakah fotofobia?
Selanjutnya tanyakan riwayat penyakit dahulu, apakah pasien adalah seorang
penderita diabetes mellitus atau penderita hipertensi. Hal ini penting jika mungkin dari
penyakit yang sebelumnya diderita pasien dapat menimbulkan masalah atau komplikasi pada
mata. Pada riwayat penyakit dahulu hal penting yang perlu ditanyakan juga adalah adakah
riwayat masalah mata sebelumnya, dan apakah pasien mengunakan lensa kontak atau tidak.
Tanyakan apakah dilingkungan tempat pasien tinggal atau bekerja ada anggota
keluarga atau teman yang menderita seperti yang dialami pada pasien atau tidak.

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan visus satu mata

Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan kacamata.
Setiap mata diperiksa terpisah. Biasakan memeriksa tajam penglihatan kanan terlebih dahulu
kemudia kiri lalu mencatatnya. Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada
jarak 5 meter atau 6 meter, karena pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan
beristirahat atau tanpa akomodasi. Pada pemeriksaan tajam penglihatan dipakai kartu baku
atau standar, misalnya kartu baca Snellen1

9
Pemeriksaan segmen anterior

Yang dapat dilihat pada pemeriksaan segmen anterior:

 Palpebra superior: bengkak, kalazion, tumor, blefarospasme, ekimosis, ektropion,


entropion, lagoftalmos, merah, pseudoptosis, ptosis, nyeri (biasanya radang),
sikatriks, supersilia, trikiasis, xantelasma4
 Palpebran inferior: sama dengan palpebra superior, sakus lakrimal bengkak, merah,
ditekan keluar sekret, uji anel, madarosis (rontoknya supersilia), fisur palpebra, margo
palpebra (silia, trikiasis, sekret, merah, sakit, ulseratif)4
 Konjungtiva tarsal superior: folikel cobble stone (benjolan penimbunan cairan dan sel
limfoid), membran, papil (timbunan sel radang), papil raksasa, pseudomembran (jika
diangkat tidak berdarah), sikatriks, simblefaron4
 Konjungtiva tarsal inferior: folikel/cobble stone, papil, sikatriks, hordeolum, kalazion
 Konjungtiva bulbi: sekret, injeksi konjungtival, injeksi siliar, injeksi episklera,
perdarahan subkonjungtiva, flikten, simblefaron, bercak degenerasi, pinguekula,
pterigium, pseudopterigium4
 Kornea: makrokornea, mikrokornea, arkus senil, pannus, ulkus, xerosis kornea,
keratomalasia, sikatriks (nebula, makula, leukoma), leukoma adheren, stafiloma
kornea, fistel, keratik presipitat4
 Iris: lekukuan iris, atrofi, rubeosis, sinekia anterior, sinekia posterior4
 Pupil: isokoria, midriasis, miosis, anisokoria, hipus, oklusi pupil, seklusi pupil,
leukokoria, refleks pupil4
 COA: dalam/dangkal, fler, hifema, hipopion, sudut bilik mata depan4
 Lensa: Shadow test, kejernihan4

Pemeriksaan Lapang Pandang

Pemeriksaan lapang pandang dapat dilakukan dengan uji konfrontasi. Mata kiri pasien
dan mata kanan pemeriksa dibebat. Penderita diperiksa dengan duduk berhadapan terhadap
pemeriksa pada jarak kira-kira 1 meter. Mata kanan pasien dengan mata kiri pemeriksa saling
berhadapan. Sebuah benda dengan jarak yang sama digeser perlahan-lahan dari perifer lapang
pandangan ke tengah. Bila pasien sudah melihatnya ia diminta memberi tahu. Pada keadaan
ini bila pasien melihat pada saat yang bersamaan dengan pemeriksa berarti lapang pandangan
pasien adalah normal. Syarat pada pemeriksaan ini adalah lapang pandangan pemeriksa

10
adalah normal. Pemeriksaan lapang pandang juga dapat dilakukan dengan kampimeter dan
perimeter, yang merupakan alat pengukur atau pemetaan lapang pandangan terutama daerah
sentral atau para sentral.4

Pada pterigium didapat :

Adanya massa jaringan kekuningan akan terlihat pada lapisan luar mata (sclera) pada limbus,
berkembang menuju ke arah kornea dan pada permukaan kornea. Sclera dan selaput lendir
luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat dari iritasi dan peradangan.

Pterygium dibagi menjadi tiga bagian yaitu :


 Body, bagian segitiga yang meninggi pada pterygium dengan dasarnya ke arah
kantus
 Apex (head), bagian atas pterygium
 Cap, bagian belakang pterygium
A subepithelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas pinggir
pterygium.

Pterigyum terbagi berdasarkan perjalanan penyakit menjadi 2 tipe, yaitu :


- Progressif pterygium : memiliki gambaran tebal dan vascular dengan beberapa
infiltrat di kornea di depan kepala pterygium
- Regressif pterygium : dengan gambaran tipis, atrofi, sedikit vaskularisasi,
membentuk membran tetapi tidak pernah hilang

Berbentuk segitiga yang terdiri dari kepala (head) yang mengarah ke kornea dan
badan. Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang tertutup
oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4:

 Derajat 1: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea

 Derajat 2: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm
melewati kornea

 Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi pinggiran
pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm)

11
 Derajat 4: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu
penglihatan.4

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada pterygium adalah topografi kornea
untuk menilai seberapa besar komplikasi berupa astigmtisme ireguler yang disebabkan oleh
pterygium. Adapula pemeriksaan slit lamp untuk mengklasifikasikan pterigium berdasarkan
terlihatnya pembuluh darah episklera di pterigium :

a. T1 (atrofi) : pembuluh darah episkleral jelas terlihat

b. T2 (intermediet) : pembuluh darah episkleral sebagian terlihat

c. T3 (fleshy, opaque) : pembuluh darah tidak jelas.4

Diagnosis utama

Pterigium

Pterigium adalah suatu penebalan konjungtiva bulbi yang berbentuk segitiga, mirip
daging yang menjalar ke kornea , pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif . 1
Menurut Ivan R. Schwab dan Chandler R. Dawson (1995) dalam General
Ophthalmology, pterygium merupakan suatu pelanggaran batas suatu pinguicula berbentuk
segitiga berdaging ke kornea, umumnya di sisi nasal, secara bilateral. Sedangkan menurut
Sidharta Ilyas, Pterygium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang
bersifat invasif dan degeneratif. 5
Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal maupun temporal
konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Pterygium berbentuk segitiga dengan puncak di
bagian sentral atau di daerah kornea. Asal kata pterygium dari bahasa Yunani, yaitu pteron
yang artinya wing atau sayap. Hal ini mengacu pada pertumbuhan pterygium yang berbentuk
sayap pada konjungtiva bulbi.5

12
Gambar 5. Mata dengan pterygium

Diagnosis banding

1. Pinguekula

Bentuknya kecil dan meninggi, merupakan massa kekuningan berbatasan


dengan limbus pada konjungtiva bulbi di fissura intrapalpebra dan kadang
terinflamasi. Tindakan eksisi tidak diindikasikan pada kelainan ini. Prevalensi dan
insiden meningkat dengan meningkatnya umur. Pingecuela sering pada iklim sedang
dan iklim tropis. Angka kejadian sama pada laki laki dan perempuan. Paparan sinar
ultraviolet bukan faktor resiko pinguecula.1,2

Gambar 2. Mata dengan pinguekula

2. Pseudopterigium
Pertumbuhannya mirip dengan pterygium karena membentuk sudut miring
atau Terriens marginal degeneration. Selain itu, jaringan parut fibrovaskular yang

13
timbul pada konjungtiva bulbi pun menuju kornea. Namun berbeda dengan
pterygium, pseudopterygium merupakan akibat inflamasi permukaan okular
sebelumnya seperti pada trauma, trauma kimia, konjungtivitis sikatrikal, trauma bedah
atau ulkus perifer kornea. Pada pseudopterigium yang tidak melekat pada limbus
kornea, maka probing dengan muscle hook dapat dengan mudah melewati bagian
bawah pseudopterigium pada limbus, sedangkan pada pterygium tak dapat dilakukan.
Pada pseudopteyigium tidak didapat bagian head, cap dan body dan pseudopterygium
cenderung keluar dari ruang interpalpebra fissure yang berbeda dengan true
pterigium.2

Gambar 6. Mata dengan pseudopterigium

3. Episkleritis
Episkleritis merupakan reaksi radang jaringan ikat vascular yang terletak
antara konjungtiva dan permukaan sclera. Episkleritis umumnya mengenai satu mata
dan terutama perempuan usia pertengaan dengan penyakit bawaan rematik.2
Keluhan pasien dengan episkleritis berupa mata terasa kering, dengan rasa sakit
ringan, mengganjal dengan konjungtiva yang kemotik. Bentuk radang yang terjadi
pada episkleritis mempunyai gambaran khusus, yaitu berupa benjolan setempat
dengan batas tegas dan warna merah ungu dibawah konjungtiva. Bila benjolan ini
ditekan dengan kapas atau ditekan pada kelopak diatas benjolan, akan member rasa
sakit, rasa sakit akan menjalar kesekitar mata.2
Pada episkleritis bila dilakukan pengangkatan konjungtiva diatasnya, maka akan
mudah terangkat atau dilepas dari pembuluh darah yang meradang. Perjalanan
penyakit dimulai dari episode akut dan terdapat riwayat berulang dan dapat
berminggu-minggu atau berapa bulan.2

14
Komplikasi pada episkleritis, jarang sekali dijumpai dan kalaupun ada hanya ringan,
misalnya keratitis superficialis. Pengobatan berupa tetes mata kortikosteroid, yang
diberikan empat kali sehari.1

4. Konjungtivitis

Virus Bakteri Bakteri non Jamur Alergi


purulen purulen
Sekret Sedikit Banyak Sedikit Sedikit Sedikit
Airmata Banyak Sedang Sedang Sedikit Sedikit
Gatal Sedikit Sedikit Tak ada Tak ada Berat
Merah Merata Merata Terbatas Terbatas Merata
Nodul Sering Jarang Sering Sering Tak ada
preaurikular
Pewarnaan Monosit Bakteri Bakteri Negatif Eosinofil
limfosit PMN PMN (granula) (granula)
Tabel 1. Jenis konjungtivitis1,2

Manifestasi klinis

Pterygium biasanya terjadi secara bilateral, namun jarang terlihat simetris, karena
kedua mata mempunyai kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinar ultraviolet, debu
dan kekeringan. Kira-kira 90% terletak di daerah nasal karena daerah nasal konjungtiva
secara relatif mendapat sinar ultraviolet yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian
konjungtiva yang lain. Selain secara langsung, bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar
ultra violet secara tidak langsung akibat pantulan dari hidung.6

Pterygium yang terletak di nasal dan temporal dapat terjadi secara bersamaan
walaupun pterygium di daerah temporal jarang ditemukan. Perluasan pterygium dapat sampai
ke medial dan lateral limbus sehingga menutupi sumbu penglihatan dan menyebabkan
penglihatan kabur.6

Secara klinis muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva yang
meluas ke kornea pada daerah fissura interpalpebra. Biasanya pada bagian nasal tetapi dapat
juga terjadi pada bagian temporal. Deposit besi dapat dijumpai pada bagian epitel kornea
anterior dari kepala pterygium (stoker’s line).

15
Gejala klinis pterygium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan
sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain:

- mata sering berair dan tampak merah

- merasa seperti ada benda asing

- timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterygium

- pada pterygium derajat 3 dan 4 dapat terjadi penurunan tajam penglihatan.

Dapat terjadi diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya pergerakan mata.6

Epidemiologi

Kasus pterygium yang tersebar di seluruh dunia sangat bervariasi, tergantung pada
lokasi geografisnya, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering. Faktor yang sering
mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator. Prevalensi juga tinggi pada daerah berdebu dan
kering.
Di Amerika Serikat, kasus pterigium sangat bervariasi tergantung pada lokasi
geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari 2% untuk
daerah di atas 40o lintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 28-36o. Sebuah
hubungan terdapat antara peningkatan prevalensi dan daerah yang terkena paparan ultraviolet
lebih tinggi di bawah garis lintang. Sehingga dapat disimpulkan penurunan angka kejadian di
lintang atas dan peningkatan relatif angka kejadian di lintang bawah.7

Di Indonesia yang melintas di bawah garis khatuliswa, kasus-kasus pterygium cukup


sering didapati. Apalagi karena faktor risikonya adalah paparan sinar matahari (UVA &
UVB), dan bisa dipengaruhi juga oleh paparan alergen, iritasi berulang (misal karena debu
atau kekeringan).7
Insiden tertinggi pterygium terjadi pada pasien dengan rentang umur 20 – 49 tahun.
Pasien dibawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. Rekuren lebih sering terjadi pada
pasien yang usia muda dibandingkan dengan pasien usia tua. Laki-laki lebih beresiko 2 kali
daripada perempuan.

16
Patofisiologi

Konjungtiva bulbi selalu berhubungan dengan dunia luar. Kontak dengan ultraviolet,
debu, kekeringan mengakibatkan terjadinya penebalan dan pertumbuhan konjungtiva bulbi
yang menjalar ke kornea 1

Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Karena penyakit ini lebih sering pada
orang yang tinggal di daerah beriklim panas, maka gambaran yang paling diterima tentang
hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor lingkungan seperti paparan terhadap sinar
ultraviolet dari matahari, daerah kering, inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau faktor
iritan lainnya. Diduga pelbagai faktor risiko tersebut menyebabkan terjadinya degenerasi
elastis jaringan kolagen dan proliferasi fibrovaskular. Dan progresivitasnya diduga
merupakan hasil dari kelainan lapisan Bowman kornea. Beberapa studi menunjukkan adanya
predisposisi genetik untuk kondisi ini.4,5

Teori lain menyebutkan bahwa patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi


elastik kolagen dan proliferasi fibrovaskular dengan permukaan yang menutupi epitel. Hal ini
disebabkan karena struktur konjungtiva bulbi yang selalu berhubungan dengan dunia luar dan
secara intensif kontak dengan ultraviolet dan debu sehingga sering mengalami kekeringan
yang mengakibatkan terjadinya penebalan dan pertumbuhan konjungtiva bulbi sampai
menjalar ke kornea. Selain itu, pengeringan lokal dari kornea dan konjungtiva yang
disebabkan kelainan tear film menimbulkan fibroplastik baru. Tingginya insiden pterygium
pada daerah beriklim kering mendukung teori ini.5

Teori terbaru pterygium menyatakan kerusakan limbal stem cell di daerah


interpalpebra akibat sinar ultraviolet. Limbal stem cell merupakan sumber regenarasi epitel
kornea dan sinar ultraviolet menjadi mutagen untuk p53 tumor supressor gene pada limbal
stem cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi dalam jumlah
berlebihan dan meningkatkan proses kolagenase sehingga sel-sel bermigrasi dan terjadi
angiogenesis. Akibatnya, terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan
subepitelial fibrovaskular. Pada jaringan subkonjungtiva terjadi perubahan degenerasi elastik
dan proliferasi jaringan vaskular di bawah epitelium yang kemudian menembus kornea.
Kerusakan pada kornea terdapat pada lapisan membran Bowman oleh pertumbuhan jaringan
fibrovaskular yang sering disertai inflamasi ringan. Epitel dapat normal, tebal, atau tipis dan
kadang terjadi displasia. Pada keadaan defisiensi limbal stem cell, terjadi pembentukan
jaringan konjungtiva pada permukaan kornea.5,6

17
Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan perubahan phenotype,
yaitu lapisan fibroblast mengalami proliferasi sel yang berlebihan. Pada fibroblast pterygium
menunjukkan matriks metalloproteinase, yaitu matriks ekstraselular yang berfungsi untuk
memperbaiki jaringan yang rusak, penyembuhan luka, dan mengubah bentuk. Hal ini
menjelaskan penyebab pterygium cenderung terus tumbuh dan berinvasi ke stroma kornea
sehingga terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.6

Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan proliferasi


fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium, Histopatologi kolagen abnormal
pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat dengan hematoksin dan
eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan
elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase.

Penatalaksanaan

 Konservatif

Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium derajat 1-2 yang
mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan
steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan
kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau
mengalami kelainan pada kornea.5

 Bedah

Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi pterigium.
Sedapat mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas pterigium
tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari konjugntiva bagian
superior untuk menurunkan angka kekambuhan. Tujuan utama pengangkatan
pterigium yaitu memberikan hasil yang baik secara kosmetik, mengupayakan
komplikasi seminimal mngkin, angka kekambuhan yang rendah. Penggunaan
Mitomycin C (MMC) sebaiknya hanya pada kasus pterigium yang rekuren, mengingat
komplikasi dari pemakaian MMC juga cukup berat.5

o indikasi operasi

1. Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus

18
2. Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil
3. Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau
karena astigmatismus
4. Kosmetik, terutama untuk penderita wanita.,5,6

Pencegahan

1. Pencegahan pterigium salah satunya dengan menggunakan kacamata setiap hari. Pilihlah
kacamata yang memblok 99-100% radiasi ultraviolet A dan B. Kacamata yang menutup
sempurna merupakan proteksi terbaik untuk menghindari mata pasien dari sinar, debu, dan
udara.

2. Untuk menghindari mata yang kering diberi air mata buatan.

3.Pasien dianjurkan untuk tetap menggunakan obat tetes steroid untuk beberapa minggu. Ini
akan mengurangi inflamasi dan mencegah rekurensi.5,6

Kesimpulan

Pterigium merupakan pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat


degeneratif dan invasif. Keadaan ini diduga merupakan suatu fenomena iritatif akibat sinar
ultraviolet, daerah yang kering dan lingkungan yang banyak angin, karena sering terdapat
pada orang yang sebagian besar hidupnya berada di lingkungan yang berangin, penuh sinar
matahari, berdebu atau berpasir. Kasus Pterygium yang tersebar di seluruh dunia sangat
bervariasi, tergantung pada lokasi geografisnya, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan
kering. Pada pterigium ringan tidak perlu diobati, namun pada pterigium derajat 3-4 tindakan
bedah perlu dilakukan.

19
Daftar Pustaka

1. Sidarta H Ilysa, Mailangkay H H B, Taim Hilman, dkk. ilmu penyakit mata.Edisi ke-
2: Jakarta; 2010.h.107-11.
2. Sidarta H Ilyas, Rahayu S Yuliantu. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4 Jakarta: FKUI;
2013.h.116-20.
3. Safitri A, ed. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Erlangga, 2006.
h.49.
4. Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD. Management of
pterygium. Opthalmic Pearls.2010
5. Skuta, Gregory L. Cantor, Louis B. Weiss, Jayne S. Clinical approach to depositions
and degenerations of the conjungtiva, cornea, and sclera in: external disease and
cornea. San Fransisco : American Academy of Ophtalmology. 2008. P.8-13, 366
6. Lang, Gerhad K. Conjungtiva in : ophtalmology a pocket textbook atlas. New York :
Thieme Stutgart. 2000
7. Laszuarni. Prevalensi pterygium di Kabupaten Langkat. Tesis dokter spesialis mata.
Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2009.

20

Anda mungkin juga menyukai