Anda di halaman 1dari 17

Mk.

Pengolahan Data Perikanan

Dosen : Dr. Tenriware, S.Pi., M.Si

MAKALAH

PENGAMBILAN CONTOH PLANKTON

Kelompok I :

Adam Subandi
Andi Riqiq Ridwan Saleh
Andi Muhammad Akbar B. ( Angkatan 2013)

PRODI BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS SULAWESI BARAT
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

limpahan rahmat dan karunia-Nya, Sehingga makalah yang berjudul

“Pengambilan Contoh Plankton” ini dapat terselesaikan. Makalah ini disusun

sebagai salah satu syarat untuk memenuhi mata kuliah pengolahan data pada

Program Studi S-1 Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan peternakan

Universitas Sulawesi Barat.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari

kesempurnaan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan

demi perbaikan dan kesempurnaan pembuatan makalah selanjutnya. Semoga

makalah ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi bagi semua pihak,

khususnya bagi mahasiswa Program Studi S-1 Budidaya Perairan Fakultas

Peternakan dan Perikanan Universitas Sulawesi Barat .

Majene 20 Mei 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perairan merupakan suatu ekosistem yang memiliki peran dan manfaat yang
sangat besar bagi kehidupan manusia. Kehidupan di dalamnya sangat beragam.
Mulai dari organisme mikroskopik sampai ukuran yang makro dapat terlihat
langsung oleh mata tanpa bantuan alat. Salah satu organisme yang terdapat di
perairan adalah plankton. Plankton merupakan organisme mikroskopis yang berada
di permukaan perairan dan berfungsi sebagai produsen ekosistem perairan. Sebagai
biota mikroskopis perairan, plankton sangat berperan sebagai produsen primer dan
sekunder (Nybakken, 1992).

Plankton terdiri dari fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton adalah


plankton menyerupai tumbuhan yang bebas melayang dan hanyut dalam perairan
serta mampu berfotosintesis. Zooplankton adalah organisme renik yang hidup
melayang-layang mengikuti pergerakan air yang berasal dari jasad hewani.
Fitoplankton merupakan pensuplai utama oksigen terlarut di perairan, sedangkan
zooplankton meskipun sebagai pemanfaat langsung fitoplankton, merupakan
produsen sekunder perairan (Nybakken, 1992). Plankton merupakan makanan
alami larva organisme perairan.

Plankton menjadi salah satu bioindikator untuk mengetahui produktivitas


ekosistem perairan karena memiliki peran sebagai produsen. Produktivitas primer
adalah laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari
senyawa-senyawa anorganik. Sedangkan ekosistem dengan keragaman rendah
adalah tidak stabil dan rentan terhadap pengaruh tekanan dari luar dibandingkan
dengan ekosistem yang memiliki keragaman tinggi. Kondisi suatu ekosistem tidak
stabil dan rentan yang terjadi dapat mempengaruhi produktivitas primer perairan
tersebut sehingga berdampak pada jaring makanan ekosistem.
1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui apa itu plankton.
1.2.2 Untuk mengetahui bagaimana tehnik pengambilan contoh plankton.
1.2.3 Untuk mengetahui bagaimana tehnik pengawetan sampling plankton.
1.2.4 Untuk mengetahui bagaimana tehnik identifikasi dan analisis plankton.

1.3 Manfaat

Memberikan informasi dan menambah wawasan kepada pembaca tentang apa itu
plankton dan bagaimana cara pemgambilan contoh plankton, pengawetan sampling,
identifikasi dan analisis plankton.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi plankton

Plankton merupakan sekelompok biota akuatik baik berupa tumbuhan maupun


hewan yang hidup melayang maupun terapung secara pasif di permukaan perairan,
dan pergerakan serta penyebarannya dipengaruhi oleh gerakan arus walaupun
sangat lemah (Arinardi, 1997).

Plankton dapat dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu fitoplankton


(plankton nabati) dan zooplankton (plankton hewani) (Sumich,1999).

1. Fitoplankton

Fitoplankton merupakan tumbuh-tumbuhan air dengan ukuran yang sangat kecil


dan hidup melayang di dalam air. Fitoplankton mempunyai peranan yang sangat
penting dalam ekosistem perairan, sama pentingnya dengan peranan tumbuh-
tumbuhan hijau yang lebih tingkatannya di ekosistem daratan. Fitoplankton juga
merupakan produsen utama (Primary produsen) zat-zat organik dalam ekosistem
perairan, seperti tumbuh-tumbuhan hijau yang lain. Fitoplankton membuat ikatan-
ikatan organik sederhana melalui fotosintesa (Hutabarat & Evans, 1986).

Fitoplakton dikelompokkan dalam 5 divisi yaitu: Cyanophyta, Crysophyta,


Pyrrophyta, Chlorophyta dan Euglenophyta (hanya hidup di air tawar), semua
kelompok fitoplankton ini dapat hidup di air laut dan air tawar kecuali
Euglenophyta (Sachlan, 1982). Fitoplankton yang dapat tertangkap dengan
planktonet standar adalah fitoplankton yang memiliki ukuran ≥ 20 µm, sedangkan
yang biasa tertangkap dengan jaring umumnya tergolong dalam tiga kelompok
utama yaitu diatom, dinoflagellata dan alga biru (Nontji, 1993).

2. Zooplankton

Zooplankton merupakan plankton hewani, meskipun terbatas namun mempunyai


kemampuan bergerak dengan cara berenang (migrasi vertikal). Pada siang hari
zooplankton bermigrasi ke bawah menuju dasar perairan. Migrasi dapat disebabkan
karena faktor konsumen atau grazing, yaitu dimana zooplankton mendekati
fitoplankton sebagai mangsa, selain itu migrasi juga terjadi karena pengaruh
gerakan angin yang menyebabkan up welling atau down welling (Sumich, 1999).

2.2 Tehnik Sampling Plankton

Sampel adalah sebagian dari populasi. Artinya tidak akan ada sampel jika
tidak ada populasi (Mustafa, 2000). Populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur
yang akan diteliti. Agar hasil penelitian yang dilakukan terhadap sampel masih
tetap bisa dipercaya dalam artian masih bisa mewakili karakteristik populasi, maka
cara penarikan sampelnya harus dilakukan secara seksama. Cara pemilihan sampel
dikenal dengan nama teknik sampling atau teknik pengambilan sampel.

Secara umum, sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak
mungkin karakteristik populasi. Dalam bahasa pengukuran, artinya sampel harus
valid, yaitu bisa mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Sampel yang valid
ditentukan oleh dua pertimbangan yaitu akurasi dan presisi. Akurasi atau ketepatan
merupakan tingkat ketidakadaan “bias” (kekeliruan) dalam sampel. Dengan kata
lain, semakin sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam sampel, maka semakin
akurat sampel tersebut. Sedangkan presisi mengacu pada persoalan sedekat mana
estimasi peneliti dengan karakteristik populasi.

Dalam mempelajari plankton, tidak akan terlepas dari sampling plankton di


lapangan. Teknik atau pencuplikan plankton dari perairan yang paling mudah
umumnya dapat dilakukan dengan menyaring sejumlah massa air dengan jaring
halus. Bergantung pada tujuannya Wardhana (1997) menyatakan bahwa sampling
plankton dapat dilakukan secara kualitatif atau kuantitatif.

2.2.1 Sampling plankton secara kualitatif

Pengambilan sampling plankton secara kualitatif di perairan dapat dilakukan


dengan menarik jala plankton baik secara horizontal maupun vertikal. Pada perairan
yang banyak terdapat tumbuhan air Pengambilan sampling plankton dapat
dilakukan dengan jala plankton bertangkai. Disamping jala plankton, ikan
planktivor merupakan pengumpul plankton yang sangat baik. Ikan tersebut dapat
mengumpulkan berbagai jenis plankton yang kadang-kadang tidak tertangkap jala.
Untuk menghindari agar plankton yang dimakan tidak dicerna lebih lanjut, ikan
yang diperoleh harus segera dibunuh.

2.2.2 Sampling plankton secara kuantitatif

Pada umumnya pengumpulan plankton secara kuantitatif dapat dilakukan dengan


botol, jaring, atau pompa. Cara sampling seperti ini umumnya dilakukan untuk
mengetahui kepadatan plankton per satuan volume dengan pasti.

a. Botol

Alat pengukuran plankton yang sering digunakan antara lain adalah botol
Nansen atau Kemmerer, Van Dorn dan botol biasa. Botol gelas bermulut lebar dan
bertutup gelas dipasang pada tali dan diturunkan sampai kedalaman yang
ditentukan dan air dibiarkan masuk ke dalamnya. Untuk mengumpulkan plankton
secara vertikal pada kedalaman tertentu dapat digunanakan botol Kemmerer atau
Nensen. Botol dikaitkan dengan tali dan diturunkan sampai kedalaman yang
diinginkan. Pemberat (mesenger) kemudian diturunkan sehingga melepaskan kait
tutup yang terbuat dari karet. Air yang tertampung dalam botol kemudian disaring
dengan jala plankton (Wardhana, 1997).

Cara pengumpulan plankton seperti ini memiliki kekurangan karena


plankton motil dapat menghindar masuk ke dalam botol. Sedangkan kelebihan alat
ini antara lain ialah volume air dan kedalaman pengambilan sampel dapat diketahui
dengan tepat.
Gambar : metode pengambilan sampling dengan botol

b. Pompa

Pompa yang cocok untuk mencuplik fitoplankton umumnya yang


menggunakan gerakan memutar. Air dari kedalam tertentu dipompa melalui pipa
yang telah diberi tanda. Pada ujung pipa perlu diberi pemberat agar tetap tegak
lurus. Corong dipasangkan pada saluran masuk pipa untuk mencegah plankton
motil menghindar. Garis tengah pipa perlu diseuaikan dengan daya hisap pompa.
Air keluaran dari pompa disaring dengan jala plankton yang dibiarkan sebagian
terendam dalam air untuk menjegah rusaknya plankton (Wardhana. 1997).

Kelebihan pengambilan dengan pompa adalah sama seperti pengambilan


dengan botol yaitu volume air dan kedalaman pengambilan sampel dapat diketahui
dengan tepat. Sedangkan kekurangannya adalah terbatasnya kedalaman yang dapat
diambil karena kemampuan daya hisap pompa dan kemungkinan rusaknya plankton
ketika melalui pompa.
Gambar : pengambilan sampling plankton dengan alat pompa

c. Jaring

Jaring plankton mula-mula diperkenalkan oleh Yohannes Miller (1846)


yang dikenal dengan nama “jaring plankton tarik” (Asriyana, 2012). Banyak alat
yang telah diciptakan untuk koleksi plankton, tetapi yang banyak digunakan adalah
alat berbentuk jaring. Penggunaan jaring ini selain sangat praktis juga sampel yang
diperoleh cukup banyak. Jaring plankton umumnya berbentuk kerucut dengan
berbagai ukuran tetapi biasanya panjang jaring sekitar 4-5 kali garis tengah
mulutnya. Bahan jaring dibuat dari kain yang digunakan untuk menyaring berbagai
ukuran butir (bolting silk cloth) atau nilon. Bolting silk terbuat dari benang sutera
halus yang mata jaringnya dirancang untuk tidak mudah berubah.

Jaring berfungsi untuk menyaring air serta plankton yang berada di


dalamnya. Oleh karena plankton yang tertangkap sangat tergantung pada ukuran
mata jaring maka ukuran mata jaring yang digunakan harus disesuaikan dengan
jenis atau ukuran plankton yang akan diamati. Untuk perairan dangkal di daerah
tropis, untuk menggunakan mata jaring dengan ukuran 30-50 µm untuk
fitoplankton dan zooplankton kecil. Apabila digunakan mata jaring kecil maka
jaring harus ditarik lebih lambat agar air tersaring dapat keluar dengan lancar
(Arinardi dkk., 1997).

Dalam keadaan tertentu, ada pula peneliti yang mengambil plankton dengan
cara menciduk dengan ember atau gayung. Pengambilan sampel plankton dengan
cara ini tidak dianjurkan karena terlampau bias. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Arinardi dkk (1997) bahwa plankton tidak tersebar merata baik secara
horizontal maupun vertikal dan plankton juga dapat melakukan migrasi harian. Di
bagian akhir ujung jaring terdapat alat untuk menampung plankton yang terkumpul.
Alat penampung ini biasanya berbentuk tabung yang mudah dilepas dari jaring.
Pada prinsipnya, tabung penampung harus memenuhi dua syarat yaitu, pertama
dapat dengan cepat dan mudah dioperasikan di laut dan kedua tidak menampung
air terlalu banyak. Tabung penampung plankton yang diciptakan oleh Z. Nakai
(Jepang) cukup baik untuk sampel berukuran sedang.

Gambar : alat plankton net.

Selain alat-alat tersebut, Wardhana (1997) menyatakan bahwa Continous plankton


recorder (CPR) juga merupakan salah satu alat pengumpul plankton yang ditarik
dengan kapal. Di dalam alat CPR terdapat dua gulungan jala dengan mesh 270μm.
Selama ditarik kapal, sampel plankton akan tertampung pada jala dan digulung
sedemikian rupa dalam satu tangki berisi larutan formalin. Plankton yang terkumpul
kemudian diangkat untuk di cacah dilaboratorium.

Cara sampling yang digunakan juga tergantung pada tujuan yang diinginkan.
Arinardi dkk (1997) mengelompokkan metode sampling atas :

a. Horizontal
Dengan cara ini plankton diambil secara mendatar (horizontal) di
permukaan air atau di lapisan bawah air yang diinginkan. Jaring ditarik untuk jarak
atau waktu tertentu dengan kecepatan tetap. Dari pengambilan cara ini akan
didapatkan jumlah plankton cukup banyak walau hanya pada lapisan tertentu.
b. Vertikal
Jaring diturunkan pada kedalaman yang diinginkan dengan pemberat di
bawahnya (biasanya 10 kg untuk diameter mulut jaring 0,45 m). Setelah itu, jaring
ditarik dengan kecepatan konstan. Untuk jaring halus biasanya ditarik dengan
kecepatan 0,5 m/detik dan untuk jaring yang agak kasar adalah 1,0 m/detik. Sudut
antara kawat jaring dan garis vertikal sebaiknya dicatat untuk menentukan
kedalaman pengambilan.

Gambar : pengambilan sampling plankton secara vertikal

c. Miring (Oblique)
Dalam cara ini, sebuah pemberat diikat diujung kawat dan jaring dipasang
pada jarak tertentu dari ujung kawat. Kawat ini diturunkan secara perlahan ketika
kapal bergerak dengan lambat (sekitar 2 knot). Besar sudut kawat dengan garis
vertikal (sekitar 45o) tetap dipertahankan sampai kawat terulur pada panjang yang
diinginkan (biasanya pada kedalaman 200-300 m). Dengan besar sudut tetap sama,
kawat dengan jaringnya ditarik ke atas kapal.
Gambar : pengambilan sampling plankton secara miring
2.3 Pengawetan Sampling Plankton

Setelah plankton dikeluarkan dari tabung penampung (bucket) sebaiknya


segera diawetkan di dalam botol yang mulutnya cukup luas. Bahan pengawet bukan
untuk penelitian khusus biasanya digunakan cairan formalin 4 % sedangkan untuk
penelitian khusus, sampel didinginkan antara -10 sampai -250C agar metabolisme
tubuhnya tidak bekerja (Arinardi dkk., 1997).

Penggunaan formalin sebagai larutan fiksatif atau pengawet harus melalui


pengenceran dengan perbandingan 1:5 (Wardhana, 1997). Formalin yang akan
digunakan harus tersimpan dalam botol gelas atau polythene. Hindari
penggunakaan formalin yang tersimpan dalam botol kaleng karena mengandung
besi yang akan mengotori sampel plankton. Sebelum digunakan, formalin harus
ditambahkan borax (kalsium karbonat atau sodium karbonat) untuk menetralkan
asam yang ada di dalamnya. Asam akan melarutkan kapur atau rangka pada
kebanyakan zooplankton. Untuk penyimpanan dalam jangka panjang sebaiknya
sampel plankton diawetkan dalam larutan formalin 5% dalam air suling. Sampel
disimpan dalam botol yang tertutup rapat.

Pemanfaatan formalin untuk mengawetkan fitoplankton perlu ditambahkan


5 tetes terusi (CuSO4) agar fitoplankton tetap berwarna hijau. Sampel nanoplankton
paling baik difiksasi dan diawetkan dalam lugol iodin yang ditambah dengan asam
asetat. Asam asetat akan mengawetkan flagelum dan silia. Ke dalam 100 ml sampel
air yang mengandung nanoplankton tambahkan 2-3 tetes larutan lugol iodin.
Nanoplankton akan tenggelam karena meyerap iodin. Tutup botol rapat-rapat dan
simpan dalam ruang gelap. Larutan lugol iodin dibuat dengan melarutkan 200 gr
kalium iodida p.a dan 10 gr iodin dalam 200 ml akuades. Pada saat iodin larut
sempurna, tambahkan 20 ml asam asetat glasial. Simpanlah larutan ini dalam botol
gelas berwarna gelap (Wardhana, 1997).

Untuk menghindari kekeliruan sampel satu dengan sampel lainnya,


dipermukaan luar botol harus ditempelkan label bertuliskan nomor stasiun, tanggal
dan waktu pengambilan, posisi stasiun, metode pengambilan, kedalaman
pengambilan, nama kapal dan data lain yang dianggap perlu (Arinardi dkk., 1997).

2.4 Identifikasi dan Analisis Plankton

Identifikasi adalah pemberian tanda-tanda pada golongan hewan, tumbuhan


ataupun hal lainnya. Bergantung pada tujuannya, umumnya analisis plankton yang
mudah dilakukan adalah pengukuran biomassa (berat kering, berat basa, atau
volume plankton) dan pencacahan plankter. Masing-masing cara tersebut
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pengukuran biomassa bertujuan untuk
mengetahui banyaknya plankton secara kuantitatif tanpa mengidentifikasi. Ini
merupakan cara yang praktis dan sederhana namun kurang teliti karena sering
terbawa materi lain di luar plankton.

Pengukuran volume plankton kurang memberikan informasi yang tepat,


oleh karena rongga antara plankton sering ikut terukur. Pencacahan plankton
dengan cara menghitung jumlah plankter per satuan volume akan merupakan
informasi yang lebih teliti, karena dapat memberikan gambaran yang lebih pasti
mengenai kepadatan plankton di suatu tempat. Kepadatan plankton dapat
digunakan untuk mengetahui penyebaran atau distribusi plankton dalam suatu area.
Perlu ditekankan di sini bahwa setiap organisme berukuran besar yang secara nyata
bukan merupakan bagian dari plankton harus disingkirkan sebelum pengukuran
apapun dilakukan (Wardhana, 1997).

Satu sampel plankton dapat terdiri atas ribuan bahkan jutaan sel atau
individu plankton. Oleh karena itu mencacah seluruh sampel akan membutuhkan
waktu yang lama. Untuk mempermudah umumnya dilakukan mengencerkan
sampel yang diperoleh dan diambil sebagian kecil sampel. Tata cara pencacahan
seperti ini disebut metoda subsampel. Cara pencacahan dengan metode subsampel
pada dasarnya dilakukan dengan mencuplik sebagian kecil (sub sampel) sampel
plankton dan dicacah di bawah mikroskop. Besar kecilnya volume subsampel akan
sangat bergantung pada alat yang tersedia serta kepekatan sampel. Terdapat
beberapa cara pencacahan plankton dengan metode subsampel (Wardhana, 1997).

1. Pengambilan subsampel dilakukan dengan cara menuangkan sampel plankton ke


dalam gelas piala bervolume 250 ml. Untuk memudahkan perhitungan, volume
sampel dapat diencerkan menjadi 100-200 ml (bergantung pada kepekatan
sampel) dengan cara menambah atau mengurangi larutan pengawetnya. Sampel
diaduk hingga homogen dan dalam waktu yang bersamaan diambil
subsampelnya dengan mempergunakan pipet stempel bervolume 0,1 ml (untuk
fitoplankanton) atau 2,5 ml (untuk zooplankton).

Sub sampel dituangkan ke dalam talam pencacah sambil membilas toraks


pipet dengan air. Talam pencacah yang sering digunakan adalah Sedgwick-
Rafter Counting Cell untuk fitoplankton dan Bogorov atau yang sejenis untuk
zooplankton. Plankton dicacah sekaligus diidentifikasi di bawah mikroskop
dengan perbesaran sampai 25-200 kali bergantung pada ukuran plankter.
Pencacahan dilakukan dengan cara menghitung seluruh plankter yang tampak
pada talam pencacah (Arinardi dkk., 1997).

2. Pencacahan plankton pada Sedgwick-Rafter Counting Cell juga dapat dilakukan


dengan cara lain. Isi penuh Sedgwick-Rafter Counting Cell dengan sampel
plankton dan tutup dengan kover gelas secara baik sehingga tidak ada rongga
udara di dalamnya. Letakan Sedgwick-Rafter Counting Cell berisi sampel
plankton tersebut di bawah mikrokop yang lensa okulernya dilengkapi dengan
mikrometer okuler Whipple. Cacah jumlah plankton dari 10 lapangan pandang
secara teratur dan berurutan. Apabila terdapat plankter yang terletak pada garis
batas okuler mikrometer Whipple di sebelah atas dan di sebelah kiri harus
dimasukkan ke dalam perhitungan sedang pada garis batas bawah dan sebelah
kanan tidak. Hal ini bukanlah suatu yang mutlak, yang penting dilakukan secara
konsisten (Arinardi dkk., 1997).

3. Metode subsampel juga dapat dilakukan dengan mengambil sebesar 0,04 ml


sampel yang telah diaduk homogen dengan pipet ukur 1 ml. Subsampel diletakan
atau diteteskan pada objek gelas dan ditutup dengan kover gelas berukuran
18x18 mm. Diasumsikan bahwa kover gelas berukuran 18x18 mm dapat persis
menutup 0,04 ml sub sampel. Setelah diletakkan di bawah mikroskop, diambil
secara acak 20 pandangan yang meliputi seluruh permukaan kover gelas. Pada
tiap pandangan dihitung semua jenis plankton yang terlihat. Sebelumnya
diameter dari pandangan harus ditentukan terlebih dahulu dengan mikrometer
okuler.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.1.1 Plankton merupakan sekelompok biota akuatik baik berupa tumbuhan
maupun hewan yang hidup melayang maupun terapung secara pasif di
permukaan perairan, dan pergerakan serta penyebarannya dipengaruhi
oleh gerakan arus
3.1.2 Metode pengambilan contoh plankton terbagi atas 2 yaitu :
a. Metode kualitatif
menarik jala plankton baik secara horizontal maupun vertical.
b. Metode kuantitatif
dapat dilakukan dengan botol, jaring, atau pompa.
3.1.3 pengawetan sampling plankton
Setelah plankton dikeluarkan dari tabung penampung (bucket) sebaiknya
segera diawetkan di dalam botol yang mulutnya cukup luas. Bahan
pengawet bukan untuk penelitian khusus biasanya digunakan cairan
formalin 4 % sedangkan untuk penelitian khusus, sampel didinginkan
antara -10 sampai -250C agar metabolisme tubuhnya tidak bekerja.
DAFTAR PUSTAKA

Mustafa. 2000. Teknik Sampling. Bandung: Alfabeta.


Wardhana, Wisnu. 1997. Teknik Sampling, Pengawetan dan Analisis Plankton.
[Jurnal] Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Indonesia, 12 hlm.
Asriyana, Y., 2012. Produktivitas Perairan. Jakarta: Penerbit PT Bumi Aksara. hlm
1-8
Arinaridi, O., H., Sutomo, A., B., Yusuf S., A., Trimaningsih, Elly A., Riyono S.,
H., 1997. Kisaran Kelimpahan Dan Komposisi Plankton Predominan Di
Perairan Kawasan Timur Indonesia. Jakarta: LIPI. hlm 19-56
Sumich, J., L., 1999. An Introduction to The Biology of Marine Life. New York:
McGraw-Hill. pp: 73 – 90
Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Jakarta: Penerbit Djambatan
Hutabarat & Evans. 1986. Kunci Identifikasi Plankton. Jakarta: UI
Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas
Diponegoro. Semarang. 177 hlm.
Nybakken, J., W.,1992. Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: Gramedia. 459 hal.

Anda mungkin juga menyukai