Anda di halaman 1dari 22

PRAKTIKUM ANALISIS INSTRUMEN FARMASI

LABORATORIUM KIMIA FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS INSTRUMEN

“PENENTUAN KADAR GLUKOSA DALAM PATI


DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS”

OLEH :
KELOMPOK VII
A.Iva Septiani 15.01.310
Angriani 15.01.262
Dian Ekasafitri D 15.01.319
Ely Cahyani Kadir 15.01.327
Enny Wardani Natu 15.01.324
Wana Purnasari 15.01.271

Asisten :
Yeusy R. P.

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI


MAKASSAR
2016
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Karbohidrat banyak terdapat di alam, diantaranya dalam bentuk
pati, kapas, gula pasir, dan kayu. Karbohidrat adalah polihidroksi
dari aldehida atau keton. Nama karbohidrat atau ‘hidrat dari karbon’
adalah istilah yang dilontarkan pada masa awal dipelajarinya kimia
karbohidrat. Banyak dari senyawa ini mempunyau bobot molekul kelipatan
CH2O, misalnya C6H12O6 dan C5H10O5.
Karbohidrat digolongkan menjadi monosakarida, disakarida,
dan polisakarida. Polimer karbohidrat di dalam kandungan buah perlu
dikonversi menjadi gula sederhana, melalui suatu proses yang disebut
dengan hidrolisis. Hidrolisis meliputi proses pemecahan polisakarida
menjadi monomer gula penyusunnya. Proses hidrolisis asam
menggunakan senyawa asam sebagai katalis, baik asam lemah maupun
asam kuat.
Salah satu contoh monosakarida ialah glukosa. Glukosa
merupakan senyawa penting di alam karena perannya yang penting
dalam proses biologis.Glukosa merupakan molekul paling sederhana hasil
hidrolisis dari semuakarbohidrat dalam tubuh sebelum proses oksidasi.
Glukosa dapat mereduksi ion kupri menjadi kupro sehingga reaksi ini
dapat digunakan sebagai dasar di dalam penentuan glukosa dan
dilakukan dengan berbagai metode antara lain: Luff Schrool, Munson-
Walker, Lane-Eynon, dan Somogy-Nelson.
Metode yang digunakan dalam percobaan ini menggunakan
metode spektrofotometri UV-Vis. Dimana Spektrofotometri Sinar Tampak
(UV-Vis) adalah pengukuran energi cahaya oleh suatu sistem kimia pada
panjang gelombang tertentu. Sinar ultraviolet (UV) mempunyai panjang
gelombang antara 200-400 nm, dan sinar tampak (visible) mempunyai
panjang gelombang 400-750 nm. Absorbansi diukur pada panjang
gelombang tertentu dengan spektrofotometer. Dengan menggunakan
larutan standar maka konsentrasi glukosa dapat diketahui. Berdasarkan
teori di atas maka dilakukanlah percobaan ini.
I.2. Maksud dan Tujuan
1.2.1. Maksud Percobaan
Adapun maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui
cara hidrolisis amilum dengan alat spektrofometer UV-Vis..
1.2.2. Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan ini adalah untuk mengidentifikasi amilum yang
terhidrolisis dengan asam dengan alat spektrofotometer UV-Vis.
I.3. Prinsip Percobaan
Prinsip dari percobaan ini adalah penetapan kadar glukosa dengan
metode spektrofotometri Uv-Vis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum


II.1.1 Glukosa dalam Pati
Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam
air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan
utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan
glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Pati dapat
dibuat dari tumbuhan singkong (ubi kayu), ubi jalar, kentang, jagung,
sagu, dan lain-lain. Didalam pati tersusun atas dua macam karbohidrat,
amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda
(Rahmayanti, D., 2010).
Karbohidrat adalah komponen bahan pangan yang tersusun oleh 3
unsur utama, yaitu karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O). Susunan
atom-atom tersebut dan ikatannya membedakan karbohidrat satu dengan
yang lainnya, sehingga ada karbohidrat yang masuk kelompok struktur
sederhana seperti monosakarida dan disakarida dan dengan struktur
kompleks atau polisakarida seperti pati, glikogen, selulosa dan
hemiselulosa. Analisis kualitatif karbohidrat umumnya didasarkan atas
reaksi-reaksi warna yang dipengaruhi oleh produk-produk hasil
penguraian gula dalam asam-asam kuat dengan berbagai senyawa
organik, sifat mereduksi dari gugus karbonil dan sifat oksidasi dari
gugusan hidroksil yang berdekatan. Reaksi dengan asam-asam kuat
seperti asam sulfat, hidroklorat dan fosfat pada karbohidrat menghasilkan
pembentukan produk terurai yang berwarna. Beberapa analisis kualitatif
karbohidrat yang sering dilakukan adalah uji Molish, uji Seliwanof, uji
Antrone, dan uji Fenol (Kusbandari, A., 2015).
Glukosa merupakan monosakarida berkarbon enam (heksosa) yang
digunakan sebagai sumber dasar energi oleh kebanyakan sel heterotrofik.
Glukosa adalah pusat dari metabolisme dan merupakan bahan bakar
universal bagi sel manusia serta sebagai sumber karbon untuk sintesis
sebagian sneyawa lainnya. Gula lain dalam makanan (terutama fruktosa
dan galaktosa) diubah menjadi glukosa atau zat antara dalam
metabolisme glukosa (Stansfield, dkk. 2006).

Gambar 1. Glukosa

I.1.2 Hidrolisis Pati


Hidrolisis adalah proses dekomposisi kimia dengan menggunakan air
untuk memisahkan ikatan kimia dari substansinya. Hidrolisis pati
merupakan proses pemecahan molekul amilum menjadi bagian-bagian
penyusunnya yang lebih sederhana seperti dekstrin, isomaltosa, maltosa
dan glukosa (Rahmayanti, D., 2010).
Proses hidrolisis pati menjadi glukosa dapat menggunakan katalis
enzim, asam atau gabungan keduanya. Hidrolisis secara enzimatis
memiliki perbedaan mendasar dengan hidrolisis secara asam. Hidrolisis
secara asam memutus rantai pati secara acak, sedangkan hidrolisis
secara enzimatis memutus rantai pati secara spesifik pada percabangan
tertentu. Hidrolisis secara enzimatis lebih menguntungkan dibandingkan
hidrolisis asam, karena prosesnya lebih spesifik, kondisi prosesnya dapat
dikontrol, biaya pemurnian lebih murah, dan kerusakan warna dapat
diminimalkan (Rahmayanti, D., 2010).
II.1.3 Amilum
Amilum atau dalam bahasa sehari-hari disebut pati terdapat pada
umbi, daun, batang dan biji-bijian. Amilum terdiri atas dua macam
polisakarida yang keduaduanya adalah polimer dari glukosa, yaitu amilosa
(kira-kira 20-28%) dan sisanya amilopektin. Amilosa terdiriatas 250-300
unit D-glukosa yang terikat dengan ikatan α 1,4-glikosidik, jadi molekulnya
merupakan rantai terbuka. Amilopektin juga terdiri atas molekul D-glukosa
yang sebagian besar mempunyai ikatan 1,4-glikosidik dan sebagian lagi
ikatan 1,6-glikosidik. Adanya ikatan 1,6-glikosidik ini menyebabkan
terjadinya cabang, sehingga molekul amilopektin berbentuk rantai terbuka
dan bercabang (Muksin, F., 2013).
Amilum dapat dihidrolisis sempurna dengan menggunakan asam
sehingga menghasilkan glukosa. Hidrolisis juga dapat dilakukan dengan
bantuan enzim amilase, dalam air ludah dan dalam cairan yang
dikeluarkan oleh pankreas terdapat amilase yang bekerja terhadap
amilum yang terdapat pada makanan kita oleh enzim amilase, amilum
diubah menjadi maltosa dalam bentuk β – maltose (Sugiarto, I., 2012).
Amilum jagung mengandung 28% amilosa dan 72% Amilopektin
Amilum jagung berupa serbuk halus, memiliki luas permukaan yang besar.

Gambar 2. Amylum
II.1.4 Spektrofotometri
2.1.4.1 Pengertian Spektrofotometri
Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri
dari spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar
dari spectrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah
alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi
spektrofotometer digunakan untuk mengukur energy relatif jika energy
tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi
panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dengan fotometer
adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih di deteksi dan cara
ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating atau celah optis.
Pada fotometer filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi
melewatkan trayek pada panjang gelombang tertentu (Gandjar,2007).

2.1.4.2 Prinsip Kerja Spektrofotometri


Spektrum elektromagnetik dibagi dalam beberapa daerah cahaya.
Suatu daerah akan diabsorbsi oleh atom atau molekul dan panjang
gelombang cahaya yang diabsorbsi dapat menunjukan struktur senyawa
yang diteliti. Spektrum elektromagnetik meliputi suatu daerah panjang
gelombang yang luas dari sinar gamma gelombang pendek berenergi
tinggi sampai pada panjang gelombang mikro (Marzuki A., 2012)
Spektrum absorbsi dalam daerah-daerah ultra ungu dan sinar
tampak umumnya terdiri dari satu atau beberapa pita absorbsi yang lebar,
semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-tampak. Oleh
karena itu mereka mengandung electron, baik yang dipakai bersama atau
tidak, yang dapat dieksitasi ke tingkat yang lebih tinggi. Panjang
gelombang pada waktu absorbsi terjadi tergantung pada bagaimana erat
elektron terikat di dalam molekul. Elektron dalam satu ikatan kovalen
tunggal erat ikatannya dan radiasi dengan energy tinggi, atau panjang
gelombang pendek, diperlukan eksitasinya (Wunas,2011)
Keuntungan utama metode spektrofotometri adalah bahwa metode
ini memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang
sangat kecil. Selain itu, hasil yang diperoleh cukup akurat, dimana angka
yang terbaca langsung dicatat oleh detector dan tercetak dalam bentuk
angka digital ataupun grafik yang sudah diregresikan (Harini, 2012).
Secara sederhana instrument spektrofotometeri yang disebut
spektrofotometer terdiri dari :
Sumber cahaya – monokromatis – sel sampel – detector- read out
Fungsi masing-masing bagian :
1. Sumber sinar polikromatis berfungsi sebagai sumber sinar
polikromatis dengan berbagai macam rentang panjang gelombang.
2. Monokromator berfungsi sebagai penyeleksi panjang gelombang
yaitu mengubah cahaya yang berasal dari sumber sinar
polikromatis menjadi cahaya monokromatis. Pada gambar di atas
disebut sebagai pendispersi atau penyebar cahaya. dengan
adanya pendispersi hanya satu jenis cahaya atau cahaya dengan
panjang gelombang tunggal yang mengenai sel sampel. Pada
gambar di atas hanya cahaya hijau yang melewati pintu keluar.
3. Sel sampel berfungsi sebagai tempat meletakan sampel
a. UV, VIS dan UV-VIS menggunakan kuvet sebagai tempat
sampel. Kuvet biasanya terbuat dari kuarsa atau gelas, namun
kuvet dari kuarsa yang terbuat dari silika memiliki kualitas yang
lebih baik. Hal ini disebabkan yang terbuat dari kaca dan plastik
dapat menyerap UV sehingga penggunaannya hanya pada
spektrofotometer sinar tampak (VIS). Kuvet biasanya berbentuk
persegi panjang dengan lebar 1 cm.
b. IR, untuk sampel cair dan padat (dalam bentuk pasta) biasanya
dioleskan pada dua lempeng natrium klorida. Untuk sampel
dalam bentuk larutan dimasukan ke dalam sel natrium klorida.
Sel ini akan dipecahkan untuk mengambil kembali larutan yang
dianalisis, jika sampel yang dimiliki sangat sedikit dan harganya
mahal.
4. Detektor berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel
dan mengubahnya menjadi arus listrik. Macam-macam detector
yaitu Detektor foto (Photo detector),Photocell, misalnya CdS,
Phototube, Hantaran foto, Dioda foto, Detektor panas
5. Read out merupakan suatu sistem baca yang menangkap besarnya
isyarat listrik yang berasal dari detector. Adapun hal-hal yang harus
diperhatikan dalam spektrofotometri adalah :
a) Pada saat pengenceran alat alat pengenceran harus betul-betul
bersih tanpa adanya zat pengotor
b) Dalam penggunaan alat-alat harus betul-betul steril
c) Jumlah zat yang dipakai harus sesuai dengan yang telah
ditentukan
d) Dalam penggunaan spektrofotometri uv, sampel harus jernih
dan tidak keruh
e) Dalam penggunaan spektrofotometri uv-vis, sampel harus
berwarna.
Serapan dapat terjadi jika foton/radiasi yang mengenai cuplikan
memiliki energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk
menyebabkan terjadinya perubahan tenaga. Jika sinar monokromatik
dilewatkan melalui suatu lapisan larutan dengan ketebalan (db), maka
penurunan intesitas sinar (dl) karena melewati lapisan larutan tersebut
berbanding langsung dengan intensitas radiasi (I), konsentrasi spesies
yang menyerap (c), dan dengan ketebalan lapisan larutan (db). Secara
matematis, pernyataan ini dapat dituliskan :
-dI = kIcdb
bila diintergralkan maka diperoleh persamaan ini :
I = I0 e-kbc
dan bila persamaan di atas diubah menjadi logaritma basis 10, maka akan
diperoleh persamaan :
I = I0 10-kbc
dimana : k/2,303 = a ,
maka persamaan di atas dapat diubah menjadi persamaan :
Log I0/I = abc atau A = abc (Hukum Lambert-Beer)
Dimana :
A= Absorban b = tebal kuvet (cm)
a= absorptivitas c = konsentrasi
Bila Absorbansi (A) dihubungkan dengan Transmittan (T) = I/I0 maka
dapat diperoleh A=log 1/T . Absorptivitas (a) merupakan suatu konstanta
yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet, dan intensitas
radiasi yang mengenai larutan sampel. Tetapi tergantung pada suhu,
pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi (Harini, 2012).

2.1.2.3 Hukum Lambeert-Beer


Cahaya yang diserap diukur sebagai absorbansi (A) sedangkan
cahaya yang hamburkan diukur sebagai transmitansi (T), dinyatakan
dengan hukum lambert-beer atau Hukum Beer, berbunyi: “Jumlah radiasi
cahaya tampak (ultraviolet, inframerah dan sebagainya) yang diserap
atau ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi eksponen
dari konsentrasi zat dan tebal larutan”.
Faktor-faktor yang sering menyebabkan kesalahan dalam
menggunakan spektrofotometer dalam mengukur konsentrasi suatu
analit:
1. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan
blangko, yaitu larutan yang berisi selain komponen yang akan
dianalisis termasuk zat pembentuk warna.
2. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau
kuarsa, namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.
3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi
sangat rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan
pengaturan konsentrasi, sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat
yang digunakan (melalui pengenceran atau pemekatan).

2.1.2.4 Warna Komplementer


Apabila radiasi atau cahaya putih dilewatkan melalui larutan yang
berwarna maka radiasi dengan panjang gelombang tertentu akan diserap
secara selektif dan radiasi sinar lainnya akan diteruskan. Absorbansi
maksimum dari larutan berwarna terjadi pada daerah warna yang
berlawanan dengan warna yang diamati, misalnya larutan berwarna
merah akan menyerap radiasi maksimum pada daerah warna hijau.
Dengan kata lain warna yang diserap adalah warna komplementer dari
warna yang diamati (Karinda,2013).
II.2 Uraian Bahan
1. Aquadest (FI Ed. III, hal. 474)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling
RM/BM : H2O / 18,02
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau;
tidak mempunyai rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai pelarut
2. Asam Klorida (FI Ed. III, hal. 53)
Nama resmi : ACIDUM HYDROCHLORIDUM
Nama lain : Asam Klorida
RM/BM : HCl / 36,46
Pemerian : Cairan, tidak berwarna, berasap, bau
merangsang. Jika diencerkan dengan 2 bagian
air, asap dan bau hilang.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

Kegunaan : Sebagai katalisator

3. Fenolftalein (FI Ed. IV, hal. 662)


Nama resmi : PHENOLPHTHALEINUM
Nama lain : Fenolftalein
RM/BM : C20H14O4 / 318,33
Pemerian : Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan
lemah; tidak berbau; stabil di udara.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; larut dalam etanol;
agak sukar larut dalam eter.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai indikator
4. Glukosa (FI Ed. III, hal. 268)
Nama resmi : GLUCOSUM
Nama lain : Glukosa
RM/BM : C6H12O6 / 198,17
Pemerian : Hablur tidak berwarna, sebuk halus atu butiran
putih; tidak berbau; rasa manis.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, sangat mudah larut
dalam air mendidih; agak sukar larut dalam
etanol (95%) mendidih; sukar larut dalam
etanol (95%).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai blanko
5. Natrium Hidroksida (FI Ed. III, hal. 412)
Nama resmi : NATRII HYDROXYUM
Nama lain : Natrium Hidroksida
RM/BM : NaOH / 40,00
Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau
keeping, kering keras, rapuh dan menunjukkan
susunan hablur; putih, mudah melelh basah.
Sangat alkalis dan korosif. Segera menyerap
karbondioksida.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam airdan dalam etanol
(95%) P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai katalisator
BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan


III.1.1 Alat
Alat yang digunakan berupa : Batang pengaduk, gelas
kimia, gelas ukur, labu tentukur, karet pengisap, neraca
analitik, pipet tetes, pipet volume, spektrofotometer, tabung
reaksi, tissue gulung dan water bath.
III.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan berupa :aquadest, FeCl3, glukosa
murni, HCl 2N, indikator fenolftalin 1%, kertas saring, larutan
pati 4%, NaOH 2%, reagen benedift.
III.2 Prosedur kerja
1. Pembuatan Larutan Glukosa Standart
a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Ditimbang seksama 10 mg glukosa anhidrat
c. Dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL, dilarutkan dan
diencerkan dengan etanol hingga tanda batas
d. Dibuat 5 pengenceran dengan konsentrasi 2%, 4%, 6%, 8%
dan 10%
e. Disiapkan 6 tabung reaksi masing-masing diisi dengan 1 mL
larutan glukosa standart di atas dan satu tabung reaksi dengan
1 mL aquadest sebagai blanko.
f. Ditambahkan 1 mL reagen benedift dan panaskan
g. Didinginkan dalam gelas kimia yang berisi air dingin
h. Ditambahkan 7 mL aquadest
i. Dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 540 nm.
2. Hidrolisis Pati Non-Enzimatis
a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Dipipet 50 mL larutan pati 4%
c. Ditambahkan 15 mL larutan HCl 2 N
d. Dipanaskan selama 60 menit
e. Ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalin 1% pada menit ke
55-58
f. Diukur pHnya
g. Dinetralkan dengan penambahan NaOH 2%
h. Didinginkan dalam air mengalir
i. Dicukupkan hingga 100 mL
j. Dipipet 1 mL larutan pati lalu dimasukkan dalam tabung reaksi
k. Ditambahkan 1 mL reagen benedift dan panaskan
l. Didinginkan dalam gelas kimia yang berisi air dingin
m. Ditambahkan 5 mL aquadest
n. Dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 540 nm.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Percobaan


Tabel 1. Hasil Penimbangan
Sampel Berat (gram)
Glukosa 0,0110
Pati 4,0117

Tabel 2 Hasil Pengamatan Pada Spektrofotometri UV-Vis


Panjang
Faktor
Gelombang Konsentrasi
Sampel Absorbansi Pengenceran
Makasimal (ppm)
(ml)
(nm)
20 0,434 10
40 0,401 10
Larutan Gukosa
737 60 0,462 10
standar
80 0,391 10
100 0,384 10
Larutan hidrolisis
718 4000 1,227 10
pati nonenzim

IV.2 Perhitungan dan Grafik Hasil Spektrofotometri UV-Vis


1. Perhitungan Kadar
R2 = 0,281
𝑦 = 𝑎 + 𝑏𝑥
𝑦 = 271,9 − 511,4𝑥
1,227 = 271,9 − 511,4𝑥
1,227 − 271,9 = 511,4𝑥
−270,673 = 511,4𝑥
−270,671
𝑥 =
511,4
𝑥 = −0,5292
𝑎𝑛𝑡𝑖𝑙𝑜𝑔 − 0,5292 = 3,3828 𝑝𝑝𝑚
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 3,3828 𝑚𝑔/L
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑥 𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 𝐹𝑃
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑚𝑔
3,3828 𝐿 𝑥0,1 𝐿 𝑥 0.1
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 𝑥 100%
4,0117 𝑔𝑟𝑎𝑚
0,033828 𝑚𝑔
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 𝑥 100%
4011,7 𝑚𝑔

% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 0,000008432 𝑥 100%


% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 0,000843 %

2. Grafik Hasil Spektrofotometri UV-Vis

Konsentrasi (ppm)
120
100 y = -511,4x + 271,9
R² = 0,281
80 Konsentrasi (ppm)
60
40 Linear (Konsentrasi
(ppm))
20
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5

IV.3 Pembahasan
Spektrofotometri UV-Vis adalah suatu metode analisi dengan
menggunakan campuran spektrofotometri UV dan Visibel. Pengukuran
menggunakan alat spektrofotometri UV-Vis ini didasarkan pada hubungan
antara berkas radiasi elektromagnetik yang ditransmisikan (diteruskan)
atau yang diabsorpsi dengan tebalnya cuplikan dan konsentrasi dari
komponen penyerap.
Pemilihan spektrofotometer UV-Vis karena merupakan analisis
instrumen yang tidak rumit, selektif, serta kepekaan dan ketelitiannya
tinggi. Selain itu, senyawa asam salisilat yang akan dianalisis memiliki
kromofor pada strukturnya berupa ikatan rangkap terkonjugasi dan juga
merupakan senyawa aromatik karena memiliki gugus aromatik sehingga
memenuhi syarat senyawa yang dapat dianalisis menggunakan
spektrofotometri UV-Vis.
Adapun alasan glukosa dapat dianalisis dengan spektrofotometer
UV–VIS ialah karena glukosa memiliki gugus autokrom (-OH) sehingga
bisa menyerap sinar UV dan sinar tampak.
Percobaan ini diawali dengan hidrolisis. Hidro artinya air dan lisis
artinya pemecahan atau penguraian. Maka hidrolisis pati merupakan
proses pemecahan molekul amilum menjadi bagian-bagian penyusunnya
yang lebih sederhana seperti dekstrin, isomaltosa, maltosa, dan glukosa.
Proses hidrolisis pati menjadi sirup glukosa dapat menggunakan katalis
enzim, asam atau gabungan keduanya. Hidrolisis secara enzimatis
memiliki perbedaan mendasar dengan hidrolisis secara asam. Hidrolisis
secara asam memutus rantai pati secara acak, sedangkan hidrolisis
secara enzimatis memutus rantai pati secara spesifik pada percabangan
tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi hidrolisis pati antara lain suhu,
waktu dan konsentrasi katalis. Kenaikan suhu akan mempercepat reaksi
hidrolisis karena dalam suhu panas ikatan antar molekul dalam pati akan
mudah putus. Waktu pemanasan yang terlalu lama akan menimbulkan
karbon. Sedangkan penggunaan asam yang terlalu berlebihan akan
mempengaruhi hasil akhir dan menyebabkan garam yang dihasilkan akan
lebih banyak dan mempengaruhi analisa glukosa
Percobaan ini dilakukan hidrolisis pati nonenzim dengan cara
sebanyak 50 ml larutan pati 4% ditambahkan 15 ml larutan HCl 2N.
Penambahan HCl bertujuan untuk memecah molekul pti menjadi molekul-
molekul yang lebih kecil. Selanjutnya dipanaskan untuk mempercepat
pemecahan molekul karena pati akan mudah pecah dengan penasan
secara terus-menerus. Kemudian pada menit ke 55-58 di tambahkan
indikator fenoftalein. Indikator fenoftalein dipakai dalam penentuan
senyawa asam yang ditandai dengan perubahan warna dari bening
menjadi merah muda.
Selanjutnya pH larutan diukur untuk mengecek kadar keasaman atau
kebasaan larutan karena larutan glukosa harus bersifat netral. Kemudian
ditambahkan larutan NaOH 0,1 N hingga diperoleh larutan yang netral.
Jika larutan sudah netral maka volume dicukupkan hingga 100 ml.
Kemudian diambil 1 ml kemudian ditambahkan reagen Benedict. Alasan
penambahan reagen Benedict untuk kadar glukosa secara visual karena
larutan dengan penambahan reagen ini akan terbentuk endapan merah
bata dalam larutan berwarna biru jika sampel sudah dipanaskan hal ini
menandakan bahwa sampel mengandung glukosa tinggi, sedangakan
sampel yang sudah dipanaskan tapi tidak mengalami tidak terdapat
endapan merah bata menunjukkan bahwa kadar glukosanya rendah.
Adapun glukosa (monosakarida) akan bereaksi dengan reagent
Molisch dan α-naphthol yang akan membentuk cincin yang berwarna
ungu kemerah-merahan. Untuk reagen Benedict yang didasarkan pada
gula yang mengandung gugus aldehida atau keton bebas yang akan
mereduksi ion Cu2+ dalam suasana alkalis, menjadi Cu+, yang mengendap
sebagai Cu2O (kupro oksida) yang akan memberikan warna merah bata.
Sedangkan pada uji Barfoed yang memiliki prinsip berupa mekanisme
Cu2+ dari pereaksi Barfoed dalam suasana asam akan direduksi lebih
cepat oleh gula reduksi monosakarida dari pada disakarida dan
menghasilkan Cu2O (kupro oksida) berwarna merah bata yang kemudian
warna biru tua akan muncul sebagai setelah penambahan fosfomolibdat.
Selanjutnya sampel sampel ditambahkan 5 ml aqua destillata kemudian
diukur panjang gelombangnya dan diperolah panjang gelombang
maksimum glukasa standar adalah 718 nm dengan konsentrasi 4000 ppm
dan absorbansi 1.227.
Selain itu, pada percobaan ini dibuat larutan glukosa standar dari 10
mg glukosa yang dilarutkan dengan 100 ml aqua destillata yang setara
dengan 100 ppm. Pemilihan aqua destillata sebagai pelarut karena
glukosa mudah larut dalam air dan sangat mudah larut dalam air
mendidih. Larutan glukosa kemudian dibuat seri pengencern 20 ppm, 40
ppm, 60 ppm, 80 ppm, dan 100 ppm. Tiap konsentransi diambil 1 ml
kemudian ditambahkan reagen Benedict. Alasan penambahan reagen
Benedict untuk kadar glukosa secara visual karena larutan dengan
penambahan reagen ini akan terbentuk endapan merah bata dalam
larutan berwarna biru jika sampel sudah dipanaskan hal ini menandakan
bahwa sampel mengandung glukosa tinggi, sedangakan sampel yang
sudah dipanaskan tapi tidak mengalami tidak terdapat endapan merah
bata menunjukkan bahwa kadar glukosanya rendah.
Selanjutnya sampel sampel ditambahkan 7 ml aqua destillata
kemudian diukur panjang gelombangnya dan diperolah panjang
gelombang maksimum glukasa standar adalah 737 nm dengan kadar
3,3828 ppm atau 3,3828 mg/L dengan persen kadar 0,000843%.
BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan penetepan kadar glukosa dalam pati dapat
disimpulkan bahwa kadar glukosa adalah 3,3828 ppm atau 3,3828 mg/L
dengan persen kadar 0,000843%.

V.2 Saran
Sebaiknya dilakukan metode penetapan kadar glukosa dalam pati
lainnya seperti metode luff Schoorl yaitu suatu metode atau cara
penentuan monosakarida dengan cara kimiawi atau metode Dinitro
Salicylic Acid (DNS) untuk analisa kuantitatif gula reduksi.
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI : Jakarta.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 419, 425.

Harini, B. W., 2012. Aplikasi Metode Spektrofotometri Visibel Untuk


Mengukur Kadar Curcuminoid Pada Ramping Kunyit (Curcuma
Domestica). Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains dan
Teknologi (SNAST) Periode III. Yogyakarta

Karinda, M.2013, Perbandingan Hasil Penetapan Kadar Vitamin C


Mangga Dodol Dengan Menggunakan Metode Spektrofotometri
dan Iodometri. Jurnal Ilmiah Farmasi, 2 (1). Program Studi Farmasi,
FMIPA UNSRAT Manado.

Katzung, B.G., 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik. PT Salemba Medika :


Jakarta.

Kusbandari, A. 2015. Analisis Kualitatif Kandungan Sakarida dalam


Tepung dan Pati Umbi Ganyong (Canna edulis Ker.). Universitas
Ahmad Dahlan : Yogyakarta.

Marzuki, Asnah. 2012. Kimia Analisis Farmasi. Dua Satu Press: Makassar

Muksin, F., 2013. Optimasi Variasi Kosentrasi Ragi dan Waktu Fermentasi
Pada Pembuatan Alkohol Dari Buah Mengkudu (Morinda citriafolia
Linn). Jurusan Pendidikan Kimia. Fakultas MIPA Universits Negeri
Gorontalo

Rahmayanti, D. 2010. Skripsi : Pemodelan dan Optimasi Hidrolisa Pati


Menjadi Glukosa dengan Metode Artificial Neural Network-Genetic
Algorithm (ANN-GA). Univesitas Diponegoro : Semarang.

Stansfield, et.al. 2006. Biologi Molekuler dan Sel. Penerbit Erlangga :


Jakarta.

Sugiarto, I., 2012, Makalah Tentang Pembahasan Amilum, http://icuk-


sugiarto.blogspot.co.id/2012/10/makalah-pembahasan-mengenai-
amilum.html Diakses pada tanggal 11 Oktober 2016 pada jam
22:21 WITA.

Wunas, Y dan Susanti. 2011. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif (Revisi


Kedua). Makassar : Laboratorium Kimia Farmasi Fakultas Farmasi
UNHAS

Anda mungkin juga menyukai