COATES
VERY WEAK WEAK STRONG VERY STRONG
1964
EXTREMELY LOW VERY LOW LOW MEDIUM HIGH VERY HIGH EXTREMELY HIGH BROCH &
STRENGTH STRENGTH STRENGTH STRENGTH STRENGTH STRENGTH STRENG FRANKLIN 1972
ISRM
VERY LOW LOW STRENGTH MODERATE MEDIUM HIGH VERY HIGH
1979
0.5 0.7
2 3 4 6 7 8 20 30 40 50 70 200 300 400 700
1 10 100
UNIAXIAL COMPRESSIVE STRENGTH, MPa
bidang
bebas
bidang
gelincir
p
f
Gambar 3
Penampang lereng dan bidang bebas pada longsoran bidang
b. Longsoran Baji
Longsoran ini (Gambar 4) terjadi bila dua buah jurus bidang diskontinu
berpotongan dan besar sudut garis potong kedua bidang tersebut (fi) lebih
besar dari sudut geser dalam () dan lebih kecil dari sudut kemiringan lereng
(i). Perhitungan faktor keamanan lebih rumit dibandingkan pada longsoran
bidang karena melibatkan dua bidang gelincir dimana gaya-gaya yang
bekerja turut diperhitungkan.
c. Longsoran Busur
Bila longsoran bidang dan longsoran baji terjadi pada batuan keras, maka
longsoran busur lebih sering terjadi pada material tanah atau batuan lunak
dengan struktur kekar yang rapat. Bidang longsornya berbentuk busur
(Gambar 5).
d. Longsoran Guling
Longsoran ini terjadi pada lereng yang terjal dan pada batuan ‘yang keras
dimana struktur bidang lemahnya berbentuk kolom (Gambar 6).
Gambar 4 Gambar 5
Longsoran Baji Longsoran Busur
Gambar 6
Longsoran Guling
D. PERHITUNGAN KEMANTAPAN LERENG
Pada suatu kasus kelongsoran dapat diamati bahwa tanah yang longsor
itu bergerak pada suatu bidang tertentu. Bidang tersebut disebut bidang gelincir
(slip surface) atau bidang geser (shear surface). Bentuk bidang gelincir
bermacam-macam sebagaimana telah diuraikan pada jenis-jenis longsoran di
atas.
Bilamana terjadi tanah longsor, berarti kekuatan geser tanah telah
dilampaui; yaitu perlawanan geser pada bidang gelincir tidak cukup besar untuk
menahan gaya-gaya yang bekerja pada bidang tersebut. Karena itu untuk
menentukan kemantapan suatu lereng harus diketahui kekuatan geser tanah
pada lereng tersebut.
a. Kekuatan Geser
Kekuatan geser tanah dapat dinyatakan secara umum dengan rumus :
s = c’ + ( - u) tan ’ ………………………………………… (1)
dimana :
s = kekuatan geser tanah
= tegangan normal pada bidang geser
c’ = kemiringan kohesi pada tegangan efektif
’ = sudut geser pada tegangan efektif
Untuk mengetahui kekuatan geser di suatu tempat, perlu dilakukan
pengambilan contoh tanah asli dari tempat tersebut dan mengukur c’ dan ’ di
laboratorium. Nilai tegangan air pori (u) dapat ditentukan, misalnya dengan
memasang pipa dan mengukur tinggi air di dalamnya (Gambar 7),
selanjutnya perlu ditentukan tegangan normal ().
Pada suatu tempat tertentu dalam lereng, nilai c’ dan ’ dapat
dianggap konstan, demikian juga dengan . Tetapi tegangan air pori
biasanya tidak merupakan angka yang konstan. Pada musim kering
mungkin tidak ada tegangan air pori, sedangkan pada musim hujan
tegangan air pori bisa menjadi tinggi.
Dengan demikian cara perhitungan kemantapan lereng harus dapat
memperhitungkan pengaruh tegangan air pori. Satu-satunya cara untuk
maksud ini ialah dengan memakai rumus kekuatan geser sebagaimana
pada persamaan (1). Perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan
rumus tersebut disebut “effective stress analysis”, yaitu berdasarkan pada
tegangan efektif.
Pipa untuk
mengukur
tegangan air pori
Tinggi Air
h
s = c' + ( - u) tan '
u = w h
Bidang Gelincir
Gambar 7
Sketsa Penentuan Kekuatan Geser pada Bidang Gelincir
b
W R
s
l
Xn
P'
W Xn + 1 W
P
En + 1
ul
Xn - Xn+1
S
P'
P
En - En+1
ul
Gambar 8
Sketsa Perhitungan Kemantapan Lereng
Momen penggerak segmen = W . x
Dimana W = berat segmen
F
sl …………………………………………………. ( 2 )
W Sin α
F
c' l (l - ul) tan '
W Sin α …………………………… (3)
1
c' l (P - ul) tan '
W Sin α
dimana P adalah gaya normal yang bekerja pada dasar segmen yang
bersangkutan.
Nilai W, , dan l dapat diperoleh secara langsung untuk setiap
segmen, dan nilai c’ dan ’ ditentukan di laboratorium, nilai tegangan air pori
(u) juga dapat diukur di lapangan. Tinggal nilai P yang belum diketahui.
Gaya normal (P) tidak dapat ditentukan dengan cara menghitung
keseimbangan statis (karena terdapat keadaan statis tidak tertentu), sehingga
harus dipakai suatu cara pendekatan untuk menentukan besarnya P.
Perbedaan cara-cara perhitungan kemantapan lereng yang dikenal
sebenarnya didasarkan pada perbedaan pendekatan yang digunakan dalam
perhitungan nilai gaya normal (P).
Pada metode Bishop ini (Xn – Xn+1) dianggap sama dengan nol, sehingga:
c' Sin
W l u Cos
P ul F
tan'
Cos sin
F
Dengan mensubstitusikan persamaan di atas ke persamaan (3), didapatkan:
1 Sec
F c' l ( W - ul) tan '
W Sin α
1
tan ' tan ………….. (5)
F
Batubara merupakan sumber energi yang selama ini banyak dimanfaatkan dalam
berbagai bidang kehidupan. Batubara merupakan salah satu energi alternatif penganti bahan
bakar minyak (BBM) yang akan dikembangan dimasa depan untuk mengantikan dan
mengurangi pengunaan bahan bakar minyak di Indonesia. Sampai saat ini Indonesia masih
mengantungkan sumber energi utama pada minyak bumi dan belum sepenuhnya
memaksimalkan sumberdaya alam batubaranya yang cukup melimpah. Sumberdaya alam
batubara Indonesia hampir terdapat di seluruh wilayah indonesia namun yang endapan
batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan tersier, yang terletak di bagian paparan
sunda termasuk Pulau Sumatra dan Kalimantan.
A. PENGERTIAN BATUBARA
Batubara adalah termasuk salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah
batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-
sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari
karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat
fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisa unsur
memberikan rumus formula empiris seperti : C 137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS
untuk antrasit. (Abdullah, 2010)
Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode Pembentukan
Karbon atau Batu Bara) – dikenal sebagai zaman batu bara pertama – yang berlangsung antara
360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh
suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai ‘maturitas organik’.
Proses awalnya gambut berubah menjadi lignite (batu bara muda) atau ‘brown coal (batu bara
coklat)’ – Ini adalah batu bara dengan jenis maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan
batu bara jenis lainnya, batu bara muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari hitam pekat
sampai kecoklat-coklatan.
Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, batu
bara muda mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan
mengubah batu bara muda menjadi batu bara ‘sub-bitumen’. Perubahan kimiawi dan fisika
terus berlangsung hingga batu bara menjadi lebih keras dan warnanya lebh hitam dan
membentuk ‘bitumen’ atau ‘antrasit’. Dalam kondisi yang tepat, penigkatan maturitas organik
yang semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit.
B. GENESA BATUBARA
Prinsip Sedimentasi
Pada dasarnya batubara termasuk ke dalam jenis batuan sedimen. Batuan sedimen
terbentuk dari material atau partikel yang terendapkan di dalam suatu cekungan dalam kondisi
tertentu, dan mengalami kompaksi serta transformasi balk secara fisik, kimia maupun
biokimia. Pada saat pengendapannya material ini selalu membentuk perlapisan yang
horizontal.
Untuk proses coalification fase lanjut dengan waktu yang cukup lama atau dengan bantuan
pemanasan, maka unsur senyawa karbon padat yang terbentuk akan bertambah sehingga
grade batubara akan menjadi lebih tinggi. Pada fase ini hidrogen yang terikat pada air yang
terbentuk akan menjadi semakin sedikit.
Antrasit Bituminous
Sub-Bituminous Lignit
Udara Air
Rawa Gambut
Dibedakan berdasarkan lingkungan
Air Tanah pengendapan (Facies) Sedimen
Penggambutan
Perusakan oleh Mikroba dan
Pembentkan Humin, Penurunan
Keseimbangan Bioteknik
Berdarakan gambar di atas dapat kita lihat bahwa, material asal pembentuk rawa
gambut ada dua yaitu, Autochton (Material yang tidak mengalami transportasi) dan Allochton
(material yang mengalami transportasi).
Material rawa gambut tersebut mengalami proses peatification atau proses
penggambutan. Dalam proses tersebut mikroba memiliki peranan yang sangat penting, seiring
dengan proses penggambutan, proses pembentukan humin dan penurunan keseimbangan
biotektonik pun dapat berlangsung.
Mulai dari proses penggambutan sampai pada tahap Lignite disebut sebagai tahapan
diagenesa (Fase Biokimia), sedangkan pada Lignite sampai pada Anthrachite disebut sebagai
atahapan Metamorfosa (Fase Geokimia).
Batu bara atau batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya
adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik,
utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan.
Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batu bara juga
adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang
dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisis unsur memberikan rumus formula
empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminous dan C240H90O4NS untuk antrasit.
B. JENIS BATUBARA
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan
waktu, batubara umumnya dibagi dalam lima kelas yaitu, antrasit, bituminous, sub-
bituminous, lignit dan gambut.
Jenis-jenis Batubara
Moisture Content
Kandungan moisture mempengaruhi jumlah pemakaian udara primernya, pada
batubara dengan kandungan moisture tinggi akan membutuhkan udara primer lebih
banyak guna mengeringkan batubara tersebut pada suhu keluar mill
tetap. Kandungan air ini dapat dibedakan atas kandungan air bebas (free moisture),
kandungan air bawaan (inherent moisture) dan kandungan air total (total moisture).
Kandungan air ini akan banyak pengaruhnya pada pengangkutan, penanganan,
penggerusan maupun pada pembakarannya.
Volatile Matter
Kandungan volatile matter mempengaruhi kesempurnaan pembakaran dan intensitas
nyala api, kesempurnaan nyala api ditentukan oleh :
Fixed carbon
Fuel Ratio = ----------------------
Volatile Matter
Semakin tinggi fuel ratio maka karbon yang tidak terbakar semakin banyak.
Kandungan zat terbang sangat erat kaitannya dengan kelas batubara tersebut, makin
tinggi kandungan zat terbang makin rendah kelasnya. Pada pembakaran batubara,
maka kandungan zat terbang yang tinggi akan lebih mempercepat pembakaran
karbon padatnya dan sebaliknya zat terbang yang rendah lebih mempersukar proses
pembakaran. Nisbah kandungan carbon tertambat terhadap kandungan zat terbang
disebut fuel ratio.
Coal Size
Ukuran butir batubara dibatasi pada rentang butir halus dan butir kasar dengan butir
paling halus untuk ukuran <3 mm>.
Pemanfaatan suatu jenis batubara tertentu perlu diketahui suatu set data kualitas
batubara yang diperlukan untuk suatu keperluan tertentu. Data ini diperoleh dari hasil
suatu analisis pengujian. Dari sekian banyak parameter kualitas batubara, biasanya
hanya beberapa saja yang bermakna dalam melanjutkan suatu kemanfaatan tertentu.
Tetapi dengan mempunyai data lengkap parameter kualitas batubara dari suatu
cadangan tertentu, akan lebih terlihat seluruh kemungkinan pemanfaatan batubara
tersebut yang dapat membantu industri pemakai.
BAB IV
GENESA BAHAN GALIAN
Secara umum genesa bahan galian mencakup aspek-aspek keterdapatan,
proses pembentukan, komposisi, model (bentuk, ukuran, dimensi), kedudukan, dan
faktor-faktor pengendali pengendapan bahan galian (geologic controls).
Tujuan utama mempelajari genesa suatu endapan bahan galian adalah sebagai
pegangan dalam menemukan dan mencari endapan-endapan baru, mengungkapkan
sifat-sifat fisik dan kimia endapan bahan galian, membantu dalam penentuan
(penyusunan) model eksplorasi yang akan diterapkan, serta membantu dalam
penentuan metoda penambangan dan pengolahan bahan galian tersebut.
Pengertian umum bahan galian adalah semua bahan atau subtansi yang terjadi
dengan sendirinya di alam dan sangat dibutuhkan oleh manusia untuk berbagai
keperluan industrinya .
• Menurut UU No. 11 thn . 1967 tentang Pokok-Pokok Pertambangan; Bahan
Galian adalah unsur-unsur kimia, mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam
batuan termasuk batu-batu mulia yang merupakan endapan alam.
• Bahan galian dapat berupa logam maupun bukan logam, dan dapat berupa
bahan tunggal ataupun berupa campuran lebih dari satu bahan.
Di Indonesia, berdasarkan PP No. 27 thn. 1980 bahan galian dibagi atas tiga
golongan yaitu :
1. Golongan A : Golongan bahan galian strategis artinya strategis dalam Pertahanan
dan Keamanan Negara serta Perekonomian Negara.
Contoh : minyakbumi, gas alam, uranium, batubara, dan lain-lain.
2. Golongan B : Golongan bahan galian vital artinya dapat menjamin hajat
hidup orang banyak atau yang dianggap dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
secara luas.
Contoh : besi, mangan, kromit, bauksit, tembaga, timbal, seng, emas,
platina, air raksa, dan lain-lain.
3. Golongan C : Golongan bahan galian yang tidak termasuk golongan A dan B.
Contoh : pasir, talk, magnesit, dan lain-lain.
Dari 98 unsur yang diketahui, hanya ada 8 unsur saja yang dijumpai pada kerak bumi
dalam jumlah lebih dari 1%; sedangkan kerak luar bumi sendiri (sampai kedalaman
kurang lebih 15km) tersusun dari 13 unsur utama, yaitu : oksigen (O) silicon (Si).
aluminium (Al), besi (Fe), kalsium (Ca), natrium (Na), kalium (K), magnesium
(Mg),titanium (Ti), fosfor (P), hydrogen (H), karbon (C), dan mangan (Mn).
Termasuk dalam unsur-unsur yang jumlahnya sangat sedikit adalah kelompok logam
mulia dan bahan-bahan yang ekonomis seperti : platina , emas, perak, tembaga,
timbal, seng, timah putih, nikel, dan lain-lain. Jadi jelaslah, tanpa proses-proses
geologi yang dapat mengakumulasikan bahan-bahan tersebut, maka bahan-bahan
tersebut tidak dapat dijumpai dalam jumlah yang ekonomis.
B. KLASIFIKASI BAHAN GALIAN
Lingdren (1911) mengemukakan suatu klasifikasi yang didasarkan pada
genetic suatu deposit bijih. Dengan berfokus pada penelitian kumpulan mineral
yang dilakukan baik di lapangan maupun di laboratorium, Lingdren berusaha
meneliti kondisi Tekanan (P) dan Temperatur (T) pembentukan masing-
masing mineral. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa kebanyakan
deposit mineral terbentuk dari :
(i) proses fisika-kimia dalam intrusi dan ekstrusi batuan beku, larutan atau
dalam gas, yang terkumpul dalam jumlah besar, dan
(ii) proses konsentrasi secara mekanik.
Kesulitan lain dalam penempatan deposit tertentu dalam klasifikasi Lingdren adalah
seperti deposit yang terdapat di Cerro de Pesco Peru, dimana secara
mineralogi deposit tersebut termasuk deposit mesotermal, tapi menurut Craton dan
Bowditch mineral-mineral tersebut ternyata terbentuk pada kedalaman yang relatif
dangkal dengan kondisi pada tekanan rendah. Dengan demikian deposit tersebut
bisa juga dimasukkan kedalam deposit epitermal. Untuk itu, faktor-faktor
pengontrol terbentuknya suatu deposit bahan galian (selain temperatur dan tekanan)
harus juga mendapat perhatian seperti faktor struktur geologi, pengaruh fisika dan
kimia batuan samping, ratio relatif dari konsentrasi ion-ion yang berbeda dalam
larutan asal, dan kompleksitas kimiawi.
Kristalisasi Magmatik Presipitasi mineral bijih sebagai unsur ƒ Disseminated intan di Kimberlit,
Magmatic crystallization utama atau unsur minor batuan beku ƒ Mineral REE di Carbonatites,
dalam bentuk disseminated grains ƒ Semua deposit granit, basal,
atau segregations. dunit, nefelin-senit.
Segregasi Magmatik Pemisahan mineral bijih oleh ƒ Layer kromit di Great Dyke
Magmatic kristalisasi fraksinasi dan proses Zimbabwe dan Bushveld Co,plex,
segregation yang berhubungan selama difrensiasi RSA
magma.
Proses Metamorfik Metamorfisme kontak atau regional ƒ Deposit Andalusit, Transvaal, RSA
Metamorphic Processes yang menghasilkan deposit mineral ƒ Deposit Garnet, NY, USA.
industri
ƒ Deposit tembaga Mackay, USA dan
Deposit pirometasomatik (skarn) Craigmont, Canada.
terbentuk oleh proses replasemen ƒ Deposit talk, Luzenac, France
batuan samping disekitar intrusi.
Presipitasi Sedimenter Presipitasi particular elements dalam ƒ Banded iron formations of the
Sedimentary suitable sedimentary environment, Precambrian shields.
precipitates dengan atau tanpa intervensi ƒ Deposit mangan Chiaturi, USSR
organisme biologis. ƒ Deposit evaporit Zechstein, Eropa.
ƒ Deposit Posfat Florida, USA.
Proses Residual Pencucian (leaching) elemen yang ƒ Nikel laterit New Caledonia,
mudah larut dari batuan dan ƒ Bauksit Hungaria, Prancis,
meninggalkan elemen yang tidak Jamaika dan Arkansas, USA.
larut sebagai material sisa.
Pengayaan sekunder atau Pencucian (leaching) elemen ƒ Beberapa bonanza emas dan perak
supergen berharga dari bagian atas suatu ƒ Bagian atas sejumlah
Secondary or supergene deposit mineral dan kemudian di- deposit tembaga porfiri
enrichment presipitasikan pada kedalaman untuk
membentuk konsentrasi yang tinggi.
Emas (Au), Mineral Emas dialam bijihnya dapat diperoleh sebagai emas
murni (Native Gold) , Elektum (Au,Ag). Biasanya emas terdapat dalam
cebakan pada berbagai macam batuan seperti batuan sedimen, batuan
volkanik, batuan beku dan batuan metamorf.
Air Raksa (Hg), hampir semua bijih air raksa terjadi dari larutan
hydrothermal sebagai aktifitas pengisi rongga (Cavity Filling) dan alih
tempat (Replacement).
Besi (Fe), bijih besi seperti logam yang lainnya terbentuknya akibat
proses magmatik, kontak metasomatik dan replacemen. Bijih besi yang
didapat dialam antara lain Magnetit, Hematit, Pirit dan Siderit.
Timah Hitam (Pb), Dialam timah hitam selalu bersosiasi dengan mineral
seng, yang terjadi karena proses hydrothermal suhu rendah dengan type
endapan pengisian rongga ( Cavity filling ) dan alih tempat (Replacemen
). Bahan tambangnya di alam antara lain didapat sebagai mineral
Galena, Serusit dan Anglesit.
2
(Breccia filling) atau merupakan hasil alih tempat (Replacemen
deposits).
a. Elemen penyusun kerak bumi b. Logam-logam yang umum pada batuan beku
5
Logam Mineral Bijih Komposisi % Logam Hyporgen Supergen
Tabel 3. Beberapa mineral gangue yang umum muncul pada mineral bijih, (Sumber ; Bateman, 1982).
Kelas Nama Komposisi Hyporgen Supergen
KalsitDolomit CaCO3(Ca,Mg)CO3 xx
xx
Karbonat Siderit FeCO3 x
x
Rodokrosit MnCO3 x
FeldsparGarnet — xx
Rhodonit MnSiO3 x
Silikat x
Klorit – x
Mineral Lempung – x
Bahan
batuanFlorit CaF2(CaF)Ca4(PO4)3 xx
Apatit FeS2 x
Lain-lain Pirit FeS2 x xx
Markasit Fe1-xS x
Pirotit FeAsS x
Arsenopirit
Batuan merupakan suatu bentuk alami yang disusun oleh satu atau lebih mineral,
dan kadang-kadang oleh material non-kristalin. Kebanyakan batuan merupakan
6
heterogen (terbentuk dari beberapa tipe/jenis mineral), dan hanya beberapa yang
merupakan homogen. Deret Reaksi Bowen (deret pembentukan mineral pada
batuan) telah dimodifikasi oleh Niggli, V.M. Goldshmidt, dan H. Schneiderhohn, s
Sedangkan proses pembentukan mineral berdasarkan komposisi kimiawi larutan
(konsentrasi suatu unsur/mineral), temperatur, dan tekanan pada kondisi
kristalisasi dari magma induk.
8
9