Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

DHF(Dengue Haemorrhagic Fever)

1. Pengertian
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) atau demam berdarah dengue
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigtan nyamuk aedes aegepty. Penyakit ini dapat
menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada
anak, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa atau wabah (Rekawati,
2013).
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat
pada anak – anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot
dan sendi yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama dan apabila
timbul rejatan (flek) angka kematian akan cukup tinggi (Nabiel 2014).
2. Etiologi
Menurut Rekawati 2013. Penyebab penyakit demam berdarah
dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah virus
dengue yang hingga saat ini telah di isolasi empat serotipe virus dengue di
Indonesia yang termasuk dalam group B Arthropedi borne virus
(Arboviruses), yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Ternyata DEN-2
dan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak sebagai penyebab. Di Thailand,
dilaporkan serotipe DEN-2 yang dominan, sedang di Indonesia terutama
DEN-3, tetapi akhir – akhir ini ada kecenderungan dominasi untuk DEN-2.
Infeksi oleh salah satu serotipe menimbulkan antibodi seumur hidup
terhadap serotipe bersangkutan, tetapi tidak ada perlindungan terhadap
serotipe lain. Virus Dengue ini di tularkan melalui vektor nyamuk aedes
aegepty. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa
spesies lain kurang berperan. Janis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh
Indonesia, kecuali ketinggian lebih dari 1000 m di atas permukaan air laut.
Menurut Arief Mansjoer, 2000 (dalam buku Nabiel 2014) Virus
Dengue dibawah oleh nyamuk Aedes aegepty (Betina) sebagai vektor
ketubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Infeksi yang pertama
kali dapat memberi gejala sebagai dengue fever dengan gejala utama
demam, nyeri otot/sendi.
3. Derajat DHF
Menurut Nabiel, 2013 :
Derajat I : - Panas
- Gejala Umum tidak khas
- Uji Rumpled test (+)
- Trombositopenia.
Derjat II : - Sama dengan derajat I
- Gejala perdarahan spontan seperti eputaksis,
hematomesis, melena, perdarahan gusi.
Derajat III : - Gejala – gejala kegagalan perdarahan otak
- Nadi lemah dan cepat (<120x/menit)
- Tekanan Darah sempit
- Tekanan Darah menurun

Derajat IV : - Nadi tidak teraba


- Tekanan darah tidak teratur
- Akral dingin, berkeringat.
- Kulit tampak biru
4. Patofisiologi
Virus dengue yang pertama kali masuk kedalam tubuh manusia
melalui gigitan nyamuk aedes dan menginfeksi pertama kali memberi
gejala DF. Pasien akan mengalami gejala viremia seperti demam, sakit
kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemia ditenggorok,
timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada RES seperti
pembesaran kelenjar getah bening, hati, dan limfa. Reaksi yang berada
nampak bila seseorang mendapatkan infeksi berulang dengan tipe virus
yang berlainan. Berdasarkan hal itu timbulah the secondary heterologis
infection atau the sequental infection of hypothesis. Re-infeksi akan
menyebabkan suatu reaksi anamnetik antibodi, sehingga menimbulkan
konsentrasi kompleks antigen antibodi (kompleks virus antibodi) yang
tinggi.

Terdapatnya kompleks virus antibodi dalam siklus darah mengakibatkan


hal sebagai berikut:

a. Kompleks virus antibodi akan mengaktivasi sistem komplemen, yang


berakibat dilepasnya anfilatoksin C3a dan C3a. C3a menyebabkan
meningginya permebilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya
plasma melalui endotel dinding tersebut, suatu keadaan yang sangat
berperan terjadinya renjatan.
b. Timbulnya agregasi trombosit yang melepas ADP akan mengalami
metamorfosis. Trombosit yang mengalami kerusakan metamorfosis
akan dimusnahkan oleh sistem retikuloendtlial dengan akibat
trombostopenia hebat dan perdarahan. Pada keadaan agregasi,
trombosit akan melepaskan vasoakatif (histemin dan serotonini) yang
bersifat meningkatkan permebilitas kapiler dan melepaskan trombosit
faktor III yang merangsang koagulasi intravaskular.
c. Terjadinya aktivasi faktor hagman (faktor XII) dengan akibat kahir
terjadinya pembekuan intravaskuler yang meluas. Dalam proses
aktivitas ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam
pembentukan anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi
fibrinogen degradation product. Disamping itu aktivitas akan
merangsang sistim kinin yang berperan dalam proses meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah (Saeferi 2013).
5. Manifestasi klinis
Menurut Saferi, 2013. Diagnosa penyakit DBD dapat dilihat
berdasarkan kriteria diagnosa klinis dan laboratoris. Berikut ini tanda dan
gejala penyakit DBD dengan diagnosa klinis dan laboratoris:
a. Diagnosa klinis
1) Demam tinggi mendadak 2 – 7 hari (38 – 400c)
2) Manifestasi perdarahan dengan bentuk : uji torniquet (+), petekkie
(bintik merah pada kulit), purpura (perdarahan kecil di dalam
kulit), ekimosis, perdarahan konjungtiva (perdarahan pada mata),
epitaksis (perdarahan hidung), perdarahan gusi, hematemesis
(muntah darah), melena (BAB berdarah) dan hamatusi (adanya
darah dalam urin).
3) Perdarahan pada hidung.
4) Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik – bintik merah
pada kulit akibat pecanya pembuluh darah.
5) Pembesaran hati (hepatomegali)
6) Rejan (syok), tekana nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang
, tekanan sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah.
7) Gejala klinik lainnya yang sering menyertai yaitu anoreksia
(hilangnya nafsu makan), lemah, mual, muntah, saikt perut, diare
dan sakit perut.
b. Diagnosa laboratorium
1) Trombositopeni pada hari ke 3 – 7 ditemukan penurunan trombosit
hingga 100.000 mmHg
2) Hemokonsentrasi, meningkatnya hematokrit sebanyak 20% atau
lebih.
c. Pada DBD menurut WHO 1986, adalah :
1) Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 – 7 hari, kemudian turun
secara lisis. Demam disertai gejala tidak spesifik, seperti
anoreksia, malaise, nyeri pada punggung.
2) Manifestasi perdarahan, seperti uji rumpled test (+), petekkie,
purpura, ekimosis, epitaksi, perdarahan hidung, hematemesis, dan
melena.
3) Pembesaran hati dan nyeri tekan tanpa ikterus.
4) Dengan / tanpa renjatan. Renjatan yang terjadi pada saat demam
biasanya mempunyai prognosis buruk.
5) Kenaikan nilai hematokrit/hemokonsentrasi, yaitu sedikitnya 20%.
6. Tempat perkembangan nyamuk
Ialah tempat – tempat penampungan air di dalam atau disekitar
rumah atau tempat – tempat umum, biasanya tidak melibihi jarak 500 meter
dari rumah.
Jenis – jenis perkembangbiakan nyamuk Aedes aegepty dikelompokkan
sebagai berikut:
a. Tempat penampungan air untuk keperluan sehari – hari, seperti drum,
tangki, bak mandi, ember.
b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari – hari, seperti
tempat minum burung, perangkap semut, dan barang – barang tempat
penampungan air.
c. Tempat – tempat penampungan alamia seperti lubang pohon, lubang
batu, pelepah daun, dan potongan bambu.
Berdasarkan berbagai tempat berkembang biak, bak mandi merupakan
tempat penampungan air yang paling banyak mengandung larva
nyamuk aedes aegypti. Hal ini dikarenakan kamar mandi masyarakat
Indonesia pada umumnya lembab, kurang sinar matahari, dan sanitasi
atau kebersihannya kurang tejaga (Satari, 2004)
7. Ciri – ciri nyamuk demam berdarah
Menurut nadezul 2007 (dalam buku andra saferi, 2013), nyamuk
aedes aegypti lama telah di ketahui sebagai vektor utama dalam penyebaran
penyakit DBD, adapun ciri – cirinya adalah sebagai berikut:
a. Badan kecil berwarna hitam dengan bintik – bintik putih.
b. Jarak terbang sekitar 100 meter.
c. Umur nyamuk betina dapat mencapai 1 bulan,
d. Menghisap darah pada pagi hari sekitar 09.00 – 10.00 dan sore hari
pukul 16.00 – 17.00.
e. Nyamuk betina menghisap darah untuk pematangan sel telur,
sedangkan nyamuk jantan memakan sari –sari tumbuhan,
f. Hidup di genangan air bersih bukan di got atau comberan .
g. Di dalam rumah dapat hidup di bak mandi, tempayan, vas bunga, dan
tempat minum burung.
h. Di luar rumah dapat hidup di tampungan air yang ada di dalam drum,
dan ban bekas.
8. Pemeriksaan diagnostik
a. Darah lengkap
1) Leukpenia pada hari ke 2 – 3.
2) Trombositopenia dan hemo kosentrasi
3) Masa pembekuan normal
4) Masa perdarahan memanjang
5) Penurunan faktor II, V, VII, IX, dan XII.
b. Kimia darah
1) Hipoproteynemia, hiponatriam, hipodorunia.
2) SGOT/SGPT meningkat
3) pH darah meningkat
c. Urinalisis
1) mungkin di temukan albuminuria ringan.
d. Uji sumsum tulang
1) Pada awal sakit biasanya hipaseluler kemudian menjadi hiper
selular (doengoes, 2000 dalam buku Andra Saseri 2013)
9. Penatalaksanaan
a. Pencegahan.
Pemberatasan vektor :
1) Menggunakan inteksida
a) Malathion untuk membunuh nyamuk dewasa (adultisida)
dengan pengasapan (thermal fogging) atau pengabutan (cold
fogging).
b) Temephis (abate) untuk membunuh jentik (larvasida) dengan
menaburkan abate kebejana – bejana tempat penampungan air
bersih. Dosis yang di gunakan adalah 1 ppm atau 1 gram abate
SG 1% per 10 liter air.
2) Tanpa inteksida
Caranya adalah :
a) Menguras tempat penampungan air minimal 1 x seminggu
(perkembangan telur nyamuk lamanya 7 – 10 hari)
b) Menutup tempat penampungan air rapat – rapat
c) Membersihkan halaman rumah dari kaleng – kaleng bekas,
botol, dan benda lain tempat nyamuk bersarang.
d) Perlindungan perseorangan untuk mencegah gigitan nyamuk
dengan memasang kawat kasa dilubang angin di atas jendela,
tidur dengan kelambu.
b. Suportif
Penatalaksanaan bersifat suportif yaitu mengatasi kehilangan
cairan plasma sebagai akibat perdarahan. Pasien
demam dengue dapat berobat jalan sedangkan pasien dengan DHF
dirawat diruang perawatan biasa, tetapi pada kasus DHF dengan
komplikasi diperlukan perawatan intensif. Fase kritis biasanya terjadi
pada hari ketiga.
Rasa haus dan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi, anoreksia
dan muntah. Pasien perlu diberi banyak minum, 50 ml/KgBB dalam 4-
6jam pertama berupa air teh dengan gula, sirup, susu, sari buah, atau
oralit. Setelah dehidrasi dapat di atasi, berikan cairan rumatan 80-100
ml/KgBB dalam 24 jam berikutnya. Hiperpireksia di atasi dengan
antipiretik dan bila perlu surface cooling dengan kompres es dan
alkohol 70%. Parasetamol direkomendasikan untuk mengatasi demam
dengan dosis 10-15 mg/KgBB/kali.
Pemberian cairan intravena pada pasien DHF tanpa renjatan dilakukan
apabila pasien harus menerus muntah sehingga tidak mungkin
diberikan makanan peroral atau didapatkan nilai hematokrit yang
bertendentasi terus meningkat (>40 vol % ). Jumlah cairan yang
diberikan tergantung derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, di
anjurkan cairan glukosa 5% dalam 1⁄3 larutan NaCl 0,9%. Bila
terdapat asidosis, 1⁄4 dari jumlah larutan total dikelurkan dan di ganti
dengan larutan yang berisi 0.167 mol/liter natrium bikarbonat (3⁄5
bagian berisi larutan NaCl 0,9% + glukosa ditambah 1⁄4 natrium
bikarbonat).
Apabila terdapat kenaikan hemokonsentrasi 20% atau lebih maka
komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma.
Volume dan komposisi cairan yang diperlukan sesuai seperti cairan
untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan
ditambah defisit 6 %(5-8%).
Perhatikan apabila terdapat perdarahan yang membahayakan maka
dilakukan tranfusi darah segera. Bila pasien kejang berikan diazepam.
Jangan lupa monitor TTV tiap 3 jam. Pemberian antibiotik bila
terdapat kekhawatiran infeksi sekunder. Apabila pasien syok maka
cairan IV diberikan dengan cara diguyur.

Anda mungkin juga menyukai