Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, shalawat
serta salam terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para
Tiada gading yang tak retak, begitu pun referat ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan
mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga referat ini dapat
menambah wawasan dan bermanfaat bagi penulis dan pihak yang bersangkutan.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
fetal dan dapat menjadi metastasis, terdiri dari empat bentuk klinikopatologi, mola
(PSTT) (1,2,8,9-11). Keganasan ini dapat terjadi beberapa minggu atau tahun
setelah kehamilan atau yang paling sering adalah setelah kehamilan mola. Mola
abnormalitas embrio/fetus.
usia kehamilan. Pada GTD uterus membesar lebih cepat dibandingkan dengan
struktural memiliki kemiripan dengan TSH. Ketika level hCG sangat tinggi,
terutama pada pasien dengan GTD atau tumor tropoblastik baik itu mola hidatidosa
ataupun choriocarcinoma, maka level serum TSH akan menjadi sangat rendah (<
0.5 µIU/mL) yang akan menyebabkan peningkatan sekresi T4 dan T3. Mola
hidatidosa ini akan mensekresikan hCG dalam jumlah yang besar sebanding dengan
massa dari tumor itu sendiri. Hal ini akan memicu keadaan hipertiroidisme pada
kehamilan mola ditemukan sekitar 7%. The New 2 England Trophoblastic Disease
hipertiroidisme.
dengan insiden yang tinggi (data RS di Indonesia, 1 per 40 persalinan). Faktor risiko
mola hidatidosa terdapat pada usia kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, gizi
Oleh sebab itu, penyusunan referat kasus ini bertujuan untuk menjelaskan
lebih dalam tentang Mola Hidatidosa dan ditujukan untuk praktisi klinis yang
membaca referat kasus ini. Diharapkan setelah membaca laporan kasus ini,
pembaca dapat sedikit ataupun lebih banyak mengerti tentang Mola Hidatidosa dan
tatalaksananya.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang
1.3 Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
pertumbuhan yang berlebihan dari sel-sel plasenta atau ari-ari yang berbentuk
abnormal yang sebagian atau seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi berupa
yang tidak akan berkembang menjadi bayi yang merupakan hasil dari konsepsi yang
abnormalitas embrio/fetus.
2.2 Etiologi
Mola hidatidosa dibagi menjadi mola komplet dan parsial. Mola komplet
adalah tipe yang lebih umum dan tidak mengandung janin, sedangkan pada mola
Sebuah kehamilan molar lengkap terdiri dari villi chorionic yang menyebar dengan
ada bukti adanya janin dan perkembangan embrional minimal. Sedangkan mola
parsial bersifat triploid, dengan satu haploid maternal dan dua paternal, baik dari
fertilisasi di sperma atau dari fertilisasi dengan sperma diploid yang tidak tereduksi.
Biasanya ada janin dan plasenta besar. Vili hidropik menunjukkan penampilan
kurang kemerahan daripada mola hidatidosa lengkap dan diselingi dengan vili korio
(hCG) lebih tinggi, yang merupakan salah satu ciri klinis utama dari proses ini.
2.3 Patofisiologi
gestasional. Pada mola hidatidosa total, tidak ada jaringan janin terdeteksi.
Sedangkan, pada mola hidatidosa parsial, ada beberapa jaringan janin yang tidak
tampak jelas. Keduanya disebabkan oleh proliferasi berlebihan dari vili korionik
tinggi. Untuk ditinjau kembali, dalam mola yang lengkap, sel telur yang dienukleasi
dibuahi oleh dua sperma atau sperma haploid yang kemudian digandakan,
hidatidosa parsial, haploid ovum baik digandakan dan dibuahi oleh sperma normal,
perbedaan utama antara hidatidiform komplit dan parsial secara histologis adalah
embrionik pada mola parsial. Selanjutnya, dalam molat yang lengkap, vili korionik
berupa hidropik difus dan biasanya dikelilingi oleh trofoblast hiperplastik. Dalam
mola parsial ada villi korio normal dan jaringan embrio / janin dicampur dengan
vili hidropik.
2.4 Diagnosis
klini, diantaranya:
paling umum;
5. hipertiroidisme (5%),
honeycom. Mola lengkap secara khas digambarkan sebagai penampilan badai salju
Diagnosa ultrasound dari mola parsial lebih sulit, yaitu janin mungkin masih
pertumbuhan dini yang tidak biasa atau kelainan perkembangan. Mungkin hanya
ada ruang-ruang kistik yang tersebar di dalam plasenta, dan perubahan kista indung
telur biasanya jauh lebih jarang. Jika ada keraguan, pemindaian harus diulang dalam
1 hingga 2 minggu. Pada wanita dengan mola lengkap, kadar serum beta-hCG
serum lebih tinggi dari yang diperkirakan, sering melebihi 100.000 IU / L. Dalam
kasus mola parsial, tingkat beta-hCG sering dalam rentang luas yang terkait dengan
kehamilan normal dan gejala biasanya kurang jelas. Untuk alasan ini diagnosis
mola parsial sering terlewatkan secara klinis dan dibuat dari penilaian histologis
uterus dan usia kehamilan. Pada GTD uterus membesar lebih cepat dibandingkan
dengan kehamilan intrauterin normal. Gejala klinis tersering dari GTD biasanya
simptomatis bervariasi antar pasien mulai dari hanya berupa flek sampai perdarahan
masif dan dari bersifat intermiten sampai terus-menerus. Pada pasien ditemukan
keluhan berupa perut yang membesar dengan cepat dalam dua minggu disertai flek
namun hal ini dapat membingungkan dengan hiperemesis pada kehamilan normal.
Gejala dan tanda biasanya terjadi terlambat pada trimester pertama dan sering
merupakan penanda yang lebih spesifik dan sensitif terhadap tumor tropoblastik.
Nilai normal level β-hCG minggu pertama sampai ketiga usia kehamilan berkisar
10 mIU/mL – 1000 mIU/mL; bulan kedua sampai ketiga usia kehamilan 30.000
mIU/mL – 100.000 mIU/mL; dan pada trimester kedua sampai ketiga, mulai
menurun dan stabil antara 5000 mIU/mL sampai 30.000 mIU/mL. Besarnya level
puncak bergantung pada massa plasenta. Level puncak akan menjadi lebih tinggi
dan berlangsung lama jika terdapat multipel fetus. Pada kehamilan molar, nilai
kuantitatif β-hCG tinggi untuk usia kehamilan, 50% pasien dengan mola komplit
memiliki level hCG > 100.000 mIU/mL. Sedangkan mola parsial hanya <10%
pasien yang mengalami peningkatan level hCG > 100.000 mIU/mL. Pada usia
kehamilan 8-14 minggu perubahan serum hCG dan TSH merupakan cerminan
terbalik satu sama lain, dimana memiliki korelasi negatif yang signifikan diantara
2.5 Tatalaksana
pemberian oksitosin harus dimulai pada awal prosedur atau setelah sejumlah
jumlah darah lengkap, pengukuran kreatinin dan elektrolit, tes fungsi hati-ginjal-
panggul dan perut yang teliti harus dilakukan untuk mencari bukti adanya tahi lalat
metastatik. Histerektomi abdomen total adalah pilihan yang masuk akal untuk
dianjurkan untuk pasien> 40 tahun yang risikonya terkena GTD meningkat secara
berhasil dan untuk mengidentifikasi wanita dengan GTD persisten atau ganas yang
Perdarahan vagina yang persisten dan di atas semua peningkatan kadar serum beta-
hCG adalah indikator utama penyakit residual. Hasil dari mola hidatidosa parsial
setelah evakuasi uterus hampir selalu jinak. Penyakit persisten terjadi pada 1,2%
hingga 4% kasus; metastasis hanya terjadi pada 0,1% kasus. Pada mola yang
lengkap, risiko ini kira-kira 5 kali lebih besar setelah perawatan dengan uterus.
evakuasi dan 2-3 kali lebih besar setelah histerektomi. Risiko GTD persisten atau
berulang paling besar dalam 12 bulan pertama setelah evakuasi, dengan sebagian
besar kasus terjadi dalam 6 bulan. Berbagai kriteria hCG telah digunakan untuk
1. Level tinggi hCG dari empat nilai ± 10% yang tercatat selama 3 minggu
2. Peningkatan kadar hCG lebih dari 10% dari tiga nilai yang dicatat selama 2
penyakit trophoblastik gestasional postmolar atau mengubah pola regresi nilai hCG.
Pemeriksaan panggul yang sering dilakukan saat nilai hCG meningkat untuk
memantau involusi struktur panggul dan untuk membantu identifikasi dini
interval ini dan dapat mengakibatkan diagnosis tertunda dari penyakit traktobik
KESIMPULAN
Mola hidatidosa muncul dari jaringan gestasional. Pada mola hidatidosa total, tidak
ada jaringan janin terdeteksi. Sedangkan, pada mola hidatidosa parsial, ada
beberapa jaringan janin yang tidak tampak jelas. Keduanya disebabkan oleh
uterus dan usia kehamilan. Pada GTD uterus membesar lebih cepat dibandingkan
kadar B-HCG yang normal. Sedangkan apabila terdapat tanda keganasan maka
[PubMed: 28924538]
Shaaban AM, Rezvani M, Haroun RR, Kennedy AM, Elsayes KM, Olpin JD,