Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, shalawat

serta salam terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para

sahabatnya. Syukur Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan referat dan

laporan kasus yang berjudul “Mola Hidatidosa”.

Tiada gading yang tak retak, begitu pun referat ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan

mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga referat ini dapat

menambah wawasan dan bermanfaat bagi penulis dan pihak yang bersangkutan.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Malang, 7 April 2018

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gestational trophoblastic disease (GTD) adalah sekelompok tumor yang

didefinisikan sebagai proliferasi trofoblas abnormal. Sel-sel troboblas

menghasilkan human chorionic gonadotropin (hCG). GTD dibagi menjadi mola

hidatidosa (mengandung villi) dan neoplasma trophoblastic lainnya (lack villi).

Bentuk GTD non-molar atau ganas disebut gestational trophoblastic neoplasia

(GTN). Gestational trophoblastic disease (GTD) muncul dari proliferasi jaringan

fetal dan dapat menjadi metastasis, terdiri dari empat bentuk klinikopatologi, mola

hidatidosa (partial hydatidiform mole/PHM dan complete hydatidoform

mole/CHM), mola invasif, koriokarsinoma, dan placental site trophoblastic tumor

(PSTT) (1,2,8,9-11). Keganasan ini dapat terjadi beberapa minggu atau tahun

setelah kehamilan atau yang paling sering adalah setelah kehamilan mola. Mola

hidatidosa merupakan kehamilan abnormal yang dikarakteristikkan dengan

berbagai derajat proliferasi tropoblastik (baik sitotropoblas dan sinsitiotropoblas)

dan pembengkakan vesikular vili plasenta berkaitan dengan ketidakberadaan atau

abnormalitas embrio/fetus.

Mola hidatidosa IDC-10 (001,D39.2) adalah kehamilan abnormal yang

sebagian atau seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi berupa gelembung

yang menyerupai anggur. Pada mola hidatidosa kehamilan tidak berkembang

menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik.


Tanda yang paling mudah untuk dilihat adalah ketidaksesuaian ukuran uterus dan

usia kehamilan. Pada GTD uterus membesar lebih cepat dibandingkan dengan

kehamilan intrauterin normal.

Aktivitas tiroid selama kehamilan trimester pertama ditemukan meningkat,

dikarenakan stimulasi reseptor tyroid stimulating hormone (TSH) oleh Human

chorionic gonadotropin (hCG). hCG merupakan hormon glikoprotein yang secara

struktural memiliki kemiripan dengan TSH. Ketika level hCG sangat tinggi,

terutama pada pasien dengan GTD atau tumor tropoblastik baik itu mola hidatidosa

ataupun choriocarcinoma, maka level serum TSH akan menjadi sangat rendah (<

0.5 µIU/mL) yang akan menyebabkan peningkatan sekresi T4 dan T3. Mola

hidatidosa ini akan mensekresikan hCG dalam jumlah yang besar sebanding dengan

massa dari tumor itu sendiri. Hal ini akan memicu keadaan hipertiroidisme pada

pasien yang menderita tumor tropoblastik. Prevalensi hipertiroidisme selama

kehamilan mola ditemukan sekitar 7%. The New 2 England Trophoblastic Disease

Centre memperkirakan 20% wanita dengan mola komplit mengalami

hipertiroidisme.

Di Indonesia, mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting

dengan insiden yang tinggi (data RS di Indonesia, 1 per 40 persalinan). Faktor risiko

mola hidatidosa terdapat pada usia kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, gizi

buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetik.

Oleh sebab itu, penyusunan referat kasus ini bertujuan untuk menjelaskan

lebih dalam tentang Mola Hidatidosa dan ditujukan untuk praktisi klinis yang

membaca referat kasus ini. Diharapkan setelah membaca laporan kasus ini,
pembaca dapat sedikit ataupun lebih banyak mengerti tentang Mola Hidatidosa dan

tatalaksananya.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang

Mola Hidatidosa mengenai definisi, etiologi, faktor resiko, pathogenesis,

manifestasi klinis, diagnosis, dan penatalaksanaannya.

1.3 Manfaat

Penulisan referat ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan

pemahaman penulis maupun pembaca mengenai Mola Hidatidosa beserta

patofisiologi dan penangananannya.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hamil anggur (mola hidatidosa) adalah kehamilan abnormal berupa

pertumbuhan yang berlebihan dari sel-sel plasenta atau ari-ari yang berbentuk

gelembung-gelembung seperti buah anggur. Mola hidatidosa adalah kehamilan

abnormal yang sebagian atau seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi berupa

gelembung yang menyerupai anggur.

Mola hidatidosa adalah jaringan jaringan yang berkembang di dalam rahim

yang tidak akan berkembang menjadi bayi yang merupakan hasil dari konsepsi yang

abnormal. Mola hidatidosa dapat menyebabkan perdarahan pada awal kehamilan

dan biasanya diambil pada pemeriksaan ultrasonografi dini kehamilan. Mola

hidatidosa merupakan kehamilan abnormal yang dikarakteristikkan dengan

berbagai derajat proliferasi tropoblastik (baik sitotropoblas dan sinsitiotropoblas)

dan pembengkakan vesikular vili plasenta berkaitan dengan ketidakberadaan atau

abnormalitas embrio/fetus.

2.2 Etiologi

Mola hidatidosa dibagi menjadi mola komplet dan parsial. Mola komplet

adalah tipe yang lebih umum dan tidak mengandung janin, sedangkan pada mola

parsial ada janin yang cacat dan tidak dapat hidup.

Mola komplet biasanya diploid dan seluruhnya berasal dari androgenetik.

Sebuah kehamilan molar lengkap terdiri dari villi chorionic yang menyebar dengan

hiperplasia trophoblastik, membentuk massa beberapa vescicles. Biasanya tidak

ada bukti adanya janin dan perkembangan embrional minimal. Sedangkan mola
parsial bersifat triploid, dengan satu haploid maternal dan dua paternal, baik dari

fertilisasi di sperma atau dari fertilisasi dengan sperma diploid yang tidak tereduksi.

Biasanya ada janin dan plasenta besar. Vili hidropik menunjukkan penampilan

kurang kemerahan daripada mola hidatidosa lengkap dan diselingi dengan vili korio

normal. Mola komplet cenderung menyebabkan human chorionic gonadotropin

(hCG) lebih tinggi, yang merupakan salah satu ciri klinis utama dari proses ini.

2.3 Patofisiologi

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, mola hidatidosa muncul dari jaringan

gestasional. Pada mola hidatidosa total, tidak ada jaringan janin terdeteksi.

Sedangkan, pada mola hidatidosa parsial, ada beberapa jaringan janin yang tidak

tampak jelas. Keduanya disebabkan oleh proliferasi berlebihan dari vili korionik

dan mengakibatkan pembengkakan. Mereka menghasilkan tingkat hCG yang

tinggi. Untuk ditinjau kembali, dalam mola yang lengkap, sel telur yang dienukleasi

dibuahi oleh dua sperma atau sperma haploid yang kemudian digandakan,

menghasilkan hanya DNA ayah yang diekspresikan. Sebaliknya, pada mola

hidatidosa parsial, haploid ovum baik digandakan dan dibuahi oleh sperma normal,

menghasilkan baik ekspresi DNA maternal dan paternal.

Mola hidatidosa disebabkan oleh proliferasi trofoblas vili yang disertai

dengan pembengkakan vili korionik. Seperti yang dijelaskan sebelumnya,

perbedaan utama antara hidatidiform komplit dan parsial secara histologis adalah

kurangnya jaringan embrionik / janin pada molalengkap, dan adanya jaringan

embrionik pada mola parsial. Selanjutnya, dalam molat yang lengkap, vili korionik

berupa hidropik difus dan biasanya dikelilingi oleh trofoblast hiperplastik. Dalam
mola parsial ada villi korio normal dan jaringan embrio / janin dicampur dengan

vili hidropik.

2.4 Diagnosis

Diagnosis kehamilan molar dapat dicurigai berdasarkan sejumlah gambaran

klini, diantaranya:

1. perdarahan vagina abnormal pada awal kehamilan adalah presentasi yang

paling umum;

2. uterus lebih besar dari usia kehamilan (25%);

3. nyeri perut (20%);

4. gejala kehamilan berlebihan termasuk hiperemesis (10%),

5. hipertiroidisme (5%),

6. preeklamsia awal (5%).

Saat ini pemindaian ultrasound sering memungkinkan untuk mendiagnosis

kehamilan molar sebelum 12 minggu, menunjukkan penampilan vaskular atau

honeycom. Mola lengkap secara khas digambarkan sebagai penampilan badai salju

campuran echogenicity, mewakili vili hidropik dan perdarahan intrauterin.

Ovarium sering mengandung banyak kista theca-lutein besar sebagai akibat

meningkatnya stimulasi ovarium oleh beta-hCG yang berlebihan.

Diagnosa ultrasound dari mola parsial lebih sulit, yaitu janin mungkin masih

layak, tetapi mungkin menunjukkan tanda-tanda triploid, seperti pembatasan

pertumbuhan dini yang tidak biasa atau kelainan perkembangan. Mungkin hanya

ada ruang-ruang kistik yang tersebar di dalam plasenta, dan perubahan kista indung

telur biasanya jauh lebih jarang. Jika ada keraguan, pemindaian harus diulang dalam

1 hingga 2 minggu. Pada wanita dengan mola lengkap, kadar serum beta-hCG
serum lebih tinggi dari yang diperkirakan, sering melebihi 100.000 IU / L. Dalam

kasus mola parsial, tingkat beta-hCG sering dalam rentang luas yang terkait dengan

kehamilan normal dan gejala biasanya kurang jelas. Untuk alasan ini diagnosis

mola parsial sering terlewatkan secara klinis dan dibuat dari penilaian histologis

berikutnya dari bahan yang gagal.

Tanda yang paling mudah untuk dilihat adalah ketidaksesuaian ukuran

uterus dan usia kehamilan. Pada GTD uterus membesar lebih cepat dibandingkan

dengan kehamilan intrauterin normal. Gejala klinis tersering dari GTD biasanya

perdarahan pervaginam, yang terjadi pada sekitar 97% pasien. Perdarahan

simptomatis bervariasi antar pasien mulai dari hanya berupa flek sampai perdarahan

masif dan dari bersifat intermiten sampai terus-menerus. Pada pasien ditemukan

keluhan berupa perut yang membesar dengan cepat dalam dua minggu disertai flek

pervaginam. Hiperemesis gravidarum dapat juga digunakan sebagai penanda

namun hal ini dapat membingungkan dengan hiperemesis pada kehamilan normal.

Gejala dan tanda biasanya terjadi terlambat pada trimester pertama dan sering

membingungkan dengan gejala normal kehamilan sehingga biasanya diabaikan.

Gejala patognomonik GTD adalah preeklamsia.

Karakteristik penting GTD kehamilan molar adalah kemampuannya untuk

memproduksi Human Chorionic Gonadotropin (hCG). Level serum β-hCG

merupakan penanda yang lebih spesifik dan sensitif terhadap tumor tropoblastik.

Nilai normal level β-hCG minggu pertama sampai ketiga usia kehamilan berkisar

10 mIU/mL – 1000 mIU/mL; bulan kedua sampai ketiga usia kehamilan 30.000

mIU/mL – 100.000 mIU/mL; dan pada trimester kedua sampai ketiga, mulai

menurun dan stabil antara 5000 mIU/mL sampai 30.000 mIU/mL. Besarnya level
puncak bergantung pada massa plasenta. Level puncak akan menjadi lebih tinggi

dan berlangsung lama jika terdapat multipel fetus. Pada kehamilan molar, nilai

kuantitatif β-hCG tinggi untuk usia kehamilan, 50% pasien dengan mola komplit

memiliki level hCG > 100.000 mIU/mL. Sedangkan mola parsial hanya <10%

pasien yang mengalami peningkatan level hCG > 100.000 mIU/mL. Pada usia

kehamilan 8-14 minggu perubahan serum hCG dan TSH merupakan cerminan

terbalik satu sama lain, dimana memiliki korelasi negatif yang signifikan diantara

TSH individu (titik nadir) dan level puncak hCG

2.5 Tatalaksana

Penanganannya berupa dilatasi and suction evacuation uterus yang diikuti

dengan kuretase atau histerektomi. Untuk mengurangi resiko perdarahan,

pemberian oksitosin harus dimulai pada awal prosedur atau setelah sejumlah

jaringan disingkirkan. Vesikel mola hidatidiform hasil evakuasi berbentuk seperti

“grape-like clusters”. Semua jaringan tersebut harus dikirim ke bagian patologi

anatomi untuk evaluasi dan konfirmasi diagnosis.

Dalam kasus mola yang dicurigai, penyelidikan lebih lanjut termasuk

jumlah darah lengkap, pengukuran kreatinin dan elektrolit, tes fungsi hati-ginjal-

tiroid, dan pengukuran beta-hCG kuantitatif awal. Pemindaian ultrasonografi

panggul dan perut yang teliti harus dilakukan untuk mencari bukti adanya tahi lalat

invasif, menyingkirkan kehamilan bersama, dan mencari kemungkinan penyakit

metastatik. Histerektomi abdomen total adalah pilihan yang masuk akal untuk

pasien yang tidak ingin mempertahankan kesuburan mereka. Histerektomi sangat

dianjurkan untuk pasien> 40 tahun yang risikonya terkena GTD meningkat secara

signifikan. Meskipun histerektomi menghilangkan risiko penyakit invasif lokal,


tetapi tidak mencegah metastasis dan mengurangi risiko penyakit trofoblas

persisten hingga 50%.

Tujuan dari tindak lanjut adalah untuk mengkonfirmasi pengobatan yang

berhasil dan untuk mengidentifikasi wanita dengan GTD persisten atau ganas yang

mungkin memerlukan kemoterapi adjuvan atau operasi pada tahap awal.

Perdarahan vagina yang persisten dan di atas semua peningkatan kadar serum beta-

hCG adalah indikator utama penyakit residual. Hasil dari mola hidatidosa parsial

setelah evakuasi uterus hampir selalu jinak. Penyakit persisten terjadi pada 1,2%

hingga 4% kasus; metastasis hanya terjadi pada 0,1% kasus. Pada mola yang

lengkap, risiko ini kira-kira 5 kali lebih besar setelah perawatan dengan uterus.

evakuasi dan 2-3 kali lebih besar setelah histerektomi. Risiko GTD persisten atau

berulang paling besar dalam 12 bulan pertama setelah evakuasi, dengan sebagian

besar kasus terjadi dalam 6 bulan. Berbagai kriteria hCG telah digunakan untuk

mendiagnosis penyakit trofoblas gestasional postmolar. Baru-baru ini, Federasi

Internasional Ginekolog dan Obstetricians (FIGO) membakukan kriteria hCG

berikut untuk diagnosis penyakit trophoblastik gestasional postmolar.

1. Level tinggi hCG dari empat nilai ± 10% yang tercatat selama 3 minggu

(hari 1, 7, 14, dan 21).

2. Peningkatan kadar hCG lebih dari 10% dari tiga nilai yang dicatat selama 2

minggu (hari 1, 7, dan 14).

Penggunaan kontrasepsi hormonal yang dapat diandalkan dianjurkan sementara

nilai-nilai hCG sedang dipantau. Kontrasepsi oral tidak meningkatkan kejadian

penyakit trophoblastik gestasional postmolar atau mengubah pola regresi nilai hCG.

Pemeriksaan panggul yang sering dilakukan saat nilai hCG meningkat untuk
memantau involusi struktur panggul dan untuk membantu identifikasi dini

metastasis vagina. Meskipun kehamilan setelah evakuasi molar biasanya adalah

kehamilan normal, kehamilan mengaburkan nilai pemantauan kadar hCG selama

interval ini dan dapat mengakibatkan diagnosis tertunda dari penyakit traktobik

gestasional ganas postmolar.


BAB 3

KESIMPULAN

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal yang sebagian atau seluruh

vili korialisnya mengalami degenerasi berupa gelembung yang menyerupai anggur.

Mola hidatidosa muncul dari jaringan gestasional. Pada mola hidatidosa total, tidak

ada jaringan janin terdeteksi. Sedangkan, pada mola hidatidosa parsial, ada

beberapa jaringan janin yang tidak tampak jelas. Keduanya disebabkan oleh

proliferasi berlebihan dari vili korionik dan mengakibatkan pembengkakan.

Keduanya menghasilkan tingkat hCG yang tinggi.

Tanda yang paling mudah untuk dilihat adalah ketidaksesuaian ukuran

uterus dan usia kehamilan. Pada GTD uterus membesar lebih cepat dibandingkan

dengan kehamilan intrauterin normal. Penanganannya berupa dilatasi and suction

evacuation uterus yang diikuti dengan kuretase atau histerektomi. Selama

monitoring pasien diberikan kontrasepsi untuk menunda kehamilan sampai dengan

kadar B-HCG yang normal. Sedangkan apabila terdapat tanda keganasan maka

tatalaksana dilanjutkan dnegan kemoterapi.


DAFTAR PUSTAKA

Cavaliere A, Ermito S, Dinatale A, Pedata R. Management of molar

pregnancy. Journal of Prenatal Medicine. 2009;3(1):15-17.

Kubelka-Sabit KB, Prodanova I, Jasar D, Bozinovski G, Filipovski V, Drakulevski

S, Plaseska-Karanfilska D. Molecular and Immunohistochemical

Characteristics of Complete Hydatidiform Moles. Balkan J. Med.

Genet. 2017 Jun 30;20(1):27-34. [PMC free article: PMC5596819]

[PubMed: 28924538]

Shaaban AM, Rezvani M, Haroun RR, Kennedy AM, Elsayes KM, Olpin JD,

Salama ME, Foster BR, Menias CO. Gestational Trophoblastic Disease:

Clinical and Imaging Features. Radiographics. 2017 Mar-Apr;37(2):681-

700. [PubMed: 28287945]

Anda mungkin juga menyukai