Disusun oleh :
Pembimbing :
dr. Cahyo
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. C
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 61 th
Alamat : Nyakra 05/07, Salebu
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk RS : 22 Februari, pukul 13.41 WIB
Tempat Rawat : Melati
B. Anamnesis
Keluhan Utama :
Lemah anggota gerak kiri sejak 1 hari SMRS
Riwayat Psikososial
Merokok (-)
Alkohol (-)
C. Pemeriksaan Fisik
Tanda vital :
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 84 x/m
Pernapasan : 18 x/m
Suhu : 36,5°C
Status Generalis :
Kepala : Normocephal, simetris, deformitas (-), rambut hitam distribusi
merata
Mata : Sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis -/-, pupil bulat isokor
diameter 3 mm, Refleks Cahaya Langsung (+/+),
Refleks Cahaya Tidak Langsung (+/+)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-/-), Nyeri tekan (-)
Telinga : Normotia, sekret (-/-), nyeri (-/-), serumen (-/-), pendengaran baik
Mulut : Mukosa Bibir kering (-), lidah tremor (-), lidah deviasi ke kiri, bibir
devisi ke kiri
Leher : Pembesaran KGB (-), peningkatan JVP (-)
Toraks : Normochest
Pulmo
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-)
Palpasi : Vocal fremitus teraba di seluruh lapang paru
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler di seluruh lapang paru, wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Teraba ictus cordis di ICS 5 mid clavicularis sinistra
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal, redup
Auskultasi : BJ I & BJ II normal reguler, bunyi jantung tambahan (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, simetris
Auskultasi : Bising usus (+) 17x/menit
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), Hepatomegali (-), splenomegali (-)
Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen
Ekstremitas
Atas : Edema (-), Akral hangat (+), CRT < 2”
Bawah : Edema (-), Akral hangat (+), CRT < 2”
Status Neurologis
Kesadaran : Composmentis
GCS : Eye: 4, Verbal: 5, Motorik: 6 (15)
Orientasi :
Tempat : baik
Waktu : baik
Orang : baik
Situasi : baik
Jalan pikiran : baik
Daya ingat kejadian : baik
Kemampua bicara : baik
Rangsang Meningeal :
Kaku kuduk : (-)
Kernig : (-)
Lasegue : (-)
Brudzinski I, II : (-)
Rangsang Meningeal
Dextra Sinistra
Daya pembau Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Fasikulasi -
Tremor lidah -
Atrofi otot lidah Eutrofi
Pemeriksaan Motorik
Pemeriksaan Sensorik
Dextra Sinistra
Rasa Raba
- Ekstremitas Atas + +
- Ekstremitas Bawah + +
Rasa Nyeri
- Ekstremitas Atas + +
- Ekstremitas Bawah + +
Rasa Suhu
- Ekstremitas Atas Tidak dilakukan
- Ekstremitas Bawah
Refleks Fisiologis
Dextra Sinistra
Bisep + +
Trisep + +
Brachioradialis + +
Patella + +
Achilles + +
Refleks Patologis
Dextra Sinistra
Babinski - -
Chaddocck - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Gonda - -
Hoffman Trommer - -
D. Pemeriksaan Penunjang
E. FOLLOW UP RUANGAN
F. RESUME
Ny.C 61 tahun datang dengan keluhan tangan dan kaki kanan terasa lemah tiba-tiba sejak
1 hari SMRS. Tangan os menjadi sulit untuk memegang benda, kaki os menjadi sulit berjalan.
Saat serangan, os sadar, disertai bicara pelo. Sebelum kejadian os tidak ada keluhan sakit
kepala, setelah kejadian merasa pusing, mual, dan muntah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Pemeriksaan Saraf Kranial:
N.VII tidak dapat menyeringai baik
N.XII menjulurkan lidah: lidah mencong ke kiri
Pemeriksaan Motorik:
5555 1111
5555 1111
G. DIAGNOSA
H. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Inf Aminofluid : Tutofusin OPS = 1 lt : 1 lt 20 tpm
Inj. Piracetam 12 gr/hari
Inj. Lansoprazol 1 vial/hari
Clopidogrel 3 x 75 mg
Antasida 3 x 1 tab
Non medikamentosa
Elevasi kepala 30o
Diet kalori rendah garam, rendah lemak
Konsultasi rehabilitasi medik untuk fisioterapi, okupasi terapi dan terapi wicara
Cegah komplikasi
I. PROGNOSIS
ANALISA KASUS
A. Anamnesis
Dari anamnesis data yang menunjang adalah defisit neurologis berupa hemiplegi
sinistra, wajah terasa baal sebelah yang dirasakan tiba-tiba tanpa didahului trauma, nyeri
kepala hebat, dan penurunan kesadaran.
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang menunjang ke arah diagnosis kerja adalah bukti hipertensi pada
pemeriksaan tanda vital. Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko penyebab tersering
serangan stroke iskemik, tekanan darah yang didapatkan adalah 140/90 mmHg.
Pemeriksaan rangsang meningeal dan kaku kuduk yang negatif dapat membantu
menyingkirkan kemungkinan ICH terutama bila ICH sampai mengisi ventrikel. Dari
pemeriksaan nervus kranialis didapatkan kesan lesi pada N.VII sinistra sentral, dan lesi N.XII
sinistra. Hal ini membantu memperkirakan letak lesi iskemik. Dari pemeriksaan motorik
didapatkan kekuatan otot penuh pada ekstremitas superior maupun inferior dextra, namun
untuk ektremitas superior dan inferior sinistra sebanyak 2 poin.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat dilakukan penegakkan diagnosis
berdasarkan sistem skoring:
Gadjah Mada skor
Penurunan kesadaran (-), sakit kepala (-), refleks babinski (-) stroke perdarahan
Siriraj skor
Rumus :
Keterangan :
Muntah
0 = tidak ada; 1 = ada
Nyeri kepala
0 = tidak ada; 1 = ada
Ateroma
0 = tidak ada; 1 = salah satu atau lebih (diabetes; angina; penyakit
pembuluh darah)
Hasil :
Skor pasien:
(2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 1) + (0,1 x 90) - (3 x 1) – 12 = -4 infark cerebri
C. Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis ke arah stroke iskemik tidak
banyak, hanya glukosa darah yang sedikit meningkat.
Pemeriksaan CT-scan bisa membantu menunjang diagnosis stroke iskemik. Namun,
pada RSUD Majenang, tidak terdapat fasilitas CT Scan.
D. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien stroke iskemik yang pertama adalah oksigen untuk
mencegah terjadinya hipoksia otak. Pemberian kombinasi Aspilet dan Clopidogrel ditujukan
untuk melisiskan trombus maupun emboli yang menyumbat pembuluh darah. Citicholin
memiliki sifat neuroprotektif dan neurorestoratif pada sel saraf yang mengalami iskemi.
Pemberian Citicholin diharapkan mencegah kerusakan sel saraf lebih lanjut sekaligus
mengembalikan fungsi sel saraf yang mengalami iskemik. Mecobalamin diberikan untuk
menambah suplemen pada sel saraf sehingga membantu proses pemulihan. Captopril diberikan
untuk membantu menurunkan tekanan darah. Fisioterapi perlu dilakukan pada pasien agar
fungsi motorik yang terganggu dapat dikembalikan mendekati normal sehingga pasien dapat
kembali menjalani aktivitas sehari-harinya.
Prognosis ad vitam pada kasus ini ad bonam, hal ini dipengaruhi oleh keadaan pasien
pada saat datang yang masih dalam keadaan umum yang baik. Untuk prognosis ad fungsionam
dubia ad bonam dikarenakan sangat tergantung dari ketelatenan pasien dalam menjalani
fisioterapi. Kecenderungan bonam dipengaruhi oleh luas lesi yang tidak terlalu besar sehingga
pengembalian fungsi diharapkan dapat kembali mendekati semula. Prognosis sanationam
dubia ad bonam dikarenakan adanya faktor resiko hipertensi dan yang butuh kesadaran dan
perhatian dari pasien untuk mengontrolnya.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri karotis interna
kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis interna, setelah memisahkan diri dari arteri
karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan
dalam sinus kavernosum, mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina,
akhirnya bercabang dua : arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak, sistem ini
memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis. Sistem
vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri subklavia,
menuju dasar tengkorak melalui kanalis tranversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk
rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang
arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu arteri
basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon,
arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: arteri serebri posterior, yang melayani darah
bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis. Ke 3 pasang arteri serebri ini
bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya.
Cabang- cabang yang lebih kecil menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling
berhubungan dengan cabang-cabang arteri serebri lainya.1
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem vertebrabasilaris
terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian posterior hemisfer. Aliran
darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor. Dua faktor yang paling penting adalah
tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer)
pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan
koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku).1 Dari faktor pertama, yang terpenting adalah
tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor kemampuan
khusus pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan
berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini
disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila tekanan sistolik
antara 50-150 mmHg).1
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di antaranya seperti
kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap diameter arteriol. Kadar/tekanan
parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang asam (pH rendah),
menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya bila tekanan darah parsial CO2 turun, PO2 naik, atau
suasana pH tinggi, maka terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan darah yang tinggi
mengurangi ADO. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya
trombosis, aliran darah lambat, akibat ADO menurun.1
A. Definisi
Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah suatu gangguan
fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal
maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat langsung menimbulkan
kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan peredaran darah otak non traumatik.
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya
terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.1
B. Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh
emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat
diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang
mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang
berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.2
1. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan tetapi
dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.3
Pemeriksaan faktor resiko dengan cermat dapat memudahkan seorang dokter untuk
menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat beberapa faktor resiko stroke non
hemoragik, yakni: 2,3
Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi peningkatan viskositas
darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien dengan resiko tinggi mengalami stroke non
hemoragik.2
D. Klasifikasi
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah satunya adalah
aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang menyumbat arteri besar dan arteri kecil,
dan juga melalui mekanisme emboli. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di
sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-
macam manifestasi klinik dengan cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau perdarahan aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang kemudian
dapat robek.
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan menyebabkan
hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila anoksia ini berlanjut
sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya yaitu sel glia akan mengalami
kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan
permeabilitas vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel radang.
Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari asidosis laktat.
K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi air yang timbul dalam empat
hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan daerah sekitar nekrosis mengalami
gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah
iskemik penumbra. Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan terjadi
kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron di daerah tersebut tentu
akan mati, dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan
membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamat ini akan menempel pada membran sel neuron di
sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat akan merusak membran sel neuron dan
membuka kanal kalsium (calcium channels). Kemudian terjadilah influks kalsium yang
mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini akan mengeluarkan glutamat,
yang selanjutnya akan membanjiri lagi neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan.
Neuron-neuron yang rusak juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen
molecules (seperti nitric acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam
membran sel, sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium. Stroke iskemik
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang menyebabkan kematian sel.
Pembuluh darah
Oklusi
Iskemia
Hipoksia
Na & K influk
Retensi cairan
Oedem serebral
1. Gambaran Klinis
a) Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit
neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran. Tidak
terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan non
hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat
kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala umum yang
terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya
penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau
penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri
namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala
tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik.
Beberapa faktor dapat mengganggu dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:
Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan hingga
pasien bangun (wake up stroke).
Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari pertolongan.
Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang,
infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan hiponatremia.2
b) Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan
menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus
mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan
iritasi menings. Pemeriksaan juga dilakukan untuk mencari faktor resiko stroke seperti
obesitas, hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain.2
c) Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala stroke,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti stroke, dan
menyediakan informasi neurologi untukmengetahui keberhasilan terapi. Komponen
penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan tingkat
kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral,
gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa
dan tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada
stroke harus dibedakan dengan Bell’s palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya
ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.2,5
Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang tersumbat:6
2. Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin pula
menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis, trombositopenia, dan
leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang
diderita saat ini seperti anemia.3
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang memiliki
gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula menunjukka penyakit
yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal). Pemeriksaan koagulasi dapat
menunjukkan kemungkinan koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga
berguna jika digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan. Biomarker jantung juga
penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan penyakit jantung koroner.
Penelitian lain juga mengindikasikan adanya hubungan anatara peningkatan enzim jantung
dengan hasil yang buruk dari stroke.3
3. Gambaran Radiologi
a) CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke
non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik memerlukan
pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna
untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan
adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,
abses).3
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami.
Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang menandakan
terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas di
otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda
lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign, hiperdense
MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white matter.3
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk mengidentifikasi
daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan pemeriksaan scan setelah
kontras, perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan
terjadinya iskemik di daerah tersebut.3
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi
(CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang
menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga
dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi
memberikan gambaran hipodense.3
b) MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih awal
pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya
memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang.
Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut.3
G. Penatalaksanaan
Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut:1
KESIMPULAN
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang
oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat
berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian. Stroke iskemik sering
diklasifikasin berdasarkan etiologinya yaitu trombotik dan embolik. Untuk mendiagnosa suatu
stroke iskemik diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh dan teliti.
Pemeriksaan yang menjadi gold standar untuk mendiagnosa stroke iskemik adalah CT-scan.
Penting untuk membedakan gejala klinis stroke hemoragik dan iskemik. Bila tidak dapat dilakukan
CT-scan maka dpaat dilakukan sistem skoring untuk mengerucutkan diagnosa.
Setelah dapat ditegakkan diagnosis, perlu dilakukan terapi segera agar tidak terjadi iskemik
lebih lanjut. Prinsip terapi dari stroke iskemik adalah perbaikan perfusi ke otak, mengurangi oedem
otak, dan pemberian neuroprotektif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan
peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke-2.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005. h.81-82.
2. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
3. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan Stroke.
Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
4. Anonim. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam: eds. Mardjono M, Sidharta
P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat; 2004. h. 274-8.
5. D. Adams. Victor’s. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology 8 th Edition.
McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67
6. Bronstein SC, Popovich JM, Stewart-Amidei C. Promoting Stroke Recovery. A Research-
Based Approach for Nurses. St.Louis, Mosby-Year Book, Inc., 1991:13-24.
7. Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-67.
8. Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer dan prevensi
sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit Salemba Medika. Hal: 53-73.