Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA


RUMAH SAKIT HUSADA

Nama Mahasiswa : Tanda Tangan :


NIM : Tanggal : 26 Juli 2018
Pembimbing :

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S Agama : Kristen
Umur : 39 tahun Suku Bangsa : Chinese
Jenis kelamin : Perempuan Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Diketahui Tanggal masuk RS : 22 Juli 2018
Pekerjaan : Swasta Jam masuk RS : 14.55 WIB

I. ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesa tanggal 22 Juli 2018 pukul 15.00 WIB
1. Keluhan Utama:
Nyeri pinggang kiri 1 bulan, menjalar ke perut sebelah kiri sebelum masuk RS
Husada.
2. Keluhan Tambahan:
Badan terasa lemas, sulit BAK yang terasa tidak lampias.
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
Kurang lebih 1 bulan sebelum masuk RS Husada, pasien merasa nyeri pada
pinggang kiri. Nyeri hilang timbul dan dirasakan menjalar ke perut sebelah
kiri. Sekitar 1 minggu sebelum masuk RS Husada pasien merasakan keluhan
semakin memberat, pasien juga merasa sedikit nyeri pada saat BAK dan terasa
tidak lampias. Keluhan lain seperti mual, muntah dan sakit pada daerah
genitalia disangkal pasien. BAB dalam batas normal.
Pasien dirujuk dari RS PGI Cikini ke Unit Rawat Jalan RS Husada untuk
berkonsultasi dengan dokter spesialis urologi karena dari hasil CT scan di RS
PGI Cikini menunjukkan adanya multipel batu distal ureter.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya. Pasien tidak
memiliki riwayat hipertensi, DM, maag, TBC, jantung, asma dan keganasan
disangkal.

4. Riwayat Penyakit Keluarga:


Pasien menyangkal bahwa dalam keluarganya ada yang pernah mengalami
keluhan yang sama. Anggota keluarga pasien tidak memiliki riwayat
hipertensi, DM, maag, TBC, jantung, asma dan keganasan.

II. STATUS PRAESENS


Diperiksa pada tanggal 22 Juli 2018 pukul 21.05 WIB
1. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis, E4M6V5
Tanda-tanda vital
- Tekanan darah : 100/70 mmHg
- Denyut nadi : 78 x/menit
- Suhu : 360C
- Pernafasan : 20 x/menit
Status Gizi
Berat badan : 56kg
Tinggi badan : 155 cm
IMT : 23.3 (Normal)
Pemeriksaan Sistem

a. Kepala : Bentuk dan ukuran normal, tidak teraba massa atau benjolan.
Kulit kepala tidak ada kelainan, rambut berwarna hitam
bercampur putih dan distribusi merata serta tidak mudah
dicabut.
b. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat,
isokor, reflex cahaya (+/+), kornea jernih
c. Telinga : Bentuk normal, nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tarik aurikula
(-/-), KGB preaurikuler dan retroaurikuler dextra et sinistra
tidak teraba membesar, liang telinga dextra et sinistra lapang,
tidak ada sekret, tidak ada serumen.
d. Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi, mukosa
hiperemis (-), nyeri tekan sinus paranasal (-)
e. Mulut : Tidak ada perioral sianosis, tonsil T1-T1, mukosa hiperemis
(-), caries dentis (-)
f. Leher : Trakea ditengah, kelenjar tiroid tidak teraba membesar, KGB
submandibular dan servikal dextra et sinistra tidak teraba
membesar
g. Thorax
- Paru : a. Inspeksi
Bentuk normal, pergerakan dada saat keadaan statis dan
dinamis simetris, tidak tampak retraksi dinding dada maupun
otot- otot pernafasan
b. Palpasi
Pergerakan dada saat statis dan dinamis simetris, tidak teraba
cekungan / retraksi sela iga
c. Perkusi
Sonor diseluruh lapang paru, batas paru – hepar di ICS VI
Midclavicula line dextra
d. Auskultasi
Vesikuler di seluruh lapang paru, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

- Jantung : a. Inspeksi
Pulsasi ictus cordis tidak tampak
b. Palpasi
Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V Midclavicula line sinistra
c. Perkusi
Redup
 Batas jantung kanan : midsternum
 Batas jantung atas : ICS III Parasternalis line sinistra
 Batas jantung kiri : ICS V Midclavivula line sinistra
d. Auskultasi
Bunyi Jantung I-II murni regular, murmur (-), gallop (-)

h. Abdomen : a. Inspeksi
Warna kulit kuning langsat, membuncit, massa (-), benjolan (-),
striae (-), jaringan parut (-)
b. Perkusi
Timpani di seluruh lapang abdomen
c.Palpasi
Supel, nyeri tekan (-)
d. Auskultasi
Bising usus (+) normoperistaltik
i. Ekstremitas dan tulang belakang :
Akral teraba hangat, perfusi jaringan arteri perifer baik, capillary refill
time< 2 detik, tidak tampak edema pada ekstremitas atas / bawah kanan
dan kiri, tulang belakang tidak tampak adanya scoliosis, lordosis maupun
kifosis
j. Genitalia eksterna : dalam batas normal
k. Anus : tidak dilakukan
l. Kulit:
Warna kulit kuning langsat, turgor kulit baik, ikterik (-), tidak tampak
kelainan
m. Kelenjar getah bening : Tidak teraba membesar

2. Status Lokalis Bedah Urologi


a. Costo-Vertebrae Angle (CVA)
Dextra
- Inspeksi
Warna kulit kuning langsat, tanda radang (-), hematom (-), massa (-)
- Palpasi
Tidak teraba massa tumor, nyeri tekan (-)
- Perkusi
Nyeri ketok CVA (-)
- Auskultasi
Bruit (-)
Sinistra
- Inspeksi
Warna kulit kuning langsat, tanda radang (-), hematom (-), massa (-)
- Palpasi
Tidak teraba massa tumor, nyeri tekan (+)
- Perkusi
Nyeri ketok CVA (+)
- Auskultasi
Bruit (-)
b. Regio Suprapubik
- Inspeksi
Kesan datar, warna kulit sama dengan sekitar, tidak tampak massa tumor,
hematom tidak ada, edema tidak ada
- Palpasi
Nyeri tekan (-), buli-buli tidak teraba, massa tumor tidak teraba.
- Perkusi
Redup
- Auskultasi
Tidak dilakukan

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


- CT Scan per tanggal 29 Juni 2018 (menyalin dari status pasien):
o Hidronefrosis dan hidroureter kiri ec ureterolitiasis distal multiple.
o Malrotasi ginjal kanan.
- EKG per tanggal 07Januari 2018: dalam batas normal
- Foto Rontgen Thorax per tanggal 08Januari 2018: dalam batas normal

IV. LABORATORIUM
- Hematologi
Per tanggal 07Januari 2018 jam 14.00 WIB
Parameter Unit Satuan Nilai rujukan
Hemoglobin 13,6 g/dL 13.2 – 17.3

Hematokrit 42 % 40 – 52

Leukosit H12,3 103 / dL 3.8 – 10.6

Trombosit 423 ribu/dL 150 – 450

Laju endap darah H37 mm/jam 0 – 10

MCV 84 fL 80 – 100

MCH L27 pg/mL 28 – 33

MCHC 32 g/dL 32 – 36

Masa Protrombin

PT (pasien) 9,3 detik 9,0 – 12,1

PT (kontrol) 10,0 detik

APTT

APTT (pasien) 40.8 seconds 31.0 – 47.0

APTT (kontrol) 38.0 seconds

Hitung Jenis

Basofil 1 % 0–1

Eosinofil H5 % 2–4

Neutrofil Batang L0 % 3–5

Neutrofil Segmen 61 % 50 – 70
Limfosit 25 % 20 – 40

Monosit 8 % 2–8

Eritrosit 5.03 %juta/µL 4.60 – 6.20


0.5 – 2.0
Retikulosit 1,69 %

`
Kimia Klinik Hasil Satuan Nilai Rujukan

Gula darah sewaktu 77 mg/dL 70 – 200

SGPT (ALT) 32 U/L < 49

SGOT (AST) 21 U/L <34

Albumin 3,84 g/dL 3,20-4,80

Ureum darah 24 mg/dL 19-49

Kalium (K) 3,8 mmol/L 3,5 – 5,0

Natrium (Na) 139 mmol/L 136 - 146

- Urinalisa
Pertanggal 04Januari 2018 jam 10.45 WIB
Urinalisa Hasil Satuan Nilai Rujukan
Warna Kuning Kuning

Kejernihan Jernih Jernih

Berat Jenis L1.003 1.015 – 1.025

pH 6.5 4.8 – 7.4

Protein Negatif mg/dL <30: Negatif

Glukosa Negatif mg/dL <100: Negatif

Keton Negatif mg/dL <10.0: Negatif

Bilirubin Negatif mg/dL <0.2: Negatif

Nitrit Negatif Leu/dL Negatif

Leukosit Esterase 25 Negatif

Sedimen

Leukosit 1 LPB/HPF 1-6

Eritrosit 1 LPB/HPF 0-5

Sel Epitel 1+ (+) positif

Bakteria Negatif Negatif

Kristal Negatif Negatif

- Penanda Tumor
PSA Total (Prostat) : 1,55 ng/mL ( 0,00 - 4,00 )
- Kimia Klinik
Glukosa Darah Sewaktu : 108 mg/dL ( 70 - 200 )
Creatinin Darah : 1,04 mg/dL ( 0,9 – 1,3 )
eGFR : 75,9 mL/min/1,73m2 L ( 78,0 – 116,0 )
I. RESUME
Telah diperiksa seorang laki-laki berusia 49 tahun dengan keluhan sulit BAK
dan2-3 minggu sebelum masuk RS Husada pasien mengalami keluhan LUTS
(Lower Urinary Tract Symptoms). Setelah dilakukan pemasangan kateter terdapat
urin inisial sebanyak 1000 cc, kateter sempat dilepas namun keluhan tidak
menghilang dan terdapat retensi urin berulang.Menurut skoring Madsen-Iversen
dan IPSS, pasien ini menunjukkan skor severe. (Madsen 18 dan IPSS 29)
Keadaan umum pasien tampak baik. Pemeriksaan fisik dalam batas normal.
Pada pemeriksaan status lokalis di CVA dextra-sinistra serta regio suprapubik
dalam batas normal. Genitalia eksterna dalam batas normal terpasang folley
kateter no 18. Pada pemeriksaan Rectal Touche didapatkan prostat membesar
dengan ukuran ±40 gram, kenyal, permukaan rata.
Dari pemeriksaan laboratorium darah ditemukan leukositosis (12,8 x 103/dL),
dan LED yang meningkat (37mm/jam), pada urinalisa berat jenis urin rendah
(1,003) dan pada kimia klinik ditemukan eGFR rendah (75,9mL/min/1,73m2),
selain itu total PSA pasien ini adalah 1,55 ng/mL. Selain itu pada pemeriksaan
TAUS (Trans Abdominal Ultrasonografi) didapatkan hasil ginjal kanan :
Hidronefrosis (+) grade 1, batu (-), ginjal kiri: Hidronefrosis (-), batu (-), buli-buli
: Batu (-), tumor (-), protusi prostat 21,6 mm dan prostat volume 60 ml.

Skor Madsen

Stream 1. Bagaimana pancaran air kencing bapak?


lancar dan besar
0  tidak tentu
lemah, kecil
1  menetes
3 

4 

Voiding 2. Apakah disertai mengejan waktu kencing?


tidak
0  ya, mengejan
2 

Hesitancy 3. Jika terasa akan kencing, apakah segera ataukan harus


menunggu lama dulu baru air kencing keluar?
sesudah di WC. langsung dapat keluar
harus menunggu dulu baru air kencing keluar
0 

2 

Intermitency 4. Apakah aliran kencing keluar sekaligus atau terputus-putus?


sekaligus
0  terputus-putus
3 

Bladder Emptying 5. Sesudah selesai kencing apakah merasa lampias/tuntas?


lampias
0  kadang-kadang kurang lampias
 selalu tidak lampias
1
pernah sekali dipasang catheter baru dapat kencing kembali
2  sudah lebih dari satu kali dipasang catheter baru dapat kencing
 biasa lagi
3

4

Incontinence 6. Pernah mengalami kecing tidak terasa, seperti ngompol?


tidak pernah sama sekali
0  ya, pernah seperti ngompol
sesudah selesai kencing, tak terasa air kencing keluar lagi
2 

2 

Urge 7. Untuk pergi ke tempat kecing, saat sudah ingin kencing,


apakah?
tidak pernah sangat terburu-buru, yakin dapat ditahan
harus buru-buru, rasanya sukar ditahan lagi
0 
kadang air kencing keburu keluar sebelum sampai di WC
1  selalu air kencing keluar dulu sebelum siap di WC
2 

2 

Nocturia 8. Berapa kali bapak terbangun malam hari untuk pergi kencing?
tak pernah atau kadang-kadang saja sekali semalam
0  sampi dua kali semalam terbangun
tiga atau bahkan empat kali semalam
1 
lebih dari empat kali terbangun malam untuk kencing di WC
2 

3 

Diuria 9. Pada siang hari seberapa sering Bapak buang air kecil?
> 3 jam sekali baru kencing, atau 3-4 kali selama siang hari
0  setelah antara 2-3 jam sekali baru kencing, atau 5-6 kali sehari
tiap 1-2 jam sekali sudah kencing, 7-8 kali selama siang hari
1 
sebentar-sebentar, tak ada satu jam sudah harus kencing lagi
2 

3 

Skor IPSS
5

II. DIAGNOSIS KERJA


1. Retensio urin et causasusp. BPH (Benign Prostat Hiperplasia)

III. DIAGNOSIS BANDING


1. Karsinoma prostat

5. PEMERIKSAAN ANJURAN
 Transrectal ultrasonography
 Sistoskopi

6. PENGOBATAN
Operatif
Teknik Operasi TURP (Transurethral Resection of Prostate)
Didapatkan hasil :
- Sistoskopi, mukosa buli hiperemis, trabekulasi sedang, batu (-), tumor (-),
kissing lobe prostat (+) 1cm, lobus medius protrusi hebat.
- Evakuasi chip oleh elick ± 40 gram, sisa chip (-), perdarahan aktif (-)
7. PROGNOSIS
- Ad vitam : Dubia Ad Bonam
- Ad functionam : Dubia Ad Bonam
- Ad sanationam : Dubia Ad Bonam

FOLLOW UP
08 Januari 2018
Dilakukan Operasi TURP (Transurethral Resection of Prostate)
- Terpasang irigasi NaCl 0,9% dan terpasang kateter cabang 3 no 24
- Drip kateter (+)
- Traksi kateter (+)
09-10 Januari 2018
Traksi dilepas
Drip kateter 60 tetes/menit
Rawat kateter 2x sehari
11 Januari 2018
Drip kateter di aff
12 Januari 2018
Kateter di aff

Pemeriksaan PA
Per tanggal 11 Januari 2018
Sediaan berasal dari prostat terdiri atas keping-keping jaringan prostat yang menunjukkan
proliferasi jaringan fibromuskular dan asinus. Asinus berlapiskan 2 lapis sel yaitu sel torak di
bagian dalam dan sel kuboid/ gepeng di bagian luar. Sebagian epitel membentuk lipatan
papiler ke dalam lumen. Asinus sebagian berdilatasi atau atrofik, serta ada yang mengandung
sekret. Stroma bersebukan sel radang kronik. Tidak tampak tanda ganas.
Kesimpulan : Hiperplasia prostat disertai peradangan
PEMBAHASAN UMUM

Definisi

Ureterolitiasis adalah kalkulus atau batu di dalam ureter. Batu ureter pada umumnya adalah
batu yang terbentuk di dalam sistem kalik ginjal, yang turun ke ureter. Terdapat tiga
penyempitan sepanjang ureter yang biasanya menjadi tempat berhentinya batu yang turun
dari kalik yaitu ureteropelvic junction (UPJ), persilangan ureter dengan vasa iliaka, dan
muara ureter di dinding buli.

Batu ureter mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama
kemih. Batu ureter juga bisa sampai ke kandung kemih, kemudian berupa nidus menjadi batu
kandung kemih yang besar. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan
menyebabkan obstruksi kronik dengan hidroureter yang mungkin asimtomatik. Tidak jarang
terjadi hematuria yang didahului oleh serangan kolik. Komposisi batu ureter sama dengan
komposisi batu saluran kencing pada umumnya yaitu sebagian besar terdiri dari garam
kalsium, seperti kalsium oksalat monohidrat dan kalsium oksalat dihidrat. Sedang sebagian
kecil terdiri dari batu asam urat, batu struvit dan batu sistin.

Anatomi

Ureter adalah suatu saluran muskuler berbentuk silinder yang menghantarkan urin dari ginjal
menuju kandung kemih. Panjang ureter adalah sekitar 20-30 cm dengan diameter maksimum
sekitar 1,7 cm di dekat kandung kemih dan berjalan dari hilus ginjal menuju kandung kemih.
Terletak retroperitoneal, sebagian terletak pada Cav. Abdomini, Pars Abdominis, sebaagian
lagi pada cavum Pelvis (Pars Pelvica). Bermuara dalam vesica urinaria dengan jarak 5 cm
satu sama lain, bermuara pada vesica urin pada Ostium Ureteris. Ureter menyempit pada tiga
tempat; peralihan pelvis renalis jadi ureter, ketika menyilang A.Iliaca communis, ketika
bermuara ke dalam vesica urinaris.

Ureter di perdarahi oleh; A. renalis, aorta abdominalis, arteria ovarica ( A. Testicularis ), A.


Iliaca Interna, A. uterina, A. vesicalis.
Insiden

Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia tidak terkecuali penduduk di negara
kita. Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di negara-negara
berkembang banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak
dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas; hal ini karena adanya pengaruh status gizi
dan aktivitas pasien sehari-hari.

Di Amerika Serikat 5 – 10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh


dunia rata-rata terdapat 1 – 12 % penduduk menderita batu saluran kemih.

Etiologi

Etiologi pembentukan batu meliputi idiopatik, gangguan aliran kemih, gangguan


metabolisme, infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease (Proteus
mirabilis), dehidrasi, benda asing, jaringan mati (nekrosis papil) dan multifaktor.
Banyak teori yang menerangkan proses pembentukan batu di saluran kemih; tetapi hingga
kini masih belum jelas teori mana yang paling benar.

Beberapa teori pembentukan batu adalah :

a. Teori Nukleasi
Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu (nukleus). Partikel-partikel
yang berada dalam larutan yang terlalu jenuh (supersaturated) akan mengendap di
dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal
atau benda asing di saluran kemih.
b. Teori Matriks
Matriks organik terdiri atas serum atau protein urin (albumin, globulin, dan
mukoprotein) merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.
c. Penghambatan kristalisasi
Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal, antara lain:
magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu
atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu di dalam
saluran kemih.

Patofisiologi

Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah dari jenis urat, asam urat,
oksalat, fosfat, sistin, dan xantin. Batu oksalat kalsium kebanyakan merupakan batu
idiopatik.Batu campuran oksalat kalsium dan fosfat biasanya juga idiopatik; di antaranya
berkaitan dengan sindrom alkali atau kelebihan vitamin D. Batu fosfat dan kalsium
(hidroksiapatit) kadang disebabkan hiperkalsiuria (tanpa hiperkalsemia).Batu fosfat amonium
magnesium didapatkan pada infeksi kronik yang disebabkan bakteria yang menghasilkan
urease sehingga urin menjadi alkali karena pemecahan ureum. Batu asam urin disebabkan
hiperuremia pada artritis urika. Batu urat pada anak terbentuk karena pH urin rendah.

Pada kebanyakan penderita batu kemih tidak ditemukan penyebab yang jelas. Faktor
predisposisi berupa stasis, infeksi, dan benda asing. Infeksi, stasis, dan litiasis merupakan
faktor yang saling memperkuat sehingga terbentuk lingkaran setan yang saling berhubungan
dan berkesinambungan.
Jaringan abnormal atau mati seperti pada nekrosis papila di ginjal dan benda asing mudah
menjadi nidus dan inti batu.

Manifestasi Klinis

Gerakan peristaltik ureter mencoba mendorong batu ke distal, sehingga menimbulkan


kontraksi yang kuat dan dirasakan sebagai nyeri hebat (kolik). Nyeri ini dapat menjalar
hingga ke perut bagian depan, perut sebelah bawah, daerah inguinal, dan sampai ke
kemaluan. Kadang-kadang nyeri terus-menerus karena peregangan kapsul ginjal. Biasanya
nyeri dimulai didaerah pinggang kemudian menjalar ke arah testis disertai mual dan muntah,
berkeringat dingin, pucat dan dapat terjadi renjatan.
Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri pada saat
kencing atau sering kencing.Batu yang ukurannya kecil (<5 mm) pada umumnya dapat keluar
spontan sedangkan yang lebih besar seringkali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi
peradangan (periureteritis) serta menimbulkan obstruksi kronik berupa hidroureter atau
hidronefrosis. Terkadang dapat juga disertai hematuria.

Diagnosis

 Anamnesis

 Pemeriksaan Fisik

 Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis batu ureter dapat ditegakkan dengan dilakukan:

1. Foto polos abdomen (BNO), tetapi hanya untuk melihat adanya batu radio-opak.
Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio-opak dan paling
sering dijumpai diantara batu jenis lain. Sedangkan batu asam urat bersifat non opak
(radio-lusen).
Intravenous Pyelografi (IVP) dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu
non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen.IVP merupakan
pemeriksaan terpilih dalam mendiagnosis batu ureter.
2. Ultrasonografi (USG) dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan
IVP, yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang
menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Adakalanya USG dapat mendeteksi
batu pada ureterovesival junction yang tidak terlihat pada helical CT atau IVP.
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI), walaupun bukan merupakan perangkat
diagnostik yang utama dalam mendeteksi batu ureter, akan tetapi MRI merupakan
pilihan yang tepat untuk mengetahui batu ureter pada wanita hamil yang tidak
terdiagnosis dengan USG. Penelitian yang melibatkan 40 pasien dengan nyeri regio
flank akut, MRI mempunyai sensitifitas 54-58% dan spesifisitas 100 %.
4. Pemeriksaan sedimen urine menunjukkan adanya: leukosituria, hematuria, dan
dijumpai kristal-kristal pembentuk batu.
5. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman
pemecah urea.
6. Pemeriksaan faal ginjal bertujuan untuk mencari kemungkinan terjadinya penurunan
fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan IVP.
7. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai faktor penyebab timbulnya
batu saluran kemih (antara lain kadar: kalsium, oksalat, fosfat maupun urat didalam
darah maupun dalam urine).

Diagnosis Banding

Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut misalnya distensi usus.
Oleh karena itu jika dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya bagian kanan,
perlu dipertimbangkan kemungkinan kolik saluran cerna, kandung empedu, atau apendisitis
akut. Selain itu pada wanita perlu juga dipertimbangkan kemungkinan adneksitis.

Bila terdapat hematuria, dapat dipertimbangkan keganasan, terutama jika hematuria terjadi
tanpa nyeri. Selain itu batu saluran kemih yang bertahun-tahun dapat menyebabkan terjadinya
tumor yang umumnya karsinoma epidermoid yang terjadi akibat rangsangan dan inflamasi.

Pada batu ureter, terutama yang berjenis radiolusen, dan bila disertai dengan hematuria yang
tidak disertai dengan kolik, perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ureter, walaupun
tumor ini jarang ditemukan.
Faktor Risiko Penyebab Batu

Predisposisi kejadian batu khususnya batu kalsium dapat dijelaskan sebagai berikut :

Hiperkalsiuria

Dapat menyebabkan hematuri tanpa ditemukan pembentukan batu. Kejadian hematuri diduga
disebabkan kerusakan jaringan lokal yang dipengaruhi oleh agregasi kristal kecil.
Hiperkalsiuria idiopatik diajukan dalam tiga bentuk :

a. Hiperkalsiuria Absortif ditandai oleh adanya kenaikan absorpsi kalsium dari lumen
usus.
b. Hiperkalsiuria Puasa ditandai dengan kelebiah kalsium, berasal dari tulang.
c. Hiperkalsiuria Ginjal yang diakibatkan kelainan reabsorbsi kalsium di tubulus ginjal.

Hipositraturia

Penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih, khususnya sitrat,
merupakan suatu mekanisme lain untuk timbulnya batu ginjal. Sitrat pada lumen tubulus akan
mengikat kalsium membentuk larutan kompleks yang tidak terdisosiasi. Hasilnya adalah
berkurangnya kalsium bebas yang dapat mengikat oksalat. Sitrat juga dianggap menghambat
proses aglomerasi kristal.

Hiperurikosuria

Peningkatan asam urat urin yang dapat memacu pembentukan batu kalsium, minimal
sebagian oleh kristal asam urat dengan membentuk nidus untuk presipitasi kalsium oksalat
atau presipitasi kalsium fosfat.

Penurunan Jumlah Air Kemih

Disebabkan karena masukkan cairan sedikit sehingga dapat menimbulkan pembentukan batu
dengan peningkatan reaktan dan pengurangan aliran urin.

Jenis Cairan yang Diminum

Minuman soft drink lebih dari 1 liter per minggu menyebabkan pengasaman dengan asam
fosfor dan dapat meningkatkan risiko terbentuknya batu. Jus apel dan jus anggur
dihubungkan dengan peningkatan risiko pembentukan batu, sedangkan kopi, teh, bir, dan
anggur diduga dapat mengurangi risiko kejadian batu ginjal.
Hiperoksaluria

Kenaikan ekskresi oksalat di atas normal. Ekskresi oksalat air kemih normal di bawah 45
mg/hari (0,5 mmol/hari). Oksalat air kemih berasal dari metabolisme glisin sebesar 40%, dari
asam askorbat sebesar 40%, dari oksalat diet 10%. Kontribusi oksalat dan diet disebabkan
sebagian garam kalsium oksalat tidak larut dalam lumen intestinal.Absorbsi oksalat intestinal
dan ekskresi oksalat dalam air kemih dapat mengikat bila kekurangan kalsium pada lumen
intestinal untuk mengikat oksalat.Hiperoksaluria dapat disebabkan oleh
hiperoksaluria.Kelainan ini berbentuk kerusakan akibat kekurangan enzim dan menyebabkan
kelebihan produksi oksalat dari glikoksalat.

Penatalaksanaan

Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter < 5 mm. Seperti disebutkan
sebelumnya, batu ureter < 5 mm bisa keluar spontan. Karena itu dimungkinkan untuk
pilihan terapi konservatif berupa :

1. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari


2. α - blocker
3. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain
untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan
obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi bukan merupakan
pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu
(misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi
terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi.

 Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)


Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) telah menjadi metode yang paling
sering digunakan dalam tatalaksana aktif batu ureter. ESWL didasarkan pada prinsip
bahwa gelombang kejut bertekanan tinggi akan melepaskan energi ketika melewati area-
area yang memiliki kepadatan akustik berbeda. Gelombang kejut yang dibangkitkan di
luar tubuh dapat difokuskan ke sebuah batu menggunakan berbagai teknik
geometrik.Gelombang kejut melewati tubuh dan melepaskan energinya saat melewati
sebuah batu.Tujuan dari metode ini adalah untuk memecah batu menjadi partikel-partikel
yang cukup kecil sehingga dapat melewati ureter tanpa menimbulkan nyeri yang berarti.
 Ureterorenoskopi (URS)
Penemuan ureteroskopi pada tahun 1980-an telah mengubah secara dramatis
manajemen batu saluran kemih. Ureteroskopi rigid digunakan bersama dengan litotripsi
ultrasonik, litotripsi elektrohidrolik, litotripsi laser dan litotripsi pneumatik agar
memberikan hasil lebih baik. Pengangkatan batu juga dapat dilakukan dengan ekstraksi
keranjang di bawah pengamatan langsung dengan fluoroskopi. Perkembangan dalam
bidang serat optik dan sistem irigasi menghasilkan alat baru yaitu ureteroskop semirigid
yang lebih kecil. (6,9 sampai 8,5 F). Penemuan miniskop semirigid dan ureteroskop
fleksibel membuat kita dapat mencapai ureter atas dan sistem pengumpul intrarenal
secara lebih aman. Namun, keterbatasan dari alat semirigid dan fleksibel ini adalah
sempitnya saluran untuk bekerja.Saat ini, pilihan alat tergantung dari lokasi batu,
komposisi batu dan pengalaman klinikus, serta ketersediaan alat.

 Percutaneus Nephrolithotomy (PNL)


Prosedur ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu akses perkutan dan pengangkatan batu.
Untuk mencapai akses perkutan, urolog atau radiolog memasang kabel penuntun fleksibel
berukuran kecil di bawah kontrol fluoroskopi melalui pinggang pasien ke dalam ginjal
lalu turun ke ureter. Jika akses sudah diperoleh, saluran dilebarkan sampai ukuran 30 F
dan dimasukkan selongsong, lalu nefroskop atau ureteroskop rigid / fleksibel dimasukkan
melalui selongsong. Dengan tuntunan fluoroskopi dan endokamera, batu diangkat secara
utuh atau setelah dipecahkan menggunakan litotripsi intrakorporal. PNL memiliki
keuntungan sebagai berikut : (1) Jika batu dapat dilihat, hampir dipastikan batu tersebut
dapat dihancurkan. (2) Dengan alat fleksibel, ureter dapat dilihat secara langsung
sehingga fragmen kecil dapat diidentifikasi dan diangkat. (3) Proses cepat, dengan hasil
yang dapat diketahui saat itu juga. Perawatan di rumah sakit biasanya 3 sampai 5 hari,
pasien dapat kembali melakukan aktivitas ringan setelah 1 sampai 2 minggu. Angka
transfusi PNL sekitar 2-6%. Angka perawatan kembali, yaitu angka dimana instrumen
harus dimasukkan kembali untuk mengangkat batu yang tersisa bervariasi dari 10%
sampai 40-50%. Angka bebas batu adalah 75-90%. Komplikasi yang dapat terjadi
meliputi perdarahan, infeksi, dan fistula arteri-vena.

 Pembedahan Terbuka
Berbagai variasi operasi spesifik dapat dilakukan untuk mengangkat batu
ureter.Bergantung pada anatomi dan lokasi batu, ureterolitotomi dapat dilakukan melalui
insisi samping, dorsal atau anterior.Saat ini, ureterolitotomi sudah jarang dilakukan,
kecuali pada kasus dimana batu berukuran besar atau pasien memiliki kelainan anatomi
ginjal atau ureter.Perawatan di rumah sakit berkisar antara 2 sampai 7 hari.Disabilitas
pasca operasi berkisar antara 4 sampai 6 minggu.

Pencegahan

Untuk mencegah pembentukan kristal fosfat, ammonium, magnesium, semua batu


yang ada dalam saluran kemih harus dihilangkan karena kuman B.Proteus dapat berada
di bagian yang sulit dicapai oleh antibiotik. Karena itu untuk batu struvit mutlak harus
dicegah adanya batu residu agar infeksi dapat dibasmi sempurna.Kristalisasi asam urat
sangat tergantung pada pH urin. Bila pH selalu di atas 6,2 maka tidak akan terbentuk
kristal asam urat. Pencegahannya adalah dengan diet dan pada penyakit asam urat yang
tinggi dalam serum dapat diberikan alopurinol.

Kalsium oksalat terdapat pada 75% batu ginjal dan merupakan komposisi yang paling
sering ditemukan pada batu saluran kemih, dalam keadaan normal kalsium oksalat tidak
berada dalam puncak saturasi di air kemih. Faktor utama yang menentukan saturasi
oksalat kalsium adalah kalsium dan oksalat.Oksalat mempunyai potensi jauh lebih besar
jika dibanding dengan kalsium sebagai faktor saturasi di air kemih sehingga untuk
menghindari terjadinya kristalisasi kalsium oksalat yang terpenting adalah mencegah
ekskresi oksalat di air kemih.Ekskresi oksalat di air kemih sebagian berasal dari
makanan, tetapi sebagian besar bersumber dari metabolisme endogen.Dari bahan
makanan yang paling banyak mengandung oksalat adalah bayam, teh, kopi dan coklat.
Makanan dengan rendah oksalat merupakan cara yang bermanfaat untk mengurangi
ekskresi okasalat.

DAFTAR PUSTAKA
PEMBAHASAN KHUSUS
Seorang laki-laki berusia 49 tahun dengan keluhan sulit BAK dan 2-3 minggu sebelum
masuk RS Husada pasien mengalami keluhan LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms).
Setelah dilakukan pemasangan kateter terdapat urin inisial sebanyak 1000 cc, kateter sempat
dilepas namun keluhan tidak menghilang dan terdapat retensi urin berulang.Menurut skoring
Madsen-Iversen dan IPSS, pasien ini menunjukkan skor severe. (Madsen 18 dan IPSS 29).
Pada pemeriksaan status lokalis di CVA dextra-sinistra serta regio suprapubik dalam
batas normal. Genitalia eksterna dalam batas normal terpasang folley kateter no 18. Pada
pemeriksaan Rectal Touche didapatkan prostat membesar dengan ukuran ±40 gram, kenyal,
permukaan rata.
Dari pemeriksaan laboratorium darah ditemukan leukositosis (12,8 x 103/dL), dan LED
yang meningkat (37mm/jam), pada urinalisa berat jenis urin rendah (1,003) dan pada kimia
klinik ditemukan eGFR rendah (75,9mL/min/1,73m2), selain itu total PSA pasien ini adalah
1,55 ng/mL. Pada pemeriksaan TAUS (Trans Abdominal Ultrasonografi) didapatkan hasil
ginjal kanan : Hidronefrosis (+) grade 1, batu (-), ginjal kiri: Hidronefrosis (-), batu (-), buli-
buli : Batu (-), tumor (-), protusi prostat 21,6 mm dan prostat volume 60 ml.
Dari anamnesis, gejala klinis serta pemeriksaan penunjang lainnya, pasien ini di
diagnosis retensi urin et causa BPH disertai prostatitis, sehingga segala diagnosis banding
dapat disingkirkan, yaitu karsinoma prostat dapat disingkirkan melalui pemeriksaanPA
ditemukannya hiperplasia prostat disertai prostatitis tidak mengarah ke keganasan. Pasien
sudah dilakukan prosedur operasi (TURP), dengan indikasi yang sesuai diantaranya kondisi
pasien yang memungkinkan untuk dilakukannya operasi, adanya retensi urin yang berulang,
tidak dapat diterapi dengan medikamentosa, dan volume prostat kurang dari 60 gram. Saat ini
prosedur operasi TURP ini hampir 90 persen digunakan pada pasien dengan diagnosis
BPH.Pasien ini telah menjalani tatalaksana yang sesuai mengenai diagnosis penyakitnya.

Anda mungkin juga menyukai