Decky
Decky
A. DEFENISI
Hernia (burut) adalah penonjolan abnormal dari suatu viscus ke luar dari rongga yang normal. Viscus adalah berbagai organ
interior besar yang terdapat dalam rongga tubuh yang besar khususnya di abdomen. Cincin hernia adalah cincin dari jaringan
muskuler (terbuka) melalui dimana viscus menonjol. Pembukaan dari dinding rongga dimana viscus menonjol mungkin
bervariasi ukurannya dan mungkin congenital atau didapat. Penonjolan dari viscus mungkin intermitten atau terus menerus,
tergantung dari jenis dan beratnya hernia. Walaupun istilah ini mungkin dipakai pada berbagai bagian tubuh (misalnya hernia
diskus intervertebral, hernia cerebral, umumnya mengarah pada penonjolan suatu viskus abdomen dari rongga abdomen.
B. KLASIFIKASI
Hernia abdominal mungkin diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomi dan beratnya protrusi. Daerah yang paling sering muncul
adalah hiatal (diafragma), insisional (ventral), umbilical, inguinal (langsung atau tidak langsung), atau femoral.
Tingkat beratnya penyakit mungkin digambarkan dengan satu dari empat istilah : reducible (dapat kembali), irreducible,
inkarserata atau strangulata. Pada hernia reducible, penonjolan dari viskus akan menyusut ke dalam abdomen secara mekanik
jika penderita supinasi, atau secara manual dapat dikembalikan dengan menekan massa kembali ke rongga. Hernia irreducible
tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga abdomen dengan cara apapun. Hernia inkarserata adalah keadaan dimana viskus yang
menonjool bersifat irreducible dan obstruksi. Keadaan ini akan berakibat tersumbatnya aliran darah dari dan ke viskus, dan
hernia menjadi strangulata. Kedua keadaan terakhir ini adalah serius dan perbedaan antara keduanya susah.
Hernia inkarserata dan strangulasi dianggap sebagai emergensi bedah karena viskus akan menjadi tersumbat secara akut, dan jika
suplai darah tidak terpenuhi, maka dengan cepat menjadi nekrosis dan gangreng. Usus atau kandung kencing pada hernia
femoral, adalah organ yang mungkin terdapat dalam kantong hernia dan oleh karenanya mengalami proses ini. Hernia inguinal
indirek, umbilikal dan femoral adalah yang lebih sering mengalami strangulasi dari yang lain karena kantongnya mempunyai
leher yang lebih kecil dan cenderung dikelilingi oleh jaringan cincin yang kaku, kebalikannya dari hernia inguinal direk, yang
cenderung mempunyai leher yang lebih luas. Juga, perlengketan mungkin timbul antara kantong dan isinya dan menyebabkan
hernia irreducible atau inkarserata.
C. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Hernia abdominalis disebabkan oleh kombinasi dari kelemahan atau defek dari dinding otot dan peningkatan tekanan intra
abdominal, defek dari dinding otot ini mungkin timbul dari kelainan congenital termasuk gangguan dari jaringan kolagen dan
integritas otot, atau dari intervensi bedah sebelumnya, kelemahan dinding otot yang didapat mungkin terjadi sebagai akibat dari
trauma atau dengan proses ketuaan.
Tekanan intraabdominal dapat meningkat oleh sejumlah keadaan lingkungan dan keadaan patologis tertentu. Meliputi kehamilan,
obesitas, kerja keras (Manuver Valsava) seperti konstipasi lama, penekanan yang dikaitkan dengan tekhnik yang salah ketika
mengangkat beban atau barang yang berat, mendorong atau menarik, asites, batuk kronis, dan pembesaran tumor atau lesi,
tekanan intraabdominal yang meningkat, mungkin tidak akan menyebabkan hernia jika tidak disertai dengan kelemahan dinding
otot.
D. TYPE HERNIA
1. Hiatal Hernia
Hiatal hernia adalah penonjolan dari bagian lambung melalui hiatus dari diafragma dan masuk ke dalam rongga thoraks, ada 2
jenis hiatal hernia:
a. Sliding hernia, lambung dan persambungan antara usofagus dan lambung tergelincir masuk ke dada (yang paling umum).
b. Paraesofagal hernia (rolling hernia) – bagian dari kurvatura mayor dari lambung masuk melalui defek diafragma.
Patofisiologi/etiologi
a. Kelemahan otot karena proses ketuaan atau keadaan lain, seperti karsinoma esophagus atau trauma, atau setelah prosedur
bedah tertentu.
Manifestasi klinik
a. Mungkin tidak bergejala.
b. Heartburn/perasaan panas dalam perut (dengan atau tanpa regurgitasi dari isi lambung ke mulut)
c. Disfagia; nyeri dada.
Evaluasi diagnostik
a. Pemeriksaan barium dari hernia sepanjang esophagus.
b. Pemeriksaan endoskopi melihat defek.
Penanganan
a. Tinggikan bagian kepala tempat tidur (15-20 cm) / 6 – 8 inci untuk mengurangi refluks pada malam hari.
untuk menetralisir asam lambung.→b. Therapi antasida
c. Histamin-2 reseptor antagonis (cimetidin, rantidin) – jika pasien menjalani esofagitis.
d. Perbaikan bedah dari hernia jika gejala memberat.
Komplikasi
terbatasnya aliran darah.→a. Inkarserata dari bagian lambung dalam rongga dada
Tindakan keperawatan /Pembelajaran pasien
a. Anjurkan pasien pencegahan dari refluks isi lambung ke dalam esophagus dengan :
1). Makan sedikit-sedikit.
2). Menghindari rangsangan sekresi lambung dengan menghindari kafein dan alcohol.
3). Menghentikan merokok.
4). Menghindari makanan berlemak – meningkatkan refluks dan menghambat pengosongan lambung.
5). Menghindari berbaring terlentang paling tidak 1 jam setelah makan.
6). Menurunkan berat, jika obesitas.
7). Menghindari menekuk pinggang dan atau memakai pakaian yang ketat.
b. Nasehati pasien untuk melaporkan ke fasilitas kesehatan segera jika timbul nyeri dada akut – mungkin mengindikasikan
inkarserasi dari hernia paraesofagal besar.
2. Hernia Abdominalis
Manifestasi klinik
a. Penonjolan diatas daerah hernia jika pasien berdiri atau menarik, dan menghilang jika terlentang.
b. Hernia cenderung bertambah ukurannya dan muncul kembali dengan tekanan intraabdominal.
c. Hernia strangulasi timbul disertai nyeri, muntah, oedema dari kantong hernia, tanda-tanda iritasi peritoneum dari abdominal
bawah, demam.
Evaluasi diagnostic
G Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus/obstruksi usus.
2. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit),
peningkatan sel darah putih (Leukosit : >10.000– 18.000/mm3) dan ketidak seimbangan elektrolit.
PENGKAJIAN
1. Data Umum
o Aktivitas atau istirahat
Riwayat Pekerjaan
Mengangkat beban berat, duduk, mengemudi dalam waktu lama, membutuhkan papan matras untuk tidur,
penurunanrentang gerak, tidak mampu melakukan aktivitas yang biasa, atrofi otot gangguan dalam
berjalan.
o Eliminasi
Kontipasi, obstipasi, adanya inkontinesia atau retensi urin.
o Neurosensori
Kesemutan, Kekakuan, kelemahan tangan atau kaki, penurunan refleks tendon dalam, nyeri tekan atau
abdomen.
o Pencernaan
Bising usus, muntah, nyeri abdomen.
o Kenyamanan
Nyeri seperti ditusuk- tusuk, fleksi pada kaki, keterbatasan mobilisasi.
o Kaji gaya hidup monoton atau hiperaktif.
2. Pemeriksaan fisik
o Inspeksi
Mengkaji tingkat kesadaran, perhatikan adanya bengkak; ada atau tidak adanya benjolan
o Palpasi
Tugor kulit, palpasi terhadap nyeri dan massa
o Auskultasi
Bising usus, bunyi nafas, bunyijantung
o Perkusi
kembung
3. Pemeriksaanpenunjang
o Pemeriksaan darah koagulasi
o Pemeriksaan urine
o EKG
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang muncul pada klien dengan gangguan system pencernaan ; Hernia yaitu :
1. Pre Operasi
o Cemas berhubungan dengan tindakan operasi
2. Post Operasi
o Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan pembedahan herniatomy
o Keterbatasan aktifitas barhubungan dengan kelemahan fisik
o Defisit volume cairan berhubungan dengan pembedahan
o Resti infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan
o Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
o Gangguan eliminasi fekal : Konsipasi berhubungan dengan penurunan aktifitas fisik
o Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
INTERVENSI
Intervensi pada pre operasi yaitu jelaskan apa yang terjadi selama priode pasca operasi termasuk alasan puasa dan obat-obatan,
ajarkan klien untuk nafas dalam dan membebat bagian yang dibedah ketika batuk, biarkan klien dan keluarga mengungkapkan
perasaan tentang pengalaman pembedahaan. Sedangkan tahap pasca operasi pantau tanda-tanda vital kaji intensitas nyeri, lokasi
dan skala nyeri, berikan analgenik sesuai indikasi, ganti balutan sesuai aturan dengan penggunaan tehnik aseptic dan anti septic,
Bantu klien untuk melakukan gerak aktif dan pasif, kaji tanda-tanda infeksi seperti merah, panas, bengkak, nyeri dan penurunan
fungsi, jelaskan proses penyakit serta pembatasan aktifitas yang berat-berat.
EVALUASI
Hasil yang diharapkan pada pasien hernia, yaitu:
1. Cemas teratasi
2. Nyeri berkurang sampai hilang
3. Resti infeksi tidak terjadi
4. Gangguan nutrisi teratasi
5. Defisit cairan teratasi
6. Keterbatasan aktifitas teratasi
7. Kurang pengetahuan teratasi.
8. Izal
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah:
1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
2. Tidakefektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma)
5. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
C. INTERVENSI
Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
Tujuan :
Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi :
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas
normal.
Rencana tindakan :
• Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan
pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.
• Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal volume.
• Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang
sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas.
• Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi / cairan paru sehingga menjadi kental
dan meningkatkan resiko infeksi.
• Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan
menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.
• Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada
ventilator.
Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.
Dapat mencetuskan respon otomatik penngkatan intrakranial.
Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman dan bersih.
Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien - keluarga. Penjelasan perlu agar keluarga dapat memahami
peraturan yang ada di ruangan.
Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
Tujuan :
Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Rencana tindakan :
• Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.
• Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.
• Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol.
• Ganti posisi pasien setiap 2 jam
• Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan memudahkan terjadinya kerusakan kulit.
• Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
• Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.
• Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.
• Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan menggunakan H2O2.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.
Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby
Company.
Asikin Z (1991) Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas,
Jakarta.
Harsono (1993) Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press
Eto
A. Definisi.a. Appendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat dibawah katup ileocecal (
Brunner dan Sudarth, 2002 hal 1097 ).
b. Appendicitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. (Arif
Mansjoer ddk 2000 hal 307 ).
c. Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi
banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian
cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
B. Etiologi.
Appendicitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor-faktor prediposisi yang menyertai. Factor tersering
yang muncul adalah obtruksi lumen.
1. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
3. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena
peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk appendiks
5. Appendik yang terlalu panjang.
6. Messo appendiks yang pendek.
7. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.
8. Kelainan katup di pangkal appendiks.
C. Klasifikasi
Klasifikasi Apendisitis ada 2 :
a. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal.
Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
b. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis
kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
D. Patofisiologi
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari
faeces) atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar
hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang
terinflamasi berisi pus.
E. Manifestasi Klinis
Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta
pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah: Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral)
yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Muntah oleh karena nyeri viseral. Panas (karena kuman yang
menetap di dinding usus). Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan
pergerakan, di perut terasa nyeri.
Tanda dan gejala :
1. Anoreksia biasanya tanda pertama.
2. Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian menjalar ketempat appendics yang meradang
(parietal). Retrosekal/nyeri punggung/pinggang. Postekal/nyeri terbuka.
3. Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi.
F. Penatalaksanaan
Tidak ada penatalaksanaan appendicsitis, sampai pembedahan dapat di lakukan. Cairan intra vena dan antibiotik diberikan
intervensi bedah meliputi pengangkatan appendics dalam 24 jam sampai 48 jam awitan manifestasi. Pembedahan dapat
dilakukan melalui insisi kecil/laparoskop. Bila operasi dilakukan pada waktunya laju mortalitas kurang dari 0,5%. Penundaan
selalu menyebabkan ruptur organ dan akhirnya peritonitis. Pembedahan sering ditunda namun karena dianggap sulit dibuat dan
klien sering mencari bantuan medis tapi lambat. Bila terjadi perforasi klien memerlukan antibiotik dan drainase.
G. Komplikasi
1. Perforasi dengan pembentukan abses.
2. Peritonitis generalisata
3. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.
H. Prognosis.
B. Pemeriksaan Fisik.
B1 (Breathing) : Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
B2 (Blood) : Sirkulasi : Klien mungkin takikardia.
B3 (Brain) : Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang. Data psikologis Klien nampak gelisah.
B4 (Bladder) : -
B5 (Bowel) : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus. Nyeri/kenyamanan
nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney. Berat badan
sebagai indikator untuk menentukan pemberian obat. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal dan
kadang-kadang terjadi diare
B6 (Bone) : Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
B. Analisis Data
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DS : Mual, Muntah
DO : BB ↓, anorexia Infeksi epigastrium
Data Subyektif
a. Rasa sakit di epigastrium atau daerah periumbilikus kemudian menjalar ke bagian perut bawa
b. Rasa sakit hilang timbul
c. Mual, muntah
d. Diare atau konstipasi
e. Tungkai kanan tidak dapat diluruskan
f. Rewel dan menangis
g. Lemah dan lesu
h. Suhu tubuh meningkat
5. Data Obyektif
a. Nyeri tekan titik MC.Burney
b. Bising usus meningkat, perut kembung
c. Suhu meningkat, nadi cepat
d. Hasil leukosit meningkat 10.000 – 12.000 /ui dan 13.000/ui bila sudah terjadi perforasi
Diagnosa keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap infeksi behubungan dengan perforasi pada Apendiks dan tidak adekuatnya pertahanan utama.
2. Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan terjadinya mual dan muntah.
4. Nyeri berhubungan dengan anatomi ureter yang berdekatan dengan apendiks oleh inflamasi.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi yang ditandai dengan anxietas.
6. Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan keadaan nyeri yang mengakibatkan terjadinya penurunan pergerakan akibat nyeri
akut.
Intervensi dan Rasional
1. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan dengan perforasi pada Apendiks dan tidak adekuatnya pertahanan utama.
Tujuan :
Kriteria Hasil : Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi atau inflamasi
No. Intervensi Rasional
1. a. Awasi tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen.
b. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatn luka aseptic. Berika perawatan paripurna.
c. Lihan insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka, adanya eritema.
d. Beriakn informasi yang tepat dan jujur pada pasien
e. Ambil contoh drainage bila diindikasikan.
f. Berikan antibiotic sesuai indikasi/ a. Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses, peritonitis.
b. Menurunkan resiko penyebaran bakteri.
c. Memberikan deteksi dini terjainya proses infeksi, dan atau pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya.
d. Penetahuan tenteng kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan anxietas.
e. Kultur pewarnaan gram dan sensitifias berguna untuk mengidentifikasi organism penyebab dan pilihan terapi.
f. Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organism (pada innfeksi yang telah ada sebelumnya) utuk
menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga abdomen
2. Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual muntah.
Tujuan :
Kriteria Hasil : Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan oleh kelembaban membrane mukosa, turgor kulit baik, tanda-
tanda vital stabil, dan secara individual haluaran urine adekuat.
No. Intervensi Rasional
1. a. Awasi TD dan nadi
b. Lihat membrane mukosa, kaji turgor ulit dan pengisian kapiler
c. Awasi masuk dan haluaran, catat warna urine, konsentrasi, berat jenis.
d. Auskultasi bising usus. Cata kelancaran flatus, gerakan usus.
e. Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan oral dimulai dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi.
f. Pertahankan penghisapan gaster/usus
g. Beriakn cairan IV dan elektrolit a. Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskuler.
b. Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
c. Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi cairan.
d. Indikator kembalinya peristaltic, kesiapan untuk pemasukan per oral.
e. Menurunkan muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan.
f. Dekompresi usus, meningkatnya istirahat usus, mencegah muntah
g. Peritonium bereaksiterhadap infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi
darah, mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi dan dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan terjadinya mual dan muntah.
Kriteria Hasil : BB normal,
4. Nyeri berhubungan dengan anatomi ureter yang berdekatan dengan apendiks oleh inflamasi.
Tujuan :
Kriteria hasil : Pasien tampak rileks mampu tidur/ istirahat dengan tepat.
No. Intervensi Rasional
1. Pertahankan istirahat dengan posisi semi-fowler Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis,
menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang (supine)
2. Berikan aktivitas hiburan Focus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
3. Berikan anlgesik sesuai indikasi. Analgesic dapat menghilangkan nyeri yang diderita pasien.
4. Berikan kantong es pada abdomen Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung saraf.
a. Pre operasi
1. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah pre
operasi.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi.
Hal yang bisa dilakukan oleh perawat ketika klien masuk ruang perawat sebelum operasi :
a. Memperkenalkan klien dan kerabat dekatnya tentang fasilitas rumah sakit untuk mengurangi rasa cemas klien dan kerabatnya
(orientasi lingkungan).
e. Wawancara.
Empat hal yang perlu diperhatikan pada malam hari sebelum operasi :
a. Persiapan kulit
kulit merupakan pertahanan pertama terhadap masuknya bibit penyakit. Karena operasi merusak integritas kulit maka akan
menyebabkan resiko terjadinya ifeksi.
Beberapa ahli bedah lebih menyukai mencukur rambut karena bisa mengganggu prosedur operasi.
4. Jika klien menerimaanastesi umum tidak boleh makan dan minum selama 8 – 10 jam sebelum operasi : mencegah aspirasi
gaster. Selang gastro intestinal diberikan malam sebelum atau pagi sebelum operasi untuk mengeluarkan cairan intestinal atau
gester.
Ahli anastesi selalu berkunjunng pada pasien pada malam sebelum operasi untuk melekukan pemeriksaan lengkap
kardiovaskuler dan neurologis. Hal ini akan menunjukkan tipe anastesi yang akan digunakan selama operasi.
Klien pre operasi akan istirahat cukup sebelum operasi bila tidak ada gangguan fisik, tenaga mentalnya dan diberi sedasi yang
cukup.
3. Persiapan pagi hari sebelum operasi klien dibangunkan 1 (satu) jam sebelum obat-obatan pre operasi :
9. Hilangkan cat kuku agar mudah dalam mengecek tanda-tanda hipoksia lebih mudah.
4. Anjurkan untuk mengubah posisi seperti miring ke kanan, ke kiri dan duduk.