Anda di halaman 1dari 31

PSORIASIS

Disusun oleh:
Filadelvia, S.Ked (112015001)

Dosen Pembimbing:
Dr. Endang , Sp.KK

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA


KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT
KULIT DAN KELAMIN
RS MARDI RAHAYU KUDUS
29 FEBRUARI 2016 – 2 APRIL 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat-Nyalah maka referat

ini dapat diselesaikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen

pembimbing dr. Endang,Sp.KK serta teman-teman sejawat kepaniteraan Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin dan teman-teman sejawat lain di Rumah Sakit mardi

rahayu kudus yang telah membantu dalam penyelesaian referat ini.

Referat ini mengangkat tema tentang psoriasis. Penulis mengharapkan agar referat

ini dapat membantu pendekatan klinis dan penatalaksanaan psoriasis dari

menetapkan diagnosis sampai dengan penatalaksanaan secara holistik.

Semoga referat ini dapat berguna bagi pembaca untuk menambah pengetahuan

mengenai fraktur fasialis. Penulis menyadari bahwa referat ini jauh dari

kesempurnaan, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun untuk menyempurnakan referat ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas kesediaannya untuk membaca

referat ini.

Kudus, 5 maret 2016

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan

residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan

skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan; disertai fenomena tetesan lilin,

Auspitz, dan Kobner.1

Psoriasis merupakan penyakit hiperproliferatif dan inflamasi kronis pada

kulit dengan manifestasi klinis serupa pada tiap etnik. Penyakit ini berhubungan

dengan penyakit hiperproliferatif kulit derajat ringan sampai dengan berat dan

peradangan sendi. Onset penyakit dan derajat penyakit dipengaruhi oleh usia dan

genetik, dan dicetuskan oleh berbagai faktor internal dan eksternal, seperti cedera

fisik pada kulit, pengobatan sistemik, infeksi, dan stres emosional.2

Kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini tidak

menyebabkan kematian tetapi menyebabkan gangguan kosmetik, terlebih-lebih

mengingat bahwa perjalanannya menahun dan residif.1 Insidens psoriasis tersebar

di seluruh dunia, namun prevalensinya bervariasi pada etnik dan dareah

geografisnya. Terapi psoriasis memiliki variasi minimal pada tiap etnik.2

3
BAB II

PEMBAHASAN

Definisi

Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan

residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan

skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai fenomena tetesan lilin,

Ausplitz, dan Kobner. 1

Psoriasis juga disebut psoriasis vulgaris berarti psoriasis yang biasa, karena

ada psoriasis lain, misalnya psoriasis pustulosa. 1

Epidemiologi

Kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini tidak

menyebabkan kematian, tetapi menyebabkan gangguan kosmetik, terlebih-lebih

mengingat bahwa perjalannya menahun dan residif. 1

Onset usia pada psoriasis tipe dini dengan puncak usia 22,5 tahun (pada

anak, usia onset rata-rata 8 tahun). Untuk tipe lambat, muncul pada usia 55 tahun.

Onset dini memprediksikan derajat penyakit dan penyakit yang menahun, dan

biasanya disertai riwayat psoriasis pada keluarga. Tidak terdapat perbedaan

insidens antara pria dan wanita.3

Psoriasis mempengaruhi 1,5 – 2% populasi dari negara barat. Di Amerika

Serikat, terdapat 3 sampai 5 juta orang menderita psoriasis. Kebanyakan dari

mereka menderita psoriasis lokal, tetapi sekitar 300.000 orang menderita psoriasis

generalisata.3

4
Prevalensi psoriasis lebih tinggi pada populasi Eropa Utara, secara spesifik pada

Skandinavia. Sebaliknya, psoriasis lebih jarang terjadi pada populasi dengan kulit

hitam. Secara spesifik, terdapat beberapa studi yang dipublikasi mengenai psoriasis

di penduduk asli Amerika, Amerika Selatan dan populasi Amerika Latin. Juga

tercatat sejumlah grup kecil dari populasi yang terisolasi di India, Jepang, dan

Afrika, studi besar dari prevalensi psoriasis berdasarkan perbedaan warna

kulit belum dilaporkan. 2

Etiopatogenesis

Untuk beberapa dekade, psoriasis merupakan penyakit yang ditandai

dengan terjadinya hiperplasia sel epidermis dan inflamasi dermis. Karakteristik

tambahan berdasarkan perubahan histopatologi yang ditemukan pada plak psoriatik

dan data laboratorium yang menjelaskan siklus sel dan waktu transit sel pada

epidermis. Epidermis pada plak psoriasis menebal dan hiperplastik, dan terdapat

maturasi inkomplit sel epidermal di atas area sel germinatif. Replikasi yang cepat

dari sel germinatif sangat mudah dikenali, dan terdapat pengurangan waktu untuk

transit sel melalui sel epidermis yang tebal. Abnormalitas pada vaskularisasi

kutaneus ditandai dengan peningkatan jumlah mediator inflamasi, yaitu limfosit,

polimorfonuklear, leukosit, dan makrofag, terakumulasi di antara dermis dan

epidermis. Sel-sel tersebut dapat menginduksi perubahan pada struktur dermis baik

stadium insial maupun stadium lanjut penyakit.2

Faktor genetik berperan. Bila orangtuanya tidak menderita psoriasis, risiko

psoriasis 12%, sedangkan jika salah seorang orangtuanya menderita psoriasis

risikonya mencapai 34 – 39%. Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe:

psoriasis tipe I dengan awitan dini bersifat familial, psoriasis tipe II dengan awitan

lambat bersifat nonfamilial. Hal lain yang menyokong adanya faktor genetik ialah

5
bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I berhubungan dengan HLA-

B13, B17, Bw57, dan Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2,

sedangkan psoriasis pustulosa berkorelasi dengan HLA-B27.1

Faktor imunologik, juga berperan. Defek genetik pada psoriasis dapat

diekspresikan pada salah satu dari tiga jenis sel, yakni limfosit T, sel penyaji antigen

(dermal), atau keratinosit. Keratinosit psoriasis matang umumnya penuh dengan

sebukan limfosit T pada dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan

sedikit sebukan limfositik dalam epidermis. Sedangkan lesi baru umumnya lebih

banyak didominasi oleh limfosit T CD 8. Pada lesi psoriasis terdapat sekitar 17

sitokin yang produksinya bertambah. Sel Langerhans juga berperan pada

imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis diawali dengan

adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel Langerhans.

Pada psoriasis pembentukan epidermis lebih cepat, hanya 3 – 4 hari, sedangkan

kulit normal lamanya 27 hari.1

Berbagai faktor pencetus pada psoriasis yang disebut dalam kepustakaan, di

antaranya stres psikis, infeksi fokal, trauma (fenomena kobner), endokrin,

gangguan metabolik, obat, juga alkohol dan merokok. Stres psikis merupakan

faktor pencetus utama. Infeksi fokal mempunyai hubungan erat dengan salah satu

bentuk psoriasis ialah psoriasis gutata, sedangkan hubungannya dengan psoriasis

vulgaris tidak jelas. Pernah dilaporkan kasus-kasus psoriasis gutata yang sembuh

setelah diadakan tonsilektomia. Umumnya infeksi disebabkan oleh Streptococcus.

Faktor endokrin rupanya mempengaruhi perjalanan penyakit. Puncak insiden

psoriasis pada waktu pubertas dan menopause. Pada waktu kehamilan umumnya

membaik, sedangkan pada masa pascapartus memburuk. Gangguan metabolisme,

contohnya hipokalsemia dan dialisis telah dilaporkan sebagai faktor pencetus. obat

yang umumnya dapat menyebabkan residif ialah betaadrenergic blocking agents,

6
1
litium, antimalaria, dan penghentian mendadak kortikosteroid sistemik. Ada

beberapa faktor predisposisi yang dapat menimbulkan penyakit ini,

yaitu:4

Faktor herediter bersifat dominan otosomal dengan penetrasi tidak

lengkap.

Faktor- faktor psikis, seperti stres dan gangguan emosis. Penelitian

menyebutkan bahwa 68% penderita psoriasis menyatakan stress, dan

kegelisahan menyebabkan penyakitnya lebih berat dan hebat.

Infeksi fokal. Infeksi menahun di daerah hidung dan telinga,

tuberkulosis paru, dermatomikosis, arthritis dan radang menahun ginjal.

Penyakit metabolic, seperti diabetes mellitus yang laten.

Gangguan pencernaan, seperti obstipasi.

Faktor cuaca. Beberapa kasus menunjukkan tendensi untuk menyembuh

pada musim panas, sedangkan pada musim penghujan akan kambuh dan

lebih hebat.

Gejala Klinis

Keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada psoriasis yang menjadi

eritroderma. Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi pada

scalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor

terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral (Gambar 2.1).1

7
Gambar 2.1 Tempat predileksi dari psoriasis.3

Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi dengan

skuama di atasnya. Eritema sirkumsrip dan merata tetapi pada stadium

penyembuhan sering eritema yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di

pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta

transparan. Besar kelainan bervariasi: lentikular, nummular atau plakat, dapat

berkonfluensi, jika seluruhnya atau sebagian besar lentikular disebut psoriasis

gutata, biasanya pada anak-anak dan dewasa muda dan terjadi setelah infeksi akut

oleh Streptococcus.1

Lesi primer pada pasien psoriasis dengan kulit yang cerah adalah merah, papul dan

berkembang menjadi kemerahan, plak yang berbatas tegas (Gambar 2.2 sampai

dengan 2.4). Lokasi plak pada umumnya terdapat pada siku, lutut, skalp, umbilikus,

dan intergluteal.2

8
Gambar 2.2 Pasien psoriasis dengan kulit cerah, lesi primer adalah plak merah

dengan sisik putih perak.2

Gambar 2.3 Plak kronis psoriasis, papul merah salmon dengan batas tegas (kiri). 2

Gambar 2.4 Plak kronis psoriasis yang menyebar, berwarna merah salmon berbatas tegas (kanan). 2

Pada pasien psoriasis dengan kulit gelap, distribusi hampir sama, namun

papul dan plak berwarna keunguan denan sisik abu-abu (Gambar 2.5 dan 2.6). Pada

telapak tangan dan telapak kaki, berbatas tegas dan mengandung pustule steril dan

menebal pada waktu yang bersamaan (Gambar 2.7). Trauma eksternal, meliputi

goresan dan garukkan pada kulit menyebabkan plak psoriatik yang lama, hal ini

dikenal dengan Fenomen Kobner.2

9
Gambar 2.5 Pasien dengan kulit gelap, plak dan papul berwarna keunguan dan sisik berwarna

abuabu (kiri).2 Gambar 2.6 Pasien Afrika-Amerika dengan plak keunguan yang tebal, dan sisik

abu-

abu pada dorsal jari (kanan).2

Gambar 2.7 Plantar kaki pasien psoriasis, menebal dengan bermacam-macak sisik.2

Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner

(isomorfik). Kedua yang disebut lebih dahulu dianggap khas, sedangkan yang

terakhir tak khas, hanya kira-kira 47% yang positif dan didapati pula pada penyakit

lain, misalnya liken planus dan veruka plana juvenilis.1

Fenomena tetesan lilin adalah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada

goresan, seperti lilin yang digores, disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Cara

menggores dapat dengan pinggir gelas alas. Pada fenomena Auspitz tampak serum
10
atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis. Cara

mengerjakannya demikian: skuama yang berlapis-lapis itu dikerok, misalnya

dengan pinggir gelas alas. Setelah skuamanya habis, maka pengerokan harus

dilakukan perlahan-lahan, jika terlalu dalam tidak akan tampak perdarahan yang

berbintik-bintik melainkan perdarahan yang merata. Trauma pada kulit penderita

psoriasis, misalnya garukan, dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan

psoriasis dan disebut fenomen kobner yang timbul kira-kira setelah 3 minggu.1

Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku, yakni sebanyak kira-kira 50% ,

yang agak khas ialah yang disebut pitting nail atau nail pit berupa lekukanlekukan

miliar. Kelainan yang tak khas ialah kuku yang keruh, tebal, bagian distalnya

terangkat karena terdapat lapisan tanduk di bawahnya (hyperkeratosis subungual),

dan onikolisis.1

Gambar 2.8 Psoriasis pada kuku.3

Di samping menimbulkan kelainan pada kulit dan kuku, penyakit ini dapat pula

menyebabkan kelainan pada sendi. Penyakit ini umumnya bersifat poliartikular,

tempat predileksinya pada sendi interfalangs distal, terbanyak terdapat pada usia 30

– 50 tahun. Sendi membesar, kemudian terjadi ankilosis dan lesi kistik subkorteks.

Kelainan pada mukosa jarang ditemukan.1

11
Psoriasis arthritis diklasifikasikan menjadi 5 subgrup: (1) asimetris oligoartrikular

arthritis, ditemukan pada 70% pasien dengan arthritis dan ditandai dengan sausage-

shaped digits, (2) keterlibatan sendi metakarpofalangeal simetris, (3) keterlibatan

sendi interfalang distal, dengan deformitas swan neck, (4) arthritis

mutilans, ditandai dengan resorpsi tulang, dan (5) spondilitis atau

spondiloarhtropati. Usia puncak seiktar 40 tahun, dan sering kali onset bersifat

akut.2

Gambar 2.9 Psoriasis Arthritis, stadium akhir yang mengarah kepada arthritis mutilans. 3

Pada psoriasis terdapat berbagai bentuk klinis, yaitu:1


1. Psoriasis Vulgaris

Bentuk ini ialah yang lazim terdapat karena itu disebut vulgaris,

dinamakan pula tipe plak karena lesi-lesinya umumnya

berbentuk plak.1

12
Gambar 2.10 Psoriasis vulgaris, lesi primer berbatas tegas, papul merah salon dengan sisik perak. 3

2. Psoriasis Gutata

Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya

mendadak dan diseminata, umumnya setelah infeksi Streptococcus di

saluran napas bagian atas sehabis influenza atau morbili, terutama pada

anak dan dewasa muda. Selain itu juga dapat timbul setelah infeksi yang

lain baik bakterial maupun viral.1 Pada pasien dengan kulit yang gelap,

lesi predominan ungu dan abu-abu (gambar 2.11).2

Gambar 2.11 Pasien psoriasis gutata, lesi predominan ungu dan abu-abu.2

3. Psoriasis Inversa (Psoriasis Fleksural)

13
Psoriasis tersebut mempunyai tempat predileksi pada daerah

fleksor sesuai dengan namanya.1

Gambar 2.12 Psoriasis inversa pada daerah siku.3

4. Psoriasis Eksudativa

Bentuk tersebut sangat jarang. Biasanya kelainan psoriasis

kering, tetapi pada bentuk ini kelainannya eksudatif seperti dermatitis

akut.1

5. Psoriasis Seboroik (Seboriasis)

Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara

psoriasis dan dermatitis seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi

agak berminyak dan agak lunak. Selain berlokasi pada tempat yang

lazim, juga terdapat pada tempat seboroik.1

6. Psoriasis Pustulosa

Ada 2 pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama dianggap

sebagai penyakit tersendiri, kedua dianggap sebagai varian psoriasis.

Terdapat 2 bentuk psoriasis pustulosa, bentuk lokalisata, dan

generalisata. Bentuk lokalisata, contohnya psoriasis pustulosa

14
palmoplantar (Barber). Sedangkan bentuk generalisata, contohnya

psoriasis

pustulosa generalisata akut (Von Zumbusch).1

Psoriasis pustulosa palmoplantar bersifat kronik dan residif,

mengenai telapak tangan atau telapak kaki atau keduanya. Kelainan

kulit berupa kelompok-kelompok pustule kecil steril dan dalam, di atas

ulit yang eritematosa, disertai rasa gatal (gambar 2.13).1

Gambar 2.13 Psoriasis pustulosa palmar.3

Psoriasis pustulata generalisata akut (von Zumbusch) dapat

ditimbulkan oleh berbagai faktor provokatif, misalnya obat yang

tersering karena penghentian kortikosteroid sistemik. Obat lain

contohnya, penisilin dan derivatnya, serta antibiotik betalaktam yang

lain, hidroklorokuin, kalium iodide, morfin, sulfapiridin, sulfonamide,

kodein, fenilbutason, dan salisilat. Faktor lain selain obat ialah

hipokalsemia, sinar matahari, alkohol, stres emosional, serta infeksi

bakterial dan virus. Penyakit ini dapat timbul pada penderita yang

sedang atau telah mendapat psoriasis. Dapat pula muncul pada

penderita yang belum pernah menderita psoriasis.1

15
Gejala awalnya ialah kulit nyeri, hiperalgesia disertia gejala

umum berupa demam,malese, nausea, anoreksia. Plak psoriasis yang

telah ada makin eritematosa. Setelah beberapa jam timbul banyak plak

edematosa dan eritematosa pada kulit yang normal. Dalam beberapa jam

timbul banyak pustul miliar pada plak-plak tersebut. Dalam sehari

pustul-pustul berkonfluensi membentuk lake of pus berukuran beberapa

cm.1 Pustul besar spongioform terjadi akibat migrasi neutrofil ke atas

stratum malphigi, di mana neutrofil ini beragregasi di antara keratinosit

yang menipis dan berdegenerasi.3 Kelainan-kelainan semacam itu akan

terus menerus dan dapat menjadi eritroderma. Pemeriksaan

laboratorium menunjukkan leukositosis, kultur pus dari

pustul steril.1

Gambar 2.14 Psoriasis von Zumbusch, pustul multipel pada kulit yang eritematosa (kiri). 3 Gambar

2.15 Psoriasis von Zumbusch (kanan).3

7. Eritroderma Psoriatik

Eritroderma psoriatik dapat disebabkan oleh pengobatan topikal

yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya

lesi yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat eritema

dan skuama tebal universal. Ada kalanya lesi psoriasis masih tampak

16
samar-samar, yakni eritematosa dan kulitnya lebih meninggi.1

Manifestasi klinis tipe ini, difus, eritema generalis dan sisik

yang meluas. Kulit merasa hangat dan aliran darah kutaneus meningkat.2

II.5 Histopatologi

Psoriasis memberi gambaran histopatologik yang khas, yakni parakeratosis dan

akantosis. Pada stratum spinosum terdapat kelompok leukosit yang disebut pula

abses Munro. Selain itu terdapat pula papilomatosis dan vasodilatasi di

subepidermis.1

Aktivitas mitosis sel epidermis tampak begitu tinggi, sehingga pematangan

keratinisasi sel-sel epidermis terlalu cepat dan stratum korneum tampak menebal.

Di dalam sel-sel tanduk ini masih ditemukan inti sel (parakeratosis). Di dalam

stratum korneum dapat ditemukan kantong-kantong kecil yang berisikan sel radang

polimorfonuklear yang dikenal sebagai mikro abses Munro. Pada puncak papil

dermis didapati pelebaran pembuluh darah kecil yang disertai oleh sebukan

sel radang limfosit dan monosit.4

II.6 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan meliputi pemeriksaan bidang dermatopatologi, serologi dan kultur.

Pada pemeriksaan dermatopatologi dapat ditemukan penebalan lapisan epidermis

(akantosis), dan penipisan epidermis pada bagian pemanjangan papila dermal,

peningkatan mitosis sel keratinosit, fibroblast dan endothelial, parakerotik

hyperkeratosis, serta inflamasi sel dermis (limfosit dan monosit) dan epidermis

(limfosit dan polimorfonuklear), membentuk mikroabses Munro pada stratum

korneum.3

17
Pemeriksaan serologi dapat ditemukan titer antistreptolisin pada psoriasis gutata

akut dengan infeksi streptokokus yang mendahuluinya. Onset mendadak dari

psoriasis dapat berhubungan dengan infeksi HIV. Penentuan status serologi HIV

hanya diindikasikan pada pasien dengan risiko tinggi. Asam urat serum meningkat

pada 50% pasien, biasanya berkolerasi denan penyebaran penyakit yang dapat

menyebabkan artritis gout. Penurunan kadar asam urat menunjukkan efektivitas

terapi. Pemeriksaan kultur diambil dari tenggorokan untuk mengetahui infeksi

Streptococcus group A-β hemolitikus.3

II.7 Diagnosis

Diagnosis didasarkan pada gambaran klinis berupa papul dan plak eritematosa khas

dengan skuama tebal berwarna perak pada tempat-tempat yang klasik. Pada kasus

psoriasis gutatadapat ditemukan riwayat infeksi tenggorokan karena streptokokus;

riwayat psoriasis pada keluarga juga membantu, khususnya bila lesi awal yang

ditemukan. Cari lekukan kuku sebagai temuan tambahan. Kadang-kadang

diperlukan biopsi untuk membedakan penyakit ini dari penyakit papuloskuamosa

lainnya. Ambil spesimen biopsi dari lesi yang belum diobati dan yang paling

berkembang.4

II.8 Diagnosis Banding

Jika gambaran klinisnya khas, tidaklah sukar membuat diagnosis. Kalau tidak khas,

maka harus dibedakan dengan beberapa penyakit lain yang tergolong dermatosis

eritroskuamosa.1

Pada diagnosis banding hendaknya selalu diingat, bahwa psoriasis terdapat tanda-

tanda yang khas, yakni skuama kasar, transparan serta berlapis-lapis, fenomena

tetesan lilin, dan fenomena Auspitz.1

18
Pada stadium penyembuhan telah dijelaskan, bahwa eritema dapat terjadi hanya di

pinggir hingga menyerupai dermatofitosis. Perbedaannya ialah keluhan pada

dermatofitosis gatal sekali dan pada sediaan langsung ditemukan jamur.1

Sifilis stadium II dapat menyerupai psoriasis dan disebut sifilis psoriasiformis.

Penyakit tersebut sekarang jarang terdapat, perbedaannya pada sifilis terdapat

sanggama tersangka, pembesaran kelenjar getah bening

menyeluruh, dan tes serologic untuk sifilis (T.S.S) positif.1

Dermatitis seboroik berbeda dengan psoriasis karena skuamanya

berminyak dan kekuningan dan bertempat predileksi pada tempat yang seboroik.1

Psoriasis gutata akut didiagnosis banding dengan erupsi

obat

makulopapular, sifilis sekunder dan pityriasis rosea. Plak dengan sisik kecil

didiagnosis banding dengan dermatitis seboroik, likenplanus kronis simpleks, tinea

korporis, dan mikosis fungoides. Psoriasis dengan plak luas didiagnosis banding

dengan tinea korporis dan mikosis fungoides. Psoriasis pada daerah skalp

didiagnosis banding dengan tinea kapitis dan dermatitis seboroik. Psoriasis inverse

didiagnosis banding dengan tinea, kandidiasis, intertrigo, penyakit Paget

ekstramamme. Psoriasis pada kuku didiagnosis banding dengan onikomikosis.3

II.9 Pengobatan

Dalam kepustakaan terdapat banyak cara pengobatan. Pada pengobatan psoriasis

gutata yang biasanya disebabkan oleh infeksi di tempat lain, setelah infeksi tersebut

diobati umumnya psoriasis akan sembuh sendiri.1

19
II.9.1 Topikal

II.9.1.1 Preparat Ter

Obat topikal yang biasa digunakan adalah preparat ter, yang efeknya adalah

anti radang. Menurut asalnya preparat ter dibagi menjadi 3, yakni yang berasal dari:1

- Fosil, misalnya iktiol.

- Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski.

- Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens

Preparat ter yang berasal dari fosil biasanya kurang efektif untuk psoriasis,

yang cukup efektif ialah yang berasal dari batubara dan kayu. Ter dari batubara

lebih efektif daripada ter berasal dari kayu, sebaliknya kemungkinan memberikan

iritasi juga besar1

Pada psoriasis yang telah menahun lebih baik digunakan ter yang berasal

dari batubara, karena ter tesbut lebih efektif daripada ter yang berasal dari kayu dan

pada psoriasis yang menahun kemungkinan timbulnya iritasi kecil. Sebaliknya pada

psoriasis akut dipilih ter dari kayu, karena jika dipakai ter dari batu bara dikuatirkan

akan terjadi iritasi dan menjadi eritroderma.1

Ter yang berasal dari kayu kurang nyaman bagi penderita karena berbau

kurang sedap dan berwarna coklat kehitaman. Sedangkan likuor karbonis detergens

tidak demikian.1

Konsentrasi yang biasa digunakan 2 – 5%, dimulai dengan konsentrasi

rendah, jika tidak ada perbaikan konsentrasi dinaikkan. Supaya lebih efektif, maka

daya penetrasi harus dipertinggi dengan cara menambahkan asam salisilat dengan

konsentrasi 3 – 5 %. Sebagai vehikulum harus digunakan salap.1

20
II.9.1.2 Kortikosteroid

Kortikosteroid topikal memberi hasil yag baik. Potensi dan vehikulum

bergantung pada lokasinya. 1

Pada skalp, muka dan daerah lipatan digunakan krim, di tempat lain digunakan

salap. Pada daerah muka, lipatan dan genitalia eksterna dipilih potensi sedang, bila

digunakan potensi kuat pada muka dapat memberik efek samping di antaranya

teleangiektasis, sedangkan di lipatan berupa strie atrofikans. Pada batang tubuh dan

ekstremitas digunakan salap dengan potensi kuat atau sangat kuat bergantung pada

lama penyakit. Jika telah terjadi perbaikan potensinya dan frekuensinya dikurangi.
1

II.9.1.3 Ditranol (Antralin)

Obat ini dikatakan efektif. Kekurangannya adalah mewarnai kulit dan

pakaian. Konsentrasi yang digunakan biasanya 0,2-0,8 persen dalam pasta, salep,

atau krim. Lama pemakaian hanya ¼ – ½ jam sehari sekali untuk mencegah iritasi.

Penyembuhan dalam 3 minggu.1

II.9.1.4 Calcipotriol

Calcipotriol ialah sintetik vitamin D. Preparatnya berupa salep atau krim

50 mg/g. Perbaikan setelah satu minggu. Efektivitas salep ini sedikit lebih baik

daripada salep betametason 17-valerat. Efek sampingnya pada 4 – 20% berupa

iritasi, yakni rasa terbakar dan tersengat, dapat pula telihat eritema dan skuamasi.

Rasa tersebut akan hilang setelah beberapa hari obat dihentikan.1

21
II.9.1.5 Tazaroten

Merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya menghambat

proliferasi dan normalisasi petanda differensiasi keratinosit dan menghambat

petanda proinflamasi pada sel radang yang menginfiltrasi kulit. Tersedia dalam

bentuk gel, dan krim dengan konsentrasi 0,05 % dan 0,1 %. Bila dikombinasikan

dengan steroid topikal potensi sedang dan kuat akan mempercepat penyembuhan

dan mengurangi iritasi. Efek sampingnya ialah iritasi berupa gatal, rasa terbakar,

dan eritema pada 30 % kasus, juga bersifat fotosensitif.1

II.9.1.6 Emolien

Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit. Pada batang tubuh

(selain lipatan), ekstremitas atas dan bawah biasanya digunakan salep dengan bahan

dasar vaselin 1-2 kali/hari, fungsinya juga sebagai emolien dengan akibat

meninggikan daya penetrasi bahan aktif. Jadi emolien sendiri tidak mempunyai efek

antipsoriasis.1

II.9.1.7 Fototerapi

Seperti diketahui sinar ultraviolet mempunyai efek menghambat mitosis, sehingga

dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik ialah penyinaran

secara alamiah, tetapi sayang tidak dapat diukur dan jika berlebihan akan

memperberat psoriasis. Karena itu digunakan sinar ultraviolet artifisial, di

antaranya sinar A yang dikenal dengan UVA. Sinar tersebut dapat digunakan secara

tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8-metoksipsoralen, metoksalen) dan

disebut PUVA, atau bersama-sama dengan preparat ter yang dikenal sebagai

pengobatan cara Goeckerman. 1

22
Dapat juga digunakan UVB untuk pengobatan psoriasis tipe plak, gutata, pustular,

dan eritroderma. Pada yang tipe plak dan gutata dikombinasikan dengan salep

likuor karbonis detergens 5 -7% yang dioleskan sehari dua kali. Sebelum disinar

dicuci dahulu. Dosis UVB pertama 12 -23 m J menurut tipe kulit, kemudian

dinaikkan berangsur-angsur. Setiap kali dinaikkan sebagai 15% dari dosis

sebelumnya. Diberikan seminggu tiga kali. Target pengobatan ialah pengurangan

75% skor PASI (Psoriasis Area and Severity Index). Hasil baik dicapai pada 73,3%

kasus terutama tipe plak. 1

Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan terjadi efek yang

sinergik. Mula-mula 10 – 20 mg psoralen diberikan per os, 2 jam kemudian

dilakukan penyinaran. Terdapat bermacam-macam bagan, di antaranya 4 x

seminggu. Penyembuhan mencapai 93% setelah pengobatan 3 – 4 minggu, setelah

itu dilakukan terapi pemeliharaan seminggu sekali atau dijarangkan untuk

mencegah rekuren. PUVA juga dapat digunakan untuk eritroderma psoriatik dan

psoriasis pustulosa. Beberapa penyelidik mengatakan pada pemakaan yang lama

kemungkinan akan terjadi kanker kulit. 1

Pada tahun 1925 Goeckerman menggunakan pengobatan kombinasi ter

berasal dari batubara dan sinar ultraviolet. Kemudian terdapat banyak modifikasi

mengenai ter dan sinar tersebut. Yang pertama digunakan ialah crude coal tar yang

bersifat fotosensitif. Lama pengobatan 4 – 6 minggu, penyembuhan terjadi setelah

3 minggu. Ternyata bahwa UVB lebih efektif daripada UVA. 1

II.9.2 Sistemik

II.9.2.1 Kortikosteroid

Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis. Dimulai dengan prednison dosis

rendah 30-60 mg, atau steroid lain dengan dosis ekivalen. Setelah membaik, dosis

23
diturunkan perlahan-lahan, kemudian diberi dosis pemeliharaan. Penghentian obat

secara mendadak akan menyebabkan kekambuhan dan dapat

terjadi Psoriasis Pustulosa Generalisata. 1

II.9.2.2 Sitostatik

Obat sitostatik yang biasa digunakan ialah metotreksat (MTX). Indikasinya

ialah untuk psoriasis, Psoriasis Pustulosa, Psoriasis Artritis dengan lesi kulit, dan

Psoriasis Eritroderma yang sukar terkontrol dengan obat standar. 1

Obat ini bekerja dengan cara menghambat enzim dihidrofolat reduktase,

sehingga menghambat sintesis timidilat dan purin. Obat ini menunjukkan hambatan

replikasi dan fungsi sel T dan mungkin juga sel B karena adanya efek hambatan

sintesis.5

Kontraindikasinya ialah kelainan hepar, ginjal, sistem hematopoetik,

kehamilan, penyakit infeksi aktif (misalnya tuberculosis, ulkus peptikum, colitis

ulserosa, dan psikosis). 1

Cara penggunaan metotreksat ialah demikian. Mula-mula diberikan tes dosis inisial

5 mg per os untuk mengetahui, apakah ada gejala sensitivitas atau gejala toksik.

Jika tidak terjadi efek yang tidak dikehendaki diberikan dosis 3 x 2,5 mg, dengan

interval 12 jam dalam seminggu dengan dosis total 7,5 mg. jika tidak tampak

perbaikan dosis dinaikkan 2,5 mg – 5 mg per minggu. Biasanya dengan dosis 3 x 5

mg per minggu telah tampak perbaikan. Cara lain ialah diberikan i.m. 7,5 mg – 2,5

mg dosis tunggal setiap minggu. Cara tersebut lebih banyak menimbulkan efek

samping daripada cara pertama. Jika penyakitnya telah terkontrol dosis diturunkan

dan masa interval diperpanjang kemudian dihentikan dan kembali ke terapi topikal.
1

24
Setiap 2 minggu diperiksa Hb, jumlah leukosit, hitung jenis, jumlah trombosit dan

urin lengkap. Setiap ½ bulan diperiksa fungsi ginjal dan hati. Bila jumlah leukosit

kurang dari 3500, metotreksat agar dihentikan. Jika fungsi hepar normal, biopsi

hepar dilakukan setiap dosis total mencapai 1,5 g. kalau fungsi hepar abnormal,

biopsi dikerjakan setiap dosis total mencapai 1 g. 1

Kontraindikasinya ialah kelainan hepar, ginjal, sistem hematopoietik,

kehamilan, penyakit infeksi aktif (misalnya tuberkulosis), ulkus peptikum, kolitis

ulserosa, dan psikosis. Efek samping metotreksat berupa nyeri kepala, alopesia,

kerusakan kromosom, aktivasi tuberkulosis, nefrotoksik, juga terhadap saluran

cerna, sumsum tulang belakang, hepar, dan lien. Pada saluran cerna berupa nausea,

nyeri lambung, stomatitis ulserosa, dan diare. Jika hebat dapat terjadi enteritis

hemoragik dan perforasi intestinal. Sumsum tulang berakibat timbulnya leukopenia,

trombositopenia, kadang-kadang anemia. Pada hepar dapat terjadi fibrosis portal

dan sirosis hepatik. 1

Pada psoriasis arthritis, penggunaan obat ini harus digunakan secara dini untuk

mencegah kerusakan tulang. Metotreksat satu kali dalam seminggu dapat digunakan

sebagai lini pertama, infliximab atau etanercept juga memiliki

efektivitas tinggi. 3

II.9.2.3 DDS

DDS (diaminodifenilsulfon) dipakai sebagai pengobatan Psoriasis Pustulosa

tipe Barber dengan dosis 2×100 mg/hari. Efek sampingnya ialah anemia hemolitik,

methemoglobinemia, dan agranulositosis.1

II.9.2.4 Etretinat (tegison, tigason)

25
Etretinat merupakan retinoid aromatik, derivat vitamin A digunakan bagi

psoriasis yang sukar disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek

sampingnya. Etretinat efektif untuk psoriasis pustular dan dapat pula digunakan

untuk psoriasis eritroderma. Pada psoriasis obat tersebut mengurangi proliferasi sel

epidermal pada lesi psoriasis dan kulit normal. 1

Dosisnya bervariasi : pada bulan pertama diberikan 1mg/kgbb/hari, jika

belum terjadi perbaikan dosis dapat dinaikkan menjadi 1½ mg/kgbb/hari. 1

Efek sampingnya berupa kulit menipis dan kering, selaput lendir pada

mulut, mata, dan hidung kering, kerontokan rambut, cheilitis, pruritus, nyeri tulang

dan persendian, peninggian lipid darah, gangguan fungsi hepar, hiperostosis, dan

teratogenik. Kehamilan hendaknya tidak terjadi sebelum 2 tahun setelah obat

dihentikan. 1

Asitretin (neotigason) merupakan metabolit aktif etretinat yang utama.

Efek sampingnya dan manfaatnya serupa dengan etretinat. Kelebihannya, waktu

paruh eliminasinya hanya 2 hari, dibandingkan dengan etretinat yang lebih dari 100

hari. 1

II.9.2.5 Siklosporin

Siklosporin berikatan dengan siklofilin selanjutnya menghambat

kalsineurin. Kalsineurin adalah enzim fosfatase dependent kalsium dan memgang

peranan kunci dalam defosforilasi protein regulator di sitosol, yaitu NFATc

(Nuclear Factor of Activated T Cell). Setelah mengalami defosforilasi, NFATc ini

mengalami translokasi ke dalam nukleus untuk mengaktifkan gen yang bertanggung

jawab dalam sintesis sitokin, terutama IL-2. Siklosporin juga mengurangi produksi

IL-2 dengan cara meningkatkan ekspresi TGF-β yang merupakan penghambat kuat

aktivasi limfosit T oleh IL-2. Meningkatnya ekspresi


26
TGF-β diduga memegang peranan penting pada efek imunosupresan siklosporin.5

Efeknya ialah imunosupresif. Dosisnya 1-4 mg/kgbb/hari. Bersifat

nefrotoksik dan hepatotoksik. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, hanya setelah

obat dihentikan dapat terjadi kekambuhan. 1

II.9.2.6 Antibodimonoklonal dan Protein Fusi

Beberapa protein, ditargetkan secara spesifik pada reseptor yang berhubungan pada

sel T atau sitokin, sudah dibuktikan dan sedang dikembangkan. Terapi ini harus

dikerjakan oleh spesialis dermatologi yang familiar dengan dosis, interaksi obat dan

efek samping jangka pendek maupun jangka panjang.3

Alefacept adalah protein fusi antigen berhubungan dengan human lymphocyte

function (LFA)-3-IgG1 yang mencegah interaksi LFA 3 dan CD2. CD2 mengatur

memori efektor sel T (CD45Ro), yang menjelaskan deplesi sel oleh Alefacept. Obat

ini diberikan intramuscular satu kali dalam seminggu, tatapi lebih dari sepertiga

pasien tidak memberikan respons dengan alasan yang tidak diketahui. Pemeberian

secara berulang dapat meningkatkan respons dan dapat memungkinkan remisi

jangka panjang.3

Efalizumab adalah antibodi monoclonal humanized anti CD1 yang menghambat

interaksi LFI-1 dengan molekul adhesi intrasel ligan. Obat ini diberikan sukutan

satu kali dalam seminggu dan memiliki efektivitas tinggi, tetapi beberapa pasien

menunjukkan eksaserbasi dari penyakit.3

Antagonis Tumor necrosis factor (TNF) α yang efektif terhadap

psoriasis adalah infliximab, adalimumab, dan etanercept. Infliximab adalah antibodi

monoclonal dengan spesifitas, afinitas, dan aviditas tinggi untuk TNF α. Obat ini

diberikan secara infus intravena pada minggu 0, 2 dan 6 dan memiliki efektivitas

27
tinggi pada psoriasis (meskipun untuk saat ini hanya FDA yang mengizinkan untuk

arthritis psoriasis). Adalimumab juga sangat efektif.

Adalimumab merupakan antibodi monoclonal rekombinan manusia (human

recombinant monoclonal antibody) yang memiliki target spesifik pada TNF α. Obat

ini diberikan secara subkutan setiap minggu dan memiliki efektivitas serupa dengan

infliximab. Etanercept merupakan human recombinant, melarutkan reseptor TNF α

yang mengikat TNF α dan menetralkan aktivitasnya. Oat ini diberikan secara

sukutan dua kali seminggu dan kurang efektif dibandingkan

infliximab dan adalimumab tetapi sangat efektif pada arthritis psoriasis.3

II.9.2.7 Levadopa

Levadopa sebenarnya dipakai untuk penyakit Parkinson. Di antara penderita

Parkinson yang sekaligus juga menderita psoriasis ada yang membaik psoriasisnya

dengan pengobatan levadopa. Menurut uji coba yang dilakukan, obat ini berhasil

menyembuhkan kira-kira sejumlah 40% kasus psoriasis. Dosisnya antara 2 x 250

mg – 3 x 500 mg. Efek sampingya berupa mual, muntah, anoreksia, hipotensi,

gangguan psikis dan gangguan pada jantung. 1

II.9.2.8 Obat Tradisional Cina

Beberapa obat tradisional Cina (Traditional Chinese Medicine, TCM)

menunjukkan efektivitas pada penatalaksanaan psoriasis melalui efek antiiinflamasi

dan imunosupresi, termasuk indirubin, Tripterygium wilfordii, dan Tripterygium

hypoglaucum. Efek samping meliputi gangguan saluran cerna, mielosupresi, dan

peningkatan enzim hati.2

Obat tradisional Cina biasanya melibatkan beberapa tanaman secara simultan,

tetapi hanya terdapat beberapa studi mengenai agen multipel TCM pada

28
penatalaksanaan psoriasis. Pada studi terhadap 801 pasien dengan pasien psoriasis,

ditemukan 50 – 85% memiliki respons dengan lima tanaman (Rhizoma sparganii,

Rhizoma zedoridae, Herba serisae, Resina boswelliae, dan Myrrhha).2

II.10 Edukasi Pasien

Edukasi pada pasien yang dapat diberikan antara lain:6

- Jelaskan bahwa tujuan pengobatan adalah untuk mengendalikan

penyakit bukan untuk menyembuhkan.

- Beritahu pasien tentang peran stress dalam menyababkan psoriasis.

Bicarakan masalah gaya hidup (seperti olah raga, menghindari alkohol

yang berlebihan) dan pengenalan stress.

- Jelaskan bahwa penambahan secara bertahap dan berhati-hati paparan

sinar matahari dapat membantu mengendalikan penyakit, tetapi

tekankan untuk menghindari sengatan sinar matahari. Gunakan tabir

surya pada daerah-daerah yang tidak terkena penyakit tetapi terpapar

sinar matahari (misalnya wajah).

- Ajari pasien untuk menghentikan obat-obat topikal bila daerah yang

terkena telah sembuh dan alihkan ke obat berpotensi terendah yang

masih dapat mengendalikan timbulnya lesi baru.

II.11 Prognosis

Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, tetapi psoriasis bersifat

kronis dan residif. 1

Psoriasis gutata akut timbul cepat. Terkadang tipe ini menghilang secara spontan

dalam beberapa minggu tanpa terapi. Seringkali, psoriasis tipe ini berkembang

29
menjadi psoriasis plak kronis. Penyakit ini bersifat stabil, dan dapat remisi setelah

beberapa bulan atau tahun, dan dapat saja rekurens sewaktu-waktu seumur hidup. 3

Pada psoriasis tipe pustular, dapat bertahan beberapa tahun dan ditandai dengan

remisi dan eksaserbasi yang tidak dapat dijelaskan. Psoriasis vulgaris juga dapat

berkembang menjadi psoriasis tipe ini. Pasien denan psoriasis pustulosa

generalisata sering dibawa ke dalam ruang gawat darurat dan harus dianggap

sebagai bakteremia sebelum terbukti kultur darah menunjukkan negatif. Relaps dan

remisi dapat terjadi dalam periode bertahun-tahun. 3

BAB III KESIMPULAN

Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan

residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan

skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan.1 Faktor predisposisi yang dapat

menimbulkan psoriasis adalah faktor herediter, faktor psikis, infeksi fokal, penyakit

metabolik, gangguan pencernaan, dan faktor cuaca.4 Psoriasis dapat digolongkan

berdasarkan bentuk kliniknya menjadi psoriasis vulgaris, psoriasis gutata, psoriasis

inversa, psoriasis eksudativa, psoriasis seboroik, psoriasis pustulosa, dan

eritroderma psoriatik. Pada pemeriksaan dapat ditemukan disertai fenomena tetesan

lilin, Auspitz, dan Kobner.1 Pemeriksaan meliputi pemeriksaan bidang

dermatopatologi, serologi dan kultur.3 Pemberian terapi dapat berupa topikal, oral,

maupun fototerapi. Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, namun

bersifat kronis dan residif.1

DAFTAR PUSTAKA

30
1. Djuanda A. Dermatosis eritroskuamosa. Dalam Djuanda A., Hamzah M.,
Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi kelima. Jakarta:Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia;2007.h.189-95.
2. Geng A., McBean J., Zeikus P.S., et al. Psoriasis. Dalam Kelly A.P., Taylor
S.C., Editors. Dermatology for skin of color. New York:Mc Graw
Hill;2009.h.139-146.
3. Wolff K., Johnson R.A. Psoriasis. Dalam Wolff K., Johnson R.A.
Fitzpatrick’s color atlas and synopsis of clinical dermatology. Edisi keenam.
New York:Mc Graw Hill;2009.h.53-71.
4. Siregar R.S. Psoriasis. Dalam Harahap M. Ilmu penyakit kulit.
Jakarta:Hipokrates;2000.h.116,9.
5. Nafrialdi, Gan S. Antikanker. Dalam Gan S., Setiabudy R., Nafrialdi,
Editors. Farmakologi dan terapi. Edisi kelima. Jakarta:Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2007.h.761,4.
6. Goldenstein B., Goldenstein A. Psoriasis. Dalam Goldenstein B.,
Goldenstein A., Melfiawaty., Pendit B.U., Editors. Dermatologi Praktis.
Jakarta:Hipokrates;2001.h.187.

31

Anda mungkin juga menyukai