Anda di halaman 1dari 8

SUB POKOK PERTAMA

Ayurisya. 2012. Apa itu Birokrasi?. Dalam ttp://blog.sivitas.lipi.go.id


Diunduh pada 20 Agustus 2018

Anonim. 2014 .Makalah Reformasi Birokrasi. Dalam https://alhasyah.files.wordpress.com


Diunduh pada 20 Agustus 2018

Adm. 2014. “Pengertian Reformasi Menurut Para Ahli”. Dalam http://dilihatya.com


Diunduh pada 20 Agustus 2018

Pemerintah. Tanpa Tahun. Reformasi Birokrasi. Dalam http://pemerintah.net


Diunduh pada 20 Agustus 2018

1.1 Pemahaman Reformasi Birokrasi

Reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik daripada yang
sudah ada. Reformasi ini diarahkan pada perubahan masyarakat yang termasuk didalamnya
masyarakat birokrasi, dalam pengertian perubahan ke arah kemajuan. Dalam pengertian ini
perubahan masyarakat diarahkan pada development (Susanto, 180). Karl Mannheim
sebagaimana disitir oleh Susanto menjelaskan bahwa perubahan masyarakat adalah berkaitan
dengan norma-normanya. Development adalah perkembangan yang tertuju pada kemajuan
keadaan dan hidup anggota masyarakat, dimana kemajuan kehidupan ini akhirnya juga dinikmati
oleh masyarakat.

Sedarmayanti (2009:67), mengatakan bahwa reformasi merupakan proses upaya


sistematis, terpadu, konferensif, ditujukan untuk merealisasikan tata pemerintahan yang baik
(Good Governance). Widjaja (2011:75), mengatakan bahwa reformasi adalah suatu usaha yang
dimaksud agar praktik-praktik politik, pemerintah, ekonomi dan sosial budaya yang dianggap
oleh masyarakattidak sesuai dan tidak selaras dengan kepentingan masyarakat dan aspirasi
masyarakat diubah atau ditata ulang agar menjadi lebih sesuai dan lebih 11 selaras (sosio-
reformasi). Kemudian Prasojo (2009:xv), mengatakan bahwa reformasi merujuk pada upaya
yang dikehendaki (intended change), dalam suatu kerangka kerja yang jelas dan terarah, oleh
karena itu persyaratan keberhasilan reformasi adalah eksistensi peta jalan (road map), menuju
suatu kondisi, status dan tujuan yang ditetapkan sejak awal beserta indikator keberhasilannya.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa reformasi merupakan perubahan yang
didalamnya terdapat upaya untuk menjadikan pemerintahan menjadi lebih baik sesuai dengan
keinginan masyarakat. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa untuk menciptakan pemerintahan
yang baik, berarti fokus dari reformasi itu sendiri adalah birokrasi, karena birokrasi merupakan
badan penyelenggara urusan negara. Sehingga untuk mewujudkan Good Governance berarti
harus dilakukannya reformasi pada badan birokrasi.

Khan (1981) memberi pengertian reformasi sebagai suatu usaha perubahan pokok dalam
suatu sistem birokrasi yang bertujuan mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau
kebiasaan yang telah lama. Sedangkan Quah (1976) mendefinisikan reformasi sebagai suatu
proses untuk mengubah proses, prosedur birokrasi publik dan sikap serta tingkah laku birokrat
untuk mencapai efektivitas birokrasi dan tujuan pembangunan nasional. Aktivitas reformasi
sebagai padanan lain dari change, improvement, atau modernization. Dari pengertian ini, maka
reformasi ruang lingkupnya tidak hanya terbatas pada proses dan prosedur, tetapi juga
mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap tingkah laku (the ethics being). Arah yang
akan dicapai reformasi antara lain adalah tercapainya pelayanan masyarakat secara efektif dan
efisien.Reformasi bertujuan mengoreksi dan membaharui terus-menerus arah pembangunan
bangsa yang selama ini jauh menyimpang, kembali ke cita-cita proklamasi. Reformasi birokrasi
penting dilakukan agar bangsa ini tidak termarginalisasi oleh arus globalisasi.

Birokrasi adalah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena
telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan. Fenomena birokrasi selalu ada bersama kita
dalam kehidupan kita sehari-hari dan setiap orang seringkali mengeluhkan cara berfungsinya
birokrasi sehingga pada akhirnya orang akan mengambil kesimpulan bahwa birokrasi tidak ada
manfaatnya karena banyak disalahgunakan oleh pejabat pemerintah (birokratisme) yang
merugikan masyarakat.

Birokrasi bukanlah suatu fenomena yang baru bagi kita karena sebenarnya telah ada
dalam bentuknya yang sederhana sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Namun demikian
kecenderungan mengenai konsep dan praktek birokrasi telah mengalami perubahan yang berarti
sejak seratus tahun terakhir ini. Dalam Masyarakat yang modern, birokrasi telah menjadi suatu
organisasi atau institusi yang penting. Pada masa sebelumnya ukuran negara pada umumnya
sangat kecil, namun pada masa kini negara-negara modern memiliki luas wilayah, ruang lingkup
organisasi, dan administrasi yang cukup besar dengan berjuta-juta penduduk.
Kajian birokrasi sangat penting dipelajari, karena secara umum dipahami bahwa salah satu
institusi atau lembaga, yang paling penting sebagai personifikasi negara adalah pemerintah,
sedangkan personifikasi pemerintah itu sendiri adalah perangkat birokrasinya (birokrat).

Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan


dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut
aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan dan sumber daya manusia aparatur”

Sangat menarik membicarakan tentang birokrasi, karena dalam realita kehidupan


birokrasi terkesan negatif dan menyulitkan dalam melayani masyarakat, padahal para pegawai
birokrasi itu dibayar dari duit masyarakat. Dan terkadang wewenang yang diberikan kepada
pegawai dari birokrasi disalahgunakan. Oleh karena itu sangat diperlukan adanya reformasi
birokrasi.

Dengan demikian maka perubahan masyarakat dijadikan sebagai peningkatan martabat


manusia, sehingga hakekatnya perubahan masyarakat berkait erat dengan kemajuan masyarakat.
Dilihat dari aspek perkembangan masyarakat tersebut maka terjadilah keseimbangan antara
tuntutan ekonomi, politik, sosial dan hukum, keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta
konsensus antara prinsip-prinsip dalam masyarakat (Susanto: 185-186).

Reformasi Birokrasi merupakan salah satu upaya pemerintah untuk


mencapai good governance dan melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap
sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan
(organisasi), ketatalaksanaan dan sumber daya manusia aparatur. Melalui reformasi birokrasi,
dilakukan penataan terhadap sistem penyelangggaraan pemerintah dimana uang tidak hanya
efektif dan efisien, tetapi juga reformasi birokrasi menjadi tulang punggung dalam perubahan
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tujuan reformasi birokrasi adalah untuk menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional
dengan karakteristik, berintegrasi, berkinerja tinggi, bebas dan bersih KKN, mampu melayani
publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik
aparatur negara.

Adapun visi reformasi birokrasi yang tercantum dalam lembaran Grand design Reformasi
Birokrasi Indonesia adalah terwujudnya pemerintahan kelas dunia. Visi tersebut menjadi acuan
dalam mewujudkan pemerintahan kelas dunia, yaitu pemerintahan yang profesional dan
berintegritas tinggi yang mampu menyelenggarakan pelayanan prima kepada masyarakat dan
manajemen pemerintahan yang demokratis agar mampu menghadapi tantangan pada abad ke
21 melalui tata pemerintahan yang baik pada tahun 2025.

Sedangkan Misi reformasi birokrasi Indonesia adalah :

1. Membentuk/ menyempurnakan peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan tata


kelola pemerintahan yang baik.
2. Melakukan penataan dan penguatan organisasi, tatalaksana, manajemen sumber daya manusia
aparatur, pengawasan, akuntabilitas, kualitas pelayanan publik, mindset, dan cultural set.
3. Mengembangkan mekanisme kontrol yang efektif.
4. Mengelola sengketa administrasi secara efektif dan efisien.
SUB POKOK KEDUA
Budianto, Febry. 2017. Kendala dan Tantangan Menuju Perubahan. Dalam
https://febrybudianto.wordpress.com
Diunduh pada 20 Agustus 2018

Kendala dan Tantangan Menuju Perubahan


Reformasi birokrasi merupakan suatu hal yang diinginkan oleh berbagai pihak namun
sulit sekali mewujudkannya. Sudah cukup banyak teori-teori tentang perbaikan birokrasi agar
pemerintahan menjadi lebih baik, namun implementasi dilapangan membutuhkan kerja keras dan
komitmen kuat dari segenap pihak terkait, tidak sekadar para birokrat namun juga
masyarakatnya.
Khusus di Indonesia, reformasi birokrasi masih menjadi angan-angan, walaupun dalam
10 tahun terakhir ini telah ada upaya-upaya perbaikan birokrasi pemerintahan. Kecepatan
reformasi birokrasi di Indonesia tidak secepat yang dibayangkan masyarakat, walaupun memang
pengalaman diberbagai negara (misal Cina, Jepang, dan Korea Selatan) menunjukan bahwa tidak
ada hasil instan dalam reformasi birokrasi (Prasojo, 2008). Namun bukan berarti kita diam
berpangku tangan, perlu komitmen kuat dan konsistensi dalam pelaksanaannya. Terkait
‘kelambatan’ implementasi reformasi birokrasi di Indonesia, terdapat beberapa faktor yang
masih menjadi kendala dan tantangan, diantaranya[2]:
1. Minimnya komitmen dan kepemimpinan politik
Unsur ini merupakan salah satu hal terpenting yang menjadi kendala dalam implementasi
reformasi birokrasi. Kuatnya komitmen dan kepemimpinan politik untuk merubah paradigma
birokrasi akan menentukan keberhasilan reformasi birokrasi ini. Sudah banyak contoh
dibeberapa negara seperti Cina, Jepang, maupun Korea Selatan yang begitu kuatnya komitmen
dari pemimpin bangsa yang diwujudkan secara politik untuk melaksanakan reformasi birokrasi
sehingga hasilnya dapat dirasakan sesuai tujuan yang ingin dicapai (Prasojo, 2008). Inti dari
komitmen dan kepemimpinan politik dalam reformasi birokrasi seharusnya bukan sekadar
wacana/jargon saja, namun harus benar-benar terwujudkan. Termasuk dalam hal ini adalah
adanya roadmap yang jelas dalam agenda settingreformasi birokrasi. Singkatnya, semakin kuat
komitmen dan kepimpinan politik untuk mereformasi birokrasi, semakin besar peluang untuk
berhasil.
2. Terjadinya politisasi birokrasi
Masih adanya politisasi birokrasi di Indonesia tidak hanya terjadi pada saat ini, namun telah
terjadi sejak kita masih dibawah pemerintahan Hindia Belanda. Kooptasi partai politik ataupun
kepentingan lain terhadap birokrasi sudah menjadi hal yang akut. Hal ini mejadikan birokrasi
yang lemah dan tidak berpihak pada kepentingan publik secara keseluruhan. Hal seperti inilah
yang masih terjadi dan menghambat reformasi birokrasi yang seharusnya sudah berubah menjadi
lebih baik. Jika birokrasi sudah tidak terkooptasi kepentingan politik suatu kelompok tertentu,
tentunya percepatan reformasi birokrasi menjadi lebih baik.
3. Penentangan (resistensi) dari dalam Birokrasi itu sendiri
Point ketiga ini merupakan salah satu kendala sekaligus tantangan dalam suksesnya pelaksanaan
reformasi birokrasi. “Kenyamanan” yang dirasakan selama ini oleh jajaran birokrat (status
quo)membuat mereka sulit untuk merubah pola pikir maupun sikap mental untuk mendukung
kearah perubahan yang lebih baik. Intinya terjadi penentangan oleh pihak internal (birokrat itu
sendiri) terhadap usaha perubahan yang menjadi inti dari reformasi birokrasi. Ketidakinginan
untuk merubah pola pikir termasuk budaya kerja dari para birokrat yang ada tentunya menjadi
kendala dalam perubahan itu sendiri. Faktor inilah yang merupakan hal krusial dalam
implementasi reformasi birokrasi di Indonesia secara menyeluruh.
4. Minimnya kompetensi dalam pelaksanaan reformasi birokrasi
Reformasi birokrasi tidak akan berhasil jika tidak ada kompetensi sumberdaya manusianya
dalam implementasinya. Semakin tepat dan kompeten pelaksananya semakin tinggi tingkat
keberhasilan reformasi birokrasi. Seringkali unsur pertama tentang komitmen politik sudah ada,
namun unsur pelaksana tidak tepat, maka tingkat keberhasilan reformasi birokrasi menjadi
mengecil. Jargon, ”the right man, on the right place, in the right time” adalah hal yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan reformasi birokrasi. Selain itu kompetensi disini juga berarti
ketepatan tugas dan fungsi dari suatu lembaga negara yang dibentuk, artinya semakin tepat
organisasi kelembagaan yang dibentuk akan menentukan juga keberhasilan tugas yang diemban
pemerintah. Jadi tidak ada lembaga yang tidak jelas dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
dalam pelaksanaan birokrasi itu sendiri.

Solusi melalui Strategi Reformasi Birokrasi


Sebenarnya solusi atas kendala dan tantangan dalam upaya reformasi birokrasi bisa
mengacu pada kendala dan tantangan yang diungkapkan sebelumnya. Caranya adalah
mengeliminasi semua kendala tersebut dan mencegah kembali hal-hal tersebut dalam birokrasi
kita. Komitmen politik dari pimpinan negara sebenarnya sudah ada dan ini harus tetap dijaga
bahkan harus lebih kuat lagi karena ini menjadi prasyarat utama (Prasojo, 2009). Hal ini
merupakan strategi utama dalam pelaksanaan reformasi birokrasi. Komitmen politik ini perlu
dirumuskan dalam formulasi kebijakan dan yang terpenting adalah implementasi dan evaluasi
terhadap kebijakan tersebut.
Strategi lain yang perlu diperhatikan dalam strategi reformasi birokrasi adalah adanya
lembaga yang bertanggungjawab untuk membuat dan mengawal kebijakan reformasi birokrasi
ini. Pada beberapa negara bisa saja berbeda-beda misal adanya Komisi Reformasi Birokrasi
Administrasi (seperti Korea Selatan) ataupun Kementerian Dalam Negeri-nya. Untuk Indonesia,
kita patut bersyukur bahwa dalam kabinet yang baru diumumkan Oktober 2009 yang lalu, telah
jelas adanya lembaga yang bertanggungjawab mengawal kebijakan reformasi birokrasi ini atau
mungkin menegaskan kembali akan pentingnya reformasi birokrasi yaitu Kementerian
Pendayagunaan Aparatu Negara dan Reformasi Birokrasi. Kementerian ini harus lebih “keras”
untuk mewujudkan reformasi birokrasi, bahkan mandat organisasi ini harus besar dalam hal
reformasi birokrasi dimana adanya kewenangan untuk menetapkan, membatalkan, merombak,
merestrukturisasi dan merekayasa ulang baik proses, struktur maupun sumberdaya aparatur di
Indonesia (Prasojo, 2009). Kementerian ini bisa dikatakan sebagai mesin penggerak utama
reformasi birokrasi di Indonesia.
Strategi berikutnya adalah menentukan fokus dan prioritas utama dalam reformasi
birokrasi dan target pencapaiannya. Eko Prasojo (2009), Guru Besar FISIP UI, mengungkapkan
bahwa fokus reformasi birokrasi di Indonesia adalah review terhadap : (1) stuktur birokrasi yang
ada; (2) analisis terhadap proses pemerintahan dan pembangunan; (3) perubahan manajemen
sumberdaya aparatur; (4) perubahan relasi antara pemerintah dan masyarakat yang setara; (5)
perubahan sistem pengawasan; dan (6) perubahan manajemen keuangan. Ia bahkan menegaskan
bahwa pelaksanaan fokus dan prioritas tersebut sangat dipengaruhi oleh komitmen dan
kemampuan yang dimiliki pemerintah dan resistensi yang ada dalam birokrasi. Hal yang paling
moderat (jalan lunak) yang disarankannya adalah memperbaiki manajemen sumberdaya aparatur
(civil service reform). Terkait dengan penjelasan sebelumnya, maka dalam tataran yang lebih
teknis atau praktis dalam memperbaiki manajemen sumberdaya aparatur adalah dengan
memperbaiki sistem rekruitmen, sistem kinerja, sistem remunerasi, dan sistem pengisian
jabatan/promosi.
Inti dari strategi reformasi birokrasi yang diungkapkan diatas adalah sebagai bentuk
solusi terhadap kendala dan tantangan yang diungkapkan sebelumnya. Pemrioritasan suatu
strategi dalam agenda reformasi birokrasi memang menjadi hal yang penting juga dan
seharusnya dapat disusun secara sistematis, terkendali, dan terarah, sehingga reformasi birokrasi
yang dilakukan tidak jalan ditempat.

Anda mungkin juga menyukai