Anda di halaman 1dari 14

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik Kejang Demam

-
Sub Topik

Pengunjung Poli Anak


Sasaran
(orang tua/wali pasien)

Hari/Tanggal SELASA, 5 JUNI 2018

Waktu 09.30 – SELESAI

DEPAN POLI ANAK RSUD SULTAN SYARIF


Tempat
MOHAMMAD ALKADRIE PONTIANAK
Dokter Muda
Penyuluh Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura

I. TUJUAN

Setelah dilakukan penyuluhan, diharapkan pengunjung poli


Tujuan umum
Anak dapat memahami tentang kejang demam

a. Sasaran memahami pengertian dan penyebab kejang


demam
b. Sasaran memahami gejala penyakit kejang demam
Tujuan Khusus
c. Sasaran memahami penanganan dan pencegahan
penyakit kejang demam
MATERI PENYULUHAN
Skabies

I. Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
diatas 38,5o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (1). Kejang demam ini terjadi
pada 2% - 4 % anak berumur 6 bulan – 5 tahun(2). Anak yang pernah mengalami kejang tanpa
demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam(4). Kejang
demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa
demam(3). Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam
kembali tidak termasuk dalam kejang demam(1). Kejang disertai demam pada bayi berumur
kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam(4). Bila anak berumur kurang dari 6
bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahuluidemam, kemungkinan lain harus
dipertimbangkan misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam(4).
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,
ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan
kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat(3).

II. Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2 % - 4 % di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan
Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira – kira 20 % kasus merupakan kejang demam
kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17 – 23 bulan)
kejang demam sedikit lebih sering pada laki – laki(2).

III. Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran
pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih(2).

IV. Faktor Resiko


Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam(3). Ada riwayat kejang
demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua, menunjukkan kecenderungan
genetik (1,3). Selain itu terdapat faktor perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus,
anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah, cepatnya anak mendapat kejang
setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam,
dan riwayat keluarga epilepsi(1,3).
Faktor resiko terjadinya epilepsi di kemudian hari yaitu adanya gangguan neurodevelopmental,
kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga, lamanya demam saat awitan, lebih
dari satu kali kejang demam kompleks(1).

V. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang
didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa.
Sifat proses itu adalah oksidasi, dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru
– paru dan diteruskan ke otak melalui kardiovaskuler(6). Jadi sumber energi otak adalah glukosa
(6)
yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air . Sel dikelilingi oleh suatu
membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik.
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+)
dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di
luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari
sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan
bantuan enzim Na – K – ATPase yang terdapat pada permukaan sel(6). Keseimbangan potensial
membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b.Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan(6).
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10% - 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun,
sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang
hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya
(6)
dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang . Tiap anak
mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38o C, sedangkan
pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih.
Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi
pada ambang kejang yang rendah, sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada
tingkat suhu berapa penderita kejang(6). Penelitian binatang menunjukkan bahwa vasopresin
arginin dapat merupakan mediator penting pada patogenesis kejang akibat hipertermia(1).
Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akibatnya
terjadihipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik,
hipertensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat
disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan
neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran
darah yangmengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul
edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak(6). Kerusakan pada daerah mesial
lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
“matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang
demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi
epilepsi(6).

VI. Klasifikasi
a. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti
sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang
tidak berulang dalam waktu 24 jam(7). Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara
seluruh kejang demam(6). Suhu yang tinggi merupakan keharusan pada kejang demam
sederhana, kejang timbul bukan oleh infeksi sendiri, akan tetapi oleh kenaikan suhu yang tinggi
akibat infeksi di tempat lain, misalnya pada radang telinga tengah yang akut, dan sebagainya.
Bila dalam riwayat penderita pada umur – umur sebelumnya terdapat periode - periode dimana
anak menderita suhu yangsangat tinggi akan tetapi tidak mengalami kejang; maka pada kejang
yang terjadi kemudian harus berhati – hati, mungkin kejang yang ini ada penyebabnya(2). Pada
kejang demam yang sederhana kejang biasanya timbul ketika suhu sedang meningkat dengan
mendadak, sehingga seringkali orang tua tidak mengetahui sebelumnya bahwa anak menderita
demam. Agaknya kenaikan suhu yang tiba – tiba merupakan faktor yang penting untuk
menimbulkan kejang(2). Kejang pada kejang demam sederhana selalu berbentuk umum,
biasanya bersifat tonik – klonik seperti kejang grand mal; kadang – kadang hanya kaku umum
atau mata mendelik seketika. Kejang dapat juga berulang, tapi sebentar saja, dan masih dalam
waktu 16 jam meningkatnya suhu, umumnya pada kenaikan suhu yang mendadak, dalam hal
ini juga kejang demamsederhana masih mungkin(2).
b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Kejang dengan salah satu ciri berikut :
1. Kejang lama lebih dari 15 menit.
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam(7).
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih
dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8 %
kejangn demam(4). Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didahului kejang parsial(4). Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari,
diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % diantara anak yang
mengalami kejang demam(4).

VII. Manifestasi Klinik


Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu
badan yang tinggi dengan cepat yang disebabkan oleh infeksi susunan saraf pusat, misalnya
tonsilitis, otitis media kut, bronkitis, furunkulosis. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24
jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk
tonik-klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti
anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak
akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf(6).
Livingston (1954, 1963) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:
1. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)
2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered off by fever).
Modifikasi kriteria Livingston(6):
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria modifikasi
Livingston di atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam(6).

VIII. Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.
b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6 % - 6,7 %.Pada
bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitiskarena
manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada :
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.
2. Bayi antara 12 – 18 bulan dianjurkan.
3. Bayi lebih dari 18 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu
dilakukan pungsi lumbal.
c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau
memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh
karenanya,tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan
kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6
tahun atau kejang demam fokal.
d. Pencitraan
Foto X – ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT – scan) atau
magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi
seperti :
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema

IX. Diagnosis Banding


Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya :
1. Meningitis
2. Ensefalitis
3. Abses otak

Oleh sebab itu, menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus
dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat (otak) (6).
Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti
otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapat antibiotik
maka perlu pertimbangan pungsi lumbal (3).

X. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Saat Kejang (4)
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam
intravena adalah 0,3 – 0,5 mg/kgBB perlahan – lahan dengan kecepatan 1 – 2 mg/menit atau
dalam waktu 3 – 5 menit,dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan
oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 – 0,75
mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10
mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak
dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun. Bila setelah pemberian
diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan caradan dosis yang sama
dengan interval waktu 5 menit.Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap
kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dirumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan
dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena
dengan dosis awal 10 – 20mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari
50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 – 8 mg/kgBB/hari, dimulai 12
jam setelah dosis awal.Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat
di ruang rawat intensif.Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari
jenis kejang demamapakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
b. Pemberian Obat Pada Saat Demam (4)
1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang
demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.
Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 – 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan
tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari. Meskipun jarang,
asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18
bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam menurunkan
resiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis
0,5mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 o C. Dosis tersebut cukup tinggi dan
menyebabkanataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25 % - 39 % kasus.
Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejangdemam.
3. Pemberian Obat Rumat (4)
a. Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut
(salahsatu) :
1. Kejang lama > 15 menit.
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal.
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :
 Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
 Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
 Kejang demam > 4 kali per tahun.
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi
pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan
ringan bukan merupakanindikasi pengobatan rumat. Kejang fokal atau fokal menjadi umum
menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik.
b. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan
resiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya
dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya
diberikan terhadap kasus selektif dandalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari
dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40 % - 50 % kasus. Obat
pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,terutama yang berumur kurang
dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsihati. Dosis asam valproat 15 –
40 mg/kgBB/hari dalam 2 – 3 dosis, dan fenobarbital 3 – 4mg/kgBB/hari dalam 1 – 2 dosis.

XI. Edukasi Pada Orang Tua (4)


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus
dikurangidengan cara yang diantaranya :
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
b. Memberitahukan cara penanganan kejang.
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya
efek samping obat.

Beberapa Hal Yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Kejang (4)


a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan
sesuatu ke dalam mulut.
d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
e. Tetap bersama pasien selama kejang.
f. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
g. Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.

Vaksinasi (4)
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang
mengalamikejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka
kejadian pascavaksinasi DPT adalah 6 – 9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, sedangkan
setelahvaksinasi MMR 25 – 34 per 100.000 anak. Dianjurkan untuk memberikan diazepam
oral ataurektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter
anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian

XII. Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan
kematian.
a. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembanganmental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya
normal. Penelitianlain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil
kasus, dan kelainanini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang
baik umum atau fokal(4). Kejang yang lebih dari 15 menit, bahkan ada yang mengatakan lebih
dari 10 menit, diduga biasanya telah menimbulkan kelainan saraf yang menetap(2). Apabila
tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi (3,5) :
1. Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50 %. Umumnya
terjadi pada 6 bulan pertama.
2. EpilepsiResiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.
3. Kelainan motorik
4. Gangguan mental dan belajar

b. Kemungkinan mengalami kematian


Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan (4).

c. Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam (4)


Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko berulangnya kejang
demam adalah :
a. Riwayat kejang demam dalam keluarga
b. Usia kurang dari 12 bulan
c. Temperatur yang rendah saat kejang
d. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80 %,
sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya
10 % - 15 %. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama. (4)
Faktor resiko menjadi epilepsi adalah :
a. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.
b. Kejang demam kompleks.
c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Masing – masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4 % - 6
%, kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10 % -
49 %. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada
kejang demam.

I. METODE, MEDIA, SUMBER

METODE Penyuluhan dan Tanya Jawab

MEDIA Health Promotion Box Mobile

SUMBER Buku dan Internet

II. KEGIATAN

KEGIATAN

TAHAP
WAKTU
KEGIATAN PENYULUH SASARAN

- Perkenalan
Pengunjung
5 menit Pendahuluan - Menjelaskan tujuan penyuluhan
poli Anak
- Menyebutkan tema penyuluhan
- Menjelaskan materi penyuluhan
secara berurutan dan teratur
- Memberikan kesempatan
Pengunjung
15 menit Kegiatan Inti kepada sasaran untuk bertanya
poli Anak
- Memberikan kesempatan
kepada sasaran lain untuk menjawab
pertanyaan dari salah satu sasaran.
- Menyimpulkan materi
penyuluhan yang telah disampaikan
- Menyampaikan ucapan Pengunjung
5 menit Penutup
terimakasih atas perhatian sasaran dan poli Anak
waktu yang telah diberikan
- Mengucapkan salam

III. EVALUASI

PROSEDUR Evaluasi dilakukan setelah materi penyuluhan

BENTUK Tanya-jawab

JENIS Evaluasi terbuka

1. Bagaimana penanganan kejang demam pertama pada anak?


PERTANYAAN

Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)


RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak
LAPORAN KEGIATAN PENYULUHAN KELOMPOK

Hari/Tanggal : Selasa, 5 Juni 2018 Ruangan : Ruang Tunggu


poliklinik RSSMA Kota
Pontianak
Penyuluh : Peserta : Pasien Poli
Muhammad Ihsanuddin, S.Ked RSSMA Kota Pontianak
TIM PKRS
Tema : Lampiran :
Kejang Demam Terlampir berupa dokumentasi
Laporan Jalannya Kegiatan foto kegiatan, leaflet kegiatan
- Kegiatan dilaksanakan pukul 09.30 WIB hingga dan daftar hadir kegiatan
selesai promosi kesehatan “Skabies”
- Dilakukan pembagian leaflet yang berisi tentang
materi penyuluhan Kejang Demam
- Kegiatan diawali dengan pembukaan dan
perkenalan dari Tim PKRS, dilanjutkan penyampaian
materi penyuluhan dari penyuluh.
- Sebelum memulai penyampaian materi, dilakukan
salam dan sapa serta perkenalan diri kepada para peserta
penyuluhan.
- Penyampaian materi penyuluhan
- Tanya jawab dengan para peserta penyuluhan
- Penutupan penyuluhan
- Dokumentasi berupa foto bersama tim PKRS
Kesimpulan
- Peserta penyuluhan antusias terhadap materi yang
disampaikan
- Peserta paham akan materi yang disampaikan
- Kegiatan berjalan dengan lancar
Rencana Tindak Lanjut
- Dapat mengadakan penyuluhan tentang anak setiap
bulan dengan tema yang berbeda
- Setiap penyuluhan diselingi oleh promosi mengenai
fasilitas dan informasi pelayanan RSSMA Kota Pontianak
Mengetahui, Pontianak, 5 Juni 2018
Penyuluh

.............................................. ..............................................
Pembukaan dan Pengenalan
Kegiatan Promosi Kesehatan
RSSMA Kota Pontianak

Pemateri memberikan materi


promosi kesehatan mengenai
“Scabies”

Penyuluh menjawab pertanyaan peserta


Promosi Kesehatan bertanya mengenai materi
yang disampaikan

Anda mungkin juga menyukai