Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupaan sehari-hari kita sering menemui pelayanan kesehatan di tempat
tertentu, baik di Pustu, Puskesmas, Klinik dan rumah sakit. Pelayanan kesehatan meliputi
peningkatan, pencegahan, pengobatan, dan pemulihan, baik pelayanan kesehatan
konvensional maupun pelayanan kesehatan yang terdiri dari pengobatan tradisional dan
komplementer melalui pendidikan dan pelatihan dengan selalu mengutamakan keamanan
dan efektifitas yang tinggi. Ruang lingkup pelayanan kesehatan masyarakat menyangkut
kepentingan masyarakat banyak, maka peranan pemerintah dalam pelayanan kesehatan
masyarakat mempunyai bagian atau porsi yang besar. Namun karena keterbatasan sumber
daya pemerintah, maka potensi masyarakat perlu digali atau diikutsertakan dalam upaya
pelayanan kesehatan masyarakat tersebut.
Didalam kehidupan nyata sekarang ini masih ada masyarakat yang belum
mendapatkan hak pelayanan kesehatan, kurangnya informasi serta sosialisasi merupakan
salah satu faktor yang menjadikan masyarakat belum bisa menikmati pelayanan kesehatan
dengan layak. Progam tentang pelayanan kesehatan dari pemerintah pun sampai sekarang
belum mencapai angka keberhasilan yang tinggi. Dalam pelayanan pemerintah, rasa puas
masyarakat terpenuhi bila apa yang diberikan oleh pemerintah kepada mereka sesuai dengan
apa yang mereka harapkan, dengan memperhatikan kualitas dan kuantitas pelayanan itu di
berikan serta biaya yang relatif terjangkau dan mutu pelayanan yang baik.
Jadi, terdapat tiga unsur pokok dari pelayanan itu sendiri. Pertama, biaya harus
relatif lebih rendah, kedua, waktu yang diperlukan, dan terakhir mutu pelayanan yang
diberikan relatif baik. Keterlibatan pemerintah dalam hal ini sebagai penanggung jawab di
bidang pembangunan dalam rangka penyelenggaraan pembangunan kesehatan masyarakat
sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum yang merupakan tujuan nasional yang harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia. Untuk itu makalah ini membahas
tentang kebijakan dan sistim regulasi pelayanan kesehatan yang mana diharapkan dapat
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Rumah Sakit?
2. Bagaimana Permasalahan yang ada dalam Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit?

1 |Dinny ilmiawati
3. Kebijakan dan aktivitas regulasi apa yang dilakukan pemerintah guna meningkatkan
mutu Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Kebijakan dan Regulasi yang dibuat oleh pemerintah guna
meningkatkan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui kebijakan dan regulasi mutu pelayanan kesehatan
2. Untuk mengetahui masalah mutu dalam pelayanan kesehatan
3. Untuk mengetahui standarisasi mutu pelayanan kesehatan

1.4 Manfaat
Pembuatan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siapa saja yang ingin
menambah wawasan dan pengetahun tentang pelayanan kesehatan masyarakat dan program
pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia serta upaya untuk pengembangan pelayanan
kesehatan masyarakat.

2 |Dinny ilmiawati
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Rumah Sakit


Pengertian pelayanan kesehatan banyak macamnya. Menurut pendapat Levey dan
Loomba (1973), Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri
atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.
Menurut Depkes RI (2009), Pelayanan Kesehatan adalah setiap upaya yang
diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan , mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat
Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan yakni; tersedia dan berkesinambungan, dapat
diterima dan bersifat wajar di kalangan masyarakat, mudah dicapai, mudah dijangkau,
dan bermutu.
Stratifikasi pelayanan kesehatan terbagi menjadi tiga bagian yakni ;
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yaitu pelayanan kesehatan yang
bersifat pokok (basic health service). Pada umumnya bersifat pelayanan
rawat jalan. Contohnya klinik mandiri, puskesmas.
2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua
Pelayanan kesehatan yang lebih lanjut telah bersifat rawat inap dan untuk
menyelenggarakannya telah dibutuhkan tenga-tenaga spesialis.
Contohnya ; Rumah Sakit
3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga
Pelayanan kesehatan yang bersifat lebih kompleks dan umumnya
diselenggarakan oleh tenga-tenaga subspesialis.
Pengertian Rumah Sakit Berdasarkan Permenkes No. 147 tahun 2010 tentang
Perijinan Rumah Sakit adalah :
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat.
Tantangan yang dihadapi oleh rumah sakit pada saat ini adalah bagaimana
meningkatkan daya saing agar dapat bertahan dan berkembang. Untuk itu rumah sakit

3 |Dinny ilmiawati
harus dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat secara maksimum. Disisi lain
Rumah Sakit juga menghadapi tantangan dari lingkungan eksternal. Salah satu upaya
yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan efisiensi pada berbagai aspek
manajemen antara lain : manajemen pengelolaan keuangan, manajemen kinerja
pelayanan, manajemen SDM, manajemen logistik medis dan nonmedis, manajemen
infrastruktur sampai manajemen aset. Oleh karena itu Rumah Sakit perlu menerapkan
strategi efisiensi yang akan mampu meningkatkan pelayanan tanpa mengurangi kualitas
mutu layanan. Tantangan Rumah Sakit dari internal maupun eksternal yaitu;
Tantangan rumah sakit internal ; Sumber Daya Manusia Kesehatan, Ketersediaan
dan kecukupan (jumlah Rumah Sakit; jumlah tempat tidur; distribusi RS; kemampuan
biaya), Pemenuhan standar (penetapan kelas; akreditasi; Patient Safety), Pembiayaan,
Kecenderungan masyarakat Indonesia untuk berobat ke luar negeri.Tantangan eksternal
rumah sakit;Kepemilikan RS (lembaga bisnis), Sistem Jaminan Sosial Nasional,
Globalisasi (World Class Hospital; kualitas SDM; pembiayaan)

2.2 Permasalahan yang ada dalam Pelayanan Kesehatan


Pelayanan kesehatan merupakan hak dasar masyarakat yang harus dipenuhi
dalam pembangunan kesehatan. Hal tersebut harus dipandang sebagai suatu investasi
untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia dan mendukung pembangunan
ekonomi, serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Berbagai permasalahan penting dalam pelayanan kesehatan antara lain
disparitas status kesehatan; beban ganda penyakit; kualitas, pemerataan dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan; pelindungan masyarakat di bidang obat dan
makanan; serta perilaku hidup bersih dan sehat. Beberapa masalah penting lainnya yang
perlu ditangani segera adalah peningkatan akses penduduk miskin terhadap pelayanan
kesehatan, penanganan masalah gizi buruk, penanggulangan wabah penyakit menular,
pelayanan kesehatan di daerah bencana, dan pemenuhan jumlah dan penyebaran tenaga
kesehatan.
Menurut dr. Supriyantoro, Sp. P. MARS yang Disampaikan pada acara
Muktamar MUKISI Ke-III Tahun 2011 di Jakarta menyebutkan bahwa permasalahan
yang terjadi dalam realita begitu banyaknya yakni;
1. Rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan medik oleh masyarakat karena masih
rendahnya keterjangkauan secara biaya, geografis dan pengetahuan;

4 |Dinny ilmiawati
2. Adanya kesenjangan antara kebutuhan & permintaan terhadap pelayanan medik
yang tersedia
3. Kesenjangan pelayanan medik antar daerah
4. Kerjasama lintas sektor, lintas program dan lintas unit dalam pembangunan
kesehatan masih belum optimal
5. Mekanisme pasar yang tidak terkendali di kota/kabupaten sebagai dampak negatif
globalisasi dan perubahan yang cepat dari masyarakat
6. Reformasi sistem pelayanan medik yang berazas demokrasi, akuntabilitas dan
transparansi belum tercapai
7. Kurangnya pemberdayaan masyarakat dalam sistem pelayanan medik
8. Desentralisasi manajemen pelayanan kesehatan masih lebih banyak ditentukan
oleh suprasistem di luar Kemenkes
9. Mutu SDM yang kurang profesional
10. Sistem rujukan pelayanan medik yang belum berjalan secara efektif dan efisien
11. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan baik fisik dan
ketenagaan.
12. Meningkatkan utilisasi fasilitas kesehatan, termasuk dengan menjalin kemitraan
dengan masyarakat dan swasta.
13. Meningkatkan pendukung atau penunjang pelayanan kesehatan antara lain dengan
membentuk jaringan laboratorium referensi, jaringan penunjang medik dan lain-
lain.
14. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang dikaitkan dengan struktur pelayanan yang
sesuai dengan kompetensinya, sehingga alur rujukan dari pelayanan primer,
sekunder dan tersier dapat terlaksana sesuai dengan proporsi dan kompetensi
sehingga dapat berdayaguna dan berhasil guna
15. Meningkatkan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan rujukan yang memenuhi
standar bertaraf internasional.
16. Meningkatkan kualitas pelayanan dan praktek kedokteran yang sesuai dengan etika
dan menjaga kepentingan dan perlindungan masyarakat awam dari malpraktek
dokter dan Rumah Sakit yang tidak bertanggung jawab.
17. Meningkatkan kemampuan Rumah Sakit dan Puskesmas dalam mengantisipasi
pencapaian universal coverage, peningkatan mutu p elayanan kesehatan, rehabilitasi
pasca bencana dan peningkatan pelayanan kesehatan di Daerah Tertinggal, Terpencil,

5 |Dinny ilmiawati
Perbatasan, dan Kepulauan (DTPK) serta Penanganan Daerah Bermasalah Kesehatan
(PDBK
18. Peningkatan dan penguatan revitalisasi pelayanan kesehatan dasar antara lain
melalui Revitalisasi Puskesmas, Revitalisasi Posyandu, Dokter Keluarga, dan lain-
lain.
19. Tersedianya Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) di Puskesmas sehingga
mempercepat pencapaian MDGs.

2.3 Kebijakan dan aktivitas regulasi untuk meningkatkan mutu Pelayanan Kesehatan
di Rumah Sakit

2.3.1 Kebijakan Kesehatan


Pemerintah dalam peningkatan pelayanan publik terdapat beberapa kebijakan-
kebijakan pemerintah dalam hal ini biasa juga disebut sebagai kebijaksanaan.
Kebijaksanaan Menurut Amara Raksasataya, adalah sebagai suatu taktik dan strategi
yang diarahkan untuk mencapai tujuan. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Dr. SP.
Siagian, MPA dalam proses pengolahan Pembangunan Nasional, bahwa Kebijaksanaan
adalah serangkaian keputusan yang sifatya mendasar untuk dipergunakan sebagai
landasan bertindak dalam usaha untuk mencapai suatu tujuan yang ditetapkan
sebelumnya. Kesimpulannya, Kebijakan/kebijaksanaan adalah suatu rangkaian keputusan
yang telah di tetapkan dengan cara yang terbaik untuk mencapai suatu tujuan yang telah
ditetapkan sebelum kebijakan tersebut diambil.
Kebijakan kesehatan merupakan kebijakan publik. Konsep dari kebijakan publik
dapat diartikan sebagai adanya suatu negara yang kokoh dan memiliki kewenangan serta
legitimasi, di mana mewakili suatu masyarakat dengan menggunakan administrasi dan
teknik yang berkompeten terhadap keuangan dan implementasi dalam mengatur
kebijakan. Kebijakan adalah suatu konsensus atau kesepakatan terhadap suatu
persoalan, di mana sasaran dan tujuannya diarahkan pada suatu prioritas yang bertujuan,
dan memiliki petunjuk utama untuk mencapainya (Evans & Manning, 2003). Tanpa ada
kesepakatan dan tidak ada koordinasi akan mengakibatkan hasil yang diharapkan sia-sia
belaka.
Secara garis besar ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembuatan
kebijakan, yaitu : 1. Adanya pengaruh tekanan dari luar 2. Adanya pengaruh kebiasaan

6 |Dinny ilmiawati
lama (konservatisme) 3. Adanya pengaruh sifat pribadi 4. Adanya pengaruh dari
kelompok luar 5. Adanya pengaruh keadaan masa lalu.
Tujuan dari kebijakan kesehatan adalah untuk menyediakan pola pencegahan,
pelayanan yang terfokus pada pemeliharaan kesehatan, pengobatan penyakit dan
perlindungan terhadap kaum rentan (Gormley, 1999). Kebijakan kesehatan juga peduli
terhadap dampak dari lingkungan dan sosial ekonomi terhadap kesehatan (Poter, Ogden
and Pronyk, 1999). Kebijakan kesehatan dapat bertujuan banyak terhadap masyarakat.
Untuk kebanyakan orang kebijakan kesehatan itu hanya peduli kepada konten saja.
Contohnya, pembiayaan kesehatan dari pemerintah dan swasta atau kebijakan dalam hal
pemantapan pelayanan kesehatan ibu dan anak (Walt, 1994). Kebijakan kesehatan
berpihak pada hal-hal yang dianggap penting dalam suatu institusi dan masyarakat,
bertujuan jangka panjang untuk mencapai sasaran, menyediakan rekomendasi yang
praktis untuk keputusan-keputusan penting (WHO, 2000).
Berikut adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah guna
meningkatkan mutu pelayanan di Rumah Sakit;
1. UU NO 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
2. UU NO. 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN
3. UU NO 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT
4. PERPRES NO 5 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN
JANGKA MENENGAH NASIONAL ( RJPMN ) 2010-2014
5. PP NO 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN
6. PP NO 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN
ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI DAN
PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA
7. PERMENKES RI NO 659/MENKES/PER/VIII/2009 TENTANG RS INDONESIA
KELAS DUNIA
8. PERMENKES NO 147/MENKES/PER/I/2010 TENTANG PERIZINAN RUMAH
SAKIT
9. PERMENKES RI NOMOR 340/MENKES/PER/III/2010 TENTANG KLASIFIKASI
RUMAH SAKIT
10. KEPMENKES RI NOMOR 129/MENKES/SK/II/2008 TENTANG STANDAR
PELAYANAN MINIMAL RUMAH SAKIT
11. PERMENKES NO. 147 TAHUN 2010 TENTANG PERIZINAN RUMAH SAKIT

7 |Dinny ilmiawati
2.3.2 Sistem Regulasi Pemerintah
Pemerintah berdasarkan kekuasaan konstitusi UUD 1945 berhak untuk
mengatur dan mengurusi masyarakat dalam hal kepentingan umum. Sehingga dalam
konteks birokrasi harus mampu mewujudkan tujuan Nasional, yaitu : tercapainya
masyarakat maju, mandiri, dan sejahtera. Termasuk Fungsi Pelayanan Kesehatan yang
merupakan tugas birokrasi sebagai alat pemerintahan. Masyarakat tentunya berhak untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan secara optimal tanpa memandang status sosial.
Pemerintah mempunyai kewajiban dalam mengendalikan dan menyempurnakan layanan
kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat dalam bentuk regulasi.
Menurut Selznick, 1985 dalam Noll, 1985, Regulasi adalah pengendalian yang
berkesinambungan dan terfokus yang dilakukan oleh lembaga publik terhadap kegiatan
pelayanan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sedangkan Regulasi Pelayanan Kesehatan
merupakan upaya publik untuk memberikan pengaruh secara langsung atau tidak
langsung terhadap perilaku dan fungsi organisasi maupun perorangan yang menyediakan
pelayanan kesehatan (Hafez, 1997).

Definisi regulasi menurut Stewart and Walshe (1992) adalah : “the process of
ensuring that standars and legal reuirements are met for spesific service or public
activities, in order to ensure that policies are fulfilled.” Berdaasarkan definisi tersebut,
pengertian regulasi adalah suatu aktivitas publik yang akan dilaksanakan oleh
masyarakat harus memenuhi standar dan aturan sesuai kebijakan yag telah ditetapkan
untuk aktivitas pelayanan.

Menurut Brennan dan Berwick (1996) Regulasi diperlukan dengan tujuan ;


1. Mencegah biaya yang sangat tinggi
2. Keterbatasan informasi yang dimiliki oleh konsumen;
3. Moral hazard;
4. Kelangkaan ;
5. Mencegah monopoli;
6. Mengutamakan kesejahteraan / keselamatan publik;
2.3.3 Bentuk-bentuk Regulasi dalam Pelayanan Kesehatan

Secara umum aktifitas regulasi bertujuan untuk mencapai perbaikan mutu yang
berkelanjutan sehingga dapat memberikan pelayanan yang aman kepada masyarakat
(patient/ community safety). Aktifitas regulasi mutu secara umum terdiri dari lisensi,

8 |Dinny ilmiawati
sertifikat dan akreditasi. Lisensi, akreditasi dan sertifikasi adalah tiga cara utama dalam
aktifitas regulasi pelayanan kesehatan. Ketiga istilah tersebut seringkali dianggap sama
artinya dan digunakan secara bergantian sehingga membingungkan.

Regulasi lisensi menurut Ostorweis (1996) diberikan kepada pihak yang


memenuhi syarat pendidikan, pelatihan, dan berpengalaman untuk melakukan suatu
upaya pelayanan tertentu di wilayah tertentu.

Definisi istilah lisensi yang komprehensif adalah menurut Rooney & Ostenberg,
1999. Lisensi adalah suatu proses pemberian ijin oleh pemerintah kepada praktisi
individual atau lembaga pelayanan kesehatan untuk melaksanakan atau terlibat dalam
suatu profesi atau pekerjaan. Regulasi lisensi pada umumnya dikembangkan untuk
menjamin bahwa organisasi atau individu tenaga kesehatan tersebut dapat memenuhi
standart minimal untuk melindungi kesehatan dan keselamatan publik. Pemberian lisensi
kepada individu tenaga kesehatan umumnya diberikan setelah adanya ujian tertentu serta
dapat diperbaharui secara periodik melalui pembayaran fee dan atau bukti mengikuti
pengembangan profesi kelanjutan atau bukti kompetensi professional. Pemberian lisensi
kepada lembaga pelayanan kesehatan diberikan setelah kunjungan inspeksi yang
menetapkan apakah telah dipenuhi standar kesehatan dan keselamatan. Monitoring
lisensi merupakan persyaratan yang harus selalu dipenuhi oleh lembaga pelayanan
kesehatan untuk dapat tetap memberikan pelayanan.

Menurut Hafez, 1997, Lisensi merupakan proses pemberian izin secara legal
oleh lembaga yang kompeten biasanya pemerintah kepada individu atau organisasi untuk
menjalankan praktik atau kegiatan pelayanan kepada masyarakat. Perizinan baik
perizinan sarana kesehatan maupun tenaga kesehatan diatur dalam mekanisme Legislasi
(peraturan perundangan) guna mencegah adanya penyalahgunaan tugas maupun
fungsinya.

Akreditasi adalah suatu proses penilaian dan pengakuan yang dilakukan oleh
badan yang diakui (biasanya non pemerintah ) yang menyatakan bahwa lembaga
pelayanan kesehatan tersebut telah memenuhi standar dan dipublikasikan. Standar
akreditasi dianggap sebagai optimal yang dapat dicapai, serta dirancang untuk selalu
dapat memacu peningkatan mutu pelayanan di lembaga tersebut. Keputusan akreditasi
diputuskan akreditasi diputuskan oleh tim setelah kunjungan periodic. Tim tersebut
terdiri dari pe-reviewer, biasanya setiap 2-3 tahun. Akreditasi seringkali merupakan

9 |Dinny ilmiawati
proses sukarela sehingga lembaga pelayanan dapat memilih untuk berpartisipasi atau
tidak, dan bukan proses yang diwajibkan oleh undang-undang dan peraturan.

Akreditasi adalah proses formal yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang
dan diakui untuk melakukan penilaian pada organisasi yang telah memenuhi standar
yang telah ditetapkan. Seperti lembaga KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit), JCI
(Joint Commission International) dan JCAHO di Amerika, ACHS di Australia. Dalam
UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bahwa Rumah Sakit wajib melakukan
akreditasi secara berkala minimal tiga tahun sekali, serta dapat dilakukan oleh lembaga
Independen baik dari dalam maupun luar negeri berdasarkan standar akreditasi yang
berlaku, seperti Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) di Indonesia, JCI dan JCAHO
di Amerika, MSQH di Malaysia, dan ACHS di Australia, sertifikasi ISO 9000 sebetulnya
juga dapat dikategorikan sebagai bentuk akreditasi.
Pada tahun 2012 penilaian Akreditasi Rumah Sakit akan mengacu pada Standar Join
Commision International (JCI), yang dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu :

1. Kelompok sasaran yang berfokus pada pasien


2. Kelompok standar manajemen Rumah Sakit
3. Kelompok patient safety dan
4. Sasaran MDGs
Dengan adanya standar baru diharapkan mutu pelayanan kesehatan pada
masyarakat khususnya di Rumah Sakit akan semakin meningkat, sehingga
Rumah Sakit perlu menyesuaikan dengan standar akreditasi yang baru.

Sertifikasi adalah kegiatan penilaian kepada seseorang maupun organisasi yang


telah memenuhi syarat yang telah ditetapkan, kegiatan ini dilakukan oleh lembaga yang
mempunyai kewenangan dalam memberikan penilaian. Seperti sertifikat PPGD dan
GELS untuk Perawat, ATLS dan ACLS untuk Dokter, sertifikat ISO 9000 untuk
organisasi yang telah memenuhi standar dalam manajemen mutu.

Sertifikasi adalah sebuah proses evaluasi dan pengakuan oleh Pemerintah


ataupun LSM bahwa seseorang atau lembaga telah memenuhi standar atau kriteria
tertentu. Meskipun sertifikasi dan akreditasi seringkali digunakan secara bergantian
namun akreditasi umumnya diterapkan pada lembaga sedangkan sertifikasi diterapkan
kepada para individu dan lembaga. Sertifikasi pada individu diberikan apabila individu
tersebut mempunya tambahan keahlian sehingga kedudukannya tidak menggantikan

10 |Dinny ilmiawati
lisensi. Sedangkan sertifikasi pada lembaga diberikan apabila lembaga mmpunyai
tambahan pelayanan yang telah standar dan kedudukannya juga tidak menggantikan
llisensi.

Perbedaan utama antara ketiga istilah tersebut terutama terletak pada prosesnya
(yaitu bersifat sukarela atau wajib) dan standar yang digunakan (yaitu standar minimal
dan optimal). Lisensi bersifat wajib dan menggunakan standar minimal, sedangkan
akreditasi bersifat sukarrela dengan standar optimal serta dilaksanakan oleh organisasi
non pemerintah.

Roa dan Rooney (1999) didalam Utarini dan Jasri (2004) menyajikan dalam
bentuk tabel, seperti dibawah ini;

Tabel 2.3.1 Ciri utama Lisensi, sertifikasi, dan akreditasi

LISENSI SERTIFIKASI AKREDITASI


Standar Minimal Maksimal Maksimal
Tujuan Melindungi safety Melakukan Memacu upaya
dan meminimalkan pengembangan perbaikan secara
resiko. profesional yang up- kontinyu.
to-date
Sasaran Individu dan Individu, pelayanan, Lembaga pelayanan
lembaga pelayanan dan lembaga dan pelayanan
pelayanan
Sifat Wajib Sukarela Tergantung sistem
Persyaratan Bagian dari regulasi Evaluasi persyaratan Kepatuhan terhadap
untuk menjamin yang ditetapkan, standar, on-site
standar/ kompetensi pendidikan/pelatihan evaluation;
minimum, tambahan dan kepatuhan tersebut
kunjungan ke kompetensi dibidang tidak diharuskan
lembaga tertentu (untuk oleh hukum dan
individu), atau atau regulasi
menunjukkan bahwa tertentu
lembaga mempunyai
pelayanan, teknologi

11 |Dinny ilmiawati
atau kapasitas khusus
Pelaksana Pemerintah dan / Konsil/organisasi Tergantung sistem:
atau lembaga yang profesi Pemerintah atau
ditunjuk LSM
Contoh Lisensi dokter, ATLS/ACLS, Case Akreditasi Rumah
lisensi bidan, lisensi manager Sakit, Akreditasi
dokter gigi; lisensi certification, baby / mother
rumah sakit, apotek, ceertification friendly hospital,
laboratorium, program for akreditasi pelayanan
puskesmas, RB, BP healthcare Quality medik dasar.
Professionals
(CPHQ) ISO 9000
Pelayanan regulasi yang diselenggarakan baik pemerintah maupun badan independen
memberikan jaminan bahwa regulasi tersebut memberikan jaminan untuk masyarakat.
2.3.4 Peran Regulator Pemerintah
Peran Pemerintah mnurut laporan Pembangunan Bank Dunia (1997) berjudul
State in Changing World , peran negara mempunyai 3 tingkatan, yaitu (1) peran minimal;
(2) peran menengah; dan (3) peran sebagai pelaku kegiatan. Pada peran minimal,
pemerintah bertugas untuk menyediakan pelayanan publik murni, misalnya pertahanan,
tata hukum dan perundangan, hak cipta, manajemen ekonomi mikro dan kesehatan
masyarakat. Selain itu peran pemerintah saat ini tidak dapat dipisahkan dari konsep good
governance. Kovner (1995)menyatakan bahwa peran pemerintah ada tiga, yaitu sebagai :
(1) Regulator; (2) Pemberi Biaya; dan (3) Sebagai Pelaksana atau pelaku kegiatan.
Dalam konteks Good Governance peran pemerintah dalam sektor kesehatan
terdapat berbagai lembaga pemerintah yang beroprasi. Peran sebagai pelaksana
dilakukan misalnya oleh Rumah SakitPemerintah Pusat atau daerah. Peran sebagai
pemberi biaya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat atau daerah. Peran sebagai
regulator pelayanan kesehatan dapat dilakukakn oleh Departemen Kesehatan ataupun
Dinas Kesehatan Propinsi dan kabupaten/kota (Trisnantoro, 2004).
Laporan WHO (2000) berjudul Health System Performance membedakan peran
pemerintah sebagai pengarah (stewardship atau oversight ), regulator (yang
melaksanakan kegiatan rregulasi) dan yang diregulasi (pelaku pelayanan kesehatan).
Peran pengaruh mencakup 3 aspek utama yaitu, (1) Menetapkan, melaksanakan dan

12 |Dinny ilmiawati
memantau aturan main dalam sistem kesehatan; (2) Menjamin keseimbangan antar
berbagai key player dalam sektor kesehatan (terutama pembayar, pemyedia pelayanan
dan pasien); dan (3) Menetapkan perencanaan stratejik keseluruhan sistem kesehatan.
Fungsi Stewardship ini dapat dibagi dalam 6 subfungsi, yaitu perancangan
sistem keseluruhan, penilaian kinerja, penetapan prioritas, advokasi intersektoral,
regulasi dan perlindungan konsumen. Tidak seluruh subfungsi ini dapat dilakukan oleh
pemerintah, akan tetapi pemerintah harus menjamin bahwa fungsi tersebut ada,
dilakukan oleh pihak tertentu dan berjalan. Selin itu, regulasi hanya merupakan satu dari
6 subfungsi dalam stewardshi. Tabel dibawah ini menjabarkan lebih lanjut perbedaan
antara peran sebagai pengarah, regulator dan diregulasi (pelaksana), dengan penekanan
pada mutu pelayanan.
Tabel 2.3.2 Perbedaan Peran Pemerintah sebagai lembaga pengarah, regulator
dan pelaksana di bidang mutu pelayanan (Utarini, 2001)
Pemerintah sebagai Pemerintah sebagai Pemerintah
Pengarah Regulator Sebagai
Pelaksana
Peran Menetapkan kebijakan Melakukan Mengelola
untuk lembaga regulator pengawaasan /regulasi institusi
dan lembaga penyedia pelayanan
pelayanan publik
Tujuan Menjamin tercapainya Menjamin bahwa Efisiensi dan
indikator mutu kesehatan lembaga penyedia survival
wilayah dengan menetapkan pelayanan disuatu institusi
kebijakan regulasi mutu wilayah memberikan pelayanan
pelayanan yang publik dengan
bermutu pelayanan
yang bermutu
Unit Analisis Fokus pada wilayah Fokus pada berbagai Fasilitas
jenis fasilitas pelayanan
pelayanan kesehatan kesehatan
modern dan pemerintah,
tradisional, milik terutama
pemerintah dan swasta Puskesmas

13 |Dinny ilmiawati
disuatu wilayah dan Rumah
Sakit.
Konsekuensi Mengembangkan kebijakan Melaksanakan regulasi Swasta
sistem regulasi wilayah mutu penyedia
pelayanan
Persyaratan - Mempunyai sistem - Merupakan Sistem
informasi kesehatan lembaga yang manajemen
publik dan swasta diakui oleh organisasi
yang terintegrasi pemerintah dan yang baik
- Mengembangkan mempunyai
standar institusi dan kredibilitas
standar pelayanan dalam
sesuai kebutuhan melaksanakan
wilayah (optimal) regulasi mutu
- Mempunyai
surveyor-
surveyor yang
handal dan
objektif

2.3.5 Peran Masyarakat dalam Regulasi


Masyarakat mempunyai peran yang sangat penting serta ikut bertanggung jawab
terhadap keberlangsungan regulasi dalam pelayanan kesehatan. Melalui Undang-undang
no 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik, maka Fasilitas pelayanan
kesehatan wajib membuka informasi tentang kinerjanya kepada masyarakat melalui
media massa, sehingga masyarakat mempunyai pilihan dalam memilih fasilitas
pelayanan kesehatan yang mempunyai kinerja yang baik, dan menghindari fasilitas
pelayanan kesehatan yang mempunyai kinerja buruk.
Masyarakat juga dapat melakukan kendali terhadap sarana pelayanan kesehatan
dengan membentuk lembaga independen yang memonitor kinerja fasilitas pelayanan
kesehatan dan memberikan umpan balik guna perbaikan mutu dan kinerja dalam
pelayanan kesehatan.

14 |Dinny ilmiawati
Indeks kepuasan pelanggan yang disampaikan oleh pelanggan melalui lembaga
independen, kelompok masyarakat, maupun secara langsung kepada sarana pelayanan
kesehatan merupakan mekanisme kontrol yang sangat bermanfaat guna menjamin mutu
dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, dan mencegah adanya
malpraktek yang membahayakan bagi keselamatan pelanggan.
Dengan adanya Regulasi baik berupa Legislasi (peraturan perundang-
undangan), Lisensi / perizinan, akreditasi, maupun sertifikasi dapat menjamin sarana
pelayanan dan tenaga kesehatan mempunyai peran fungsi sesuai kaidah hukum dan
sesuai standar yang berlaku, sehingga bagi pasien rasa aman dan terlindungi secara
hukum merupakan hal yang paling utama, bagi petugas kesehatan tentunya dalam
memberikan pelayanan kesehatan sesuai standar yang berlaku.

2.3.6 Paradigma Regulasi


Paradigma regulasi pern pemerintah dalam regulasi pelayanan sangat dipicu
dengan semakin maraknya sektor swasta sebagai penyedia pelayanan kesehatan, mulai
dari praktek mandiri, praktek berkelompok, laboratorium, apotek, klinik-klinik hingga
rumah sakit. Fakta ini semakin mendorong pemerintah untuk segera bergerak dari peran
sebagai penyedia pelayanan (dengan konsekuensi berkompetisi dengan swasta)menjadi
peran sebagai regulator pelayanan (dengan konsekuensi meregulasi penyedia pelayanan
pemerintah dan swasta) di daerah-daerah yang masyarakat dan atau pemerintahnya kaya
(misal DIY, Bali, Riau, DKI), fenomena berkembangnya sektor swasta jelas terlihat
(Utarini, 2004).
Menurut Ogus (1994, dalam Kumaranayake, et al, 2000), terdapat dua
pendekatan regulasi pelayanan. Pendekatan pertama adalah pendekatan sosial, yang lebih
menekankan pada pengembangan berbagai standar (misalnya untuk menjaminmutu dan
kemanan minimal),baik standar profesi standar pelayanan ataupun standar perizinan
lembaga. Tujuan pendekatan ini adalah meningkatkan keadilan dan mutu pelayanan
kesehatan (Harding,2000). Dalam pendekatan sosial, variabel yang menjadi fokus
regulasi adalah market entry dan mutu pelayanan. Sebagai contoh, seorang dokter untuk
praktek disuatu wilayah harus melalui proses perijinan untuk menilai kompetensi
minimal dokter tersebut dan perijinan untuk tempat prakteknya . Dengan demikian
terdapat proses “pengujuan” sebelum memasuki pasar.
Pendekatan kedua adalah pendekatan ekonomik yang melihat peran regulasi
dalam kaitannya dengan mekanisme pasar. Pendekatan ini bertujuan untuk mencegah

15 |Dinny ilmiawati
monopoli pelayanan kesehatan, kelangkaan pelayanan kesehatan tertentu, ataupun
pelayanan yang berlebih (Harding, 2000 dan Kumaranayake et al.,2000). Regulasi terjadi
apabila pemerintah berusaha mengkontrol atau mempengaruhi aktivitas-aktivitas
individu atau lembaga melalui harga, kualitas, kuantitas, dan distribusi. Pandangan
Walshe mengenai regulasi lebih dipengaruhi oleh pendekatan ini. Walshe (2002) melihat
regulasi sebagai suatu usaha secara terus menerus yang dilakukan oleh lembaga publik
untuk mengontrol aktivitas yang brnilai bagi masyarakat. Dalam pandangan ahli
ekonomi, regulasi tersebut dibutuhkan karena adanya kegagalan mekanisme pasar,
dimana regulasi diharapkan dapat mewujudkan apa yang tidak terwujud dalam
mekanisme pasar seperti efisiensi, keadilan, kualitas, ketersediaan, dan sebagainya.
Kedua pendekatan diatas digunakan dalam mengembangkan regulasi pelayanan.
Contohnya dalam hal pendirian apotek. Selain apotek harus memenuhi persyaratan
dalam perijinan apotek, apakah diperlukan pengaturan apotek sehingga aksesibilitasnya
lebih tinggi? Berapa sesungguhnya estimasi jumlah rumah sakit yang diperlukan di DIY?
Apakah hal-hal tersebut diserahkan pada mekanisme pasar (sehingga tidak dibatasi
jumlah dan tidak ada regulasi mengenai lokasi pendirian atau distribusi apotek / rumah
sakit) ataukah diperlukan regulasi yang lebih jelas?
Sasaran regulasi dapat dilihat dengan pendekatan proses produksi pelayanan
kesehatan (input, output,outcome) dimana regulasi input akan mengkontrol tarif
(biaya/gaji) , jumlah, dan mutu SDM, obat, peralatan, bangunan, dan sebagainya.
Regulasi output akan mengkontrol tarif, jumlah dan mutu lembaga pelayanan kesehatan
(organisasi). Kedua macam regulasi inilah yang umumnya berkembang sedangkan
regulasi outcome untuk mewujudkan outcome kesehatan baik dari segi pembiayaan
kesehatan (tarif), kemudah an akses (jumlah) dan status kesehatan masyarakat (mutu)
sangatlah kompleks dan belum berkembang di negara-negara berkembang.
Instrumen regulasi secara umum dapat menggunakan tiga macam kategori,
yakni melalui; hukum (kontrol), insentif, regulasi, insentif, dan tekanan pasar. Instrumen
yang biasa digunakan adalah instrumen kontrol melalui mekanisme hukum yang dapat
berbentuk seperti ; Regulasi harga, kapasitas, market entry dan tingkat pelayanan, anti-
trust dan struktur pasar, mutu pelayanan, dan lisensi lembaga pelayanan. Regulasi yang
lebih kompleks adalah regulasi yang mendesak timbulnya respon positif provider
terhadap insentif (baik insentif Ekonomi maupun non-ekonomi). Di tingkat yang lebih
tinggi lagi terdapat regulasi yang bertujuan untuk merubah struktur pasar sehingga

16 |Dinny ilmiawati
muncul tekanan pasar yang mengarah ke perilaku provider yang dituju. Secara singkat
variabel, sasaran dan instrumemn regulasi dapat dilihat di skema di bawah ini.

Variabel Sasaran Cara


1. Market entry Input Hukum
2. Harga Insentif
3. Kuantitas Output Regulasi insentif
4. Distribusi Tekanan Pasar
5. Kualitas
6. Nilai kompetesi Outcome

17 |Dinny ilmiawati
BAB III
KESIMPULAN
Menurut Depkes RI (2009), Pelayanan Kesehatan adalah setiap upaya yang
diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan , mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.
Pengertian Rumah Sakit Berdasarkan Permenkes No. 147 tahun 2010 tentang
Perijinan Rumah Sakit adalah :
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat.
Beberapa permasalahan mutu pelayanan rumah sakit antara lain : Lemahnya
keterlibatan konsumen /pasien, Pelayanan yang belum sesuai kebutuhan pasien,
Rendahnya perhatian terhadap hak pasien dan keluarga, Fragmentasi sistem, Rendahnya
kompetensi dan motivasi, Rendahnya budaya mutu dan keselamatan pasien dari SDM,
Kesehatan Fasyankes kurang memperhatikan keselamatan, Variasi praktek klinis
Penggunaan antibiotik dan tes diagnostik berlebihan, dll
Untuk upaya peningkatan kesehatan yang telah ada antara lain:
1. Mekanisme perijinan (lisensi) yang diberikan oleh Kementerian Kesehatan maupun
Dinas Kesehatan seperti perijinan rumah-sakit, ijin praktek mandiri (dokter, bidan),
ijin klinik, ijin apotik dan sebagainya;
2. Mekanisme Sertifikasi seperti rumah-sakit sayang bayi dan ibu, bidan Delima,
sertifikat ACLS/ATLS dan sebagainya;
3. Mekanisme Akreditasi seperti Akreditasi RS, Akreditasi Puskesmas, Akreditasi
laboratorium, Akreditasi RS Pendidikan, Akreditasi Klinik dan lain-lain.

18 |Dinny ilmiawati
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman.(2012). Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Pelayanan Kesehatan


Masyarakat Di Kecamatan Bacan Tengah Kabupaten Halmahera Selatan.Universitas
Hasanuddin Makassar:tidak diterbitkan.

Ferdi, Roni.(2008).Kebijakan Pelayanan Kesehatan Sistem Desentralisasi STIKES alma’arif


Baturaja:tidak diterbitkan.

Fitri, Arini.(2012). Pelayanan Kesehatan Masyarakat.Universitas Hasanuddin Makasar :tidak


diterbitkan

Forum Yankes,2017. Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit. Medan.


http://yankes.depkes.go.id/read-upaya-peningkatan-mutu-pelayanan-rumah-sakit-1990.html

Janis, Novijan.(2014).BPJS Kesehatan, Supply, dan Demand Terhadap Layanan Kesehatan.

Kepala Subbidang Analisis Risiko Ekonomi, Keuangan, dan Sosial:tidak diterbitkan.

Massie. G.A Roy, 2009. Proses, Implementasi, Analisis dan Penelitian. Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan-Vol.12 No.4 Oktober 2009 ; Jakarta

NN, (2008).Kebijakan Pelayanan Kesehatan.Pontianak


,http://kebijakanpelayanankesehatan.blogspot.com/

NN.(2012). Akreditasi Rumah Sakit.


http://akreditasirumahsakitmpo.blogspot.com/2017/10/kebijakan-peningkatan-mutu-
keselamatan-pasien.html

PhD,MPH,MSc,dr,Utarini,Adi.2004. Regulasi Pelayanan Kesehatan.Modul 8.0. Yogyakarta

Supriyantoro,dr,Sp.P.MARS, 2011. Kebijakan Pemerintah Terkait dengan Mutu Pelayanan


RS dan Regulasi Tenaga Kesehatan. Pidato pada acara Muktamar MUKISI ke –III. Mei
2011.Jakarta

19 |Dinny ilmiawati

Anda mungkin juga menyukai