Anda di halaman 1dari 6

Waktu Kematian Dari Rigor Mortis: Prospektif Forensik

Abstrak
Waktu kematian merupakan topik penelitian yang sangat penting dalam
Kedokteran Forensik. Waktu kematian merupakan pertanyaan yang hampir selalu
ditanyakan oleh para penyidik yang berwenang yang menginvestigasi untuk
mengaitkan tersangka dengan suatu tindak kejahatan. Banyak tenaga medis dalam
kedokteran forensik yang telah mencoba meneliti untuk menentukan waktu
kematian berdasarkan temuan-temuan post mortem. Dari era kuno, trias: Algor
Mortis, Rigor Mortis dan Liver Mortis telah menjadi dasar untuk memastikan
waktu kematian secara kolektif. Hingga saat ini masih merupakan kriteria yang
penting dan paling menarik untuk memastikan waktu kematian. Penilaian ini
mencakup kepentingan waktu kematian dari rigor mortis dalam ilmu forensik.

Pendahuluan
Diantara trias ini, Algor mortis adalah pendinginan tubuh setelah kematian.
Suhu tubuh pada waktu kematian umumnya 37oC yang menurun menjadi suhu
sekitar selama 12 hingga 18 jam setelah kematian. Liver mortis atau pewarnaan
postmortem umumnya muncul pada bagian tubuh yang bersifat dependen dalam
waktu ½ - 1 jam setelah kematian dan terfiksasi dalam waktu 6 hingga 8 jam
setelah kematian. Demikian pula, rigor mortis, yang merupakan kekakuan mayat,
mulai terjadi dalam waktu 1 hingga 2 jam setelah kematian dan membutuhkan
waktu 12 jam setelah kematian untuk terjadi sepenuhnya dan masih tetap berada
dalam tahap pembentukannya selama 12 jam kemudian dan umumnya hilang
dalam 12 jam berikutnya. Hal ini dapat memberikan waktu perkiraan kematian
hingga 36 jam setelah kematian. Banyak teknik canggih lainnya seperti
pemeriksaan biokimia CSF, vitreous humor, aqueous humor, dll yang telah
dicobakan untuk mencapai akurasi mengenai waktu kematian
Metode lain seperti pemeriksaan perubahan dekomposisi dan pemeriksaan
entomologi sedang dipraktikkan untuk memperkirakan waktu yang telah berlalu
setelah kematian. Karena diantara tiga kriteria yang digambarkan diatas, rigor
mortis memberikan interval estimasi yang paling lama mengenai waktu kematian,
oleh karena itu kami telah memilih topik ini untuk tujuan tinjauan. Rigor mortis
adalah suatu keadaan kekakuan postmortem dan beberapa pemendekan otot
tubuh, baik volunter atau involunter, setelah periode flaksiditas primer. Hal ini
disebabkan oleh perubahan kimia yang mempengaruhi protein-protein serabut otot
yaitu aktin dan miosin. Ini adalah tanda akhirnya kehidupan seluler otot (1).

Sejaran Temuan Rigor Mortis


Penelitian pertama untuk rigor mortis dikaitkan dengan Nysten pada tahun
(2).
1811 Ia adalah orang pertama yang memperlihatkan rigor mortis. Bendell dan
Smith (1946) mempostulasikan peran ATP dalam onset rigor mortis dengan
penelitian eksperimental mereka pada otot psoas mayor tikus. Penelitian ini telah
(3)
memberikan dasar biokmia untuk terjadinya rigor mortis . Pada tahun 1950,
Shapiro memperlihatkan urutan progresi terjadinya rigor dari kepala kebawah.
Lebih lanjut pada tahun 1960, Bendell meneliti biofisika kontraksi otot, yang
mengarahkan pada pemahaman yang lebih baik terhadap rigor mortis. Ia
menyatakan bahwa otot volunter terdiri atas seberkas serabut panjang dengan
dimensi seperti sehelai rambut manusia. Masing-masing serabut terbentuk dari
miofibril yang tersusun dengan padat yang membentang melalui keseluruhan
panjangnya. Miofibril ini adalah elemen kontraktil, dan tersusun atas filamen-
filamen protein, filamen miosin dan filamen aktin (4). Karena konsep ini, penelitian
terhadap rigor mencapai suatu pendekatan mikroskopis. H.A Husband (1877),
Krompecher, Bergerioux (1988), Keith Simpson (1969), I. Gordon (1988) dan
banyak yang lainya telah menjadi perintis dalam memahami beragam faktor yang
mempengaruhi rigor dan kaitannya dengan penyebab kematian (5).
(6)
Huxley (1974), pemisahan filamen aktin dan miosin . Ekstensibilitas dan
kelembutan otot yang terjadi dan energi yang dibutuhkan untuk kontraksi
semuanya dalam satu cara atau lainnya bergantung pada adenosine trifosfat (ATP)
(7)
. ATP berada dalam konsentrasi yang tinggi pada otot yang istirahat, selalu
seimbang. Setelah kematian, kegagalan re-sintesis ATP mengarahkan pada
penurunan konsentrasinya didalam otot dan bertanggung jawab atas kekerasan dan
kekakuan otot pada rigor. Terjadinya rigor mortis adalah suatu proses perubahan
intensitas kekakuan otot dari waktu ke waktu. Pada awalnya intensitas rigor
mortis otot lemah; selanjutnya intensitas ini meningkat dan mencapai maksimum,
kemudian menurun dan pada kenyataannya menghilang setelah periode waktu
tertentu. Rigor mortis pertama kali muncul pada otot-otot involunter dan
kemudian pada otot volunter. Rigor mortis mulai muncul dalam waktu 1 – 2 jam
setelah kematian dan membutuhkan waktu sektiar 10 – 12 jam untuk terjadi secara
lengkap dan masih tetap ada selama 12 jam selanjutnya dan kemudian hilang pada
12 jam selanjutnya. Rigor dikatakan terjadi secara berurutan, namun ini tidak
berarti dengan cara yang konstan, simetris atau reguler.
Biasanya rigor mortis mulai terjadi pertama kali pada otot-otot kecil kelopak
mata dalam waktu sekitar 1 – 2 jam setelah kematian dan kemudian berkembang
pada otot-otot rahang bawah, leher, otot badan, ekstremitas atas dan ekstremitas
(8)
bawah . Pada akhirnya otot-otot jari tangan dan jari kaki terkena. Hilangnya
rigor mortis memiliki urutan yang sama dengan kemunculannya. Sifat
terbentuknya yang secara perlahan, ururan perkembangan dan kehilangannya pada
akhir memberikan rigor beberapa karakteristik yang ketat. Rigor mortis yang
terjadi yang dirusak dengan cara apapun tidak akan pernah muncul kembali di
tubuh. Hilangnya rigor mortis yang ditunjukkan oleh flaksiditas otot disebabkan
(9)
oleh aktivitas cairan alkali yang dihasilkan oleh pembusukan . Dua abad
terakhir, rigor mortis merupakan salah satu faktor yang penting dalam
menentukan waktu kematian. Berbagai penulis meneliti fenomena ini yang mana
ulasannya disebutkan di bagian berikut. Nysten (1811) telah mempublikasikan
deskripsi ilmiah rigor mortis pertama (10).
Menurutnya, tidak ada pemendekan otot yang dapat diukur selama rigor
mortis kecuali jika otot diarahkan pada peregangan. Ketika rigor terjadi secara
sempurna, sendi-sendi tubuh menjadi terfiksasi dan keadaan fleksi atau ekstensi
sendi-sendi ini bergantung pada posisi tubuh dan ekstremitas pada waktu
kematian. Jika tubuh dalam keadaan supinasi maka sendi-sendi besar ekstremitas
menjadi sedikit terfleksi selama terjadinya rigor. Sendi jari-jari tangan dan kaki
seringkali sangat mengalami fleksi karena pemendekan otot lengan dan tungkai.
Kekakuan mayat berturut-turut mempengaruhi otot-otot mastikator, yang berada
di wajah dan leher, yang berada di badan dan lengan dan akhirnya yang berada di
ekstremitas bawah. Ini kemudian disebut sebagai Nysten Law. Seringkali
ditambahkan bahwa resolusi muncul dalam urutan yang sama. Sommer (1833)
telah mendukung pandangan bahwa terjadinya rigor mortis dapat menghasilakn
pergerakan tubuh yang signifikan pada keadaan khusus seperti posisi ekstrim
tubuh pada waktu kematian (11).
Postulasi ini telah dikenal sebagai “sommer’s movement”. Namun penelitian
lebih lanjut mengkritik pandangan ini dan memberikan pembenaran bahwa tubuh
bergerak sebelum onset rigor kemudian sendi akan terfiksasi sesuai dengan
dimana tubuh terletak. Untuk alasan ini, ketika tubuh ditemukan pada posisi
tertentu dengan rigor mortis yang telah terjadi sempurna, ini tidak dapat
diasumsikan bahwa korban selalu meninggal dalam posisi tersebut. Sebaliknya,
jika tubuh dipertahankan oleh rigor dalam posisi yang tidak jelas berkaitan dengan
pendukungan tubuh, maka dapat disimpulkan bahwa tubuh dipindahkan setelah
rigor mortis telah terjadi. Husband H.A (1877) mengutip dalam Student’s hand
book of forensic medicine, faktor-faktor yang mempengaruhi rigor mortis: Efek
penyakit yang melemahkan sebelum kematian,kecepatan adalah invasi dan terjadi
dengan cepat, Efek kerangka yang kuat pada periode kematian, pencapaiannya
mungkin semakin lama, Efek tindakan kekerasan sebelum kematian, rigor muncul
terlambat dan menghilang dengan cepat, Efek racun: racun yang menyebabkan
kontraksi paksa selama beberapa waktu sebelum kematian misalnya strychnine,
mempengaruhi cepatnya invasi rigor mortis, durasinya yang singkat, dan
pembusukan selanjutnya.
Dimana kematian pada keracunan oleh strychnine hampir bersifat instan
dengan tahap kejang yang singkat, rigor mortis terjadi dengan cepat dan masih
tetap ada dalam waktu yang lama. Swenson Arne, Wend Otto dan Fisher, Barry
A.J (1914) menyatakan bahwa perubahan biokimia dalam tubuh menghasilkan
kekakuan tubuh yang dikenal sebagai rigor mortis, yang biasanya muncul dalam
(12)
waktu 2 – 6 jam . Setelah kematian, rigor motis mulai terjadi di badan dan
tubuh dan ekstremitas dan lengkap dalam waktu 6 – 12 jam. Kekakuan masih
tetap ada selama 2 – 3 hari dan menghilang dalam urutan yang sama seperti
kemunculannya. Anak yang sangat kecil dan orang yang sangat tua cenderung
akan mengalami kekakuan yang lebih sedikit dibandingkan orang dewasa dengan
struktur otot yang telah berkembang dengan baik. Wordsworth S William (1916)
(13)
menyatakan bahwa rigor mortis atau kekakuan mayat merupakan akibat dari
koagulasi sekurang-kurangnya zat otot dan ini tampak dimulai dengan plasma,
bekuan menjadi lebih keras dan kemungkinan melibatkan bagian zat-zat otot
lainnya. Ini muncul dengan lebih cepat pada otot yang baru saja mengalami
kelelahan.
Kekakuan ini muncul lebih dini pada otot yang lebih kecil dan lebih aktif
yang memiliki jumlah plasma yang lebih sedikit. Rigor bergantung pada kondisi
fisik atau pengaruh seperti panas, elektrisitas atau jumlah cairan, ini tampak juga
bergantung jauh lebih pada kondisi kimia seperti kesanggupan dalam kelelahan
dan racun. Periode kekakuan berbeda-beda hingga derajat yang cukup besar yang
mana relaksasi biasanya tetap ada hingga sekitar 2 hari, namun onset dan
pemudarannya biasanya bersifat bertahap, sulit untuk ditentukan secara akurat.
Lewatnya kekakuan biasanya dimulai pada otot-otot gerak yang lebih kecil dan
mengikuti urutan umum onset yang sangat beragam terutama dibawah kondisi
lokal. Aitcheson, Roberson menyatakan bahwa rigor mortis terdiri atas
pengerasandan kekakuan otot keseluruhan tubuh, yang terjadi dalam beberapa jam
setelah kematian. Rigor mortis muncul dalam urutan yang pasti yang menyerang
beragam kelompok otot. Kekakuan mempengaruhi otot dalam urutan berikut:
kelopak mata, otot-otot leher, rahang bawah, otot wajah, dada, ekstremitas atas,
badan, ekstremitas bawah.
Onset waktu kematian sangat bervariasi dalam kasus yang berbeda. Tapi
rata-rata dapat dikatakan dimulai 2-4 jam setelah kematian dan bertahan sampai
dekomposisi datang dalam 1-3 hari. Peneliti lebih lanjut menyatakan beberapa
[14]
kondisi di mana rigor mortis muncul lebih awal . Kematian diikuti oleh kejang,
pengerahan otot, rigor mortis akan muncul lebih awal. Pada penyakit seperti
kanker, phthisis, rigor mortis akan muncul lebih awal. Pada bayi baru lahir,
kekakuan postmortem datang dengan sangat cepat dan segera berlalu. Dalam
iklim hangat, serangannya cepat dan begitu juga hilangnyanya. Rigor mortis yang
melambat dari waktu kematian terlihat dalam kondisi seperti kematian mendadak
sementara di kesehatan yang baik sebelumnya (ayan, pneumonia dll), asfiksia,
keracunan narkotik, bahkan dikatakan tidak ada dalam kasus tersebut. Pada otot
yang lumpuh itu lama tertunda. Curran William, Mcgnrry, dan Charles 6 kecil
menyatakan bahwa tubuh biasanya mulai kaku 2-3 jam setelah kematian.

Anda mungkin juga menyukai