Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pankreatitis adalah suatu inflamasi pankreas. Dua bentuk utama dari

pankreatitis adalah pankreatitis akut dan kronis. Pankreatitis akut adalah suatu

proses yang reversibel, sedangkan pankreatitis kronis irreversible.

Pankreatitis akut lebih sering, dan sebagian besar pasien memiliki satu

episode pankreatitis. Sedangkan sebagian kecil pasien mengalami episode

berulang pankreatitis akut dan beresiko berkembang menjadi pankreatitis

kronis

Di Amerika Serikat kejadian tahunan pankreatitis kronis berkisar 5-

12 / 100.000 orang, pankreatitis akut berkisar 13-45 / 100.000 orang, dan

tingkat kejadian kanker pankreas adalah sekitar 8 / 100.000 orang. Di Eropa

Barat kejadian tahunan pankreatitis kronis sekitar lima kasus baru per

100.000 penduduk. Rasio laki-laki: wanita 7:1 dan usia rata-rata onset adalah

antara 36 tahun dan 55 tahun. Di Asia insiden pankreatitis kronis diperkirakan

14,4 per 100.000 penduduk, dan hanya 18,8 % disebabkan oleh alkohol,

dengan perbandingan laki–laki dan perempuan 1,9:1 dimana usia rata rata

33± 13 tahun

1
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Pankreatitis kronik didefinisikan sebagai proses menuju kerusakan

ireversibel parenkim pankreas dan duktus dan hilangnya fungsi eksokrin. Banyak

dari pasien ini memiliki riwayat pancreatitis akut sebelum perubahan ireversibel

dalam anatomi dan fungsi pankreas menjadi jelas.1

2.2 Epidemiologi

Pankreatitis kronik dapat terjadi pada semua umur pada anak. Klasik kistik

fibrosis adalah penyebab paling umum pada anak. Insidensi dan prevalensi

pankreatitis kronik pada anak belum jelas.

2.3 Etiologi

Konsumsi alkohol dalam masyarakat barat dan malnutrisi yang terdapat di

seluruh dunia merupakan penyebab terbanyak pankreatitis kronis. Pada

alkoholisme, insiden pankreatitis 50 kali lebih tinggi dibandingkan insidens dalam

populasi bukan peminum. Konsumsi alkohol dalam waktu lama menyebabkan

hipersekresi protein dalam sekret pankreas. Akibatnya akan terbentuk sumbat

protein dan batu (kalkuli) dalam duktus pankreas. Alkohol juga memiliki efek

toksik yang langsung pada sel-sel pankreas. Kemungkinan terjadinya kerusakan

sel-sel ini akan lebih parah pada pasien-pasien yang kandungan protein dalam

makanannya buruk atau yang kandungan lemaknya terlampau tinggi atau rendah

2
Penyebab lain pankreatitis kronis dapat dilihat pada Tabel 2.1 Pada anak,

pankreatitis kronik biasanya idiopatik atau berhubungan dengan mutasi pada

PRSS-1, Spink-1 , CFTR, atau gen CTRC, sendiri atau bersamaan.

Tabel 2.1 Penyebab Pankreatitis Kronik


Biliary calculi Duodenal inflammation
• Macrolithiasis • Crohn disease

• Microlithiasis (<2 mm)a • Celiac disease

• Sludgea • Infection

Congenital pancreaticobiliary abnormalities Medications


• Anomalous pancreaticobiliary junction Sphincter of Oddi dysfunction
• Choledochal cyst Metabolic
• Annular pancreas • Hypercalcemia

• Pancreas divisumb • Hypertriglyceridemia

Geneticc Intestinal duplication cyst

• Hereditary pancreatitis, PRSS-1 mutation • Gastric

• SPINK-1 mutationb • Duodenal

• CFTR mutation Idiopathicc


Autoimmune
• Localized to pancreas
• Systemic disorder

CFTR¼cystic fibrosis transmembrane conductance regulator; PRSS-1¼cationic trypsinogen; SPINK-1¼serine protease inhibitor Kazal
type 1.
a
Controversial associations.
b
Only causative if present with another predisposing factor (eg, CFTR heterozygote mutation).
c
Most Commont causes of chronic pancreatitis in pediatric patients

a. Mutasi genetika yang terkait dengan pankreatitis

Dalam 15 tahun terakhir, mutasi pada beberapa gen memiliki kaitan

dengan peningkatan risiko pankreatitis.2 3

b. PRSS-1

Beberapa mutasi pada gen PRSS–1, gen yang mengkode tripsinogen

kationik menyebabkan pankreatitis herediter. Penurunannya secara autosomal

3
dominan dengan 80 % penetrasi. Mekanisme mutasi pada PRSS – 1 menyebabkan

pankreatitis tetap diteliti. Prevailing theories meningkatkan autoaktivasi dari

tripsinogen ( bentuk tidak aktif yang disimpan dalam sel asinar ) menjadi tripsin

atau peningkatan resistensi terhadap inaktivasi tripsin dalam sel asinar. Pasien di

masa kecil dengan pankreatitis kronis dan kemudian berkembang menjadi

pankreatitis kronik dengan kemungkinan tinggi defisiensi eksokrin dan endokrin.

Risiko menjadi kanker pankreas 40 % atau lebih pada pasien ini. 2 3

c. SPINK - 1

Gen Spink -1 diproduksi dalam sel-sel asinar dan bertindak untuk

menghambat aktivasi prematur tryspinogen. Beberapa mutasi pada Spink - 1

meningkatkan kemungkinan pankreatitis kronis dan Pankreatitis kronik. Pasien

yang memiliki homozigot atau mutasi senyawa heterozigot memiliki risiko lebih

tinggi daripada pasien yang memiliki mutasi heterozigot. Mutasi Spink-1

dianggap mengubah penyakit karena sebagian besar orang yang memiliki mutasi

ini , bahkan ketika homozigot , tidak berkembang menjadi pankreatitis akut ,

pankreatitis kronis , atau pankreatitis kronik. Mekanisme peningkatan risiko yang

terkait dengan mutasi Spink- dianggap berkaitan dengan penurunan kemampuan

untuk menonaktifkan tripsin . Belum ada bukti definitif mekanisme ini, dan

mekanisme lain seperti toksisitas dari misfolded protein, tetap dimungkinkan 2 3

d. CFTR

Seperti mutasi Spink-1, mutasi CFTR dianggap sebagai pengubah

penyakit. Heterozigot , senyawa heterozigot dan mutasi homozigot meningkatkan

resiko pankreatitis kronis dan pankreatitis kronik. Peningkatan risiko kurang

untuk pasien yang memiliki mutasi heterozigot dibandingkan pasien dengan dua

4
alel yang terkena dampak. Secara umum, salah satu atau kedua alel yang terkena

dampak menghasilkan protein CFTR dengan beberapa fungsi. Pasien-pasien ini

tidak memiliki fitur klinis kistik fibrosis atau memiliki penyakit ringan pada organ

lain dan presentasi pankreas yang cukup baik, meskipun beberapa akan

berkembang menjadi insufisiensi pankreas dari waktu ke waktu. Ketika

menginterpretasi hasil genetic screen dari gen CFTR, penting untuk diingat bahwa

efek dari banyak perubahan dalam urutan gen pada fungsi protein tidak

diketahui.2, 3

e. CTRC

Chymotrypsin C gen (CTRC) mengkode enzim pencernaan chymotrypsin

C. Ada peningkatan mutasi CTRC pada pasien yang memiliki ARP dan

pankreatitis kronik. Mutasi telah merubah penyakit . Karena CTRC dapat

menonaktifkan tripsin in vitro, telah diduga bahwa gen ini bertindak untuk

melindungi sel-sel asinar dari aktivasi trypsinogen yang tidak sesuai 2 3

f. Obat yang menginduksi Pankreatitis

Tinjauan seksama setiap obat-obatan yang digunakan oleh pasien harus

dilakukan, dan setiap obat yang terkait dengan pankreatitis harus dihentikan .

g. Disfungsi sfingter oddi

Peran disfungsi sphincter Oddi dalam menyebabkan pankreatitis kronis

pada anak tidak jelas. Tidak ada studi yang merekomendasikan sphincterectomy

(memotong otot sekitar sfingter) mempunyai efisiensi dalam mengobati anak-

anak dengan pankreatitis kronis.

5
h. Metabolik

Penyebab metabolik untuk pankreatitis kronis (hypercalcemia,

hipertrigliseridemia, dan inborn error metabolism) belum diteliti secara luas tetapi

kemungkinan jarang memicu terjadinya pankreatitis kronis .

i. Duplication Cyst

Duplication Cyst duodenum atau lambung harus dipertimbangkan, lesi ini

dapat menyebabkan pankreatitis kronis sekunder dari obstruksi pankreaticobilier

tergantung lokasinya. Kista ini sulit untuk dideteksi dan mungkin hanya terlihat

setelah beberapa investigasi dengan modalitas pencitraan yang berbeda . Sebagai

catatan bahwa Duplication cyst duodenum dapat berhadapan dengan kepala

pankreas secara dekat dan diinterpretasi sebagai pseudokista.

2.4 Patofisiologi

Pankreatitis kronik merupakan gejala sisa inflamasi destruktif dalam

jangka waktu yang lama. Teori saat ini menunjukkan bahwa pankreatitis kronik

dimulai dengan pankreatitis akut dan berkembang menjadi fibrosis. Tidak seperti

resolusi yang terjadi pada pankreatitis akut, proses destruktif justru berlanjut pada

individu yang rentan. Kerentanan dan progresifitas mungkin dipengaruhi oleh

genetik dan pengaruh lingkungan.1

2.5 Diagnosis

Diagnosis pankreatitis kronik adalah dari temuan klinis dan berdasarkan

pada gabungan gejala , pencitraan, dan insufisiensi fungsional. Hal ini penting

untuk mempertimbangkan semua parameter ketika pankreatitis kronik diduga

pada pasien, karena diagnosis seringkali terlambat. Semakin lanjut penyakit,

amilase dan lipase tidak akan meningkat , bahkan dengan adanya nyeri sekalipun .

6
2.6 Gambaran klinis

Bagi banyak pasien, berulangnya episode pankreatitis akan meningkatkan

kekhawatiran tentang pankreatitis kronik. Pasien datang dengan nyeri perut

ringan sampai intens biasanya di epigastrium. Rasa nyeri dapat konstan atau

berselang-seling digambarkan sebagai nyeri yang dalam dan tajam, dengan

penjalaran ke belakang. Nyeri sering, episodik, seperti pada pankreatitis kronis.

Ada banyak penyebab nyeri ini. Rasa nyeri dapat merupakan akibat dari obstruksi

saluran pankreas oleh fibrosis atau batu, radang parenkim, peradangan perineural,

atau persepsi nyeri di sistem saraf perifer atau sentral. Jarang, pasien datang

dengan gejala malabsorpsi, seperti turunnya berat badan, tinja berlemak, atau

diare. Bahkan jarang pasien yang datang dengan penyakit kuning dari obstruksi

bilier ekstrahepatik disebabkan oleh fibrosis pankreas atau pseudokista. Sebagian

pasien dengan perdarahan saluran pencernaan bagian atas dari trombosis vena

sebagai tanda yang muncul. Diabetes, merupakan perkembangan akhir dalam

perjalanan pankreatitis kronik, dan pada anak hal ini jarang terjadi.

2.7 Pencitraan

Pencitraan memberikan bukti perubahan morfologis dalam kelenjar atau

duktus. Transabdominal ultrasonografi, CT, MRCP , ERCP , dan masing-masing

EUS dapat memberikan bukti perubahan kronis pada pankreas. Saat ini , MRCP

adalah metode pencitraan pilihan. Modalitas ini memiliki keterbatasan dalam hal

cabang-cabang sisi duktus pankreas utama tidak didiskripsikan dengan baik .

ERCP lebih baik untuk mendiskripsikan anatomi duktal tetapi biasanya tidak

diperlukan . CT dipercaya bisa mendeteksi kalsifikasi, atrofi kelenjar, penggantian

7
lemak, dan pelebaran duktus tetapi tidak sensitif untuk perubahan duktus seperti

MRCP atau ERCP .

2.8 Tes fungsi pankreas

Tes fungsi pankreas dapat mengidentifikasi insufisiensi pankreas dan

mendukung diagnosis Pankreatitis kronik. Intubasi duodenum dengan secretin

untuk stimulasi cholecystokinin tetap merupakan referensi standar untuk tes

diagnostik , tetapi pilihan ini tidak banyak tersedia. Yang lebih umum, sekresi

pankreas dikumpulkan pada upper endoskopi. Pendekatan ini mungkin tidak

memperhitungkan sekresi pankreas, yang mengarah ke diagnosis yang tidak benar

dari insufisiensi pankreas dalam beberapa pasien. Dalam beberapa tahun terakhir,

elastase tinja telah digunakan untuk skrining insufisiensi pankreas. Tes ini secara

luas tersedia, mudah , dan dapat dilakukan bahkan jika pasien mengkonsumsi

suplemen enzim pankreas. Seperti semua tes yang tidak langsung, elastase tinja

memiliki sensitivitas yang rendah untuk mendeteksi insufisiensi pankreas ringan

sampai moderat. Selain itu, tinja berair mengencerkan konsentrasi elastase tinja

dan hasil positif palsu dapat terjadi . Pengumpulan tinja berlemak dalam 72 jam

tetap merupakan tes terbaik untuk steatorrhea . Seperti tes non-invasif lainnya,

pengumpulan tinja berlemak dalam 72 jam memberikan hasil pembacaan tidak

normal hanya pada penyakit yang sudah lanjut . Pengujian lemak tidak boleh

digunakan sendiri untuk diagnosis karena penyakit mukosa usus dapat

menyebabkan steatorrhea.

2.9 Tatalaksana

Tahap dan etiologi pankreatitis kronik menentukan pengelolaan. Ketika

episode berulang dari pankreatitis akut mendominasi perjalanan klinis,

8
pengelolaan identik dengan pankreatitis akut. Dengan berkembangnya penyakit,

pengelolaan nyeri kronik dan terapi untuk insufisiensi pankreas diperlukan. Pada

sebagian kecil pasien anak, diabetes memerlukan penatalaksanaan.

Karena tak henti-hentinya rasa sakit mempengaruhi banyak pasien,

Penanganan nyeri harus dimulai dengan analgesik nonnarkotik seperti

acetaminophen atau obat antiinflamasi nonsteroid yang dijadwalkan diberikan

sebelum makan untuk mencegah eksaserbasi postprandial nyeri. Jika sakit

berlanjut, respon terhadap enzim pankreas eksogen non-enterik-berlapis harus

dievaluasi pada pasien pankreatitis kronik ringan sampai sedang. Jika tindakan ini

gagal, pertimbangan perlu diberikan untuk penggunaan tramadol atau

penambahan opioid dosis rendah dengan regimen (misalnya, asetaminofen

ditambah kodein). Opioid parenteral dicadangkan untuk pasien dengan sakit parah

tidak responsif terhadap analgesik oral. Pada pasien dengan nyeri yang sulit untuk

dikelola, modulator sakit kronis nonnarcotic (misalnya, serotonin selektif reuptake

inhibitor , antidepresan trisiklik) dapat dipertimbangkan. Suplemen enzim

pankreas dan terapi antioksidan (selenium, asam askorbat, b-karoten, a-tokoferol ,

dan metionin ) sering diberikan sebagai terapi percobaan.4

Nyeri perut ringan: diberikan obat analgetik bekerja perifer antara lain

asam asetil salisilat sampai 4 x 0,5 – 1,0 g, metamizole sampai 4 x 0,5 – 1,0 g.

Dapat juga diberikan spasmolitik antara lain N-butylscopolamine supositoria

sampai 5 x 10 mg. Nyeri perut sedang: diberikan kombinasi analgetik yang

bekerja perifer (asam asetil salisilat/metamizole) dengan analgetik yang bekerja

sentral (tramadol oral atau supositoria sampai 400 mg/hari. Nyeri perut berat:

diberikan kombinasi analgetik yang bekerja perifer dengan analgetik yang bekerja

9
sentral, dapat diberikan antidepresan antara lain buprenoephine oral sampai 4 x 2

tablet atau sublingual 4 x 0,2 mg.

Pemeriksaan endoskopi untuk pankreatitis kronik harus dipertimbangkan

hanya ketika ada striktur duktus atau batu saluran pankreas atau gejala

pseudokista. Peran sfingterotomi endoskopi dan penempatan stent tetap

kontroversialsial. Pendekatan bedah masih digunakan pada pasien tertentu.

Penyakit yang terlokalisir dapat diobati dengan reseksi pankreas parsial.

Pancreatectomy total dengan autotransplant sel islet saat ini ditawarkan

kepada pasien yang memiliki penyebab genetik pankreatitis dan bagi mereka yang

menderita nyeri terus menerus. Meskipun banyak pasien mengalami perbaikan

nyeri, sejumlah pasien terus mengalami nyeri. Pada 20 % dari orang dewasa, nyeri

tetap intens seperti sebelum reseksi. Sepertiga dari pasien ini tidak memiliki

insulin, sepertiga lagi memerlukan dosis rendah insulin , dan sisanya akan

berkembang menjadi diabetes yang berat. Anak praremaja lebih mungkin insulin -

independen daripada anak yang lebih tua dan orang dewasa . Karena jumlah sel

islet adalah prediktor terbaik outcame dari diabetes dan jumlahnya lebih menurun

dengan bertambah beratnya penyakit, penentuan waktu operasi sangatlah penting.


56
Sayangnya, tidak ada pedoman yang mengarahkan pengambilan keputusan.

Insufisiensi pankreas diterapi dengan terapi pengganti enzim pankreas.

Tujuannya adalah untuk mengembalikan fungsi pencernaan dan menjaga berat

badan dan pertumbuhan. Karena tidak ada penelitian mengenai dosis efektif untuk

pasien dengan pankreatitis, rekomendasi untuk mengobati pasien yang memiliki

cystic fibrosis digunakan sebagai dosis enzim pada pasien pankreatitis kronik.

Selain itu dapat diberikan suplementasi vitamin antara lain vitamin yang larut

10
lemak (A,D,E,K) pada steatorea berat dan vitamin B pada kasus defisiensi vitamin

B pada alkohol kronik.

2.10 Komplikasi

Studi jangka panjang dilakukan untuk menentukan prognosis pankreatitis

kronik. Bertentangan dengan pendapat sebelumnya, rasa nyeri pankreatitis kronik

tidak tetap. Nyeri bisa berubah-ubah dalam intensitas dan frekuensi, tetapi tidak

akan membaik dengan berjalannya waktu. Baik insufisiensi pankreas dan diabetes

muncul belakangan dalam perjalanan penyakit. Diabetes dapat memakan waktu 2

atau 3 dekade untuk menjadi signifikan secara klinis. Meskipun begitu, pasien

anak kemungkinan akan berkembang menjadi diabetes di masa hidup mereka .

Kanker pankreas merupakan risiko jangka panjang untuk semua pasien anak yang

memiliki pankreatitis kronik. Pada pankreatitis herediter, karsinoma pankreas

muncul pertama kali dalam dekade keempat (kejadian 0,5 %) , dan kejadian
7
meningkat dengan bertambahnya usia Tingginya probabilitas karsinoma

pankreas adalah salah satu faktor dalam memutuskan apakah akan melanjutkan

pancreatectomy dan autotransplant sel islet.

2.11 Prognosis

Sangat sedikit pasien meninggal karena pankreatitisnya sendiri. Penyebab

utama dari kematian adalah penyakit kardiovaskular dan kanker.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. LaRusch J, Whitcomb DC. Genetics of pancreatitis. Curr Opin

Gastroenterol. 2011;27(5):467–474

2. Rosendahl J, Landt O, Bernadova J, et al. CFTR, SPINK1, CTRC and

PRSS1 variants in chronic pancreatitis: is the role of mutated CFTR

overestimated [published online ahead of print March 17, 2012]? Gut.

3. Wells, Barbara G., Dipiro, Josepht T., Schwinghammer, Terry L., Dipiro,

Cecily V. 2009. Pharmacoteraphy Handbook Seventh Edition. Mc Graw Hill

Medical : New York

4. Braganza JM, Lee SH, McCloy RF, McMahon MJ. Chronic pancreatitis.

Lancet. 2011;377(9772):1184–1197

5. Schmulewitz N. Total pancreatectomy with autologous islet cell

transplantation in children: making a difference. Clin Gastroenterol Hepatol.

2011;9(9):725–726

6. Rodriguez Rilo HL, Ahmad SA, D’Alessio D, et al. Total

pancreatectomy and autologous islet cell transplantation as a means to treat

severe chronic pancreatitis. J Gastrointest Surg. 2003;7(8):978–989

7. Howes N, Lerch MM, Greenhalf W, et al. European Registry of Hereditary

Pancreatitis and Pancreatic Cancer (EUROPAC). Clinical and genetic

characteristics of hereditary pancreatitis in Europe. Clin Gastroenterol

Hepatol. 2004;2(3):252–61

A.

12

Anda mungkin juga menyukai