Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

Ulkus kornea merupakan diskontinuitas atau hilangnya sebagian permukaan

kornea akibat kematian jaringan kornea. Diskontinuitas jaringan kornea dapat

terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan

yang tepat dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi

seperti descementocele, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea

yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan penyebab

kebutaan urutan kedua di Indonesia.1

Hasil survei Riskesdas tahun 2013 yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian

dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, prevalensi kebutaan

nasional adalah sebesar 0,4%, jauh lebih kecil dibanding prevalensi kebutaan tahun

2007 (0,9%). Prevalensi kekeruhan kornea nasional adalah 5,5%. Insidensi ulkus

kornea di negara maju adalah 2-11/100.000 per tahun, dan cenderung meningkat

karena penggunaan lensa kontak. Insidensi di negara berkembang dijumpai jauh

lebih tinggi. Studi retrospektif di India Selatan menunjukkan insidensi ulkus

kornea adalah 113/100.000 per tahun. Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah

5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus

kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-

kadang tidak diketahui penyebabnya.2,3

Tujuan penatalaksanaan ulkus kornea adalah eradikasi bakteri dari kornea,

menekan reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea,

mempercepat penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta

1
memperbaiki tajam penglihatan. Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat

keparahan dan cepat lambatnya mendapat pertolongan, jenis

mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi yang timbul.1

Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena

jaringan kornea bersifat avaskuler. Demikian akan dilaporkan sebuah kasus

seorang laki-laki dengan ulkus kornea di bangsal RSUD Ulin Banjarmasin.

Anda mungkin juga menyukai