Anda di halaman 1dari 14

Januari 24, 2008

ANEMIA PADA IBU HAMIL

Diarsipkan di bawah: Jurnal — rofiqahmad @ 12:59 am

Oleh: Sohimah *

Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari
12 gr% (Wiknjosastro, 2002). Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu
dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar <10,5 gr%
pada trimester II (Saifuddin, 2002). Anemia dalam kehamilan yang disebabkan karena
kekurangan zat besi, jenis pengobatannya relatif mudah, bahkan murah.
Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut Hidremia atau
Hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan
bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah
sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin 19%. Bertambahnya darah
dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya
dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu (Wiknjosastro, 2002). Secara fisiologis,
pengenceran darah ini untuk membantu meringankan kerja jantung yang semakin berat
dengan adanya kehamilan.
Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut
bahkan tidak jarang keduannya saling berinteraksi (Safuddin, 2002). Menurut Mochtar
(199 penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut:
1. Kurang gizi (malnutrisi)
2. Kurang zat besi dalam diit
3. Malabsorpsi
4. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain
5. Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-lain

GEJALA ANEMIA PADA IBU HAMIL


Gejala anemia pada kehamilan yaitu ibu mengeluh cepat lelah, sering pusing, mata
berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi hilang,
nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda.

KLASIFIKASI ANEMIA DALAM KEHAMILAN.


Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Mochtar (1998), adalah sebagai berikut:
1. Anemia Defisiensi Besi
Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah. Pengobatannya yaitu,
keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil dan dalam laktasi yang dianjurkan
adalah pemberian tablet besi.
a. Terapi Oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu fero sulfat, fero glukonat atau
Na-fero bisirat. Pemberian preparat 60 mg/ hari dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1 gr%/
bulan. Saat ini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram
asam folat untuk profilaksis anemia (Saifuddin, 2002).
b. Terapi Parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan zat besi per oral,
dan adanya gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan atau masa kehamilannya
tua (Wiknjosastro, 2002). Pemberian preparat parenteral dengan ferum dextran sebanyak
1000 mg (20 mg) intravena atau 2 x 10 ml/ IM pada gluteus, dapat meningkatkan Hb lebih
cepat yaitu 2 gr% (Manuaba, 2001).
Untuk menegakan diagnosa Anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnesa.
Hasil anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang
dan keluhan mual muntah pada hamil muda. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat
dilakukan dengan menggunakan alat sachli, dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan
yaitu trimester I dan III. Hasil pemeriksaan Hb dengan sachli dapat digolongkan sebagai
berikut:
1. Hb 11 gr% : Tidak anemia
2. Hb 9-10 gr% : Anemia ringan
3. Hb 7 – 8 gr%: Anemia sedang
4. Hb < 7 gr% : Anemia berat
Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekatai 800 mg. Kebutuhan ini
terdiri dari, sekitar 300 mg diperlukan untuk janin dan plasenta serta 500 mg lagi
digunakan untuk meningkatkan massa haemoglobin maternal. Kurang lebih 200 mg lebih
akan dieksresikan lewat usus, urin dan kulit. Makanan ibu hamil setiap 100 kalori akan
menghasilkan sekitar 8–10 mg zat besi. Perhitungan makan 3 kali dengan 2500 kalori akan
menghasilkan sekitar 20–25 mg zat besi perhari. Selama kehamilan dengan perhitungan
288 hari, ibu hamil akan menghasilkan zat besi sebanyak 100 mg sehingga kebutuhan zat
besi masih kekurangan untuk wanita hamil (Manuaba, 2001).
2. Anemia Megaloblastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh karena kekurangan asam folik, jarang sekali karena
kekurangan vitamin B12.
Pengobatannya:
a. Asam folik 15 – 30 mg per hari
b. Vitamin B12 3 X 1 tablet per hari
c. Sulfas ferosus 3 X 1 tablet per hari
d. Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban sehingga dapat diberikan
transfusi darah.
3. Anemia Hipoplastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk sel darah
merah baru. Untuk diagnostik diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan diantaranya adalah
darah tepi lengkap, pemeriksaan pungsi ekternal dan pemeriksaan retikulosi.
4. Anemia Hemolitik
Adalah anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang lebih
cepat dari pembuatannya. Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran
darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-
organ vital.
Pengobatannya tergantung pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya. Bila
disebabkan oleh infeksi maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-obat penambah
darah. Namun pada beberapa jenis obat-obatan, hal ini tidak memberi hasil. Sehingga
transfusi darah berulang dapat membantu penderita ini.

EFEK ANEMIA PADA IBU HAMIL, BERSALIN DAN NIFAS


Anemia dapat terjadi pada setiap ibu hamil, karena itulah kejadian ini harus selalu
diwaspadai. Anemia yang terjadi saat ibu hamil Trimester I akan dapat mengakibatkan:
Abortus, Missed Abortus dan kelainan kongenital. Anemia pada kehamilan trimester II
dapat menyebabkan: Persalinan prematur, perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan
janin dalam rahim, asfiksia aintrauterin sampai kematian, BBLR, gestosis dan mudah
terkena infeksi, IQ rendah dan bahkan bisa mengakibatkan kematian. Saat inpartu, anemia
dapat menimbulkan gangguan his baik primer maupun sekunder, janin akan lahir dengan
anemia, dan persalinan dengan tindakan yang disebabkan karena ibu cepat lelah. Saat post
partum anemia dapat menyebabkan: tonia uteri, rtensio placenta, pelukaan sukar sembuh,
mudah terjadi febris puerpuralis dan gangguan involusio uteri.

SIMPULAN
Kejadian anemia pada ibu hamil harus selalu diwaspadai mengingat anemia dapat
meningkatkan risiko kematian ibu, angka prematuritas, BBLR dan angka kematian bayi.
Untuk mengenali kejadian anemia pada kehamilan, seorang ibu harus mengetahui gejala
anemia pada ibu hamil, yaitu cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, malaise,
lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi hilang, napas pendek (pada anemia
parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada kehamilan muda.

* Sohimah, S.ST : Staf Pengajar Prodi DIII Kebidanan STIKES Al-Irsyad

KEPUSTAKAAN
Manuaba, I.B.G.1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana.
Jakarta: EGC
Manuaba, I.B.G. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan
Keluarga Berencana. Jakarta: EGC
Mochtar, R. 1998 . Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: EGC
Notobroto. 2003. Insiden Anemia. http://adln.lib.unair.ac.id. diperoleh 24 Februari, 2006.
Saifudin, A.B. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: YBP-SP
Winkyosastro, H. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP

http://rofiqahmad.wordpress.com/2008/01/24/anemia-pada-ibu-hamil/

2003 Zulhaida Lubis Posted: 7 November 2003


Pengantar Falsafah Sains (PPS702)

Program Pascasarjana/S3

Institut Pertanian Bogor

November 2003

Dosen :

Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto

STATUS GIZI IBU HAMIL SERTA PENGARUHNYA


TERHADAP BAYI YANG DILAHIRKAN

Oleh :

Zulhaida Lubis
A561030051/GMK
e-mail: zulhaida@.telkom.net

Pendahuluan
Status gizi ibu sebelum dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan
janin yang sedang dikandung. Bila gtatus gizi ibu normal pada masa sebelum dan
selama hamil kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan
dengan berat badan normal. Dengan kata lain kualitas bayi yang dilahirkan sangat
tergantung pada keadaan gizi ibu sebelum dan selama hamil.
Salah satu cara untuk menilai kualitas bayi adalah dengan mengukur berat bayi
pada saat lahir. Seorang ibu hamil akan melahirkan bayi yang sehat bila tingkat
kesehatan dan gizinya berada pada kondisi yang baik. Namun sampai saat ini masih
banyak ibu hamil yang mengalami masalah gizi khususnya gizi kurang seperti Kurang
Energi Kronis (KEK) dan Anemia gizi (Depkes RI, 1996). Hasil SKRT 1995
menunjukkan bahwa 41 % ibu hamil menderita KEK dan 51% yang menderita anemia
mempunyai kecenderungan melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR).
Ibu hamil yang menderita KEK dan Anemia mempunyai resiko kesakitan yang
lebih besar terutama pada trimester III kehamilan dibandingkan dengan ibu hamil
normal. Akibatnya mereka mempunyai resiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi
dengan BBLR, kematian saat persalinan, pendarahan, pasca persalinan yang sulit
karena lemah dan mudah mengalami gangguan kesehatan (Depke RI, 1996). Bayi yang
dilahirkan dengan BBLR umumnya kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang
baru, sehingga dapat berakibat pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan,
bahkan dapat mengganggu kelangsungan hidupnya.
Selain itu juga akan meningkatkan resiko kesakitan dan kematian bayi karena
rentan terhadap infeksi saluran pernafasan bagian bawah, gangguan belajar, masalah
perilaku dan lain sebagainya (Depkes RI, 1998).

Kebutuhan Gizi pada Ibu Hamil

Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi, karena itu


kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama kehamilan. Peningkatan energi
dan zat gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin,
pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan komposisi dan metabolisme tubuh
ibu. Sehingga kekurangan zat gizi tertentu yang diperlukan saat hamil dapat
menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna.
Bagi ibu hamil, pada dasarnya semua zat gizi memerlukan tambahan, namun
yang seringkali menjadi kekurangan adalah energi protein dan beberapa mineral seperti
Zat Besi dan Kalsium.
Kebutuhan energi untuk kehamilan yang normal perlu tambahan kira-kira
80.000 kalori selama masa kurang lebih 280 hari. Hal ini berarti perlu tambahan ekstra
sebanyak kurang lebih 300 kalori setiap hari selama hamil (Nasution, 1988).
Energi yang tersembunyi dalam protein ditaksir sebanyak 5180 kkal, dan lemak
36.337 Kkal. Agar energi ini bisa ditabung masih dibutuhkan tambahan energi
sebanyak 26.244 Kkal, yang digunakan untuk mengubah energi yang terikat dalam
makanan menjadi energi yang bisa dimetabolisir. Dengan demikian jumlah total energi
yang harus tersedia selama kehamilan adalah 74.537 Kkal, dibulatkan menjadi 80.000
Kkal. Untuk memperoleh besaran energi per hari, hasil penjumlahan ini kemudian
dibagi dengan angka 250 (perkiraaan lamanya kehamilan dalam hari) sehingga
diperoleh angka 300 Kkal.
Kebutuhan energi pada trimester I meningkat secara minimal. Kemudian
sepanjang trimester II dan III kebutuhan energi terus meningkat sampai akhir
kehamilan. Energi tambahan selama trimester II diperlukan untuk pemekaran jaringan
ibu seperti penambahan volume darah, pertumbuhan uterus, dan payudara, serta
penumpukan lemak. Selama trimester III energi tambahan digunakan untuk
pertumbuhan janin dan plasenta.
Karena banyaknya perbedaan kebutuhan energi selama hamil, maka WHO
menganjurkan jumlah tambahan sebesar 150 Kkal sehari pada trimester I, 350 Kkal
sehari pada trimester II dan III. Di Kanada, penambahan untuk trimester I sebesar 100
Kkal dan 300 Kkal untuk trimester II dan III. Sementara di Indonesia berdasarkan
Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998 ditentukan angka 285 Kkal
perhari selama kehamilan. Angka ini tentunya tidak termasuk penambahan akibat
perubahan temperatur ruangan, kegiatan fisik, dan pertumbuhan. Patokan ini berlaku
bagi mereka yang tidak merubah kegiatan fisik selama hamil.
Sama halnya dengan energi, kebutuhan wanita hamil akan protein juga
meningkat, bahkan mencapai 68 % dari sebelum hamil. Jumlah protein yang harus
tersedia sampai akhir kehamilan diperkirakan sebanyak 925 g yang tertimbun dalam
jaringan ibu, plasenta, serta janin. Di Indonesia melalui Widya Karya Nasional Pangan
dan Gizi VI tahun 1998 menganjurkan penambahan protein 12 g/hari selama kehamilan.
Dengan demikian dalam satu hari asupan protein dapat mencapai 75-100 g (sekitar 12
% dari jumlah total kalori); atau sekitar 1,3 g/kgBB/hari (gravida mature), 1,5 g/kg
BB/hari (usia 15-18 tahun), dan 1,7 g/kg BB/hari (di bawah 15 tahun).
Bahan pangan yang dijadikan sumber protein sebaiknya (2/3 bagian) pangan
yang bernilai biologi tinggi, seperti daging tak berlemak, ikan, telur, susu dan hasil
olahannya. Protein yang berasal dari tumbuhan (nilai biologinya rendah) cukup 1/3
bagian.
Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan Fe
atau Zat Besi. Jumlah Fe pada bayi baru lahir kira-kira 300 mg dan jumlah yang
diperlukan ibu untuk mencegah anemia akibat meningkatnya volume darah adalah 500
mg. Selama kehamilan seorang ibu hamil menyimpan zat besi kurang lebih 1.000 mg
termasuk untuk keperluan janin, plasenta dan hemoglobin ibu sendiri. Berdasarkan
Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 1998, seorang ibu hamil perlu tambahan
zat gizi rata-rata 20 mg perhari. Sedangkan kebutuhan sebelum hamil atau pada kondisi
normal rata-rata 26 mg per hari (umur 20 – 45 tahun).

Gizi Kurang pada Ibu Hamil

Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah,
baik pada ibu maupun janin, seperti diuraikan berikut ini.

1. Terhadap Ibu
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada
ibu antara lain: anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara
normal, dan terkena penyakit infeksi.
2. Terhadap Perslinan
Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan
persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature),
pendarahan setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi cenderung
meningkat.
3. Terhadap Janin
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan
janin dan dapat menimbulkan kegururan , abortus, bayi lahir mati, kematian
neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati dalam
kandungan), lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR)

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui status gizi ibu hamil
antara lain memantau pertambahan berat badan selama hamil, mengukur Lingkar
Lengan Atas (LILA), dan mengukur kadar Hb. Pertambahan berat badan selama hamil
sekitar 10 – 12 kg, dimana pada trimester I pertambahan kurang dari 1 kg, trimester II
sekitar 3 kg, dan trimester III sekitar 6 kg. Pertambahan berat badan ini juga sekaligus
bertujuan memantau pertumbuhan janin. Pengukuran LILA dimaksudkan untuk
mengetahui apakah seseorang menderita Kurang Energi Kronis (KEK), sedangkan
pengukuran kadar Hb untuk mengetahui kondisi ibu apakah menderita anemai gizi.
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak
mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal.
Dengan kondisi kesehatan yang baik, system reproduksi normal, tidak menderita sakit,
dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan
melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan
yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering
melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi
bila ibu menderita anemia.

Anemia pada Ibu Hamil

Anemia dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada di bawah


normal. Di Indonesia Anemia umumnya disebabkan oleh kekurangan Zat Besi,
sehingga lebih dikenal dengan istilah Anemia Gizi Besi. Anemia defisiensi besi
merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil
umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin
yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka akan
menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai di bawah 11 gr/dl selama
trimester III.
Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada
pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan
kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi
yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian
perinatal secara bermakna lebih tinggi. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat
dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan
melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih besar.

Resiko BBLR pada Ibu Hamil


Di Indonesia batas ambang LILA dengan resiko KEK adalah 23,5 cm hal ini
berarti ibu hamil dengan resiko KEK diperkirakan akan melahirkan bayi BBLR. Bila
bayi lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) akan mempunyai resiko
kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan, dan gangguan perkembangan anak.
Untuk mencegah resiko KEK pada ibu hamil sebelum kehamilan wanita usia subur
sudah harus mempunyai gizi yang baik, misalnya dengan LILA tidak kurang dari 23,5
cm. Apabila LILA ibu sebelum hamil kurang dari angka tersebut, sebaiknya kehamilan
ditunda sehingga tidak beresiko melahirkan BBLR.
Hasil penelitian Edwi Saraswati, dkk. di Jawa Barat (1998) menunjukkan bahwa
KEK pada batas 23,5 cm belum merupakan resiko untuk melahirkan BBLR walaupun
resiko relatifnya cukup tinggi. Sedangkan ibu hamil dengan KEK pada batas 23 cm
mempunyai resiko 2,0087 kali untuk melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang
mempunyai LILA lebih dari 23 cm.
Sebagaimana disebutkan di atas, berat bayi yang dilahirkan dapat dipengaruhi
oleh status gizi ibu baik sebelum hamil maupun saat hamil. Status gizi ibu sebelum
hamil juga cukup berperan dalam pencapaian gizi ibu saat hamil. Penelitian Rosmeri
(2000) menunjukkan bahwa status gizi ibu sebelum hamil mempunyai pengaruh yang
bermakna terhadap kejadian BBLR. Ibu dengan status gizi kurang (kurus) sebelum
hamil mempunyai resiko 4,27 kali untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan
ibu yang mempunyai status gizi baik (normal).
Hasil penelitian Jumirah, dkk. (1999) menunujukkan bahwa ada hubungan kadar
Hb ibu hamil dengan berat bayi lahir, dimana semakin tinggi kadar Hb ibu semakin
tinggi berat badan bayi yang dilahirkan. Sedangkan penelitian Edwi Saraswati, dkk.
(1998) menemukan bahwa anemia pada batas 11 gr/dl bukan merupakan resiko untuk
melahirkan BBLR. Hal ini mungkin karena belum berpengaruh terhadap fungsi hormon
maupun fisiologis ibu.
Selanjutnya pada analisa bivariat anemia batas 9 gr/dl atau anemia berat
ditemukan secara statistik tidak nyata melahirkan BBLR. Namun untuk melahirkan bayi
mati mempunyai resiko 3,081 kali. Dari hasil analisa multivariat dengan
memperhatikan masalah riwayat kehamilan sebelumnya menunjukkan bahwa ibu
hamil penderita anemia berat mempunyai resiko untuk melahirkan BBLR 4,2 kali lebih
tinggi dibandingkan dengan ibu yang tidak menderita anemia berat.
Penutup

Ibu hamil merupakan kelompok yang cukup rawan gizi. Kekurangan gizi pada
ibu hamil mempunyai dampak yang cukup besar terhadap proses pertumbuhan janin
dan anak yang akan dilahirkan. Bila ibu hamil mengalami kurang gizi maka akibat
yang akan ditimbulkan antara lain: keguguran, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat
bawaan, anemia pada bayi, dan bayi lahir dengan BBLR.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa pengaruh gizi kurang terhadap
kejadian BBLR cukup besar pada ibu hamil, apalagi kondisi gizi ibu sebelum hamil
buruk. Masalah gizi kurang pada ibu hamil ini dapat dilihat dari prevalensi
Kekurangan Energi Kronis (KEK) dan kejadian anemia.
Untuk memperkecil resiko BBLR diperlukan upaya mempertahankan kondisi
gizi yang baiik pada ibu hamil. Upaya yang dilakukan berupa pengaturan konsumsi
makanan, pemantauan pertambahan berat badan, pemeriksaan kadar Hb, dan
pengukuran LILA sebelum atau saat hamil.

Daftar Pustaka
Depkes RI. Direktorat Pembinaan Kesehatan Masyarakat. 1992. Pedoman Pelayanan
Kesehatan Prenatal di Wilayah Kerja Puskesmas. Jakarta.
Depkes RI. Direktorat Pembinaan Kesehatan Masyarakat. 1996. Pedoman
Penanggulangan Ibu Hamil Kekurangan Enargi Kronis. Jakarta.
Depkes RI. 1997. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta.
Saraswati, E. 1998. Resiko Ibu Hamil Kurang Energi Kronis (KEK) dan Anemia untuk
melahirkan Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Penelitian Gizi
dan Makanan jilid 21.
Jumirah, dkk. 1999. Anemia Ibu Hamil dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Serta
Dampaknya pada Berat Bayi Lahir di Kecamatan Medan Tuntungan
Kotamadya Medan. Laporan Penelitian. Medan
Kardjati, S. 1999. Aspek Kesehatan dan Gizi Anak Balita. Yayasan Obor Indonesia.
Jakarta.
Nasution, A.H., dkk. 1988. Gizi untuk Kebutuhan Fisiologis Khusus. Terjemahan. PT
Gramedia. Jakarta.
Pudiadi. 1997. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta
Manik, R. 2000. Pengaruh Sosio Demografi, Riwayat Persalinan dan Status Gizi Ibu
terhadap Kejadian BBLR, Studi Kasus di RSIA Sri Ratu Medan. Skripsi
Mahasiswa FKM USU. Medan.
Sarimawar, D., dkk. 1991. Faktor Resiko yang Mempengaruhi Anemia Kehamilan.
Buletin Penelitian Kesehatan. Jakarta.
http://tumoutou.net/702_07134/zulhaida_lubis.htm

ANEMIA DEFISIENSI ZAT BESI PADA IBU HAMIL DI


INDONESIA (EVIDENCE BASED)Ridwan Amiruddin. Ermawati Syam.
Rusnah.Septi Tolanda.Irma DamayantiBAB IPENDAHULUAN A. Latar belakangAngka Kematian Ibu
(AKI) merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu negara. Kematian ibu dapat
terjadi karena beberapa sebab, diantaranya karena anemia. Penelitian Chi, dkk menunjukkan bahwa angka
kematian ibu adalah 70% untuk ibu-ibu yang anemia dan 19,7% untuk mereka yang non anemia. Kematian
ibu 15-20% secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan anemia. Anemia pada kehamilan juga
berhubungan dengan meningkatnya kesakitan ibu.1Anemia karena defisiensi zat besi merupakan penyebab
utama anemia pada ibu hamil dibandingkan dengan defisiensi zat gizi lain. Oleh karena itu anemia gizi pada
masa kehamilan sering diidentikkan dengan anemia gizi besi Hal ini juga diungkapkan oleh Simanjuntak
tahun 1992, bahwa sekitar 70 % ibu hamil di Indonesia menderita anemia gizi.2Anemia defisiensi zat besi
merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia. Dengan
frekuensi yang masih cukup tinggi, berkisar antara 10% dan 20% (Prawirohardjo,2002). Badan kesehatan
dunia (World Health Organization/WHO) melaporkan bahwa prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami
defisiensi besi sekitar 35-75%, serta semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia
kehamilan.1,4Anemia defisiensi zat besi lebih cenderung berlangsung di negara yang sedang berkembang
daripada negara yang sudah maju. Tiga puluh enam persen (atau sekitar 1400 juta orang) dari perkiraan
populasi 3800 juta orang di negara yang sedang berkembang menderita anemia jenis ini, sedangkan
prevalensi di negara maju hanya sekitar 8% (atau kira-kira 100 juta orang) dari perkiraan populasi 1200 juta
orang. 3Di Indonesia prevalensi anemia pada kehamilan masih tinggi yaitu sekitar 40,1% (SKRT 2001).
Lautan J dkk (2001) melaporkan dari 31 orang wanita hamil pada trimester II didapati 23 (74%) menderita
anemia, dan 13 (42%) menderita kekurangan besi.4Mengingat besarnya dampak buruk dari anemia defisiensi
zat besi pada wanita hamil dan janin, oleh karena itu perlu kiranya perhatian yang cukup terhadap masalah
ini.B. Rumusan masalah

1. Bagaimanakah gambaran epidemiologi kejadian anemia defisiensi zat besi


diIndonesia?
2. Program apakah yang diterapkan dalam menanggulangi masalah anemia defisiensi
zat besi di Indonesia?

3. Apa isu terbaru tentang anemia defisiensi zat besi? C. Tujuan

1. Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran epidemiologi, program penanggulangan, dan
isu terbaru tentang anemia defisiensi zat besi di Indonesia.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui gambaran epidemiologi kejadian anemia defisiensi zat besi
di Indonesia.
b. Untuk mengetahui program yang diterapkan dalam menanggulangi masalah
anemia defisiensi zat besi di Indonesia.
c. Untuk mengetahui isu terbaru tentang anemia defisiensi zat besi.

D. Manfaat penulisan
1. Manfaat praktis
Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi lembaga
terkait dalam merumuskan program penanggulangan masalah anemia defisiensi zat
besi di Indonesia.
2. Manfaat keilmuan
Makalah ini diharapkan mampu menambah khasanah ilmu pengetahuan serta
menjadi salah satu bacaan yang bermanfaat.
3. Manfaat bagi penulis
Memperluas wawasan dan pengetahuan tentang kesehatan masyarakat
khususnya masalah anemia defisiensi zat besi.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan umum tentang anemia defisiensi zat besiAnemia adalah
suatu keadaan adanya penurunan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit dibawah nilai normal.
Pada penderita anemia, lebih sering disebut kurang darah, kadar sel darah merah (hemoglobin atau Hb) di
bawah nilai normal. Penyebabnya bisa karena kurangnya zat gizi untuk pembentukan darah, misalnya zat
besi, asam folat, dan vitamin B12. Tetapi yang sering terjadi adalah anemia karena kekurangan zat
besi.Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga
kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritropoesis tidak cukup, yang ditandai dengan gambaran sel darah merah
hipokrom-mikrositer, kadar besi serum (Serum Iron = SI) dan jenuh transferin menurun, kapasitas ikat besi
total (Total Iron Binding Capacity/TIBC) meninggi dan cadangan besi dalam sumsum tulang serta ditempat
yang lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali.4Banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya
anemia defisiensi besi, antara lain, kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan
absorbsi diusus, perdarahan akut maupun kronis, dan meningkatnya kebutuhan zat besi seperti pada wanita
hamil, masa pertumbuhan, dan masa penyembuhan dari penyakit.B. Anemia defisiensi zat besi pada
kehamilanAnemia defisiensi besi pada wanita hamil merupakan problema kesehatan yang dialami oleh
wanita diseluruh dunia terutama dinegara berkembang. Badan kesehatan dunia (World Health
Organization/WHO) melaporkan bahwa prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-
75% serta semakin meningkat seiring dengan pertambah usia kehamilan. Menurut WHO 40% kematian ibu
dinegara berkembang berkaitan dengan anemia pada kehamilan dan kebanyakan anemia pada kehamilan
disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut, bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi. 41.
Patofisiologi anemia pada kehamilan.Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh
karena perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan payudara. Volume
plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke 9
dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterem serta kembali normal 3 bulan setelah
partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan
peningkatan sekresi aldesteron. 2. EtiologiEtiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan, yaitu :a.
Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah.b. Pertambahan darah tidak sebanding dengan
pertambahan plasma.c. Kurangnya zat besi dalam makanan.d. Kebutuhan zat besi meningkat.

e. Gangguan pencernaan dan absorbsi.

3. Gejala klinisWintrobe mengemukakan bahwa manifestasi klinis dari anemia defisiensi besi sangat
bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa juga gejala-gejala penyakit dasarnya yang menonjol, ataupun bisa
ditemukan gejala anemia bersama-sama dengan gejala penyakit dasarnya. Gejala-gejala dapat berupa kepala
pusing, palpitasi, berkunang-kunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neurumuskular, lesu,
lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa. Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar
hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas.4Nilai ambang batas yang
digunakan untuk menentukan status anemia ibu hamil, didasarkan pada criteria WHO tahun 1972 yang
ditetapkan dalam 3 kategori, yaitu normal (≥11 gr/dl), anemia ringan (8-11 g/dl), dan anemia berat (kurang
dari 8 g/dl). Berdasarkan hasil pemeriksaan darah ternyata rata-rata kadar hemoglobin ibu hamil adalah
sebesar 11.28 mg/dl, kadar hemoglobin terendah 7.63 mg/dl dan tertinggi 14.00 mg/dl.3 4. Dampak
anemia defisiensi zat besi pada ibu hamilAnemia pada ibu hamil bukan tanpa risiko. Menurut penelitian,
tingginya angka kematian ibu berkaitan erat dengan anemia. Anemia juga menyebabkan rendahnya
kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia
meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka
prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu,
perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering
berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah. Soeprono menyebutkan
bahwa dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya
gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia,
atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap
infeksi dan stress kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi,
BBLR, kematian perinatal, dan lain-lain). BAB IIPEMBAHASAN A. Epidemiologi anemia defisiensi
zat besi pada ibu hamil di Indonesia

1. Frekuensi

Grafik 1Prevalensi 10 Kelompok Penyakit Terbanyak di Indonesia Tahun 2001 5


Sumber: Studi morbiditas Susenas 2001, Badan Litbangkes; publikasi hasil Surkesnas 2001 Grafik 1
menunjukkan bahwa di Indonesia, secara umum anemia merupakan penyakit ke-4 yang prevalensinya
terbanyak setelah gilut, refraksi penglihatan, dan ISPA, dengan prevalensi sebesar 20%. Grafik
6
2Prevalensi Anemia Menurut SKRT 1995 dan 2001Di Indonesia Sumber: SKRT 1995 dan 2001 Grafik
2 menunjukkan bahwa ibu hamil merupakan salah satu kelompok penderita anemia dengan prevalensi 50,9%
pada tahun 1995, kemudian mengalami penurunan pada tahun 2001 menjadi 40,1%. Hal ini disebabkan
karena penanggulangan anemia yang difokuskan pada ibu hamil berupa suplementasi zat besi.Jadi,
berdasarkan kedua grafik diatas dapat diperoleh informasi bahwa dari 20% prevalensi anemia di Indonesia
pada tahun 2001, sebanyak 40,1% diantaranya adalah ibu hamil. Jenis anemia yang dominan adalah anemia
karena kekurangan zat besi.

http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/10/08/evidence-base-epidemiologi-anemia-
deficiensi-zat-besi-pada-ibu-hamil-di-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai