Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter, jenis
yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi
dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan juga cukup
mahal untuk penanganannnya. Penyebab luka bakar selain karena api ( secara
langsung ataupun tidak langsung ), juga karena pajanan suhu tinggi dari matahari,
listrik maupun bahan kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak langsung dari
api ( misalnya tersiram panas ) banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga
(Sjamsuhidajat, 2005).
Dengan memperhatikan prinsip- prinsip dasar resusitasi pada trauma dan
penerapannya pada saat yang tepat diharapkan akan dapat menurunkan sekecil
mungkin angka- angka tersebut diatas. Prinsip- prinsip dasar tersebut meliputi
kewaspadaan akan terjadinya gangguan jalan nafas pada penderita yang mengalami
trauma inhalasi, mempertahankan hemodinamik dalam batas normal dengan
resusitasi cairan, mengetahui dan mengobati penyulit- penyulit yangmungkin
terjadi akibat trauma listrik, misalnya rabdomiolisis dan disritmia jantung.
Mengendalikan suhu tubuh dan menjuhkan / mengeluarkan penderita dari
lingkungan trauma panas juga merupakan prinsip utama dari penanganan trauma
termal ( American College of Surgeon Committee on Trauma, 1997).
Kulit adalah organ kompleks yang memberikan pertahanan tubuh pertama
terhadap kemungkinan lingkungan yang merugikan. Kulit melindungi tubuh
terhadap infeksi, mencegah kehilangan cairan tubuh, membantu mengontrol suhu
tubuh, berfungsi sebagai organ eksretoridan sensori, membantu dalam proses
aktivasi vitamin D, dan mempengaruhi citra tubuh. Luka bakar adalah hal yang
umum, namun merupakan bentuk cedera kulit yang sebagian besar dapat dicegah (
Horne dan Swearingen, 2000 )

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep teoritis luka bakar ?
2. Bagaimana pengkajian pada klien dengan luka bakar?
3. Bagaimana diagnosa keperawatan pada klien dengan luka bakar?
4. Bagaimana intervensi keperawatan pada klien dengan luka bakar?
5. Apa implementasi keperawatan pada klien dengan luka bakar?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui gambaran secara umum tentang konsep teoritis
dan asuhan keperawatan pada klien dengan luka bakar.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui konsep teoritis luka bakar
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada klien dengan luka bakar
c. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan
luka bakar
d. Mahasiswa mampu menyusun intervensi keperawatan pada klien dengan
luka bakar
e. Mahasiswa mampu menerapkan implementasi keperawatan pada klien
dengan luka bakar

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teoritis Luka Bakar


1. Anatomi dan Fisiologi Kulit
Kulit merupakan sistem tubuh yang paling luas. Kulit adalah lapisan jaringan
yang terdapat pada bagian luar, menutupi dan melindungi permukaan tubuh. Pada
permukaan kulit bermuara kelenjar dan kelenjar mukosa. Alat tubuh yang terberat :
15% dai badanvdengan luas : 1.50 – 1.75 m. Tebal rata-rata : 1.22 mm. Daerah
yang paling tebal 66 mm, pada telapak tangan dan kaki dan paling tipis : 0.5 mm
pada daerah penis.
a. Lapisan kulit
1) Epidermis
Terbagi atas 4 lapisan, yaitu :
a) Stratum Germinativum/Lapisan basal
(1) Terdiri dari sel-sel kuboid yang tegak lurus terhadap dermis
(2) Tersusun sebagai tiang pagar atau palisade
(3) Lapisan terbawah dari epidermis
(4) Terdapat melanosit, yaitu sel dendritik yang membentuk
melanin (melindungi kulit dari sinar matahari)
b) Stratum Spinosum/Lapisan Malpighi
(1) Lapisan epidermis yang paling tebal
(2) Terdiri dari sel polygonal
(3) Sel-sel mempunyai protoplasma yang menonjol yang terlihat
seperti duri
c) Stratum Granulosum/Lapisan Granular
Terdiri dari butir-butir granul keratohialin yang basofilik.
d) Stratum Korneum/Lapisan Tanduk
(1) Terdiri dari 20-25 sel tanduk tanpa inti

3
(2) Setiap kulit yang mati banyak mengandung keratin yaitu protein
fibrous insoluble yang membentuk barier terluar kulit yang
berfungsi
2) Dermis
Lapisan yang berada dibawah epidermis, yang terdiri dari
jaringan ikat yang memiliki 2 lapisan, yaitu :
a) Pars papilaris
Terdiri dari fibroblast yang memproduksi kolagen.
b) Retikularis
Terdapat banyak pembuluh darah, limfe, akar rambut, kelenjar
keringat dan kelenjar sebaseus
3) Hipodermis
Lapisan terdalam yang banyak mengandung sel liposit yang
menghasilkan banyak lemak. Merupakan jaringan adipose/lemak
sebagai bantalan antara kulit dan struktur internal seperti otot dan
tulang.
b. Kelenjar-kelenjar pada kulit
1) Kelenjar Sebasea (Minyak)
Berfungsi mengontrol sekresi minyak ke dalam ruang antara folikel
rambut dan batang rambut yang akan melumasi rambut sehingga
menjadi halus dan lentur dan lunak.
2) Kelenjar Sudorifera (Keringat), terdiri dari :
a) Kelenjar Ekrin
Melepaskan keringat sebagai reaksi peningkatan suhu lingkungan
dan suhu tubuh. Kecepatan sekresi keringat dikendalikanoleh saraf
simpatik . Pengeluaran keringat pada kaki, aksila, dahi sebagai
reaksi tubuh terhadap stress, nyeri, dll.
b) Kelenjar Apokrin
Terdapat di aksila, anus, skrotum, labia mayora dan bermuara pada
folikel rambut. Kelenjar ini aktif pada masa pubertas pada wanita
akan membesar dan berkurang pada siklus haid. Kelenjar apokrin
memproduksi keringat yang keruh seperti susu yang diuraikan oleh

4
bakteri menghasilkan bau khas pada aksila. Pada telinga bagian luar
terdapat kelenjar apokrin khusus yang disebut kelenjar seruminosa
yang menghasilkan serumen (wax).

2. Defenisi Luka Bakar


Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh trauma panas yang
memberikan gejala tergantung luas dalam dan lokasi lukanya (Tim Bedah,
FKUA 1999). Luka bakar adalah injury pada jaringan yang disebabkan oleh
suhu panas (thermal), bahan kimia, elektrik dan radiasi (Suryadi, 2001). Luka
bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api,
air panas, listrik bahan kimia dan radiasi juga oleh sebab kontak dengan suhu
rendah (Masjoer, 2003).
Dari ketiga pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa luka
bakar adalah luka yang disebabkan oleh suhu panas, bahan kimia, elektrik dan
radiasi.

3. Etiologi Luka Bakar


Menurut dr Sunarso K, Sp B (2009) panas bukan merupakan satu-satunya
penyebab dari luka bakar, beberapa jenis bahan kimia dan arus listrik juga bisa
menyebabkan terjadinya luka bakar. Menurut A.A.GN. Asmarajaya (2003),
berdasarkan perjalanan penyakitnya luka bakar dibagi menjadi 3 fase, yaitu :
a. Fase akut
Pada fase ini masalah yang ada berkisar pada gangguan saluran napas
karena adanya cedera inhalasi dan gangguan sirkulasi. Pada fase ini terjadi
gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termis
yang bersifat sistemik.
b. Fase sub akut
Fase ini berlangsung setelah syok berakhir. Luka terbuka akibat kerusakan
jaringan (kulit dan jaringan dibawahnya) menimbulkan masalah inflamasi,
sepsis dan penguapan cairan tubuh yang disertai panas/energi.

5
c. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi maturasi.
Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari luka bakar berupa parut
hipertrofik, kontraktur, dan deformitas lainnya.

4. Klasifikasi Luka Bakar


a. Kedalaman luka bakar
1) Luka bakar derajat satu
Epidermis mengalami kerusakan atau cedera dan sebagian dermis turut
cedera. Luka tersebut bisa terasa nyeri, tampak merah dan kering seperti
luka bakar matahari atau mengalami lepuh (bullae).
2) Luka bakar derajat dua
Meliputi destruksi epidermis serta lapisan atas dermis dan cedera pada
bagian dermis yang lebih dalam. Luka bakar tersebut terasa nyeri,
tampak merah dan mengalami eksudasi cairan. Pemutihan jaringan yang
terbakar diikuti oleh pengisian kembali kapiler, folikel rambut masih
utuh.
3) Luka bakar derajat tiga
Meliputi destruksi total epidermis serta dermis dan sebagian kasus,
jaringan yang berada dibawahnya. Warna luka bakar sangat bervariasi
mulai dari warna putih hingga merah, cokelat atau hitam. Daerah yang
terbakar tidak terasa nyeri karena serabut-serabut sarafnya hancur. Luka
bakar tersebut tampak seperti bahan kulit. Folikel rambut dan kelenjar
keringat turut hancur.
b. Keparahan luka bakar
1) Luka bakar minor
Cedera ketebalan parsial dengan LPTT lebih kecil dari 15% pada orang
dewassa atau LPTT 10% pada anak-anak atau cedera ketebalan penuh
LPTT kurang 2% yang tidak disertai komplikasi.
2) Luka bakar sedang tak terkomplikasi

6
3) Ketebalan parsial dengan LPTT dari 15% - 25% pada orang dewasa atau
LPTT dari 10% - 20% pada anak-anak atau cedera ketebalan penuh
dengan LPTT kurang dari 10% tanpa disertai kompilkasi.
4) Cedera luka bakar mayor
Cedera ketebalan parsial dengan LPTT lebih dari 25% pada orang
dewasa atau lebih dari 20%
c. Berdasarkan penyebabnya:
1) Luka bakar termal
Agen pencedera dapat berupa api, air panas atau kontak dengan objek
panas, luka bakar api berhubungan dengan asap/cedera inhalasi (cedera,
terbakar, kontak dan kobaran api).
2) Luka bakar listrik
Cedera listrik yang disebabkan oleh aliran listrik dirumah merupakan
insiden tertinggi pada anak-anak yang masih kecil, yang sering
memasukkan benda konduktif kedalam colokan listrik dan menggigit
atau mengisap kabel listrik yang tersambungkan (Herndon dkk, 1996).
Terjadi dari tife/voltase aliran yang menghasilkan proporsi panas untuk
tahanan dan mengirimkan jalan sedikit tahanan (contoh saraf
memberikan tahanan kecil dan tulang merupakan tahanan terbesar).
Dasar cedera menjadi lebih berat dari cedera yang terlihat.
3) Luka bakar kimia
Terjadi dari tife/kandungan agen pencedera serta konsentrasi dan suhu
agen.
4) Luka bakar radiasi
Luka bakar bila terpapar pada bahan radioaktif dosis tinggi.

d. Ukuran Luas luka bakar


1) Rule of nine
Metode ini membagi permukaan tubuh pada dewasa kedalam
persentase yang sama dengan 100%.
Keterangan :
a) Kepala dan leher : 9%

7
b) Ekstremitas atas kiri : 9%
c) Ekstremitas atas kanan : 9%
d) Tubuh bagian belakang : 18%
e) Tubuh bagian depan : 18%
f) Genitalia : 1%
g) Ekstremitas bawah kiri kanan : 18% +
i. Total : 100%

8
5. Patofisiologi Luka Bakar
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh. Panas tersebut mungkin dipindahkan melalui konduksi
atau radiasi elektromagnetik. Luka bakar dikategorikan sebagai luka bakar termal, radiasi atau luka bakar kimiawi.
Sel darah merah ↓ Laju metabolik ↑
↓ ↓
Anemia Glukoneogenesis ↑
Glukogenolisis

Kebutuhan O2 ↑

Sekresi ↑ LUKA BAKAR Faktor depresan ↑


Aldosteron adrenal MAYOR miokard
↓ Kehilangan H2O ↓
Pelepasan katekolamin ↓ Insufiensi
↓ Hipovolemia miokard
Aliran Vasokontriksi ↓
Ke ginjal ↓ Curah jantung ↓
↓ Aliran ke limpa ↓
Retensi Na+ LFG ↓ ↓ Asidosis
↓ ↓ Hipoksia hepatik
Kehilangan K+ Gagal ginjal ↓
Gagalhepar

Gambar 5.1 Patofisiologi luka bakar (Dari: Hudak & Gallo: Critical Care Nursing: A holistic a Approach ed. ke-5, Philadelphia, 1994, Lippincott.)
6. Manifestasi Klinik Luka Bakar
a. Cedera Inhalasi
Biasanya timbul dalam 24 -48 jam pertama pasca luka bakar. Jika luka bakar
disebabkan oleh nyalaapi atau korban terbakar pada tempat yang terkurung atau
kedua-duanya, maka perlu diperhatikan tanda-tanda sebagai berikut :
1) Keracunan karbon monoksida
Karakteristik tanda fisik tidak ada dan warna kulit merah bertanda cherry
hampir tidak terlihat pada pasien luka bakar. Manifestasi susunan saraf pusat
dari sakit kepala sampai koma hingga kematian.
2) Distress pernafasan
Penurunan oksigenasi arterial akibat rendahnya perfusi jaringan dan syok.
Penyebab distress adalah edema laring atau spasme dan akumulasi lendir.
Adapun tanda-tanda distress pernafasan yaitu serak, ngiler dan
ketidakmampuan menangani sekresi.
3) Cedera pulmonal
Inhalasi produk-produk terbakar tidak sempurna mengakibatkan pneumonitis
kimiawi. Pohon pulmonal menjadi teriritasi dan edematosa ada 24 jam
pertama. Edema pulmonal terjadi sampai 7 hari setelah cedera. Pasien
irasional atau tidak sadar tergantung tingkat hipoksia. Tanda-tanda cedera
pulmonal adalah pernafasan cepat dan sulit, krakles, stridor dan batuk pendek.
b. Manifestasi hematologi
Hematokrit meningkat sekunder kebocoran kapiler dan kehilangan volume plasma
disirkulasi. Menurunnya sel darah putih dan trombosit serta meningkatnya
leukosit.
c. Elektrolit
Menurunnya Kalium dan meningkatnya Natrium, Klorida serta BUN.
d. Ginjal
Terjadi peningkatan haluaran urin dan mioglobinuria. Respon renalis : GFR
menurun→urine menurun→GGA. Volume intravaskuler menurun→aliran plasma
ke ginjal menurun. Pada ginjal meningkat haluaran urine dan terjadi
mioglobinuria.

10
e. Sepsis
Sepsis sejak terjadi pada lien luka bakar luas dengan ketebalan penuh, hal itu
disebabkan oleh bakteri yang menyerang luka masuk ke dalam aliran dara,
gejalanya :
1) Suhu tubuh bervariasi
2) Nadi (140-170 x/menit)
3) Penurunan TD
4) Paralitik ileus
5) Pendarahan jelas dan luka
f. Burn shock
Respon pulmoner hipoksia
g. Metabolik
Terjadi hipermetabolik serta kehilangan berat badan. Aktivitas GI menurun
karena efek hipovolemik endokrin. Terjadi peningkatan energy dan kenaikan
kebutuhan nutrisi, hipermetabolisme meningkatkan aliran glukosa dan
pengeluaran banyak protein dan lemak adalah ciri-ciri respon terhadap trauma dan
infeksi. Klien dengan luka bakar > 40% LPTT menunjukkan adanya penurunan
BB 25% dari BB sebelum dirawat di RS sampai 3 minggu setelah luka bakar.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Hitung darah lengkap
1) Hematokrit meningkat karena hemokonsentrasi
2) Penurunan hematokrit karena kerusakan endothelium
3) Peningkatan sel darah putih karena kehilangan sel pada sisi luka dan respon
peradangan
b. Analisa gas darah
1) Penurunan PO2/Peningkatan PCO2 pada retensi CO asidosis dapat terjadi
penurunan fungsi ginjal dan kehilangan mekanisme kompensasi.
2) Karboksihemoglobin
 75% indikasi keracunan CO (karbonmonoksida)
c. Elektrolit serum

11
Peningkatan kalium diawali karena cedera jaringan kerusakan eritrosit dan
penurunan fungsi ginjal.
d. Peningkatan BUN
e. Penigkatan Natrium
f. Peningkatan Klorida
g. Mioglobinuria

8. Penatalaksanaan Luka Bakar


a. Tujuan/Prinsip Perawatan Luka Bakar di Rumah Sakit
1) Mengurangi nyeri.
2) Mencegah infeksi.
3) Mencegah komplikasi.
4) Pemenuhan kebutuhan nutrisi adekuat.
5) Mencegah sepsis dan mencegah/mengurangi kecacatan.
6) Meningkatkan kemandirian klien.
b. Penatalaksanaan luka bakar dibagi menjadi 3 fase yaitu :
1) Fase resusitasi (48 jam I).
a) Memerlukan penanganan yang cepat dan tepat sesuai kondisi.
b) Pemberian terapi cairan yang sesuai dengan kebutuhan dan pemantauan
ketat penatalaksanaan fase resusitatif.
2) Fase akut.
a) Mulai ada dieresis.
b) Terjadinya perpindahan cairan dari intestisial dan diteruskan melalui daerah
luka bakar.
c) Biasanya dilakukan skin graft untuk yang luas dan dalam.
3) Fase rehabilitasi.
Pada fase ini peranan fisioterapi sangat besar.
c. Perawatan di Tempat Kejadian.
Prioritas pertama adalah menghentikan proses kebakaran dan mencegah
mencederai diri sendiri. Berikut prosedur emergensi tambahan :
1) Mematikan api.
2) Mendinginkan luka bakar.

12
3) Melepaskan benda penghalang.
4) Menutup luka bakar.
5) Mengirigasi luka bakar kimia.
d. Perawatan di Unit Gawat Darurat.
Prioritas pertama di UGD tetap ABC. Untuk cedera paru ringan, udara
pernafasan di lembabkan dan pasien di dorong batuk sehingga sekret bisa di
keluarkan dengan penghisapan. Untuk situasi parah pengeluaran sekret dengan
penghisapan bronkus dan pemberian preparat bronkodilator serta mukolitik. Jika
edema jalan nafas, intubasi endotrakeal mungkin indikasi. Continous positive airway
pressure dan ventilasi mekanis mungkin perlu untuk oksigenasi adekuat. Kanula
Intra Vena dipasang pada vena perifer atau dimulai aliran sentral. Untuk LPTT diatas
20 – 30 % harus dipasang kateter pengukuran haluaran urine. NGT untuk risiko ileus
paralitik dengan lPTT lebih dari 25%. Untuk cedera inhalasi atau keracunan
monoksida diberikan oksigen 100% dilembabkan.
Tanggung jawab keperawatan termasuk pemantauan terhadap cedera inhalasi,
pemantauan resusitasi cairan, pengkajian luka bakar, pemantauan tanda-tanda vital,
pengumpulan riwayat kesehatan yang akurat dan tindakan kedaruratan.
e. Perawatan di Unit Perawatan Kritis.
Resusitasi cairan adalah intervensi primer pada fase ini. Tujuan dari fase
perawatan ini adalah untuk :
1) Memperbaiki defisit cairan, elektrolit dan protein.
2) Menggantikan kehilangan cairan berlanjut dan mempertahankan
keseimbangan cairan.
3) Mencegah pembentukan edema berlebihan.
4) Formula untuk penggantian cairan secara umum dilkaukan penggantinan
kehilangan kristaloid (RL : mendekati komposisi cairan ekstravaskuler,
molekulnya besar dapat mengembangkan volume plasma yang bersirkulasi)
dan koloid. Setelah 24 jam pertama penggantian kehilangan air evaporatif
dengan dekstrosa/air (5DW) 5% untuk pertahankan natrium 140mEq/L.
f. Rehidrasi Cairan
Berikut pedoman dan rumus untuk penggantian cairan luka bakar :
1) Rumus Konsensus.

13
Larutan Ringer Laktat (atau saline lainnya) : 2 – 4 ml x kg BB x % luas luka
bakar. Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16
jam berikutnya.
2) Rumus Evans.
a) Koloid : 1 ml x kg BB x % luas luka bakar.
b) Elektrolit (salin) : 1 ml x kg BB x luas luka bakar.
c) Glukosa (5 % dalam air) : 2000 ml untuk keilngan insensibel.
Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16
jam berikutnya.
Hari 2 : separuh dari cairan elektrolit dan koloid yang diberikan pada hari
sebelumnya, seluruh penggantian cairan insensibel.
Maksimum 10.000 ml selama 24 jam. Luka bakar derajat 2 atau 3 yang
melebihi 50% luas permkaan tubuh dihitung berdasarkan 50% luas
permukaan tubuh.
3) Rumus Brooke Army.
a) Koloid : 0,5 ml x kg BB x % luas bakar.
b) Elektrolit (larutan ringer laktat) : 1,5 ml x kg BB x % luas luka bakar.
c) Glukosa 5 % dalam air : 2000 ml untuk kehilangan insensibel.
Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16
jam berikutnya.
Hari 2 : separuh dari cairan elektrolit dan koloid yang diberikan pada hari
sebelumnya, seluruh penggantian cairan insensibel.
Luka bakar derajat 2 dan 3 yang melebihi 50% luas permukaan tubuh
dihitung berdasarkan 50% luas permukaan tubuh.
4) Rumus Parkland/Baxter.
Larutan RL : ml x kg BB x % luas luka bakar.
Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh dalam 16 jam
berikutnya.
Hari 2 : bervariasi. Ditambahkan koloid.
5) Larutan Salin Hipertonik
Larutan pekat natrium klorida (NaCl) dan laktata dengan konsentrasi 250 –
300 mEq natrium per liter yang diberikan pada kecepatan yang cukup untuk

14
15
mempertahankan volume keluaran urine yang diinginkan. Jangan Gagal
ginjal akut
a. Deformitas
b. Kontraktur dan hipertrofi jaringan parut

16
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN LUKA BAKAR

SKENARIO

Ibu S berusia35 tahun tersiram air panas dibagian kedua paha dan abdomen bagian
bawah. Pasien dirawat diunit luka bakar sudah 8 hari. Pasien selalu menangis saat dilakukan
perawatan luka. Kondisi luka masih basah dan paha bagian kanan berwarna kuning. Pasien
tidak pernah dimandikan dan direncanakan akan dilakukan debridement. Persiapan yang
dilakukan perawat melakukan pemeriksaan diagnostic dengan hasil pemeriksaan HB: 9.5
gr/dl, Ht: 42%, leukosit 12.000/mm3.

1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 35 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
b. Riwayat kesehatan sekarang :
1) Sumber kecelakaan
Tersiram air panas dibagian kedua paha dan abdomen bagian bawah.
2) Sumber panas atau penyebab yang berbahaya
Air panas (termal).
3) Keadaan fisik disekitar luka bakar
Kondisi luka masih basah dan paha bagian kanan berwarna kuning.
4) Peristiwa yang terjadi saat luka sampai masuk rumah sakit
Pasien dirawat diunit luka bakar sudah 8 hari. Pasien selalu menangis saat
dilakukan perawatan luka. Kondisi luka masih basah dan paha bagian kanan
berwarna kuning.
5) Beberapa keadaan lain yang memperbaat luka bakar.
Pasien tidak pernah dimandikan dan direncanakan akan dilakukan debridement

17
c. Riwayat kesehatan dahulu :
Pasien tidak mempunyai penyakit yang merubah kemampuan untuk memenuhi
keseimbangan cairan dan daya pertahanan terhadap infeksi (seperti DM, gagal
jantung, sirosis hepatis, gangguan pernafasan).
d. Pemeriksaan fisik dan psikososial :
1) Aktifitas/istirahat.
Pasien terbaring di RS selama 8 hari.
2) Sirkulasi.
Tidak ada tanda: hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada
ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi,
kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); distrimia
(syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
3) Integritas ego.
Gejala : Tidak ada masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecatatan.
Tanda : Pasien menangis.
4) Neurosensori.
Gejala : area batas; kesemutan.
Tanda : perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam
(RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi corneal;
kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur
membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
5) Nyeri/kenyamanan.
Pasien menangis saat dilakukan perawatan luka.
6) Keamanan.
a) Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian
kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan
kehilangan cairan/status syok.
b) Cedera api : Luka bakar pada bagian abdomen dan kedua paha sekitar 18 %
7) Pemeriksaan diagnostik.
a) Hematokrit 42 %
b) Hb 9.5 gr/dL
c) Leukosit 12.000/ml3

18
ANALISA DATA

No. Data Etiologi Problem


1. DS : - Agen cedera fisik : Nyeri akut b.d
DO : air panas Agen cedera fisik :
Pasien menangis ketika dilakukan air panas
perawatan luka (kerusakan kulit
dan jaringan)
2. DS : - Hambatan Hambatan
DO : mobilitas fisik mobilitas fisik b.d
- Pasien sudah dirawat 8 hari nyeri pada bagian
- Luka bakar pada bagian kedua luka bakar
paha dan abdomen bagian
bawah
- Pasien menangis ketika
dilakukan perawatan luka
3. DS : - Resiko penyebaran Resiko penyebaran
DO : infeksi infeksi b.d
-
Leukosit 12.000/ml3 ketidakadekuatan
-
Kondisi luka masih basah dan pertahanan primer
paha bagian kanan berwarna (kerusakan barier
kuning kulit)
-
Pasien tidak pernah di
mandikan

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d Agen cedera fisik : air panas (kerusakan kulit dan jaringan)
b. Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri pada bagian luka bakar
c. Resiko penyebaran infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan
barier kulit)

19
3. Intervensi Keperawatan
Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasionalisasi
Nyeri akut b.d Agen cedera fisik : air Tujuan : Paien akan lebih nyaman a. Kaji respon pasien terhadap a. Untuk mengetahui respon nyeri
panas (kerusakan kulit dan jaringan) dengan mengungkapkan nyeri atau nyeri saat perawatan luka, pasien berkurang atau tidak
rasa tak nyamannya reda atau terapi fisik dan saat istirahat
terkontrol b. Berikan obat sebelum b. Untuk mengurangi respon nyeri
Kriteria hasil : melakukan prosedur rawat
a. Pasien dapat mengontrol nyeri luka yang menyakitkan
yang dialami c. Jelaskan semua prosedur pada c. Agar pasien mengetahui prosedur
b. Ekspresi wajah dan posisi tubuh pasien. Ajak pasien berkomu yang dibuat untuk perawatan luka
tampak rileks nikasi saat melakukan
c. Frekuensi nadi dan pernafasan perawatan Luka dan
dalam batas normal melakukan prosedur tertentu
d. Ajarkan teknik relaksasi
d. Untuk mengurangi rasa nyeri pada
pasien
e. Pemberian analgetik untuk
e. Kolaborasi dalam pemberian
mengurangi rasa nyeri yang dialami
obat anti nyeri
pasien
f. Pertahankan perawatan luka
f. Untuk mempercepat penyembuhan
luka

20
Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri pada Tujuan : Pasien menunjukkan a. Kaji ROM dan kekuatan otot g. Untuk memastikan perfusi sirkulasi
bagian luka bakar mobilitas fisik dengan melakukan pada area luka bakar yang yang adekuat
kembali aktivitas kehidupan seahri- mempunyai kecenderungan
hari untuk terjadinya kontraktur
Kriteria hasil : setiap hari bila perlu; h. Untuk mengetahui adanya penuru
a. Pasien mampu melakukan ROM b. Pertahankan area luka bakar nan perfusi distal
aktif pada bagian yang dalam posisi fungsi fisiologik
mengalami luka bakar didalam batas yang
b. Mobilitas pasien optimal dipertegas cedera , i. Untuk mencegah penurunan
c. Tidak terdapat tanda-tanda penanduran kulit dan alat sirkulasi ekstremitas
kontraktur sendi terapeutik lain j. Untuk mencegah penurunan
c. Jelaskan rasional untuk sirkulasi ekstremitas
perubahan posisi dan
aktivitas pad apasien, anggota
keluarga dan orang terdekat
d. Konsul pada ahli terapi
okupasi dan fisioterapist
untuk mendapatkan jadwal
rehabilitative individual,
sesuaikan dengan kebutuhan
e. Berikan dorongan untuk

21
melakukan ROM aktif setiap
2-4 jam ketika pasien bangun,
kecuali bila ada
kontraindikasi karena
prosedur penanduran kulit
yang dilakukan.
f. Gunakan procedure dressing
seperti verban elastic dan
Jobst pressure garment untuk
mencegah kontraktur dan
mengatasi hipertrofijaringan
parut yang dapat
menghambat mobilitas.
Resiko penyebaran infeksi b.d Tujuan : Pasien tidak menunjuk a. Pertahankan teknik cuci a. Untuk meminimalkan pajanan
ketidakadekuatan pertahanan primer kan tanda-tanda infeksi luka tangan yang seksama oleh tim terhadap agen infeksius
(kerusakan barier kulit) Kriteria hasil : medis dan pengunjung
a. Kemungkinan sumber infeksi b. Lakukan pengangkatan krusta b. Untuk mengeliminasi reservoir bagi
dihilangkan dan lepuhan organism
b. Luka menunjukkan tanda-tanda c. Oleskan preparat antimikroba c. Untuk mengendalikan proliferasi
infeksi minimal atau tidak ada- topikal dan pasang balutan bakteri
ada infeksi pada luka sesuai indikasi

22
d. Kaji data dasar dan lakukan d. Untuk memastikan adanya peningka
serangkaian biakan luka tan atau penurunan flora luka
e. Pantau dengan cermat apakah
ada tanda-tanda sepsis dan
infeksi (disorientasi, takipnea,
suhu di atas 39.5oC,
hipotermia, distensi abdomen
atau ileus intestinal, perubahan
pada penampilan luka)

4. Evaluasi Keperawatan
a. Tingkat nyeri diperkirakan menurun sejalan dengan penyembuhan luka. Penggunaan berbagai pereda nyeri mungkin diperlukan
selama beberapa minggu/bulan.
b. Pasien diperkirakan mulqai melakukan ambulasi dini dalamfase akut. Masalah harus tetapaktif sampai pasien mampu melakukan
ADLs dan ambulasi mandiri.
c. Infeksi merupakan masalah aktif sepanjang pasien mempunyai jaringan terbuka atau aliran invasive.

23
BAB IV
PENUTUP

A. Keimpulan
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api, air
panas, listrik, bahan kimia, radiasi, juga kontak langsung dengan suhu rendah (frost bite).
Luka bakar biasanya dinyatakan dalam derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka bakar,
dimana umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya akan sangat mempengaruhi
prognosis. Prinsip penanganan luka bakar bergantung fase yang terjadi dimana prinsip
penatalaksanaan dibagi menjadi dua fase yaitu fase akut dan lanjut, dimana pada fase akut
adalah penanggulangan syok, mengatasi gangguan pernafasan, mengatasi infeksi, eksisi luka
scar dan skin graft, pemberian nutrisi dilakukan setelah keadaan umum pasien baik,
sebelumnya pasien dipuasakan, rehabilitasi, penaggulangan terhadap gangguan psikologis.
Sedangkan pada fase subakut atau lanjutan dilakukan manakala penanganan fase akut
yang kurang maksimal mengakibatkan perlu penanganan yang serius pada fase subakut atau
lanjutan, yang meliputi 4 sistem homeostasis, yaitu kardiovaskuler, Renalis, Imonologi, dan
Gastro Intestinal. Pemulihan tergantung kepada kedalaman dan lokasi luka bakar. Pada luka
bakar superfisial (derajat I dan derajat II superfisial), lapisan kulit yang mati akan mengelupas
dan lapisan kulit paling luar kembali tumbuh menutupi lapisan di bawahnya.

B. Saran
Sebaiknya saat terjadi kecelakaan yg menyebabkan luka bakar, perlu dilihat degan teliti
keaadan lukanya dan cara-cara penanganan pertamanya yang benar supaya tidak terjadi
infeksi, jika luka terlampau parah maka segeralah bawa ke rumah sakit, atau pelayanan
kesehatan lainya.
Makalah ini bertujuan agar pembaca memahami dan mengerti tentangkonsep teoritis
tentang luka bakar, tingkat luka bakar, tindakan pada luka bakar dan asuhan keperawatan
luka bakar sehingga bermanfaat serta berguna bagi pembaca dan masyarakat umum.

24
DAFTAR PUSTAKA

Effendi C. (1999). Perawatan Pasien Luka Bakar. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Engram B. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer & Bare.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8 volume 3. Jakarta :
Penerbit Buku Kedoktean EGC.
Wijaya, A. S & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medical Bedah 2. Yogyakarta : Nuha
Medika.

25
26

Anda mungkin juga menyukai