BAB I
PENDAHULUAN
angka kematian ibu (AKI). Dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015
adalah mengurangi sampai tiga perempat resiko jumlah kematian ibu. Dari hasil
survei yang dilakukan, AKI telah menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu,
masih membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus menerus (Depkes RI,
2007).
Angka Kematian Ibu (AKI) di Idonesia menurut SDKI pada tahun 2007
mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup, dimana penyebab kematian ibu
dan abortus (5%) (SDKI, 2007). Pada tahun 2010 mengalami penurunan sebanyak
214 per 100.000 kelahiran hidup (Analisis Kematian Ibu di Indonesia, 2010).
Angka kematian ibu di Provinsi Jawa Tengah untuk tahun 2009
infeksi sebesar 3,54%, dan lain-lain sebesar 45,28% (Dinkes Jateng, 2009). Pada
(Dinkes Jateng, 2010). Akan tetapi pada tahun 2011 mengalami peningkatan
sebesar 116,01/100.000 kelahiran hidup (Dinkes Jateng, 2011). Dan pada tahun
2
maternal pada tahun 2009 sebanyak 22 kasus dari 25.739 jumlah kelahiran hidup
atau sekitar 85,47%. (DinKes Kota Semarang, 2009). Pada tahun 2010 sebanyak
19 kasus dari 25.746 jumlah kelahiran hidup atau sekitar 73,80 per 100.000 KH
(DinKes Kota Semarang, 2010). Pada tahun 2011 sebanyak 31 kasus dari 25.852
jumlah kelahiran hidup atau sekitar 119,9 per 100.000 KH, mengalami
peningkatan tajam 40% lebih tinggi dari tahun 2010 dan melebihi target MDGs
(102/100.000 KH) (Dinkes Kota Semarang, 2011). Sedangkan pada tahun 2012
menurun menjadi lebih rendah sebanyak 22 kasus atau 80,06 per 100.000 KH,
dimana penyebab kematian ibu tertinggi adalah karena eklamsi (41%), perdarahan
(23%), penyakit (jantung) (23%), emboli air ketuban (9%) dan infeksi (4%)
Kondisi ini tidak hanya membahayakan nyawa ibu dan janin, namun juga bisa
timbul dalam urutan, adanya pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti
atau muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklamsi meningkat dan
ibu di Indonesia. Eklamsi adalah kejang dan bisa berujung koma yang dialami ibu
penulis di RSUD Kota Semarang, pada tahun 2011 terdapat ibu hamil dengan
sebanyak 111 kasus, preeklamsi berat sebanyak 231 kasus. Data RSUD Kota
Semarang dari bulan Januari samapai dengan Maret tahun 2013 ibu hamil dengan
preeklamsi ringan sebanyak 35 kasus dan preeklamsi berat sebanyak 110 kasus.
preeklamsi berat.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan interpretasi data pada ibu hamil dengan preeklamsi
berat.
b. Mampu menentukan diagnosa potensial pada ibu hamil dengan
preeklamsi berat.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis
2. Untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan penulis pada kasus
preeklamsi berat
3. Bagi tenaga kesehatan
Dapat memberi masukan bagi tenaga kesehatan lainnya dalam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PREEKLAMPSIA
2.1.1 Definisi
mengenai wanita hamil dengan usia kehamilan di atas 20 minggu dengan tanda
utama berupa adanya hipertensi dan proteinuria. Bila seorang wanita memenuhi
kriteria preeklampsia dan disertai kejang yang bukan disebabkan oleh penyakit
Kelainan yang berupa lesi vaskuler tersebut mengenai berbagai sistem organ,
5
termasuk plasenta. Selain itu, sering pula dijumpai peningkatan aktivasi trombosit
2.1.2 Etiologi
Etiologi preeklampsia sampai sekarang belum diketahui dengan pasti.
Banyak teori dikemukakan, tetapi belum ada yang mampu memberi jawaban yang
memuaskan. Oleh karena itu, preeklampsia sering disebut sebagai “the disease of
theory”. Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut :
1. peningkatan angka kejadian preeklampsia pada primigravida, kehamilan
kehamilan
3. perbaikan keadaan pasien dengan kematian janin dalam uterus
4. penurunan angka kejadian preeklampsia pada kehamilan-kehamilan
berikutnya
5. mekanisme terjadinya tanda-tanda preeklampsia, seperti hipertensi,
radikal bebas.
4. Genetik. Teori yang paling diterima saat ini adalah teori iskemia
2.1.3 Klasifikasi
Preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat
(PEB):
1. Preeklampsia ringan
Dikatakan preeklampsia ringan bila :
a. Tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan darah
b. Diastolik 90-110 mmHg
c. Proteinuria minimal (< 2g/L/24 jam)
d. Tidak disertai gangguan fungsi organ
2. Preeklampsia berat
110
mmHg
b. Proteinuria (> 5 g/L/24 jam) atau positif 3 atau 4 pada pemeriksaan
kuantitatif
c. Bisa disertai dengan :
- Oliguria (urine ≤ 400 mL/24jam)
- Keluhan serebral, gangguan penglihatan
- Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas atau daerahepigastrium
- Gangguan fungsi hati dengan hiperbilirubinemia
- Edema pulmonum, sianosis
- Gangguan perkembangan intrauterine
- Microangiopathic hemolytic anemia, trombositopenia
3. Jika terjadi tanda-tanda preeklampsia yang lebih berat dan disertai
di antaranya nyeri kepala, mata kabur, mual dan muntah, nyeri epigastrium, dan
Insidens preeklampsia sebesar 4–5 kasus per 10.000 kelahiran hidup pada
Negara maju. Di negara berkembang insidensnya bervariasi antara 6–10 kasus per
10.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu akibat kasus preeklampsia bervariasi
antara 0-4%. Angka kematian ibu meningkat karena komplikasi yang dapat
pertumbuhan janin terhambat, dan solutio plasenta. Sekitar 75% eklampsia terjadi
antepartum dan sisanya terjadi pada postpartum. Hampir semua kasus (95%)
penyakit ini 8,07% dan angka kematian perinatal 27,42%. Sedangkan pada
periode Juli 1997 s/d Juni 2000 didapatkan 191 kasus (1,21%) PEB dengan 55
1. nullipara
2. kehamilan ganda
3. obesitas
18 dan 24 minggu
8. trombofilia
2.1.5 Patofisiologi
spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila spasme
arteriolar juga ditemukan di seluruh tubuh, maka dapat dipahami bahwa tekanan
agar oksigenasi jaringan tetap tercukupi. Sedangkan peningkatan berat badan dan
pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan kadar prolaktin
mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air serta natrium. Pada
perifer yang diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol. Hal ini kemungkinan
meningkatkan produksi vasodilator atau prostanoid seperti PGE2 atau PGI2. Pada
trimester ketiga akan terjadi peningkatan tekanan darah yang normal seperti
mana hal ini terjadi sangat bervariasi dan pada keadaan berat mungkin tidak
rendah dibandingkan pada wanita hamil normal dan akan terjadi hemokonsentrasi.
Terlebih lagi suatu penurunan atau suatu peningkatan ringan volume plasma dapat
dibandingkan hamil normal, penurunan ini lebih erat hubungannya dengan wanita
Pada preeklampsia arus darah dan konsumsi oksigen berkurang 20%. Hal
ini berhubungan dengan spasme pembuluh darah otak yang mungkin merupakan
perdarahan otak.
Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang sering menjadi
penanda pada kehamilan muda. Pada preeklampsia arus darah efektif ginjal rata-
rata berkurang 20%, dari 750 ml menjadi 600ml/menit, dan filtrasi glomerulus
penurunan filtrasi. Pada kasus berat akan terjadi oligouria, uremia dan pada sedikit
kasus dapat terjadi nekrosis tubular dan kortikal. Plasenta ternyata membentuk
renin dalam jumlah besar, yang fungsinya mungkin sebagai cadangan menaikkan
tekanan darah dan menjamin perfusi plasenta yang adekuat. Pada kehamilan
meningkat nyata di atas nilai normal wanita tidak hamil. Perubahan ini merupakan
yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang.
Apabila terjadi hipoperfusi uterus, akan dihasilkan lebih banyak renin uterus yang
samping itu angiotensin menimbulkan vasodilatasi lokal pada uterus akibat efek
sampai 50%, nilai pada preeklampsia masih di atas atau sama dengan nilai wanita
tidak hamil. Klirens fraksi asam urat yang menurun, kadang-kadang beberapa
minggu sebelum ada perubahan pada GFR, dan hiperuricemia dapat merupakan
gejala awal.
preeklampsia.
penentu hasil kehamilan. Namun yang disayangkan adalah belum ada satu pun
desidua.1,2
Dapat dijumpai adanya edema dan spasme pembuluh darah orbital. Bila
terjadi halhal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya preeklampsia berat. Gejala
lain yang mengarah ke eklampsia adalah skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal
ini disebabkan oleh adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di
asam laktat dan asam organik lainnya, sehingga konvulsi selesai, zat-zat organik
dioksidasi dan dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan karbonik dengan
kembali.
Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia adalah hipertensi dan
proteinuria. Gejala ini merupakan keadaan yang biasanya tidak disadari oleh
wanita hamil. Pada waktu keluhan lain seperti sakit kepala, gangguan penglihatan,
dan nyeri epigastrium mulai timbul, hipertensi dan proteinuria yang terjadi
arteriol sehingga tanda peringatan awal muncul adalah peningkatan tekanan darah.
tekanan sistolik dan tekanan diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih menetap
Kenaikan berat badan. Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dan
Peningkatan berat badan sekitar 0,45 kg per minggu adalah normal, tetapi bila
serta berlebihan terutama disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat
ditemukan sebelum timbul gejala edema nondependen yang terlihat jelas, seperti
proteinuria mungkin hanya minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus
Nyeri kepala. Gejala ini jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi
semakin sering terjadi pada kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa
pada daerah frontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian
14
analgesik biasa. Pada wanita hamil yang mengalami serangan eklampsia, nyeri
merupakan keluhan yang sering ditemukan pada preeklampsia berat dan dapat
menjadi presiktor serangan kejang yang akan terjadi. Keluhan ini mungkin
antaranya
pandangan yang sedikit kabur, skotoma, hingga kebutaan sebagian atau total.
Keadaan ini disebabkan oleh vasospasme, iskemia, dan perdarahan petekie pada
korteks oksipital.
2.1.7 Penatalaksanaan
terdiri dari penanganan aktif dan penanganan ekspektatif. Wanita hamil dengan
15
PEB umumnya dilakukan persalinan tanpa ada penundaan. Pada beberapa tahun
terakhir, sebuah pendekatan yang berbeda pada wanita dengan PEB mulai
beberapa kelompok wanita dengan tujuan meningkatkan luaran pada bayi yang
a. tirah baring
b. oksigen
c. kateter menetap
kristaloid maupun koloid dengan jumlah input cairan 1500 ml/24 jam dan
berpedoman pada diuresis, insensible water loss, dan central venous pressure
loading dose dalam 4-5 menit. Kemudian dilanjutkan dengan MgSO4 40%
Bila nantinya ditemukan gejala dan tanda intoksikasi maka kalsium glukonas
f. Antihipertensi
antihipertensi yang dapat diberikan adalah nifedipin 10 mg. Setelah 1 jam, jika
interval satu jam, dua jam, atau tiga jam sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan
darah pada PEB tidak boleh terlalu agresif yaitu tekanan darah diastol tidak
kurang dari 90 mmHg atau maksimal 30%. Penggunaan nifedipin ini sangat
dianjurkan karena harganya murah, mudah didapat, dan mudah mengatur dosisnya
g. Kortikosteroid
tetapi menurut Schiff dkk, tidak terjadi percepatan pematangan paru pada
dalam kehamilan yang berlangsung lama. Hal yang sama juga dilaporkan
17
Chiswick (1976) dan Morrison (1977) yaitu rasio L/S yang matang lebih tinggi
terhadap kelangsungan hidup janin. Banias dkk dan Bowen dkk juga melaporkan
terjadi peningkatan insidens respiratory distress syndrome (RDS) pada bayi yang
lahir dari ibu yang menderita hipertensi dalam kehamilan. Dalam lebih dari dua
mengurangi komplikasi, terutama RDS, pada bayi prematur. Apabila dilihat dari
lamanya interval waktu mulai saat pemberian steroid sampai kelahiran, tampak
bahwa interval 24 jam sampai tujuh hari memberi keuntungan yang lebih besar
apabila interval kurang dari 24 jam OR 0,70 dan apabila lebih dari 7 hari OR 0,41.
insiden RDS dengan pemberian steroid antenatal pada kehamilan 30-34 minggu
dengan interval antara 24 jam sampai dengan tujuh hari. Sementara penelitian
Liggins dan Howie mendapati insidens RDS lebih rendah apabila interval waktu
antara saat pemberian steroid sampai kelahiran adalah dua hari sampai kurang dari
tujuh hari dan perbedaan ini bermakna. Mereka menganjurkan steroid harus
diberikan paling tidak 24 jam sebelum terjadi kelahiran agar terlihat manfaatnya
terhadap pematangan paru janin. Pemberian steroid setelah lahir tidak bermanfaat
Indikasi untuk penatalaksanaan aktif pada PEB dilihat baik indikasi pada
timbulnya oligohidramnion
HELLP (hemolytic anemia, elevated liver enzymes, and low platelet count).
Dalam ACOG Practice Bulletin mencatat terminasi sebagai terapi untuk PEB.
Akan tetapi, keputusan untuk terminasi harus melihat keadaan ibu dan janinnya.
untuk melanjutkan kehamilan jika diagnosis PEB telah ditegakkan. Ahmed M30
dkk pada sebuah review terhadap PEB melaporkan bahwa terminasi kehamilan
adalah terapi efektif untuk PEB. Sebelum terminasi, pasien telah diberikan dengan
mencatat bahwa terminasi adalah terapi efektif untuk PEB. Pemilihan terminasi
secara vaginal lebih diutamakan untuk menghindari faktor stres dari operasi sesar.
sampai seaterm mungkin sampai tercapainya pematangan paru atau sampai usia
keselamatan ibu Berdasarkan luaran ibu dan anak, berdasarkan usia kehamilan,
pada pasien PEB yang timbul dengan usia kehamilan dibawah 24 minggu,
ekspektatif ini dilakukan oleh Nochimson dan Petrie pada tahun 1979. Mereka
menunda kelahiran pada pasien PEB dengan usia kehamilan 27-33 minggu selama
2.3 EKLAMPSIA
2.3.1 Definisi
Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti "halilintar". Kata
tiba tanpa didahului oleh tanda-tanda lain. Secara defenisi eklampsia adalah
preeklampsia yang disertai dengan kejang tonik klonik disusul dengan koma.
2.3.2 Prognosis
Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas, eklampsia masuk ke kelas
ringan; bila dijumpai 2 atau lebih masuk ke kelas berat dan prognosis akan lebih
yang tepat dan cepat. Biasanya preeklampsia dan eklampsia murni tidak
BAB III
LAPORAN KASUS
• Usia : 27 tahun
• Agama : Islam
• Usia : 29 tahun
• Pekerjaan : Buruh
3.2 Anamnesis
• Anamnesis :
semakin sering dan semakin kuat dan disertai dengan nyeri kepala sejak 1 hari yg
lalu. Keluhan keluar air-air maupun darah dari jalan lahir disangkal, kejang
pasien 110/80mmHg.
• Riwayat Psikososial
• Riwayat Pengobatan
• Riwayat Perkawinan
• Riwayat Menstruasi
TP : 21 September 2017
• Riwayat KB
• Riwayat Operasi
• Tanda Vital :
– Suhu : 36.8°C
Status Generalis
• Kepala :
• Thorax :
– Inspeksi : simetris
– Ekstremitas :
Status Obstetrikus
• Abdomen :
– Palpasi :
bulat lunak
3/5, hodge IV
• Pemeriksaan dalam :
portio lunak
Pemeriksaan Laboratorium :
– Hematokrit : 38 %
– GDS : 98 mg/dL
– Proteinuria : negatif
3.4 Resume
27
mulas sejak 8 jam yang lalu dirasakan semakin sering dan kuat, disertai
nyeri kepala, dan belum ada keluar air maupun bloodshow. Tekanan darah
tidak ada, dikeluarga tidak ada. Pasien tidak merokok ataupun konsumsi
alkohol. Pasien baru menikah pertama kali selama 2 tahun. Pasien rutin
12 tahun, siklus 28 hari, durasi 7 hari, teratur. Pasien belum pernah ikut
lunak.
G1P0A0 gravida aterm 38-39 minggu janin hidup tunggal intrauterine presentasi
3.6 Penatalaksanaan
- O2 2-4 L/menit.
- MgSO4 40% 4 gram (10 ml) dilarutkan dalam Nacl 100 mlà bolus secara
- Pantau kesejahteraan ibu dan janin, pasang kateter urine, pantau urine
output.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
29
kehamilan > 20 minggu yang ditandai dengan tekanan darah sistol 160 mmHg dan
tekanan diastol 110 mmHg. Secara garis besar untuk menegakkan diagnosa PEB
harus ada tanda dan gejala seperti tekanan darah Sistol 160 mmHg dan tekanan
darah diastol 110 mmHg, terdapat odema pada muka, tangan, dan kaki serta pada
pasien.
3. Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial yang dialami pasien. Hal ini
dilakukan oleh dokter atau tenaga medis yang bertanggung jawab atas pasien
tersebut.
5. Pelaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan aman oleh dokter atau tenaga
BAB IV
PENUTUP
30
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
ada hubungannya dengan materipokok bahasan dalam makalah ini. Penulis sangat
berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun
berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi para pembaca khususnya bagi
penulis.