Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN PNEUMONIA DI RUANG SAKURA


RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Disusun guna memenuhi tugas Program Profesi Ners (P2N)


Stase Keperawatan Medikal Bedah

oleh :

Mashila Refani Putri, S.Kep


NIM 132311101013

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan pada Pasien dengan Pneumonia di Ruang Sakura RSD dr.
Soebandi Jember telah disetujui dan di sahkan pada :
Hari, Tanggal : 24 November 2017
Tempat : Penumonia RSD dr. Soebandi Jember

Jember, November 2017


Mahasiswa

Mashila Refani Putri, S.Kep.


NIM 132311101013

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik Stase


Ruang Sakura Keperawatan Medikal
RSD dr. Soebandi Jember PSIK Universitas Jember

Ns. Endang Purwati, S.Kep Ns. Jon Hafan S., M.Kep., Sp. Kep. MB
NIP 19651215 1 198903 2 016 NIP. 19840102 201504 1 002
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN PNEUMONIA
Oleh : Mashila Refani Putri, S.Kep

A. Anatomi Saluran Pernafasan


Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk
metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut
dikeluarkan dari tubuh melalui paru. Sistem respirasi terdiri dari hidung, faring
(tenggorokan), laring (kotak suara), trakea, bronkus, dan paru-paru. Berikut uraian
sistem respirasi.

Gambar 1. Sistem Respirasi


1. Hidung
Hidung dibagi menjadi bagian eksternal dan internal. Hidung eksternal merupakan
bagian dari hidung yang terlihat pada wajah dan terdiri dari kerangka penunjang
tulang dan kartilago hialin yang dilingkupi dengan otot dan kulit, dan dibatasi oleh
membrane mukosa. Rangka tulang hidung eksternal dibentuk dari tulang frontalis,
tulang nasale, dan maksilae. Rangka kartilago hidung eksternal terdiri dari
kartilago septi nasi yang membentuk bagian anterior septum nasalis, kartilago nasi
lateralis yang terletak inferior ke tulang nasale, dan kartilago ala nasi yang
membentuk dinding nostril. Di permukaan inferior hidung terdapat dua pintu
masuk yang disebut nares atau nostril. Struktur inferior hidung eksternal memiliki
3 fungsi, yaitu:
a. Menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara yang masuk
b. Mendeteksi stimulus olfaktori
c. Memodifikasi vibrasi suara ketika melewati ruang yang besar beresonasi.

Gambar 2. Anatomi Tulang pada Hidung

Gambar 3. Anatomi Tulang Hidung dengan Sayatan Sagital


Hidung internal merupakan suatu rongga besar di anterior tulang yang
membentang inferior ke os nasale dan superior mulut. Secara anterior, hidung
internal berbatasan dengan hidung eksternal, dan di posterior berhubungan
dengan faring melalui dua pintu bernama nares internal atau choana. Sinus
paranasalis adalah rongga-rongga di tulang cranium dan wajah tertentu yang
dibatasi membrane mukosa yang berlanjut dengan rongga hidung. Sinus ini terdiri
dari sinus frontalis, ethmoidalis, sphenoidalis, dan maksilaris. Fungsi sinus-sinus
ini tidak diketahui pasti; sinus meringankan tulang tengkorak dan menambah
resonansi suara. Lantai hidung dibentuk oleh palatum yang memisahkan rongga
hidung dari rongga mulut di bawahnya. Di anterior, di mana palatum disokong
oleh processuss maksilaris dan tulang palatum, dinamakan palatum durum (hard
palate). Di posterior yang tidak disoking adalah otot palatum molle (soft palate).
Rongga hidung memiliki 3 regio, yaitu:
a. Vestibulum : sebuah pelebaran tepat di sebelah dalam nares yang dilapisi
kulit yang mengandung bulu hidung, berguna untuk menahan aliran partikel
yang terkandung di dalam udara yang dihisap
b. Penghindu : di sebelah cranial; dimulai dari atap rongga hidung meluas
sampai setinggi concha nasalis superior dan bagian septum nasi di hadapan
concha tersebut. Region ini terdiri dari reseptor bau.
c. Pernapasan : bagian rongga hidung selebihnya
2. Faring
Faring atau tenggorokan adalah sebuah pipa muskulomembranosa, panjang 12-14
cm, membentang dari basis crania sampat setinggi vertebra C6 atau tepi bawah
kartilago cricoidea. Faring membentang posterior dari rongga hidung dan mulut,
superior dari laring, dan anterior vertebra cervicalis. Dindingnya terdiri dari otot
rangka dan dibatasi membrane mukosa. Kontraksi otot rangka membantu
menelan. Fungsi laring sebagai jalan untuk udara dan makanan, memberika ruang
resonansi untuk suara, dan tempat tonsil yang berperan dalam reaksi imunologis
melawan benda asing. Faring dapat dibagi menjadi 3 daerah anatomis:
a. Nasofaring
Nasofaring merupakan bagian superior dari faring, membentang posterior dari
rongga hidung dan meluas ke palatum molle. Terdapat 5 bukaan pada
dindingnya, yaitu dua nares internal, dua bukaan ke tuba auditorius (tuba
eustachius), dan bukaan ke orofaring. Nasofaring dan orofaring berhubungan
melalui isthimus praringeum yang dibatasi tepi palatum molle dan dinding
posterior faring. Sewaktu proses menelan dan ebrbicara, isthimus pharingeum
akan terturup oleh elevasi palatum molle dan pembentukan lipatan Passavant
di dinding dorsal faring. Dinding posteriornya terdiri dari tonsil faringeal
(adenoid).
b. Orofaring
Orofaring merupakan bagian tengah dari faring, membentang dari posterior
rongga mulut dan meluas dari palatum molle inferior ke tulang hyoid.
Orofaring hanya memiliki 1 bukaan, yaitu faucium (isthimus orofaringeum),
bukaan dari mulut. Bagian faring ini memiliki fungsi respirasi dan digestif,
terdapat dua pasang tonsil, yaitu tonsila palatine dan lingual.
c. Laringofaring
Laringofaring adalah bagian inferior dari faring, dimulai dari tulang hyoid.
Pada ujung inferiornya, laringofaring terbuka ke esophagus di posterior dan
laring di anterior. Laringofaring juga sebagai jalur respirasi dan digesti.
3. Laring
Laring atau kotak suara adalah jlur pendek yang menghubungkan
laringofaring dengan trakea. Dia membentang di midline leher anterior ke
esophagus dan vertebra C4-C6. Dinding laring dibentuk dari 9 cartilago. Terdiri
dari kartilago thyreoidea, kartilago cricoidea, dan kartilago epiglottis yang
masing-masing satu buah; serta kartilago arytaenoidea, kartilago cuneiforme, dan
kartilago corniculatum yang masing-masing sepasang.

Gambar 4. Anatomi Daerah Leher


Kartilago thyreoidea (Adam’s apple) merupakan tulang rawan laring
terbesar, terdiri dari dua lamina kartilago hyaline yang menyatu yang membentuk
dinding anterior laring, membuat bentuk segitiga. Ini terdapat pada laki-laki dan
perempuan, tetapi biasanya lebih besar pada laki-laki karena pengaruh hormone
seks laki-laki saat pertumbuhan selama pubertas.
Epiglottis merupakan kartilago elastic berbentuk daun yang ditutupi dengan
epitel. Batang epiglottis meruncing ke inferior yang menempel ke tepi anterior
kartilago thyroid dan tulang hyoid. Daun superior epoglotis tidak menempel dan
bebas maju ke atas dan bawah. Selama menelan, faring dan laring terangkat.
Elevasi faring memperluas faring untuk menerima makanan, sedangkan elevasi
laring menyebabkan epiglottis bergerak ke bawah dan menutupnya. Glottis terdiri
dari sepasang lipatan membrane mukosa, lipatan vocal (true vocal cords) di
laring, dan ruang antara mereka yang disebut rima glottidis. Kartilago cricoids
merupakan cincin kartilago hyaline yang membentuk dinding inferior laring.
Kartilago ini merupakan tanda untuk membuat jalan napas darurat bernama
tracheotomy.
Kartilago arytenoids berbentuk triangular yang sebagian besar kartilago
hyaline. Dia berlokasi di batas posterior, superior dari kartilago cricoids.
Kartilago corniculatum yang merupakan kartilago elastic berbentuk tanduk,
berlokasi di apeks dari tiap kartilago arytenoids. Cartilago cuneiforme merupakan
kartilago elastic di anterior kartilago curniculatum, menyokong lipatan vocal dan
epiglottis lateral.
4. Trakea
Trakea atau pipa udara adalah suatu jalur tubular untuk udara sepanjang 12 cm
dan berdiameter 2,5 cm. trakea berlokasi di anterior esophagus dan meluas dari
laring ke batas superior vertebra T5, di mana dibagi menjadi bronkus utama kanan
dan kiri. Lapisan dinding trakea dari dalam ke luar adalah mukosa, submukosa,
kartilago hyaline, dan adventisia. Trakea memiliki 16-20 cincin tulang rawan
hyaline yang masing-masing membentuk gambaran huruf U, yang membatasi 2/3
bagian anterior. Karena elemen elastiknya, trakea dapat cukup fleksibel untuk
meregang dan bergerak inferior selama inspirasi dan recoil selama ekspirasi, tetapi
cincin kartilago mencegahnya kolaps dan menjaga jalan napas paten walaupun
tekanan berubah selama bernapas. Bagian posterior yang terbuka dari cincin
kartilago yang berbatasan dengan esophagus dihubungkan dengan serat otot polos
dari otot trakealis dan dengan jaringan ikat lunak. Karena bagian dinding trakea
sebelah sini tidak rigid, esophagus dapat mengembang ke anterior ketika menelan
makanan yang melaluinya.
Gambar 5. Trakea
5. Bronkus
Di batas superior vertebra T5, trakea terbagi menjadi bronkus utama kanan yang
masuk ke paru kanan, dan bronkus utama kiri yang masuk ke paru kiri. Bronkus
utama kanan lebih vertikal, lebih pendek, dan lebih luas dibandingkan dengan
yang kiri. Seperti trakea, bronkus utama terdiri dari cincin kartilago yang tidak
komplit. Pada titik di mana trakea terbagi menjadi bronkus utama kanan dan kiri,
terdapat carina yang dibentuk dari proyeksi posterior dan inferior kartilago trakea
terakhir. Membrane mukosa carina merupakan salah satu area paling sensitive dari
seluruh laring dan trakea untuk memicu refleks batuk.

Gambar 6. Bronkus
6. Paru-paru
Paru-paru merupakan sepasang organ berbentuk kerucut di rongga toraks.
Keduanya dipisahkan oleh hati dan struktur lain di mediastinum. Setiap paru
ditutup dan dilindungi oleh membrane serosa lapis dua bernama membrane pleura.
Lapisan superficial disebut pleura parietal yang berbatasan dengan rongga toraks,
lapisan dalam disebut pleura visceral yang menutupi paru-paru. Di antara pleura
parietal dan visceral terdapat ruang kecil bernama rongga pleura yang
mengandung sedikit cairan lubrikan yang disekresikan oleh membrane. Cairan
pleura ini mengurangi friksi antara membrane. Bagian inferior yang luas dari paru,
basis, berbentuk cekung dan cocok di atas daerah cembung diafragma. Bagian
superior paru yang sempit adalah apeks. Permukaan paru-paru membentang
terhadap tulang rusuk, permukaan costalis, sesuai dengan kelengkungan tulang
rusuk. Permukaan mediastinalis dari tiap paru berisi hilus yang dilalui bronkus,
pembuluh darah paru, pembuluh limfa, dan nervus.

Gambar 7. Paru-paru (tampak anterior)

Gambar 8. Paru-paru (tampak posterior)


Di medial, paru kiri terdapat cekungan, cardiac notch, tempat di mana ada
jantung. Karena ruang yang ditempati jantung, paru kiri 10% lebih kecil daripada
paru kanan. Walaupun paru kanan lebih tebal dan lebih luas, dia juga lebih pendek
daripada paru kiri karena diafragma lebih tinggi di sisi kanan untuk
mengakomodasi hati yang ada di inferiornya.
Setiap paru dibagi oleh 1 atau 2 fissura. Kedua paru-paru mempunyai
sebuah fissure oblik yang memanjang inferior dan anterior. Paru kanan juga
memiliki fissure horizontal. Fissure oblik di paru kiri memisahkan lobus superior
dengan lobus inferior. di paru kanan, bagian superior dari fissure oblik
memisahkan lobus superior dengan lobus inferior; bagian inferior dari fissure
oblik memisahkan lobus inferior dengan lobus medius yang berbatasan dengan
fissure horizontal di superior.
Setiap lobus menerima bronkus sekunder, jadi bronkus utama kanan
memberi 3 bronkus sekunder (bronkus superior, media, dan inferor), dan bronkus
utama kiri memberi 2 bronkus sekunder (bronkus superior dan inferior). Di dalam
paru, bronkus sekunder bercabang menjadi bronkus tersier/segmentorum (terdapat
10 bronkus tersier di tiap paru) yang masing-masing bercabang lagi menjadi
segmen bronkopulmonalis. Selanjutnya, masing-masing bronkus segmentorum
memberikan 20-25 percabangan dan akhirnya menjadi bronkus terminalis.
Masing-masing bronkus terminalis bercabang banyak menjadi bronkiolus respirasi
dan masing-masing bronkiolus respirasi mempercabangkan 2-11 duktus
alveolaris. Masing-masing duktus alveolaris mempercabangkan 5-6 saccus
alveolaris.
Gambar 9. Alveolus
B. Definisi Pneumonia
Pneumonia merupakan peradangan pada jaringan parenkim paru yang disebabkan
oleh bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Pneumonia adalah suatu proses peradangan
dimana terdapat konsolidasi yang menyebabkan pengisian rongga alveoli oleh
eksudat, sehingga pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang
mengalami konsolidasi dan darah dialirkan ke sekitar alveoli yang tidak berfungsi.
Pneumonia adalah infeksi akut yang menyerang jaringan paru-paru (alveoli) yang
ditandai dengan gejala batuk, sesak napas, tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam, gambaran foto thoraks menunjukkan infiltral paru akut.

Gambar 10. Proses Peradangan atau Infeksi


Menurut Misnadiarly (2008), pneumonia merupakan penyakit batuk pilek
disertai dengan sesak napas 40—50x/menit. Pneumonia sering ditemukan pada balita
dan penyakit ini dapat menyebabkan kematian jika tidak mendapatkan perhatian
kesehatan. Penularan pneumonia melalui percikan ludah/droplet kemudian menyebar
mulai dari saluran pernapasan atas sampai ke jaringan parenkim paru. Davey (2005)
juga menyatakan bahwa penyebaran infeksi pneumonia terjadi melalui droplet dan
terjadi multiplikasi di dalam paru sehingga mengganggu mekanisme pertahanan paru.
C. Etiologi
Misnadiarly (2008) mengemukakan bahwa etiologi dari pneumonia di
sebabkan oleh:
a. Mikroorganisme
1. Bakteri yaitu bakteri gram positif, streptococus pneumoniae, bakteri
staphylococcus aureus, streptococus beta hemolitikus grup A, mycoplasma
legionella, dan chaamydia penyebab pneumonia atipikal.
2. Jamur yaitu jamur candidiasis, histoplasmosis, aspergifosis, coocidioido
mycosis, cryptococosis, pneumocytis carinii.
3. Virus (virus sinsisial pernafasan, hantavirus, virus influenza, adenovirus,
rhinovirus, virus herpes simpleks, sitomegalovirus, virus synsitical respiratorik,
rubeola, varisella).
b. Mikroplasma
1. Individu yang mengidap AIDS sering mengalami pneumonia yaitu
pneumocystis carinii
2. Individu yang terlalu lama berada didalam ruanggan yang terdapat aerosol dari
air dengan waktu yang lama seperti AC atau alat pelembab yang kotor bisa
mengidap pneumonia legionella.
3. Individu yang mengalami inspirasi lambung karena muntah/air karena
tenggelam dapat menyebabkan pneumonia asporasi
Faktor risiko seseorang dapat terkena pneumonia yaitu merokok, kekebalan
tubuh yang menurun, menderita penyakit kronis seperti diabetes melitus, penyakit
autoimun, penyakit paru kronis. Selain itu juga dapat berisiko pada seseorang yang
mengkonsumsi obat-obatan golongan kortikosteroid, kepadatan hunian rumah, dan
ventilasi hunian rumah.
D. Klasifikasi
Klasifikasi pneumonia menurut Misnadiarly (2008), yaitu:
A. Berdasarkan Umur
1. Kelompok umur < 2 bulan
a. Pneumonia berat
Bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti menyusu (jika
sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk yang tidak wajar
atau sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi, demam (38ºC atau
lebih) atau suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5 ºC), pernapasan cepat 60
kali atau lebih per menit, penarikan dinding dada berat, sianosis sentral (pada
lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan abdomen tegang.
b. Bukan pneumonia
Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit dan tidak
terdapat tanda pneumonia seperti di atas.
2. Kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun
a. Pneumonia sangat berat
Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis sentral, tidak
dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang dan sulit
dibangunkan.
b. Pneumonia berat
Batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada, tetapi tidak
disertai sianosis sentral dan dapat minum.
c. Pneumonia
Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa penarikan dinding
dada.
d. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa)
Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau penarikan dinding
dada.
e. Pneumonia persisten
Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati selama
10-14 hari dengan dosis antibiotik yang kuat dan antibiotik yang sesuai,
biasanya terdapat penarikan dinding dada, frekuensi pernapasan yang tinggi,
dan demam ringan.
B. Berdasarkan Etiologi
1. Pneumonia yang didapat dari komunitas (community acquired pneumonia)
Pneumonia yang didapatkan di masyarakat yaitu terjadi infeksi di luar
lingkungan rumah sakit. Infeksi yang terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di
rumah sakit pada pasien yang belum pernah dirawat di rumah sakit selama >14
hari.
2. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial)
Pneumonia yang terjadi selama atau lebih dari 48 jam setelah masuk rumah
sakit, jenis ini didapat selama penderita dirawat di rumah sakit. Hampir 1%
dari penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan pneumonia selama
dalam perawatannya. Demikian pula halnya dengan penderita yang dirawat di
ICU, lebih dari 60% akan menderita pneumonia.
3. Pneumonia aspirasi/anaerob
Infeksi oleh bakteroid dan organisme anaerob lain setelah aspirasi orofaringeal
dan cairan lambung. Pneumonia jenis ini biasa didapat pada pasien dengan
status mental depresi maupun pasien dengan gangguan refleks menelan.
4. Pneumonia oportunistik
Pasien dengan penekanan sistem imun (misalnya steroid, kemoterapi, HIV)
mudah mengalami infeksi oleh virus, jamur, dan mikrobakteri.
5. Pneumonia rekuren
Disebabkan oleh organisme aerob dan anaerob yang terjadi pada fibrosis
kristik dan bronkietaksis.
E. Patofisiologis
Di antara semua bakteri pneumonia, patogenesis dari pneumonia pneumokokus
merupakan yang paling banyak diselidiki. Pneumokokus umumnya mencapai alveoli
lewat percikan mukus atau saliva. Lobus bagian bawah paru-paru paling sering
terkena karena efek gravitasi. Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus
menimbulkan respon yang khas terdiri dari empat tahap yang berurutan (Price dan
Wilson, 2006):
a. Kongesti (24 jam pertama)
Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya protein keluar masuk ke dalam
alveolar melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor, disertai kongesti
vena. Paru menjadi berat, edematosa dan berwarna merah.
b. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Terjadi pada stadium kedua, yang berakhir setelah beberapa hari. Ditemukan
akumulasi yang masif dalam ruang alveolar, bersama-sama dengan limfosit dan
magkrofag. Banyak sel darah merah juga dikeluarkan dari kapiler yang meregang.
Pleura yang menutupi diselimuti eksudat fibrinosa, paru-paru tampak berwarna
kemerahan, padat tanpa mengandung udara, disertai konsistensi mirip hati yang
masih segar dan bergranula (hepatisasi = seperti hepar).
c. Hepatisasi kelabu (3-8 hari)
Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi fibrin yang berlanjut disertai
penghancuran sel darah putih dan sel darah merah. Paru-paru tampak kelabu
coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam
alveoli yang terserang.
d. Resolusi (8-11 hari)
Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh
makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan mempertahankan arsitektur
dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan kembali pada strukturnya
semula.
F. Tanda dan Gejala
a. Gejala
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas atas
akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk
dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada
sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu
makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008).
b. Tanda
Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita antara
lain :
1. Batuk nonproduktif
2. Ingus (nasal discharge)
3. Suara napas lemah
4. Penggunaan otot bantu napas
5. Demam
6. Cyanosis (kebiru-biruan)
7. Thorax photo menujukkan infiltrasi melebar
8. Sakit kepala
9. Kekakuan dan nyeri otot
10. Sesak napas
11. Menggigil
12. Berkeringat
13. Lelah
14. Terkadang kulit menjadi lembab
15. Mual dan muntah
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasieng dengan pneumonia, yaitu
(Somantri, 2007) :
a. Chest X-ray
Teridentifikasi adanya penyebaran (misal: lobus dan bronkhial), dapat juga
menunjukkan multiple abses/infiltat, empiema (Staphylococcus); penyebaran atau
lokasi infiltrasi (bakterial); atau penyebaran/extensive nodul infiltrat (sering kali
viral), pada pneumonia mycoplasma chest x-ray mungkin bersih.

Gambar 11. Hasil Foto X-ray


b. Analisis Gas Darah dan Pulse Oximetry
Abnormalitas mungkin timbul tergantung dari luasnya kerusakan paru-paru.
c. Pewarnaan Gram/Kultur Sputum dan Darah
Didapatkan dengan needle biopsy, aspirasi trantrakheal, fiberoptic bronchoscopy,
atau biopsi paru-paru terbuka untuk mengeluarkan organisme penyebab. Lebih
dari satu tipe organisme yang dapat ditemukan, seperti Diplococcus pneumoniae,
Staphylococcus aureus, A. Hemolytic streptococcus, dan Hemophilus influenzae.
d. Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count – CBC)
Leukositosis biasanya timbul, meskipun nilai pemeriksaan darah putih (white
blood count-WBC) rendah pada infeksi virus.
e. Tes Serologi
Membantu dalam membedakan diagnosis pada organisme secara spesifik.
f. Pemeriksaan Fungsi Paru-paru
Volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar), tekanan saluran udara
meningkat dan kapasitas pemenuhan udara menurun, hiposekmia.
g. Elektrolit
Sodium dan klorida mungkin rendah.
h. Bilirubin mungkin meningkat
i. LED terjadi peningkatan
H. Penatalaksanaan
Menurut Somantri (2007) penatalaksanaan medis umum yang diberikan pada
penderita pneumonia adalah:
a. Farmakoterapi:
1. Antibiotik (diberikan secara intravena)
2. Ekspektoran
3. Antipiretik
4. Analgetik
b. Terapi oksigen dan nebulisasi aerosol
c. Fisioterapi dada dengan drainase postural
Menurut Baughman (2000) penatalaksanaan yang dapat diberikan pada klien
dengan pneumonia, yaitu :
1. Penisilin 50.000 IU/ kg BB/ hari ditambah kloramfenikol 50 – 70 mg/ kg BB/
hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spectrum luas seperti
ampicilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4 – 5 hari.
2. Pemberian oksigen dan cairan intravena; biasanya diperlukan campuran
glukose 5 % dan NaCL 0,9 % dengan perbandingan 3 : 1 ditambah larutan
KCL 10 mEq/ 500 ml/ botol infus.
I. Komplikasi
Komplikasi pada klien pneumonia yang dapat terjadi yaitu gagal nafas, septikemia,
dan empiema (Gleadle, 2005). Cahyono dkk, (2010) menyebutkan bahwa komplikasi
yang dapat terjadi pada klien pneumonia yaitu gagal nafas, efusi pleura, empyema,
abses paru, sepsis, dan sepsis syok.

Anda mungkin juga menyukai