Anda di halaman 1dari 42

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

LAPORAN KASUS INDIVIDU

PNEUMONIA

Oleh
Arsy Cahya Ramadhani
H1A 012 008

Pembimbing Fakultas
dr. Lina Nurbaiti, M.Kes, FISPH, FISCM
dr. Anom Josafat, MPH

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
PUSKESMAS GUNUNGSARI KABUPATEN LOMBOK BARAT
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli)


yang dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti virus, jamur dan
bakteri. Gejala penyakit pneumonia yaitu menggigil, demam, sakit kepala, batuk,
mengeluarkan dahak, dan sesak napas. Salah satu upaya yang dilakukan untuk
mengendalikan penyakit ini yaitu dengan meningkatkan penemuan pneumonia pada
balita. Pneumonia merupakan penyebab dari 15% kematian balita, yaitu diperkirakan
sebanyak 922.000 balita di tahun 2015. Pneumonia menyerang semua umur di semua
wilayah, namun terbanyak terjadi di Asia Selatan dan Afrika sub-Sahara. Populasi
yang rentan terserang pneumonia adalah anak-anak usia kurang dari 2 tahun, usia
lanjut lebih dari 65 tahun dan orang yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi,
gangguan imunologi). Perkiraan kasus pneumonia secara nasional sebesar 3.55% 1

Risiko terbesar dari kematian akibat pneumonia di masa anak-anak ialah pada
masa neonatal. Setidaknya sepertiga dari 10,8 juta kematian pada anak-anak di
seluruh dunia terjadi pada 28 hari kehidupan, dengan proporsi yang besar diakbiatkan
oleh pneumonia. Diperkirakan bahwa pneumonia memberikan kontribusi antara
750.000 dan 1,2 juta kematian neonatal per tahun, terhitung 10% kematian anak
secara global, Dari semua kematian neonatal, 96% terjadi di negara berkembang.2

Sampai dengan tahun 2014, angka cakupan penemuan pneumonia balita


tidak mengalami perkembangan berarti yaitu berkisar antara 20%-30%. Pada tahun
2015 terjadi peningkatan menjadi 63,45%. Angka kematian akibat pneumonia pada
balita sebesar 0,16%, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2014 yang sebesar
0,08%. Pada kelompok bayi angka kematian sedikit lebih tinggi yaitu sebesar 0,17%
dibandingkan pada kelompok umur 1-4 tahun yang sebesar 0,15%. Berdasarkan data
RISKESDAS tahun 2013, lima provinsi di indonesia yang mempunyai insiden
pneumonia balita tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (38,5‰), Aceh (35,6‰),

2
Bangka Belitung (34,8‰), Sulawesi Barat (34,8‰), dan Kalimantan Tengah
(32,7‰)). Insidens tertinggi pneumonia balita terdapat pada kelompok umur 12-23
bulan (21,7‰).

Perkiraan penderita Pneumonia balita pada tahun 2015 di provinsi Nusa


Tenggara Barat adalah 33.291 balita. Penderita ditemukan dan ditangani sebanyak
25.502 kasus (76,6%). Berikut ditampilkan perkiraan kasus Pneumonia balita dan
penderita yang ditemukan dan ditangani di Provinsi NTB tahun 2008-2015.

Kasus penyakit yang paling banyak diderita masyarakat di Provinsi NTB


berdasarkan Laporan Bulanan (LB1) Kesakitan di Puskesmas dan jaringannya terlihat
pada gambar berikut.

3
Gambar diatas memperlihatkan bahwa 10 penyakit terbanyak pada tahun 2015
sebagian besar sama dengan tahun 2014, dengan kunjungan terbanyak adalah infeksi
akut pada saluran pernafasan bagian atas. Kondisi ini erat kaitannya dengan
kesehatan lingkungan masyarakat.

Gambaran penyakit pneumonia di kabupaten Lombok barat adalah sebagai


berikut:

4
Berdasarkan tabel diatas, pada tahun 2014, kasus terbanyak terjadi di wilayah
kerja Puskesmas Gerung dan mengalami penurunan yang sangat tajam pada Tahun
2015. Sedangkan kasus tertinggi Tahun 2015 terjadi diwilayah Meninting. Kasus
Pneumonia yang terendah Tahun 2015 terjadi di Puskesmas Sekotong. Jika dilihat
berdasarkan jenis kelamin, balita laki-laki lebih rentan (53,23%) daripada balita
perempuan (46,77%).

Penyakit pneumoni tergolong penyakit ringan apabila segera ditangani dengan


tepat dan cepat, tetapi bisa menjadi penyakit berbahaya dan mematikan apabila tidak
ditangani dengan baik. Pada bayi atau balita umumnya terjadi pada balita dengan gizi
kurang dan kondisi lingkungan yang tidak sehat. Di Puskesmas Narmada, angka
kejadian pneumonia masih tinggi yaitu terdapat peningkatan kasus dari tahun 2015 ke
2016.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Penyakit Pneumonia di Puskesmas Narmada


Pada tahun 2016 ditemukan kasus Pneumonia pada Balita sebanyak 599 kasus
(112,9%) dari target perkiraan jumlah kasus 457 ( 10% dari jumlah Balita ). Jumlah
ini meningkat dari tahun 2015 yang mencapai 216 kasus, Dari jumlah tersebut 312
adalah laki-laki dan 287 adalah perempuan, dan semua kasus yang ditemukan telah
mendapatkan penanganan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. Pada bulan
januari hingga September tahun 2017 ditemukan kasus Pneumonia pada balita
sebanyak 372 (78%) kasus dari target perkiraan jumlah kasus 476 (10% dari jumlah
Balita).

Beberapa strategi dan kebijakan program telah dilakukan untuk


menanggulangi peningkatan kasus ISPA/Pneumonia pada Balita diantaranya,
penyuluhan kelompok yang bekerjasama dengan program Promosi Kesehatan, care
seeking dan pemantauan faktor resiko yang ada di rumah terhadap Balita penderita
Pneumonia, kunjungan programmer ISPA ke Posyandu dalam rangka pembinaan
kader dan penguatan pencatatan dan pelaporan kasus Pneumonia di semua tatanan.

6
SEBARAN KASUS PNEUMONIA MENURUT DESA
UPT BLUD PUSKESMAS NARMADA TAHUN 2016
Gerimax Indah Nyurlembang Narmada
6% 4%
Dasan Tereng 3% Lembuak
8% 5%
Mekarsari Batu Kuta
3% 10%

Sembung
18% Tanak Beak
16%

Keramajaya
18%

Badrain
9%

Tabel 1. Jumlah kasus Pneumonia di Puskesmas Narmada Bulan Januari hingga


September Tahun 2017

Bulan Pneumonia Pneumonia Berat


Januari 41 2
Febuari 45 2
Maret 45 6
April 48 1
Mei 42 1
Juni 36 1
Juli 35 1
Agustus 32 2
September 32 0
Total 356 16
Sumber: Data Puskesmas Narmada Tahun 2017

7
Tabel 2. 10 Penyakit Terbanyak Ruang Rawat Inap Puskesmas Narmada Tahun 2015

NO PENYAKIT TOTAL

1. Diare 108

2. Thypus Abdominalis 93

3. Gastritis 79

4. Pneumonia 66

5. Disentri 41

6. Hipertensi 34

7. Anemia 24

8. DBD 17

9. Asma 17

10. ISK 16

JUMLAH 495
Sumber : Data Puskesmas Narmada tahun 2015

2.2 Konsep Penyakit Pneumonia


2.2.1 Definisi
Pneumonia adalah suatu penyakit klinis sehingga didefinisikan berdasarkan
gejala dan tanda klinis, dan perjalanan penyakitnya. Salah satu definisi klasik
menyatakan bahwa pneumonia merupakan suatu keradangan pada saluran napas
bagian bawah, meliputi alveolus dan jaringan interstitiil, yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Pnemonia
ditandai oleh demam, batuk, sesak (peningkatan frekuensi pernapasan), napas cuping
hidung, retraksi dinding dada dan kadang-kadang sianosis. 7

8
2.2.2 Etiologi
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme dan sebagian
kecil disebabkan oleh hal lain misalnya bahan kimia (hidrokarbon, lipoid substances)/
benda yang teraspirasi. Patogen penyebab pneumonia bermacam-macam, virus
merupakan penyebab pada kebanyakan kasus, seperti adenovirus, respiratory
syncytial, parainfluenza, serta virus influenza. Pneumonia pada bayi baru lahir
biasanya disebabkan oleh organisme yang berasal dari organ genital wanita sewaktu
hamil, termasuk Group B Streptococci, Moraxella catarrhalis merupakan penyebab
yang tidak umum atau jarang, Haemophillus influenza penyebab yang kasusnya
semakin menurun karena telah ditemukan vaksinnya, Mycobacterium tuberculosis,
lung flukes penyebab pneumonia pada anak-anak. 2

Mycoplasma pneumoniae, Streptococcus pneumoniae penyebab paling umum


kasus pneumonia pada anak-anak di atas 6 tahun, Chlamydia pneumoniae
menimbulkan infeksi pada anak-anak (5-14 tahun), beberapa kasus pneumonia
disebabkan oleh kontak langsung dengan binatang, seperti : Francisella tularensis
(kelinci), Chlamydia psittaci (burung), Coxiella burnetti (domba), Salmonella
choleraesuis (babi). Di Indonesia, penelitian di Pulau Lombok 1997-2003 usap
tenggorok pada anak usia <2 tahun yang menderita pneumonia ditemukan
Streptococcus pneumoniae (48%) dan Haemophyllus influenzae B (8%). 2,3,8

Tabel 1. Etiologi pneumonia.7,8

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang

Lahir 20 hari Bakteri Bakteri

E. colli Bakteri anaerob

Listeria monocytogenes Haemophillus influenza

9
Streptococcus pneumoniae

Ureaplasma urealyticum

Virus

Virus Sitomegalo

Virus Herpes simpleks

3 minggu-3 bulan Bakteri Bakteri

Chlamydia trachomatis Bordetella pertusis

Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza


tipe B

Virus Moraxella catharalis

Virus adeno Staphylococcus aureus

Virus influenza Ureaolasma urealyticum

Virus Parainfluenza 1, 2, 3 Virus

Respiratory syncytial virus Virus Sitomegalo

4 bulan – 5 bulan Bakteri Bakteri

Chlamydia pneumoniae Haemophilus influenza tipe


B

Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis

Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitides

10
Virus Staphylococcus aureus

Virus Adeno Virus

Virus Influenza Virus Varisela-Zoster

Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Syncytial virus

5 tahun – remaja Bakteri Bakteri

Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenza

Mycoplasma pneumoniae Legionella sp

Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus

Virus

Virus Adeno

Virus Eptain-Barr

Virus Influenza

Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Syncytial
Virus

Virus Varisela-Zoster

11
2.2.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pneumonia

a. Faktor Host

1. Umur. Tingginya kejadian pneumonia terutama menyerang kelompok usia bayi


dan balita. Faktor usia merupakan salah satu faktor risiko kematian pada balita
yang sedang menderita pneumonia. Semakin tua usia balita yang sedang
menderita pneumonia maka akan semakin kecil risiko meninggal akibat
pneumonia dibandingkan balita yang berusia muda.

2. Jenis Kelamin. Menurut Pedoman Program Pemberantasan Penyakit ISPA untuk


Penanggulangan Pneumonia pada Balita (2002), anak laki-laki memiliki risiko
lebih besar untuk terkena ISPA dibandingkan dengan anak perempuan.

3. Riwayat BBLR. BBLR atau berat bayi lahir rendah adalah bayi yang lahir dengan
berat kurang dari 2500 gram. Bayi dan balita dengan riwayat BBLR umumnya
lebih berisiko terhadap kematian, bahkan sejak masa-masa awal kehidupannya.
Hal ini disebabkan karena zat anti kekebalan di dalam tubuhnya belum sempurna.
Sebuah penelitian juga menyebutkan bahwa bayi 0-4 bulan dengan riwayat BBLR
memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita pneumonia.

4. Status Gizi. Kelompok umur yang rentan terhadap penyakit-penyakit kekurangan


gizi adalah kelompok bayi dan anak balita. Penyebab langsung timbulnya gizi
kurang pada anak adalah makanan tidak seimbang dan penyakit infeksi. Kedua
penyebab tersebut saling berpengaruh. Salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi timbulnya penyakit pneumonia pada anak antara lain adanya
kekurangan energi protein. Timbulnya Kekurangan Energi Protein (KEP) tidak
hanya karena kurang makan tetapi juga karena penyakit, terutama diare dan ISPA.
Anak yang tidak memperoleh makanan cukup dan seimbang, daya tahan tubuhnya
(imunitas) dapat melemah. Dalam keadaan demikian, anak mudah diserang

12
penyakit infeksi. Anak dengan daya tahan tubuh yang terganggu akan menderita
pneumonia berulang-ulang atau tidak mampu mengatasi penyakit pneumonia
dengan sempurna. Status gizi pada balita berdasarkan hasil pengukuran
anthropometri dengan melihat kriteria yaitu: Berat Badan per Umur (BB/U),
Tinggi Badan per Umur (TB/U), Berat Badan per Tinggi Badan (BB/TB).

5. Pemberian ASI. ASI mengandung nutrisi dan zat-zat penting yang berguna
terhadap kekebalan tubuh bayi. Zat-zat yang bersifat protektif tersebut dapat
melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi. Oleh sebab itu, sangat penting
bagi bayi agar segera diberikan ASI sejak lahir karena saat itu bayi belum dapat
memproduksi zat kekebalannya sendiri. Pemberian ASI ternyata dapat
menurunkan risiko pneumonia pada bayi dan balita. Bayi yang dirawat dirumah
sakit karena pneumonia lebih berisiko meninggal dengan Case Fatality Ratenya
dua kali lebih besar pada bayi yang tidak memperoleh ASI.

6. Defisiensi vitamin A. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemberian vitamin


A berguna dalam mengurangi beratnya penyakit dan mencegah terjadinya
kematian akibat pneumonia. Penelitian Sutrisna 1993, menunjukkan balita yang
tidak memperoleh suplementasi vitamin A berisiko 14,8 kali untuk meninggal
dibandingkan dengan yang telah disuplementasi.

7. Status Imunisasi. Imunisasi merupakan salah satu cara menurunkan angka


kesakitan dan angka kematian pada bayi dan anak. Dari seluruh kematian balita,
sekitar 38% dapat dicegah dengan pemberian imunisasi secara efektif. Imunisasi
yang dianjurkan sesuai dengan pemberian imunisasi nasional yaitu BCG (pada
usia 0-11 bulan), DPT I-III (pada usia 2-11 bulan), Polio I-IV (pada usia 2-11
bulan), Hepatitis B I-III (pada usia 0-9 bulan), dan Campak (pada usia 9-11
bulan). Imunisasi yang tidak lengkap merupakan faktor risiko yang dapat
meningkatkan insidens ISPA terutama pneumonia. Penyakit pneumonia lebih
mudah menyerang anak yang belum mendapat imunisasi campak dan DPT

13
(Difteri, Pertusis, Tetanus). Oleh karena itu untuk menekan tingginya angka
kematian karena pneumonia, dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi
seperti imunisasi DPT dan campak.

b. Faktor Agent

Pneumonia umumnya disebabkan oleh bakteri seperti Streptococcus pneumoniae,


Hemophilus influenzae dan Staphylococcus aureus. Penyebab pneumonia lainnya
adalah virus golongan Metamyxovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus,
Othomyxovirus, dan Herpesvirus.

c. Faktor Sosial Ekonomi

1. Pekerjaan Orang Tua. Penghasilan keluarga adalah pendapatan keluarga dari hasil
pekerjaan utama maupun tambahan. Tingkat penghasilan yang rendah
menyebabkan orang tua sulit menyediakan fasilitas perumahan yang baik,
perawatan kesehatan dan gizi anak yang memadai. Rendahnya kualitas gizi anak
menyebabkan daya tahan tubuh berkurang dan mudah terkena penyakit infeksi
termasuk penyakit pneumonia.

2. Pendidikan Ibu. Tingkat pendidikan ibu yang rendah juga merupakan faktor risiko
yang dapat meningkatkan angka kematian ISPA terutama pneumonia. Tingkat
pendidikan ibu akan berpengaruh terhadap tindakan perawatan oleh ibu kepada
anak-yang menderita ISPA. Jika pengetahuan ibu untuk mengatasi pneumonia
tidak tepat ketika bayi atau balita menderita pneumonia, akan mempunyai risiko
meninggal karena pneumonia sebesar 4,9 kali jika dibandingkan dengan ibu yang
mempunyai pengetahuan yang tepat.

d. Faktor Lingkungan

1. Polusi udara dalam ruangan/rumah. Rumah atau tempat tinggal yang kurang baik
dapat mendukung terjadinya penularan penyakit dan gangguan kesehatan,

14
diantaranya adalah infeksi saluran napas. Rumah kecil yang penuh asap, baik yang
berasal dari kompor gas, pemakaian kayu sebagai bahan bakar maupun dari asap
kendaraan bermotor, dan tidak memiliki sirkulasi udara yang memadai akan
mendukung penyebaran virus atau bakteri yang mengakibatkan penyakit infeksi
saluran pernapasan yang berat. Insiden pneumonia pada anak kelompok umur
kurang dari lima tahun mempunyai hubungan bermakna dengan kedua orang
tuanya yang mempunyai kebiasaan merokok. Anak dari perokok aktif yang
merokok dalam rumah akan menderita infeksi pernapasan lebih sering
dibandingkan dengan anak dari keluarga bukan perokok.

2. Kepadatan Hunian. Di daerah perkotaan, kepadatan merupakan salah satu masalah


yang dialami penduduk kota. Hal ini disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan
penduduk kota dan mahalnya harga tanah di perkotaan. Salah satu kaitan
kepadatan hunian dan kesehatan adalah karena rumah yang sempit dan banyak
penghuninya, maka penghuni mudah terserang penyakit dan orang yang sakit
dapat menularkan penyakit pada anggota keluarga lainnya. Perumahan yang
sempit dan padat akan menyebabkan anak sering terinfeksi oleh kuman yang
berasal dari tempat kotor dan akhirnya terkena berbagai penyakit menular.

15
Gambar 4. Faktor Risiko untuk Pneumonia pada Balita

2.2.4 Klasifikasi
a. Klasifikasi untuk Pneumonia yang terjadi pada bayi usia < 2 bulan

Perjalanan penyakit lebih bervariasi, mudah terjadi komplikasi, dan sering


menyebabkan kematian. Klasifikasi pada kelompok usia ini adalah:

 Pneumonia, adanya nafas cepat (frekuensi pernafasan > 60 x/menit) atau


sesak napas. Dan harus dirawat serta diberikan antibiotic.

 Bukan pneumonia, tidak ada napas cepat atau sesak napas. Tidak perlu
dirawatm hanya diberikan obat simptomatis.1,4

b. Klasifikasi untuk Pneumonia yang terjadi pada bayi dan anak usia 2 bulan –
5 tahun:

16
 Pneumonia berat, adanya nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah.
Dan harus dirawat serta diberikan antibiotic.

 Pneumonia, bila tidak ada sesak napas, atau ada nafas cepat, usia 2 bulan - 1
tahun > 50 kali permenit, untuk usia 1 tahun - 5 tahun > 40 kali permenit.
Dan pasien tidak perlu dirawat, dapat diberikan antibiotic oral.

 Bukan pneumonia, bila tidak ada napas cepat dan sesak napas, hanya batuk
pilek biasa tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.dan pasien
tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotic, hanya diberikan pengobatan
simtomatis seperti penurun panas.

2.2.5 Patofisiologi
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran
resporatori. Ada 3 stadium dalam patofisiologi penyakit pneumonia, yaitu :

1) Stadium hepatisasi merah.

Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan
penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami
konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan
ditemukannya kuman di alveoli.1,6

2) Stadium hepatisasi kelabu.

Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di
alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat.1,6

3) Stadium resolusi

Setelah itu, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi,
fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Sistem bronkopulmoner jaringan paru
yang tidak terkena akan tetap normal.1,6

17
2.2.6 Diagnosis
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak
adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas,
gejala klinis yang kadangkadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya
penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi non infeksi yang relatif lebih sering,
dan faktor pathogenesis.1,4

1. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, keluhan GIT seperti mual, muntah atau diare: kadang-kadang
ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
2. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea,
napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara
napas melemah, dan ronki, akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda
pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi
paru umumnya tidak ditemukan kelainan.1,4

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis sederhana yang meliputi napas


cepat, sesak napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke playanan
kesehatan. Napas cepat di hitung dengan frekuensi napas selama satu menit penuh
ketika bayi dalam keadaan tenang. Sesak napas di nilai dengan melihat adanya tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik napas (retraksi epigastrium).
Tanda bahaya pada anak usia 2 bulan – 5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk.6,7

Pneumonia ringan

 Disamping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat saja.
Napas cepat:

18
 Anak umur 2 bulan – 11 bulan : ≥ 50 x/menit

 Anak umur 1 tahun - 5 tahun : ≥ 40 x/menit

 Pastikan anak tidak mempunyai tanda-tanda pneumonia berat.3

Pneumonia Berat

Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut ini:

 Kepala terangguk-angguk

 Pernapasan cuping hidung

 Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

 Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrate luas, konsolidasi,


dll).

Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:

 Napas cepat

 Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 x/menit

 Anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 x/menit

 Anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 x/menit

 Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 x/menit

 Suara merintih (grunting) pada bayi muda

 Pada aukultasi terdengar:

 Crackles (ronki)

 Suara pernapasan menurun

19
 Suara pernapasan bronchial

Dalam keadaan sangat berat dapat dijumpai:

Tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya.

Kejang, letargi atau tidak sadar.

Sianosis

Distress pernapasan berat.3,7

2.2.7 Tatalaksana
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan
antibiotic yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi
pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan
asam basa, elektrolit dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan
analgetik/antipiretik.6,7

Pneumonia ringan

Anak di rawat jalan

Beri antibiotic : Kotrimoksasol (4 mg TMP/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3


hari atau Amoksisilin (25 mg/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk
pasien HIV diberikan selama 5 hari.

Anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk membawa
kembali anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat bila keadaan anak memburuk atau
tidak bias minum atau menyusu. Ketika anak kembali, jika pernapasannya membaik
(melambat), demam berkurang, nafsu makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai
seluruhnya 3 hari. Jika frekuensi pernapasan, demam dan nafsu makan tidak ada
perbaikan, ganti ke antibiotic lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali 2 hari lagi.
Jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit. 6,7

20
Pneumonia Berat

Anak dirawat di rumah sakit

Terapi antibiotic

 Beri ampisilin/amoksisilin (25 – 50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6


jam), yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila
anak memberikan respons yang baik maka diberikan selama 5 hari.
Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah taau di rumah sakit dengan
amoksisilin oral (15 mg/kgBB/kali 3 kali sehari) untuk 5 hari
berikutnya.

 Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan


yang berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau
memuntahkan semuanya, kejang, letargi atau tidak sadar, sianosis,
distress pernapasan berat) maka ditambahkan khloramfenikol (25
mg/kgBB IM atau IV setiap 8 jam)

 Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen
dan pengobatan kombinasi ampisilin-kloramfenikol atau ampisilin-
gentamicin.

 Sebagai alternative, beri seftriakson (80 – 100 mg/kgBB IM atau IV


sekali sehari).

 Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan


foto dada.

 Apabila diduga peneumonia stafilokokal, ganti antibiotic dengan


gentamisin (7,5 mg/kgBB IM sehari sekali) dan kloksasilin (50
mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam) atau klindamisin (15 mg/kgBB/hari
– 3 kali pemberian). Bila keadaan anak membaik, lanjutkan kloksasilin

21
(atau dikoksasilin) secara oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan
mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara oral sampai 2 minggu.

Terapi oksigen

o Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat

o Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi


oksigen (berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%, bila
tersedia oksigen yang cukup). Lakukan periode uji coba tanpa oksigen
setiap harinya pada anak yang stabil. Hentikan pemberian oksigen bila
saturasi tetap stabil > 90%.

o Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal.

o Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan


dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat atau napas ≥ 70
x/menit tidak ditemukan lagi.

Perawatan penunjang

 Bila anak disertai demam (≥ 39C) yang tampaknya menyebabkan


distress, beri paracetamol.

 Bila ditemukan adanya weezing, beri bronkodilator kerja cepat.

 Bila terdapat secret kental di tenggorokan yang tidak dapat


dikeluarkan oleh anak, hilangkan dengan alat penghisap secara
perlahan.6

2.2.8 Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis
purulenta, pneumotoraks atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta.

22
Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia
bakteri.6

23
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama Pasien : An. K
Umur : 2 tahun
Tanggal Lahir : 17 September 2015
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Majeti, Kramajaya-Narmada

Identitas Orang Tua Pasien

Identitas Ibu Ayah

Nama Ny. Z Tn. T

Umur 22 tahun 25 tahun

Agama Islam Islam

Pendidikan Tamat SD Tamat SD

Pekerjaan Ibu Rumah Tangga TKI di Malaysia

Alamat Krama Jaya, Narmada Malaysia

24
3.2 Heteroanamnesis (06-10-2017)
Keluhan utama: Batuk
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke poli anak puskesmas Narmada dengan keluhan Batuk.
Keluhan ini dikeluhkan sejak 3 hari yang lalu. Keluhan batuk disertai dahak berwarna
kekuningan. Selain itu, keluhan disertai sesak nafas sejak satu hari lalu. Keluhan
sesak tidak disertai dengan bunyi ngik-ngik. Sesak tidak dipengaruhi perubahan cuaca
ataupun makanan. Pasien dikeluhkan mengalami pilek yang timbulnya bersamaan
dengan keluhan batuk. Keluhan demam (+) sejak tiga hari lalu yang dikeluhkan
terus-menerus dan turun saat diberikan obat penurun panas. Nafsu makan pasien juga
menurun sejak beberapa hari ini.
Riwayat BAB (+) normal dengan frekuensi 1-2 kali per hari dengan
konsistensi lunak dan berwarna kuning, darah (-), lendir(-). BAK (+) normal dengan
frekuensi 4-5 kali per hari berwarna kuning jernih, darah (-).
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien beberapa kali memiliki riwayat keluhan serupa sebelumnya. Riwayat
alergi makanan maupun obat disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Ibu pasien sering mengalami batuk dan pilek namun tidak sampai sesak napas.
Riwayat sesak napas pada keluarga yang tinggal serumah, keluarga lain, tetangga
sekitar dan teman-teman pasien disangkal. Riwayat asma didalam keluarga pasien (-).
Riwayat sesak napas, sering bersin pagi hari pada keluarga disangkal. Riwayat alergi
obat/makanan disangkal.

25
Genogram Keluarga Pasien

Genogram Keluarga Pasien

32 thn 28 thn 25 thn 20 thn 28 thn 25 thn 22 thn

Keterangan:

: Laki-Laki

: Perempuan

: Perempuan Pneumonia (Pasien)

: : Perkawinan

: Persaudaraan

Riwayat kehamilan dan persalinan


Ibu pasien rutin memeriksakan kandungannya di Poskesdes dan Puskesmas.
Riwayat sakit berat selama hamil disangkal. Riwayat minum obat-obatan selama
hamil disangkal, ibu hanya mengonsumsi obat penambah darah dari Puskesmas (+)

26
sejak bulan pertama kehamilan sampai menjelang persalinan. Ibu pasien ANC
sebanyak lebih dari 4 kali di Posyandu. Selama ANC, tidak ditemukan kelainan pada
janin atau ibu (riwayat perdarahan, muntah berlebihan, demam selama kehamilan
disangkal; bidan juga mengatakan letak dan perkembangan janin normal). Pasien
lahir spontan di Puskesmas, ditolong Bidan, Lahir cukup bulan dengan berat lahir
3.100 gram. Lahir langsung menangis, riwayat biru setelah lahir (-), kuning setelah
lahir (-).

Riwayat Imunisasi:

Ibu pasien mengatakan sampai saat ini pasien sudah mendapatkan imunisasi
lengkap.

Riwayat Nutrisi:

Pasien minum ASI eksklusif hingga usia 6 bulan dan sampai saat ini masih
minum ASI. Pasien mulai makan makanan tambahan pada usia 6 bulan berupa bubur,
namun saat ini pasien sudah mulai diberikan nasi.

Riwayat Tumbuh Kembang:

Saat ini pasien berusia 2 tahun dan sudah mampu berdiri dan berjalan sendiri.
Pasien dapat mengenali benda dan orang-orang disekitarnya. Hingga saat ini pasien
sudah mampu berbicara lancar.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
Keadaaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Frek. Nadi : 108 x/menit
Frek. Nafas : 40 x/menit
Suhu aksila : 38,0 º C

27
BB : 11 kg
TB : 80 cm
Status gizi : 0 – 2 SD (gizi baik)
Status Lokalis
Kepala : normochepali
Mata : Anemis -/-, Ikterus -/-, Refleks pupil +/+ isokor,
cowong (-)
THT
 Telinga : hiperemis (-), edema (-), sekret (-), bagian dalam sde
 Hidung : nafas cuping hidung (-), rinore (+) bening
 Tenggorokan : hiperemis (-)
Mukosa bibir : Pucat (-), sianosis (-)
Leher
 Inspeksi : benjolan (-), peningkatan vena jugularis (-)
 Palpasi : pembesaran kelenjar (-)
Thorax
Cor :
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS IV MCL kiri, thrill (-)
 Perkusi : Sde
 Auskultasi : S1 S2 Normal, regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
 Inspeksi : Gerakan dada simetris (+), retraksi (-)
 Palpasi : Focal fremitus N/N
 Perkusi : Sonor, batas jantung-paru dbn
 Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki +/+, Wheezing -/-
Abdomen :
 Inspeksi : Distensi (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) normal

28
 Palpasi : Hepar-Lien tidak teraba
 Perkusi : timpani, dalam batas normal
Ekstremitas:

Inguinal-genitalia-anus: tidak diperiksa

3.4 Diagnosis Holistik


a. Aspek personal
Pasien datang dengan keluhan batuk, sesak, demam, pilek.
b. Aspek klinik
Pneumonia ringan
c. Aspek risiko internal
Usia bayi dan balita juga merupakan salah satu faktor yang memudahkan
terjadinya risiko infeksi karena sistem imun yang belum terbentuk secara
sempurna.
d. Aspek keluarga
Minimnya pengetahuan keluarga mengenai faktor risiko, pencegahan dan
penularan pneumonia.

3.5 Penatalaksanaan
- Kotrimoksazol syrup 2 x cth I

29
- Puyer : GG tab ½
Ambroxol tab ½
Paracetamol tab ½
CTM tab ½
M f l a pulv dtd No.X
S 3 d d pulv. I
 Konseling
- Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa penyakit yang diderita pasien
adalah pneumonia atau peradangan paru-paru.
- Menganjurkan ibu untuk memberi makan anak dan membawa kembali
anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat bila keadaan anak memburuk atau
tidak bisa minum atau menyusu.
- Mengedukasi keluarga pasien untuk menerapkan PHBS.
- Menjauhkan pasien dari polusi udara di lingkungan rumah (seperti asap
kayu bakar dan asap rokok).
3.6 Prognosis pasien
- Ad vitam : dubia ad bonam
- Ad functionam : dubia ad bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam

30
BAB IV

PENELUSURAN (HOME VISIT)

4.1. Tujuan

Mengetahui faktor penyebab terjadinya pneumonia pada pasien, baik faktor


internal maupun eksternal.

4.2. Metodologi

Metodologi yang dipakai meliputi wawancara dan pengamatan langsung


terhadap lingkungan tempat tinggal pasien. Variabel yang dipakai adalah faktor
risiko, tanda dan gejala pneumonia.

4.3. Hasil Penelusuran

Pasien sehari-hari tinggal di rumah milik pribadi bersama ibu kandung.


Pasien merupakan anak tunggal. Status ekonomi pasien termasuk dalam
kategori menengah ke bawah. Sumber penghasilan keluarga didapatkan dari
ayah pasien yang bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia di negara Malaysia.
Ayah pasien mengirimkan uang setiap enam bulan dengan jumlah Rp.5.000.000
untuk keperluan sehari-hari.

Rumah pasien saat ini merupakan rumah pribadi keluarga pasien yang
berukuran ± 6x8 meter, terdiri atas 2 kamar tidur yaitu kamar tidur pasien dan
ibunya dan satu kamar masih kosong, 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga, dan 1
ruang yang berfungsi untuk MCK dan dapur. Rumah pasien terletak berdekatan
dengan rumah keluarga lainnya namun tidak berhimpitan dengan jarak ± 2
meter dari samping dan ± 6 meter dari depan. Kondisi pencahayaan di rumah

31
pasien cukup terang, sumber penerangan berupa sinar matahari dan bola lampu
di ruang tamu dan keluarga, ruang tidur dan dapur. Lantai rumah pasien
sebagian terbuat dari keramik dan bagian dapur dari semen yang dihaluskan.
Dinding rumah terbuat dari tembok, atap rumah terbuat dari genteng, serta
terdapat plavon. Dalam rumah pasien pada ruang tamu terdapat pintu utama dan
empat jendela, ruang keluarga memuliki dua jendela dan diatas jendela masing-
masing memiliki ventilasi. Ruang tidur tidak memiliki jendela maupun
ventilasi.

Terkait keperluan MCK, keluarga pasien mengaku melakukan aktivitas


mandi, buang air dan mencuci di kamar mandi yang letaknya berdekatan
dengan dapur yaitu disekat oleh tembok dan kain sebagai pintu masuk toilet.
Untuk keperluan minum dan memasak, keluarga pasien meggunakan air sumur
terlindung dengan pompa mesin. Air minum selalu dimasak sebelum diminum.
Untuk keperluan memasak, ibu pasien kadang menggunakan kompor gas dan
kadang menggunakan kayu bakar. Sampah rumah tangga keluarga dikumpulkan
dalam platik atau ember dan dibuang di depan rumah lalu dibakar.

Denah Rumah

teras

r. tamu
r. keluarga
: Pintu dap
ur

Kamar tidur
Kamar tidur utama toilet

32
Gambaran Keadaan Rumah Pasien

Rumah tampak dari depan Ruang keluarga

Plafon rumah

33
Kamar tidur pasien dan ibu pasien Dapur

Dapur Tempat MCK

34
tungku sumur

35
KERANGKA KONSEP MASALAH PASIEN

BIOLOGIS

MELITUS
 Usia muda sehingga sistem imun
belum terbentuk secara
sempurna yang mengakibatkan
DIABETES
rentan terkena penyakit.

MELITUS
PERILAKU LINGKUNGAN

 Perilaku Hidup Bersih DIABETES  Kebiasan tetangga


dan Sehat orang tua embakar sampah dekat
yang kurang, MELITUS rumah pasien
Pneumonia
 Pengetahuan dan  Tetangga tempat pasien
pendidikan orang tua sering bermain
tergolong rendah merokok
DIABETES

MELITUS

PELAYANAN
DIABETES
KESEHATAN
MELITUS
Kurangnya informasi tentang
penyebab dan pencegahan
pneumonia
DIABETES

MELITUS

36
DIABETES

MELITUS
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Aspek Klinis


Pasien datang ke poli anak puskesmas Narmada dengan keluhan Batuk.
Keluhan ini dikeluhkan sejak 3 hari yang lalu. Keluhan batuk disertai dahak
berwarna kekuningan. Selain itu, keluhan disertai sesak nafas sejak satu hari
lalu. Keluhan sesak tidak disertai dengan bunyi ngik-ngik. Sesak tidak
dipengaruhi perubahan cuaca ataupun makanan. Pasien dikeluhkan mengalami
pilek yang timbulnya bersamaan dengan keluhan batuk. Keluhan demam (+)
sejak tiga hari lalu yang dikeluhkan terus-menerus dan turun saat diberikan
obat penurun panas. Nafsu makan pasien juga menurun sejak beberapa hari ini.
Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sedang, frek.
nadi 108 x/menit, frekuensi nafas 40 x/menit, suhu aksila 38,0 º C, BB 11 kg,
TB 80 cm, status gizi 0 – 2 SD (gizi baik). Pada pemeriksaan status lokalis,
tidak didapatkan nafas cuping hidung. Pada pemeriksaan thoraks, tidak terlihat
adanya retraksi dinding dada, pada auskultasi didapatkan ronki basah halus
pada kedua lapang paru.
Pasien didiagnosis dengan pneumonia ringan oleh karena adanya
batuk dan kesulitan bernafas yang ditandai dengan sesak, frekuensi nafas cepat
dan tidak ditemukan adanya tanda pneumonia berat seperti retraksi dinding
dada, kejang, sianosis, dan distress pernapasan.
Terapi pada pasien digunakan prosedur terapi pneumonia ringan yakni
dengan memberikan antibiotik kotrimoksazol serta suportif dengan pemberian
sediaan puyer yang merupakan kombinasi dari mukolitik, ekspektoran, serta
analgetik untuk meredakan batuk dan demam. Pada kasus ini, pasien tidak
hanya ditatalaksanai dengan terapi pneumonia ringan namun keluarga pasien
juga diberi informasi mengenai penyakit pneumonia.

37
5.2. Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat
Timbulnya suatu penyakit pada seorang individu dipengaruhi oleh
ketidakseimbangan faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat. H.L. Bloom memperkenalkan paradigma hidup sehat yang terdiri
atas faktor genetik (keturunan), perilaku (gaya hidup) individu atau
masyarakat, faktor lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan faktor
pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya). Faktor-faktor tersebut
memiliki pengaruh yang besar terhadap munculnya suatu penyakit dan
kesehatan. Analisa munculnya penyakit pneumonia pada pasien berdasarkan
empat faktor tersebut meliputi:
i. Faktor Genetik dan Biologis
- Usia
Usia muda rentan terkena penyakit karena imunitas tubuh belum terbentuk
secara sempurna.
ii. Faktor Perilaku
- Tingkat pendidikan orang tua
Faktor pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kesadaran dan perilaku masyarakat terkait kesehatan. Dalam kasus ini,
sehari-hari pasien terpapar dengan asap sampah yang dibakar dilingkungan
rumah, asap kayu bakar yang yg kadang digunakan untuk memasak dan
asap rokok dari tetangga pasien tempat pasien sering bermain. Pendidikan
orang tua pasien terakhir adalah Sekolah Dasar (SD) sehingga kurang
memahami cepatnya penularan penyakit infeksi. Tingkat pendidikan ibu
juga akan berpengaruh terhadap tindakan perawatan oleh ibu kepada anak
yang menderita pneumonia.

iii. Faktor Lingkungan


- Polusi udara di lingkungan rumah

38
Ibu pasien kadang menggunakan kayu bakar untuk memasak. Hal ini
menyebabkan asap dari kayu bakar dapat masuk kedalam rumah sehingga
dapat mendukung untuk terjadinya infeksi saluran pernapasan yang berat.

iv. Pelayanan Kesehatan


- Kurangnya informasi mengenai pencegahan dan penularan pneumonia
Keluarga pasien kurang dalam mendapatkan informasi yang cukup
mengenai penularan dan pencegahan pneumonia. petugas kesehatan terutama
dari bagian pengendalian penyakit menular dapat meningkatkan penyuluhan
mengenai pneumonia dan memfokuskan kepada upaya pencegahan dan
penularan pneumonia pada saat turun ke lapangan untuk pelayanan
masyarakat seperti posyandu. Pihak petugas kesehatan juga dapat
meningkatkan upaya penjaringan pasien pneumonia terutama pada anak-anak
dan seluruh anggota keluarga lain yang tinggal serumah dengan pasien
pneumonia. Dengan dilakukan upaya penyuluhan dan penjaringan, diharapkan
dapat menurunkan angka kejadian pneumonia serta jika ditemukan pasien
pneumonia dapat ditemukan pada fase awal dan diberikan penanganan secepat
mungkin.

39
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Penyakit pneumonia terutama pada balita merupakan salah satu masalah
kesehatan yang perlu mendapat perhatian lebih karena seringkali sulit untuk dideteksi
pada fase awal. Kasus infeksi pneumonia pada pasien ini tidak terlepas dari adanya
ketidakseimbangan dari empat determinan kesehatan yang meliputi faktor biologis,
faktor lingkungan, Faktor perilaku dan faktor pelayanan kesehatan. Faktor yang
mempengaruhi kejadian pneumonia pada pasien ini adalah faktor lingkungan. Dalam
hal ini, yaitu polusi udara dilingkungan rumah. Selain itu, faktor pendidikan dan
pengetahuan orang tua yang rendah juga mempengaruhi penyakit pneumoni pada
pasien ini.

6.2 Saran
Dalam menangani dan mengatasi kasus pneumonia pada anak diperlukan
adanya kerjasama dari berbagai pihak kesehatan seperti gizi, pengendalian penyakit
menular, promosi kesehatan dan kesehatan lingkungan. Dalam hal ini, penulis
memberikan saran untuk beberapa pihak agar dapat bermanfaat bagi kemajuan
bersama.

1. Meningkatkan upaya promotif dan preventif dengan meningkatkan kegiatan


penyuluhan di kalangan masyarakat agar semakin banyak masyarakat yang
mengetahui tentang penyakit pneumonia dan cara pencegahannya. Upaya
promotif dapat dilakukan oleh pihak Puskesmas yang bekerja sama dengan tokoh
di lingkungan sekitar dan kader tentang penyakit pneumonia untuk masyarakat.
Selain itu, diperlukan juga peningkatan penjaringan pasien suspek pneumonia
terutama pada anggota keluarga lain yang tinggal satu atap dengan penderita

40
pneumonia agar dapat diberikan penanganan awal sebelum penyakit berlanjut
menimbulkan komplikasi lainnya.
2. Bagi pasien, upaya preventif yang sebaiknya dilakukan adalah upaya preventif
sekunder berupa terapi terhadap pneumonia agar tidak terjadi komplikasi lebih
lanjut.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Curnow B. (2011). Epidemiologi pneumonia. Available in: www.news-


medical.net/health/pneumonia-epidemiologi(Indonesia).aspx. [accessed on 20
August 2017]
2. Nissen DM. Congenital and Neonatal Pneumonia. Pediatric Respiratory
Reviews. Australia: Elsevier. 2007. p195-203
3. Hardy M, Boynes S. (2003). Respiratory and cardiovascular pathology.
Paediatric Radiography. UK: Blackwell. P105
4. KEMENKES RI 2016. Profil kesehatan Indonesia Tahun 2015. Available at:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/profil-kesehatan-Indonesia-2015.pdf
5. Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok barat. 2016. Profil Kesehatan Puskesmas
Narmada Tahun 2016, Puskesmas Narmada, Narmada.
6. PKM Narmada 2017, Data Penyakit Pneumonia puskesmas narmada Tahun
2017, Puskesmas Narmada, Narmada.
7. Rahajoe Nastiti N, Setyanto Darmawan Budi. 2010. Pneumonia. Dalam : Buku
Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. h. 169-
173
8. Pudjiadi, Antonius H dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis IDAI Jilid 1.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI

42

Anda mungkin juga menyukai