Anda di halaman 1dari 6

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan


kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Untuk
mencapai tujuan tersebut telah diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara
menyeluruh, berjenjang dan terpadu. Puskesmas merupakan penanggungjawab
penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang tingkat pertama (Depkes RI, 2004).
Menurut Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2012 di Provinsi Sumatera Selatan jumlah puskesmas 317 unit
terdiri dari puskesmas perawatan 106 unit dan puskesmas non perawatan
sebanyak 211 unit (Kemenkes RI, 2013). Di Kabupaten Ogan Komering Ulu
(OKU) Timur berdasarkan data Dinas Kesehatan jumlah puskesmas sebanyak 22
unit, terdiri dari 11 unit puskesmas perawatan dan 11 unit puskesmas non
perawatan (Dinkes OKU Timur, 2014).
Berdasarkan Undang-Undang No. 22/99 dan Undang-Undang No.25/99
tentang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah membawa perubahan besar terhadap peran pemerintah daerah
dan swasta dalam pelayanan kesehatan. Dampak perubahan tersebut bagi
pelayanan kesehatan hakekatnya merupakan pemberian kewenangan kepada
daerah untuk merumuskan, mengembangkan sistem kesehatan di daerah sesuai
dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat setempat serta kondisi dan
kemampuan daerah (Supardi, 2008).
Namun tidak demikian kenyataannya, kebijakan otonomi daerah tidak
serta merta membawa perubahan lebih baik.Banyak persolan-persoalan yang
harus dibenahi dan diselesaikan. Hal ini didukung oleh pemerintah dengan
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007tentang Organisasi
Perangkat Daerah semakin memperkuat untuk dilakukannya perubahan status
puskesmas menjadi unit pelaksana teknis dinas (UPTD) puskesmas.
Kenyataannya belum sepenuhnya dilaksanakan karena ada beberapa daerah
sepertinya masih “enggan” untuk melakukan perubahan tersebut.
Hal ini perlu dipahami bahwa jika diberlakukannya perubahan status
puskesmas menjadi UPTD puskesmas tentu ada konsekuensi yang harus diterima.
Konsekuensi tersebut antara lain:
1) Kepala puskesmas berlatar belakang pendidikan paling sedikit tenaga medis
atau sarjana kesehatan lainnya. Kepala puskesmas telah mengikuti pelatihan
manajemen puskesmas dan pelatihan fasilitator pusat kesehatan desa (PMK
RI Nomor 971/MENKES/PER/XI/2009);
2) Jabatan kepala UPTD puskesmas merupakan jabatan struktural, yaitu : eselon
IV.a. Secara kepangkatan dan golongan eselon IV.a paling tinggi adalah
Penata TK.I/III.d (PP RI Nomor 13 tahun 2002);
3) Tunjangan jabatan struktural kepala UPTD puskesmas lebih kecil bila
dibandingkan tunjangan fungsional dokter/dokter gigi kecuali dokter pertama
dan dokter gigi pertama (Peraturan Presiden RI Nomor 26, 2007) dan
(Peraturan Presiden RI Nomor 54, 2007).
Kabupaten OKU Timur termasuk kabupaten yang telah menerapkan status
puskesmas menjadi UPTD puskesmas. Hal ini dibuktikan dengan dikeluarkannya
Peraturan Bupati Kabupten OKU Timur nomor 14 tahun 2012 tanggal 26 Maret
2012 tentang Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Kabupaten OKU Timur. Penerapan status
puskesmas menjadi UPTD puskesmas pada mulanya mendapat reaksi terutama
dikalangan dokter. Kepala puskesmas yang berlatar belakang pendidikan non-
SKM banyak kurang mendukung jika aturan tersebut diterapkan.Hal ini dapat
dipahami karena terkait dengan konsekuensi penerapan aturan sebagaimana yang
telah dijelaskan diatas. Disisi lain penerapan aturan tesebut membuka peluang
bagi sarjana kesehatan terutama sarjana kesehatan masyarakat (SKM) untuk
menduduki jabatan kepala puskesmas tersebut, tetapi dilain sisi juga banyak yang
meragukan akan kemampuan SKM.
SKM masih dianggap terlalu generalis karena studi administrasi kesehatan
hanya satu bagian kecil dari pelajaran mereka (non-SKM), kemampuan
manajemen SKM juga selalu ditantang kenyataan rumitnya masalah pelayanan
kesehatan yang pada dasarnya dikuasi oleh dokter, perawat dan bidan. Meskipun
secara teoritis, administrator bisa saja membawahi orang lebih tinggi tingkat
pendidikannya, tetapi terkadang ada semacam hambatan psikologis untuk
mengendalikan mereka. Namun juga perlu diingat bahwa manajemen merupakan
sebuah ilmu dan seni sehingga seorang kepala puskesmas lebih dituntut untuk
memiliki ilmu manajerial dan kemampuan mengoptimalkan ilmu tersebut dalam
memimpin puskesmas.
Jabatan kepemimpinan kepala puskesmas SKM di Kabupaten OKU Timur
dimulai tahun 2007sebanyak 3 orang, tahun 2008 sebanyak 4 orang, tahun 2010
sebanyak 9 orang dan pada tahun 2012 menjadi 16 orang. Sejak ditetapkannya
Peraturan Bupati Kabupaten OKU Timur tentang pembentukan UPTD puskesmas
tersebut, dari seluruh puskesmas yang ada di Kabupaten OKU Timur, jabatan
kepala puskesmas dipimpin oleh SKM berjumlah 15 puskesmas dan 7 puskesmas
dipimpin oleh non-SKM (Dinkes OKU Timur, 2015).
Jumlah jabatan kepala puskesmas tersebut menunjukkan bahwa sejak
diberlakukannya pembentukan UPTD puskesmas terdapat adanya pergeseran
perubahan kepemimpinan puskesmas, tenaga SKM lebih mendominasi jabatan
tersebut. Kebijakan memberi peluang SKM menjadi kepala UPTD puskesmas di
Kabupaten OKU Timur belum dibarengi dengan evaluasi menyeluruh terhadap
kinerja yang dihasilkan baik kepala UPTD puskesmas SKM maupun non-SKM
guna melihat potensi dari masing-masing pimpinan. Namun pada dasarnya
siapapunyang menjadi pimpinan puskesmas tentunya diharapkan dapat
memberikan perubahan puskesmas kearah lebih baik.
Upaya untuk menerapkan perubahan dalam sebuah organisasi akan lebih
mungkin berhasil jika seorang pemimpin memahami alasan untuk perubahan,
rangkaian tahapan dalam proses perubahan dan strategi berbeda dari perubahan.
Oleh karena pemimpin memprakarsai banyak perubahan, maka mereka harus
berusaha keras untuk menerapkan perubahan itu dengan berhasil (Yukl, 2009).
Kepemimpinan merupakan roh yang menjadi pusat sumber gerak
organisasi untuk mencapai tujuan. Baik buruknya kualitas pelayanan di
puskesmas juga sangat tergantung bagaimana kapasitas manajer puskesmas dalam
mengelola organisasi puskesmas yang dipimpinnya. Penggalangan kerjasama tim
dengan meningkatkan kerja sama antar petugas di dalam puskesmas sangat
menentukan pada upaya peningkatan fungsi puskesmas. Manajer yang efektif
adalah pemimpin tim, yang bertanggungjawab menyatukan seluruh karyawan
untuk mencapai tujuan bersama. (Manning, 2010).
Kunci keberhasilan puskesmas sangat ditentukan oleh manajemen,
kepemimpinan, dukungan sumber daya dan komitmen serta dukungan stake
holder puskesmas. Kepemimpinan merupakan inti dari manajemen dan menjadi
kunci dalam kegiatan organisasi. Puskesmas merupakan suatu organisasi yang
memiliki kompleksitas permasalahan yang cukup tinggi, sehingga pengelolaan
pelayanan di puskesmas memerlukan sumberdaya manusia yang memiliki
kompetensi yang tinggi pula dalam melaksanakan setiap kegiatan strategik yang
sudah ditetapkan (Depkes RI, 2000)
Kepemimpinan kepala puskesmas pada masa akan datang dituntut
mempunyai kemampuan manajerial lebih baik. Mintzberg (1979) menjelaskan
bahwa salah satu yang dapat mengetahui kemampuan manajerial dengan
menggunakan 10 peran manajerial. Kemampuan manajerial yang baik akan
mempengaruhi kinerja dalam suatu lingkungan organisasi. Gibson, et al. (1996)
menjelaskan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi penampilan kerja atau
kinerja karyawan diantaranya adalah pendidikan, jenis kelamin dan masa kerja,
sedangkan Sutermeister (1999) menyatakan juga beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja karyawan diantaranya adalah pengalaman dan pelatihan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikandi atas maka peneliti


tertarik ingin meneliti: “Bagaimanafaktor individu (pengalaman, pelatihan, masa
kerja) mempengaruhi kemampuan manajerial kepala Puskesmas SKM dan non-
SKM berdasarkan 10 peran manajerial yangdinilai menurut pendapat kepala dan
staf puskesmas serta pendapat pejabat dinas kesehatan”?
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum
Mengetahui kemampuan manajerial kepala puskesmas SKM dan non-
SKM berdasarkan 10 peran manajerial.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui faktor-faktor individu yang dapat mempengaruhi
kemampuan manajerial kepala puskesmas SKM dan non SKM.
b. Mengetahui kemampuan manajerial kepala puskesmas berdasarkan
pendapat kepala dan staf puskesmas serta pendapat pejabat dinas
kesehatan.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan


Bahan masukan dan pertimbangan untuk menentukan kebijakan dalam
pengusulan pengangkatan kepala puskesmas SKM dan non-SKM
2. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian dapat menjadi gambaran tentang kemampuan manajerial
yang dimiliki oleh kepala puskesmas SKM dan non-SKM
3. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menjadi bekal ilmu bagi peneliti serta dapat
menjadi sumber informasi dan kajian peneliti lain untuk melakukan
penelitian lebih lanjut.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang peran kepala puskesmas SKM dan non-SKM dalam


meningkatkan kemampuan manajerial puskesmas di Kabupaten OKU Timur
sepengetahuan dan sepanjang penelusuran peneliti belum pernah dilakukan.
Adapun penelitian yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah:
Tabel 1.KeaslianPenelitian
Persamaan
dan Penelitian ini Supardi (2008) (Laka, 2010) (Kiuk, 2012)
Perbedaan
Judul Peran Kepala Kemampuan Peran Kepala Kemampuan
Penelitian Puskesmas SKM dan Manajerial Kepala Puskesmas Dalam Manajerial Kepala
Non- SKM Dalam Puskesmas Dalam Meningkatkan Puskesmas
Meningkatkan Meningkatkan Mutu Cakupan Program Membangun Team
Kemampuan Manajerial Pelayanan Di KIA Work Yang Efektif
Puskesmas Puskesmas
Tempat OKU Timur Kota Mataram Timur Tengah Utara Kota Waringin
Barat
Jenis Dekriptif rancangan Deskriptif metode Deskrptif dengan Penelitian deskriptif
penelitian studi kasus kuantitatif di dukung rancangan studi dengan rancangan
menggunakan metode kualitatif kasus studi kasus
kualitatif didukung data
kuantitatif
Subjek Puskesmas : Puskesmas : Puskesmas : Puskesmas :
penelitian 8 org kepalapuskesmas 8 org kepala 8 kepala puskesmas kepala puskesmas
SKM dan non-SKM puskesmas Tri angulasi : dengan masa kerja
dengan masa kerja 32 org staf puskesmas Kasi dinas kesehatan minimal 3 tahun dan
minimal 2 tahun masih aktif
Teknik Purposive sampling, Kuesioner dan Wawancara Purposive sampling
pengambilan data di peroleh melalui wawancara mendalam
sampel wawancara mendalam Studi dokumen
dan kuesioner
Hasil - Menunjukan bahwa Menunjukkan bahwa Kepala puskesmas
peran yang kurang dalam mengatasi belum dapat
adalah peran sebagai kekurangan bidan memaksimalkan
negosiator. Relevansi dan keterlambatan kemampuan dalam
karakteristik individu realisasi dana, kepala mengembangkan tim
diproleh hasil bahwa puskesmas di karena tidak adanya
pendidikan dan masa kabupaten TTU dari otonomi bagi kepala
kerja tidak mempunayi aspek manajerialnya puskesmas dalam
relevansi terhadap lebih pengelolaan sumber
kemampuan mengoptimalkan daya tenaga kesehatan
manajerial sedangkan sumber daya yang di di tingkat puskesmas
pelatihan dinilai milki untuk
mempunyai tingkat meningkatkan
relevansi terhadap cakupan program
kemampuan KIA.
manajerial

Anda mungkin juga menyukai