Anda di halaman 1dari 15

TUGAS KEPANITERAAN

ILMU BEDAH MULUT

Disusun Oleh:

SAFIRA PUTRI LATIFA

13/349776/KG/9564

BAGIAN BEDAH MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pencabutan gigi, baik dengan teknik sederhana maupun dengan teknik

pembedahan merupakan tindakan yang bersifat invasif. Untuk itu, dalam

pelaksanaannya, perlu memperhatikan hal-hal penting seperti anestesi; sterilisasi,

peralatan, bahan dan ruangan yang digunakan; serta komplikasi yang mungkin

terjadi. Teknik anestesi yang tepat sangat dibutuhkan untuk memberikan

kenyamanan pada pasien dan menghindari pasien dari rasa nyeri. Alat, bahan,

serta ruangan yang digunakan pada proses pencabutan juga harus dipastikan steril

sehingga tidak menimbulkan resiko infeksi yang dapat membahayakan dan

merugikan pasien pasien. Selain itu, komplikasi pada pencabutan gigi juga

penting untuk diperhatikan karena komplikasi merupakan kondisi yang tidak

diharapkan terjadi dan biasanya merupakan kejadian yang merugikan. Tindakan

pencabutan gigi tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya komplikasi, baik pada

proses anestesi maupun proses pencabutan itu sendiri. Oleh karena itu, tenaga

medis yang melakukan proses pencabutan gigi harus mewaspadai kemungkinan

yang dapat terjadi dan memahami dengan benar prosedur tindakan pencabutan

gigi serta komplikasi apa saja yang dapat terjadi sehingga dapat memberikan

penanganan yang tepat pada pasien.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana blok Nervus Alveolaris Inferior metode Fischer?
2. Bagaimana sterilisasi alat, ruangan, dan bahan-bahan medis?
3. Apa faktor-faktor yang harus diperhatikan pada saat praktikum Bedah Mulut?
4. Apa saja komplikasi pada anestesi dan proses pencabutan gigi?
5. Bagaimana ciri-ciri tang posterior rahang atas dan rahang bawah?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui bagaimana blok Nervus Alveolaris Inferior metode Fischer.
2. Untuk mengetahui bagaimana sterilisasi alat, ruangan, dan bahan-bahan

medis.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang harus diperhatikan pada saat praktikum

Bedah Mulut.
4. Untuk mengetahui apa saja komplikasi pada anestesi dan proses pencabutan

gigi.
5. Untuk mengetahui bagaimana ciri-ciri tang posterior rahang atas dan rahang

bawah.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Blok Nervus Alveolaris Inferior Metode Fischer

Prosedur blok Nervus Alveolaris Inferior:

1. Pasien didudukkan dengan posisi semisupine atau setengah telentang.


2. Intruksikan pasien untuk membuka mulut selebar mungkin agar mendapatkan

akses yang jelas ke mulut pasien. Posisi diatur sedemikian rupa agar ketika

membuka mulut, oklusal dari mandibula pasien sejajar dengan lantai.


3. Posisi operator berada pada arah jam 8 dan menghadap pasien untuk rahang

kanan mandibula, sedangkan untuk rahang kiri mandibula posisi operator

berada pada arah jam 10 dan menghadap ke pasien.


Gambar 1. Posisi operator untuk rahang kanan (A) dan rahang kiri (B)
4. Jarum 25 gauge direkomendasikan untuk pasien dewasa dengan panjang

jarum sekitar 42 mm atau 1,625 inchi. Hal ini diperlukan karena bagian jarum

yang masuk ke jaringan adalah sekitar 20 mm


5. Aplikasikan antiseptik di daerah trigonom retromolar.
6. Jari telunjuk diletakkan di belakang gigi terakhir mandibula, geser ke lateral

dan palpasi linea oblique eksterna pada ramus mandibula, kemudian telunjuk

digeser ke median untuk mencari linea oblique interna. Ujung lengkung kuku

berada di linea oblique interna dan permukaan samping jari berada di bidang

oklusal gigi rahang bawah.


7. Jarum diinsersikan dipertengahan lengkung kuku dari sisi rahang yang tidak

dianestesi tepatnya dari regio premolar dan jarum dengan bevel mengarah ke

tulang sampai jarum kontak dengan tulang (Posisi I). Arah jarum hampir tegak

lurus dengan tulang.


8. Spuit digeser kesisi yang akan dianestesi, sejajar dengan bidang oklusal dan

jarum ditusukkan sedalam 5 mm, lakukan aspirasi bila negatif keluarkan

anestetikum sebanyak 0,5 ml untuk menganestesi N. Lingualis (Posisi II).


Gambar 2. Posisi jarum di foramen mandibula
9. Spuit digeser ke arah posisi I tapi tidak penuh sampai sekitar region kaninus

lalu jarum ditusukkan sambil menyelusuri tulang sedalam kira-kira 10-15 mm.

Aspirasi dan bila negatif keluarkan anestetikum sebanyak 1 ml untuk

menganestesi N. Alveolaris inferior (Posisi III). Setelah selesai spuit ditarik

kembali.

Gambar 3. Insersi spuit pada anestesi lokal blok mandibula

Metode Indirect (Fischer) ini menganestesi nervus alveolaris inferior,

nervus incisive, nervus mental, dan nervus lingual.Metode Fischer sering juga

dimodifikasi dengan penambahan anestesi untuk nervus buccaldalam beberapa

prosedur yang melibatkan jaringan lunak di daerah posterior bukal. Setelah kita

melakukan posisi III (prosedur poin No.9), pada waktu menarik kembali spuit

sebelum jarum lepas dari mukosa tepat setelah melewati linea oblique
interna,jarum digeser kelateral ke daerah trigonom retromolar, aspirasi dan bila

negatif keluarkan anestetik sebanyak 0,5 ml untuk menganestesi nervus bukal dan

kemudian spuit ditarik keluar (Malamed, 1994).

B. Sterilisasi Alat, Ruangan, dan Bahan-bahan Medis


Berdasarkan potensi resiko infeksi yang berhubungan dengan

penggunaannya, instrumen dental dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu

kritis, semi-kritis, dan non-kritis.


1. Instrumen kritis, yaitu instrumen yang berpenetrasi dengan jaringan lunak,

berkontak dengan tulang, masuk ke dalam atau berkontak dengan aliran darah

atau jaringan lunak lainnya, misalnya instrumen bedah, bur bedah, scalpel

blades, periodontal scaler, tang ekstraksi, dll. Instrumen jenis ini harus

disterilisasi dengan sterilisasi panas.


2. Instrumen semi-kritis, yaitu instrumen yang berkontak dengan membran

mukosa atau kulit yang tidak utuh, namun tidak berpenetrasi dengan jaringan

lunak, tidak berkontak dengan tulang, tidak masuk ke dalam atau berkontak

dengan aliran darah atau jaringan lunak lainnya, misalnya kaca mulut, sendok

cetak reusable, dll. Instrumen jenis ini disterilkan dengan sterilisasi panas atau

dapat pula dengan desinfeksi tingkat tinggi.


3. Instrumen non-kritis, yaitu instrumen yang hanya berkontak dengan kulit yang

utuh, misalnya manset tensi, stetoskop, cone radiograf, dll. Instrumen jenis ini

disterilkan dengan desinfeksi tingkat rendah atau menengah.


(Kohn dkk., 2003)
Menurut Kohn dkk. (2003), instrumen dental yang tahan panas biasanya

disterilisasi menggunakan alat-alat yang telah mendapatkan sertifikasi kelayakan

penggunaan medis dari FDA, yaitu sebagai berikut.


1. Autoklaf. Prinsip kerja autoklaf adalah pada saat air dipanaskan pada

lingkungan yang tertutup, titik didihnya naik bersamaan dengan suhu uap

keseluruhan, contohnya pada 104kPa (15 p.s.i) suhu uap adalah 121°C.
2. Dry heat. Dry heat digunakan untuk sterilisasi material yang dapat rusak oleh

sterilisasi panas yang lembab, misalnya bur dan beberapa instrumen

ortodontik. Kelebihannya adalah biaya operasional lebih rendah dan tidak

korosif, namun kelemahannya adalah prosesnya membutuhkan waktu yang

lebih lama dan temperatur yang tinggi.


3. Unsaturated chemical vapor. Sterilisasi ini melibatkan pemanasan larutan

kimia alkohol primer dengan 0,23% formaldehida pada ruangan tertutup

bertekanan. Unsaturated chemical vapor mensterilisasi instrumen carbon

steel, seperti bur dental, karena menghasilkan korosi yang lebih sedikit

dibandingkan sterilisasi uap.

Ruangan yang digunakan untuk tindakan juga harus steril dan mudah untuk

dibersihkan karena dapat menjadi tempat penularan penyakit. Ruang tindakan

yang ideal dapat memberikan lingkungan yang asepsis, memberikan rasa nyaman

untuk pasien ataupun tenaga medis dan memiliki parameter tersendiri untuk suhu,

sirkulasi, tekanan udara, dan penyaringan.

C. Faktor-faktor yang Harus Diperhatikan pada Praktikum Bedah Mulut


Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada praktikum bedah mulut adalah:
1. Menghindarkan atau memperkecil bahaya infeksi, yaitu bekerja dengan

prinsip asepsis, misalnya dengan mengenakan jas praktikum yang putih dan

bersih, topi praktikum putih atau kerudung putih, masker, dan sandal karet

khusus untuk klinik.


2. Menjaga kebersihan diri, seperti mengikat rambut yang panjang serta

memotong kuku yang panjang, dan tidak menggunakan cat rambut.


3. Bertanggung jawab atas penderita yang dikerjakan di bawah pengawasan

pembimbing, sampai selesai pemeriksaan atau perawatan.


D. Komplikasi pada Anestesi dan Proses Pencabutan Gigi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada anestesi:
1. Jarum Patah
Keadaan jarum patah pada anestesi lokal sangat jarang dijumpai. SKomplikasi

ini sering terjadi pada anestesi lokal blok mandibula. Ukuran dan panjang

jarum harus diperhatikan untuk mengantisipasi komplikasi ini. Kerja sama

yang baik dengan pasien juga harus diperhatikan karena kondisi jarum patah

juga pernah terjadi akibat pergerakan kepala pasien yang terkejut ketika

dilakukan penyuntikan
2. Hematoma
Hematoma merupakan pembengkakan jaringan yang terjadi pada sisi medial

dari ramus mandibula setelah deposisi bahan anestetikum. Hematoma bisa

terjadi akibat penetrasi jarum yang mengenai pembuluh darah dan darah

menyebar ke jaringan di sekitarnya.


3. Trismus
Trismus merupakan kondisi spasme otot rahang sehingga kesulitan untuk

membuka mulut. Keadaan ini sering terjadi akibat larutan anastetik yang

masuk ke intramuskular bagian medial ruang pterygomandibula. Komplikasi

ini sering terjadi 2-5 hari setelah tindakan anestesi lokal blok mandibula
4. Facial Nerve Anaesthetia
Komplikasi ini sering terjadi pada anestesi lokal blok mandibula akibat dari

deposisi larutan anestetikum ke kelenjar parotis. Gejala klinis yang dapat

dilihat dari komplikasi ini adalah kesulitan pasien untuk menutup kelopak

mata bagian bawah dan bibir yang terlihat turun pada sisi yang dianestesi.
5. Gangguan Penglihatan
Gangguan ini dapat berupa gangguan penglihatan ganda atau gangguan

penglihatan buram dan bahkan kebutaan sementara, disebabkan oleh kejang

vaskular atau suntikan intraarterial yang tidak disengaja.


. Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada proses

pencabutan:
1. Pendarahan post ekstraksi, dapat terjadi karena kelainan bawaan, faktor lokal,

ataupun kelainan sistemik pada pasien, seperti hipertensi yang tidak

terkontrol.
2. Fraktur, dapat terjadi pada mahkota gigi, akar gigi, tulang alveolar, ataupun

pada gigi antagonis atau gigi yang bersebelahan


3. Infeksi. Keadaan ini jarang terjadi, apabila terjadi, pasien diberikan medikasi

berupa antibiotik.
4. Dry socket, dapat disebabkan oleh trauma pada saat ekstraksi, ppenggunaan

kontrasepsi oral, penggunaan kortikosteorid, ataupun kurangnya irigasi. Selain

itu, dapat juga disebabkan karena merokok ataupun berkumur-kumur segera

setelah pencabutan.
5. Rasa sakit pasca operasi, akibat trauma jaringan keras yang berasal dari

cedera tulang karena terkena instrumen atau bur yang terlalu panas selama

pembuangan tulang.
E. Ciri-ciri Tang Posterior Rahang Atas dan Rahang Bawah
1. Tang gigi premolar rahang atas permanen
Ciri-ciri: antara handle dan paruh berbentuk seperti huruf “S”, ujung kedua

paruh tidak bertemu bila ditutup, tang regio kanan dan kiri sama. Tang

premolar rahang atas memiliki paruh yang konkaf ke arah operator, luas dan

terbuka. Sisi tajam yang membengkok memberi akses ke arah posterior, dapat

digunakan untuk pencabutan premolar rahang atas kiri maupun kanan.

Gerakan yang dilakukan adalah gerakan rotasi dan ke arah bukal, pada

pencabutan gigi premolar pertama dilakukan gerakan tambahan yaitu gerakan

bukopalatal (Malik, 2012).

2. Tang gigi molar rahang atas permanen


Ciri-ciri: antara handle dan paruh berbentuk seperti huruf “S”, ujung kedua

paruh tidak bertemu bila ditutup, tang regio kanan dan kiri berbeda (bagian

bukal memiliki lekukan sedangkan palatal tidak memiliki lekukan). Bentuk

paruh tang ini tidak identik, satu paruh membulat dan yang lainnya

meruncing. Paruh runcing akan berada pada groove antara akar bukal dan

paruh lainnya pada permukaan palatal diatas CEJ. Paruh juga memiliki

lengkungan ke arah operator seperti forsep premolar (Malik, 2012).


3. Tang molar tiga rahang atas
Tang ini berbentuk sedikit bengkok dan merupakan tang terpanjang.

Karena keberagaman bentuk molar tiga, maka paruh dari tang ini relatif

konkaf dan lebih halus tanpa ujung yang lancip (Fragiskos, 2007).

4. Tang gigi premolar rahang bawah permanen

Ciri-ciri: antara handle dan paruh membentuk sudut 45°, ujung kedua paruh

tidak bertemu bila ditutup, tidak terdapat lekukan pada kedua sisi handle, tang

regio kanan dan kiri sama.

5. Tang gigi molar rahang bawah permanen


Ciri-ciri: antara handle dan paruh membentuk sudut 45°, ujung kedua paruh

tidak bertemu bila ditutup, terdapat lekukan pada kedua sisi handle, tang regio

kanan dan kiri sama. Tang molar rahang bawah memiliki pegangan yang lurus

dan paruh yang membelok, serta memiliki dua titik lancip pada bagian tengah

yang digunakan untuk beradaptasi dengan bifurkasio pada akar, dapat

digunakan pada gigi rahang bawah kanan atau kiri (Peterson dkk., 2003).

6. Tang molar tiga rahang bawah

Tang ini mirip tang molar rahang bawah, namun bentuknya lebih panjang dan

ujung paruhnya konkaf tanpa sudut yang lancip. Hal ini bertujuan untuk

memungkinkan pengambilan molar tiga rahang bawah yang jarang memiliki

furkasi (Fragiskos, 2007).


BAB III
KESIMPULAN
1. Pada proses pencabutan, perlu memperhatikan hal-hal penting seperti anestesi;

sterilisasi, peralatan, bahan dan ruangan yang digunakan; komplikasi yang

mungkin terjadi, serta alat yang digunakan, misalnya tang.


2. Terdapat perbedaan bentuk tang yang digunakan dalam pencabutan gigi-gigi

posterior, baik rahang atas maupun rahang bawah.


DAFTAR PUSTAKA

Fragiskos, D.F., 2007, Oral Surgery, Springer, Berlin.

Kaiin, H.A., 2009, Anestesi Blok Mandibula, http://www.pustaka.unpad.ac.id, diakses


pada 9 Juli 2017
Kohn, W.G., Collins, A.S., Cleveland, J.L., Harte J.A., Eklund K.J., Malvitz, D.M.,
2003, Guidelines for Infection Control in Dental Health Care Settings, MMWR,
23(17): 1-76
Malamed, S.F., 1994, Handbook of Local Anesthesia, Edisi ke-4, Mosby, St. Louis
Malik, N.A., 2012, Textbook of Oral And Maxillofacial Surgery, Jaypee Brothers
Medical Publishers, New Delhi.
Pederson, G.W., dkk., 2012, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, EGC, Jakarta
Peterson, L.J., Ellis, E., Hupp, J.R., dan Tucker, M.R., 2003, Contemporary Oral and
Maxillofacial Surgery, Mosby, St. Louis.
Roberts, G.J. dan Rosenbaum, N.L., 1991, Atlas Berwarna Analgesia dan Sedasi
Gigi Geligi, Hipocrates, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai