ASUHAN KEPERAWATAN
HARGA DIRI RENDAH SITUASIONAL
PADA NN. Y YANG MENGALAMI TB PARU
DENGAN PENGOBATAN OAT DI RUANG ANTASENA
RS. DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR
1006823261
ASUHAN KEPERAWATAN
HARGA DIRI RENDAH SITUASIONAL PADA NN. Y
YANG MENGALAMI TB PARU DENGAN PENGOBATAN OAT
DI RUANG ANTASENA RS. DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR
Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber
baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
1006823261
~~~~M~
13 Juni 2013
11 Universitas Indonesia
NPM : 1006823261
Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah Situasional pada Nn. Y yang Mengalami
TB pam dengan Pengobatan OAT Di Ruang Antasena RS. Dr. H. Marzoeki
Mahdi Bogor
DEWAN PENGUJI
~~ .~'-
Penguji II:
Ditetapkan di : Rogor
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya lah saya dapat menyelesaikan tugas Karya Ilmiah Akhir Ners
(KIAN) ini tepat pada waktunya sesuai jadwal yang telah ditentukan. Karya
ilmiah ini ditulis dengan judul “asuhan keperawatan harga diri rendah situasional
pada Nn. Y yang mengalami penyakit TB paru dengan pengobatan OAT di ruang
Antasena RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor”. Selama proses pembuatan karya
ilmiah akhir ners ini begitu banyak pihak yang memberikan dukungan baik secara
moril maupun spirituil. Oleh karena itu, melalui tulisan ini saya bermaksud
menghaturkan ucapan rasa terima kasih kepada:
1) Ibu Dewi Irawaty, M.A, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
2) dr. Erie Dharma Irawan, Sp.KJ selaku direktur utama beserta seluruh staff
dan jajarannya yang telah memberikan izin kepada saya dan teman-teman
untuk melakukan praktek di RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.
3) Ibu Dr. Mustikasari, SKp., MARS dan ibu Ns. Fauziah, M.Kep, Sp.
Kep.Jiwa selaku pembimbing dan penguji dalam penyusunan tugas Karya
Ilmiah Akhir Ners ini yang telah memberikan banyak masukan dan arahan
hingga karya ilmiah ini berhasil dirampungkan.
4) Ibu Linggar Kumoro, S.Kp selaku kepala ruangan beserta seluruh staf
yang bertugas di ruang Antasena RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor yang
telah memberikan banyak dukungan dan bantuan yang tidak ternilai
harganya selama penulis melaksanakan praktek.
5) Suami saya (Heral Syarif), dan anak-anak saya (Sultan Azka Athaya
Alfalisya dan Darin Fatin Atsilah Alfalisya) serta seluruh keluarga besar
saya yang selalu memberikan dukungan baik dalam bentuk moril maupun
spirituil sehingga saya dapat menyelesaikan tugas karya ilmiah ini dengan
lancar dan sukses.
iv Universitas Indonesia
Penulis
v Universitas Indonesia
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
NPM : 1006823261
"Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah Situasional pada Nn. Y yang mengalami TB
Paru dengan pengobatan OAT di Ruang Antasena Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi
Bogor"
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir
saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis I pencipta dan sebagai
Yang menyatakan
~f4Ai~
vi Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan harga diri rendah situasional pada Nn. Y yang mengalami
TB paru dengan pengobatan OAT di ruang Antasena RS. Dr. H. MarzoekiMahdi
Bogor
x + 31 halaman + 4 lampiran
ABSTRAK
Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit menular yang banyak diderita
oleh masyarakat perkotaan akibat perubahan gaya hidup dan kondisi lingkungan
yang memburuk. Penderita TB paru dapat mengalami berbagai masalah kesehatan
salah satunya masalah psikososial. Harga diri rendah situasional merupakan salah
satu masalah psikososial yang dapat terjadi pada penderita tuberkulosis paru.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini
diantaranya dengan membimbing klien dalam berpikiran positif. Hal ini terbukti
dapat membantu klien membangun rasa percaya sendiri yang tinggi, semangat
untuk sembuh dan membangun pola pikir dan sikap yang lebih jujur dan terbuka.
Hal ini juga memberikan pengaruh yang positif terhadap kondisi kesehatan fisik
yang sebelumnya menurun akibat sakit. Asuhan keperawatan pada penderita
tuberkulosis paru yang mengalami harga diri rendah situasional perlu diperhatikan
oleh setiap perawat untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan yang lebih
berat.
Kata Kunci:
Asuhan keperawatan, harga diri rendah situasional, tuberkulosis paru, berpikir
positif.
Topic :
Nursing care for situational low self esteem in Mrs. Y who has lungs tuberculosis
with anti tuberculosis medications in Antasena room RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi
Bogor
x + 31 pages + 4 appendices
ABSTRACT
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS.................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................... iii
KATA PENGANTAR....................................................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.......................... vi
ABSTRAKSI......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI...................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... x
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penulisan.................................................................................. 5
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.TB paru................................................................................................. 7
2.1.1 Definisi.................................................................................... 7
2.1.2 Tanda dan gejala...................................................................... 7
2.1.3 Dampak psikologis................................................................... 8
2.1.4 Pemeriksaan penunjang........................................................... 8
2.1.5. Pengobatan............................................................................... 9
2.2 Masalah psikososial pada pasien dengan TB paru................................. 10
2.3 Asuhan keperawatan psikososial pada TB paru.................................... 11
3. Analisa Kasus
3.1 Pengkajian............................................................................................ 14
3.2 Masalah Keperawatan ......................................................................... 15
3.3 Pohon Masalah dan Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas..... 17
4. Analisis Situasi
4.1 Profil lahan praktek ............................................................................. 19
4.2 Analisis masalah keperawatan............................................................. 19
4.3 Analisis intervensi................................................................................ 23
4.4 Alternatif pemecahan masalah............................................................. 26
5. Penutup
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 29
5.2 Saran..................................................................................................... 30
Daftar Pustaka
Lampiran-lampiran
ix Universitas Indonesia
x Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Kondisi kesehatan fisik yang menurun akibat menderita suatu penyakit pada
penderita TB paru juga dapat menimbulkan masalah lain terkait kondisi psikologis
penderita. Salah satu kondisi psikologis yang dapat mengalami gangguan adalah
konsep diri. Harga diri rendah situasional merupakan salah satu masalah konsep
diri yang dapat dialami oleh seorang penderita TB paru. Hal ini sebagaimana
terdapat dalam Potter, Perry (2009) yang menyebutkan bahwa beberapa kondisi
yang dapat menjadi sumber stresor bagi harga diri seseorang meliputi perubahan
hubungan dan perkembangan, penyakit, operasi, kecelakaan dan respon individu
lain terhadap perubahan yang terjadi. Dari pernyataan ini jelas kiranya bahwa
kondisi sakit fisik akibat TB paru dapat mempengaruhi kondisi psikologis
individu, selain itu kondisi lingkungan atau respon orang lain yang berada
disekitarnya juga dapat mempengaruhi kondisi harga diri penderita.
Masalah harga diri rendah perlu mendapatkan penanganan yang tepat karena jika
tidak hal ini dapat menyebabkan timbulnya masalah psikologis lain yang lebih
serius. Morton, Louise, Reid, dan Stewart (2011) menyebutkan bahwa masalah
harga diri rendah dapat berkembang menjadi gangguan jiwa seperti depresi,
ansietas dan panik. Potter, Perry (2009) juga menyebutkan bahwa perilaku
individu biasanya sesuai dengan konsep diri dan harga diri yang dimilikinya,
individu yang memiliki harga diri yang rendah sering kali tidak dapat mengontrol
situasi dan tidak merasakan manfaat dari pelayanan yang akan mempengaruhi
keputusan tentang pelayanan kesehatan. Oleh karena itu perawat perlu
memberikan perhatian yang serius dalam mengatasi masalah harga diri rendah
Universitas Indonesia
situasional yang dialami penderita TB paru. Hal ini tidak hanya bertujuan untuk
mengatasi masalah psikologis itu sendiri tapi juga diharapkan dapat mencegah
terjadinya masalah kesehatan lain yang lebih serius.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Bab ini menguraikan tentang teori dan konsep yang terkait dengan penulisan
karya ilmiah akhir yang berjudul “Asuhan keperawatan harga diri rendah
situasional pada Nn. Y yang mengalami penyakit TB paru dengan pengobatan
OAT di ruang Antasena RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor”. Teori dan konsep
yang hendak diuraikan meliputi konsep tentang TB paru, masalah psikososial
pada pasien yang mengalami TB paru dan asuhan keperawatan psikososial pada
pasien TB paru.
2.1 TB Paru
2.1.1 Definisi
Tuberkulosis atau TBC merupakan penyakit yang dikendalikan oleh daya tahan
tubuh seseorang. Price, Wilson (2006) mendefinisikan tuberkulosis sebagai
penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Smeltzer, Bare (2002) menyebutkan bahwa tuberkulosis atau TB adalah penyakit
infeksius yang terutama menyerang parenkim paru dapat ditularkan kebagian
tubuh yang lain, misalnya meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfa. Sementara
menurut Kumar, Cotran, dan Robbins (2004) tuberkulosis adalah suatu penyakit
granulomatosa kronis menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa,
penyakit ini biasanya mengenai paru tapi mungkin dapat menyerang semua organ
atau jaringan di tubuh lainnya, secara patologi biasanya bagian tengah granuloma
tuberkular mengalami nekrosis perkijuan. Berdasarkan definisi-definisi diatas
dapat disimpulkan bahwa tuberkulosis merupakan salah satu jenis penyakit infeksi
yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang lebih sering
menyerang parenkim paru dan secara patologi ciri khas TBC adalah adanya
nekrosis perkijuan pada bagian tengah granuloma tuberkularnya.
7 Universitas Indonesia
tiga minggu atau lebih, sementara yang termasuk gejala tambahan yang sering
dijumpai diantaranya adalah batuk berdahak yang bercampur darah (hemaptoe),
sesak nafas, nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, dan demam
meriang lebih dari sebulan.
Masalah psikososial dapat muncul akibat berbagai faktor. Penderita TB paru dapat
mengalami beban pikiran yang berat akibat kondisi sakit yang tidak diharapkan
atau akibat mengalami beban perasaan atas tuntutan masyarakat yang dikelilingi
oleh banyak stigma. Menurut Setiawan (2011) ada beberapa stigma negatif yang
berkembang terkait penyakit tuberkulosis diantaranya adalah anggapan bahwa
tuberkulosis merupakan penyakit guna-guna atau kutukan, penyakit keturunan dan
penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Stigma-stigma ini kerap kali
mempengaruhi kondisi kesehatan penderita, dimana penderita mungkin akan
merasa malu dan takut akan dikucilkan oleh lingkungannya sehingga penderita
lebih memilih menyembunyikan penyakitnya dan menolak untuk berobat.
dilakukan diantaranya adalah dengan mencermati keluhan dan gejala klinis dari
penderita. Selain itu diagnosa TB paru pada orang dewasa juga dapat ditegakkan
dengan bantuan beberapa pemeriksaan penunjang salah satunya dengan
pemeriksaan BTA (Bakteri Tahan Asam) terhadap sputum penderita. Apabila
terdapat keraguan hasil, dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan biakan, rontgen
dada, immunologis dan tes mantoux (Crofton et al, 2002 dalam Rian, 2010). Price,
Wilson (2006) menambahkan bahwa selain pemeriksaan tes mantoux dan rontgen
dada pemeriksaan diagnosis bagi penderita TB paru juga dapat meliputi tes anergi,
pemeriksaan bakteriologi atau histologi.
1) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis
Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Minum Obat (PMO).
3) Pengobatan TB diberikan dalam dua tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan
lanjutan. Pada tahap awal, pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila
pengobatan tahap ini diberikan secara tepat, biasanya pasien menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu dua minggu. Sebagian besar TB
BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam dua bulan. Pada tahap
lanjutan, pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
Universitas Indonesia
waktu yang lebih lama. Tahap ini diperlukan dengan tujuan untuk
membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kambuh.
Masalah psikososial lain yang dapat muncul pada penderita TB paru adalah
kecemasan atau ansietas. Masalah ansietas menurut Wilkinson, Ahern (2009)
didefinisikan sebagai suatu perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar
disertai respon autonom atau sebagai perasaan takut yang disebabkan oleh
antisipasi terhadap suatu hal yang dianggap sebagai bahaya. Stuart (2002)
menyatakan bahwa kecemasan dapat disebabkan oleh defisiensi pengetahuan atau
oleh stressor pencetus berupa ancaman yang terjadi pada pertahanan sistem diri
yang akan membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi
pada individu. Dari kedua pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa penderita
TB paru dapat mengalami kecemasan yang berupa perasaan tidak nyaman,
khawatir atau perasaan takut akibat kondisi penyakit yang mungkin dianggapnya
sebagai suatu bahaya dan kondisi ini dapat disebabkan oleh keadaan-keadaan lain
yang menganggu keadaan konsep diri serta kurangnya pengetahuan tentang
masalah-masalah tertentu yang dialami oleh penderita.
Universitas Indonesia
tantangan situasional saat ini terhadap harga diri, secara objektif klien biasanya
tampak bimbang dan tidak asertif.
Masalah psikososial lain yang dapat dialami oleh penderita TB paru adalah
ansietas. Stuart (2002) menyebutkan bahwa pengkajian terhadap masalah ansietas
dapat difokuskan pada respon fisiologis, perilaku, kognitif dan afektif yang
mungkin ditunjukkan oleh individu saat mengalami kecemasan. Untuk mengatasi
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3.1 Pengkajian
Klien adalah Nn. Y, berusia 18 tahun, pendidikan SLTA. belum menikah,
pekerjaan sebelum sakit adalah karyawati namun semenjak sakit klien terpaksa
berhenti bekerja. Klien masuk rumah sakit tanggal 9 Mei 2013 dengan diagnosa
medis TB paru dengan DIH (Drug Induced Hepatitis). Keluhan utama klien saat
masuk RS adalah mual, kadang-kadang muntah, tidak nafsu makan yang telah
berlangsung selama dua minggu sebelum masuk RS. Keluhan ini dirasakan klien
sejak mengkonsumsi obat paru-paru (OAT) yang diperolehnya dari Puskesmas.
Riwayat penyakit sebelumnya sekitar 6 minggu sebelum masuk RS klien pernah
berobat ke Puskesmas akibat sering mengalami batuk-batuk, klien sempat diberi
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dan sejak mengkonsumsi obat-obat tersebut
kondisi kesehatannya menjadi semakin memburuk karena mengalami mual
muntah berat. Klien baru 5 minggu menjalani pengobatan OAT dan
penggunaannya dihentikan sejak seminggu yang lalu. Dalam riwayat penyakit
keluarga menurut orang tua klien riwayat sakit paru-paru ada pada kakek klien
dari pihak ibu namun riwayat pengobatannya tidak diketahui secara pasti.
Hasil pemeriksaan fisik secara umum menunjukkan bahwa klien tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis, TD: 100/80 mmHg, nadi 88x/menit, suhu
37°C, frekuensi nafas 22 x/menit. Tinggi badan saat ini 155 cm, berat badan 36
Kg (sebelum sakit 42 kg), lingkar lengan atas 18cm, IMT (Indeks Massa Tubuh)
15. Hasil pemeriksaan Fisik Head to toe menunjukkan kondisi bahwa konjungtiva
pucat, warna pink muda, sklera agak keruh, bibir agak pucat dan kering, nilai Hb:
11,6 mg/ dL, dan terjadi peningkatan pada nilai SGOT: 330 U/L, SGPT: 90 U/L.
14 Universitas Indonesia
Pengkajian lanjutan yang dilakukan pada hari ke lima perawat mendapat data
bahwa klien merasa khawatir terkait kemungkinan rencana pengobatan OAT dan
efek sampingnya. Klien mengatakan langsung merasa mual saat membayangkan
obat-obat paru yang pernah diminumnya. Klien juga mengatakan khawatir dan
takut akan ditolak oleh lingkungan, dijauhi atau dicemooh oleh orang lain akibat
penyakit TB paru-nya ini. Klien tampak tegang jika membicarakan tentang obat-
obat TBC. Klien dan keluarga juga mengatakan bahwa selama ini belum pernah
mendapatkan informasi tentang cara pengobatan dan perawatan TB paru dan
mengharapkan akan mendapatkan informasi yang tepat dari perawat.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
orang lain akibat penyakit TB paru. Klien dan keluarga juga mengatakan
bahwa selama ini belum pernah mendapatkan informasi tentang cara
pengobatan dan perawatan TB paru dan mengharapkan akan mendapatkan
informasi yang tepat dari perawat.
Data Objektif:
Klien tampak murung
Tidak ceria
Tegang jika membicarakan tentang obat TBC
Meminta informasi kepada perawat tentang cara pengobatan dan
perawatan TB paru kepada perawat
Berdasarkan uraian diatas pada kasus Nn. Y diperoleh beberapa masalah
keperawatan pada aspek fisik dan psikososial, namun dalam penulisan karya
ilmiah ini penulis lebih memfokuskan analisa pada aspek psikososial klien yaitu
terkait masalah HDR situasional dan ansietas. Hal ini disesuaikan dengan judul
karya ilmiah yang diangkat meskipun pada pengelolaannya masalah fisik yang
dialami klien tetap diatasi dan dilakukan asuhan keperawatannya.
Akibat harga diri rendah situasional klien mengalami kecemasan terutama dengan
rencana pengobatan yang akan dijalani, klien merasa masih trauma dengan efek
samping pengobatan yang telah membuat kondisi kesehatannya semakin
Universitas Indonesia
memburuk beberapa waktu yang lalu. Klien juga merasa khawatir dan takut akan
ditolak oleh lingkungan, dijauhi atau dicemooh akibat penyakitnya ini. Selain
disebabkan oleh harga diri rendah situasional masalah kecemasan yang dialami
klien juga diperberat dengan kondisi defisiensi pengetahuan yang disebabkan oleh
kurangnya klien dan keluarganya dalam mendapatkan paparan informasi tentang
masalah-masalah kesehatan yang sedang dihadapi.
Hasil analisa terhadap data-data yang diperoleh pada kasus Nn. Y terdapat
beberapa masalah keperawatan psikososial berdasarkan prioritas masalah, yaitu:
1. Harga diri rendah (HDR) situasional
2. Ansietas
Kecemasan
HDR situasional
Perubahan peran
Universitas Indonesia
Bab ini berisi tentang analisis situasi terkait pelaksanaan asuhan keperawatan
harga diri rendah situasional padaNn. Y yang mengalami TB paru dengan
pengobatan OAT di ruang Antasena RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Analisis
yang dilakukan meliputi profil lahan praktek, analisis masalah keperawatan,
analisis intervensi dan analisis terkait alternatif pemecahan masalah.
Ruang rawat Antasena merupakan salah satu ruang perawatan medikal bedah di
RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Kapasitas tempat tidur diruangan ini
berjumlah 35 tempat tidur dengan kapasitas perawatan kelas II sebanyak 7 tempat
tidur dan 28 tempat tidur untuk perawatan kelas III. Ruangan ini merawat pasien
laki-laki dan perempuan dengan batasan usia remaja, dewasa, hingga lansia.
Ruangan ini dikepalai oleh seorang kepala ruangan yaitu Ibu Linggar Kumoro,
S.Kp dibantu oleh dua orang ketua tim yaitu Ibu Anna Amalia, Amd.kep dan Ibu
Ni Ketut Mariani, Amd.kep. Ruangan ini juga dilengkapi dengan 23 orang
perawat pelaksana yang seluruhnya memiliki latar belakang pendidikan D-III
keperawatan.
19 Universitas Indonesia
Kondisi lain yang juga menyebabkan klien mengalami HDR situasional adalah
kondisi lingkungan yang masih diliputi oleh berbagai mitos dan stigma negatif
tentang penyakit TB paru. Klien dan keluarganya masih menganggap bahwa
penyakit TB paru merupakan penyakit yang memalukan dan merupakan suatu aib
bagi keluarga. Hal ini sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa hingga
saat ini masih banyak mitos dan stigma negatif yang beredar ditengah-tengah
masyarakat tentang penyakit TB paru. Setiawan (2011) menyebutkan bahwa
beberapa stigma negatif tentang penyakit TB paru diantaranya adalah anggapan
bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyakit guna-guna, kutukan, penyakit
keturunan dan penyakit yang sulit untuk disembuhkan. Stigma- stigma ini pada
kasus Nn. Y memang terbukti telah memberi tekanan tersendiri pada kondisi
psikologis klien dimana klien menjadi takut, khawatir akan dikucilkan, dicemooh
dan ditolak oleh lingkungannya.
UniversitasIndonesia
Penyebab kecemasan yang lain pada kasus Nn. Y adalah karena kekhawatiran dan
ketakutan klien akan dijauhi, dicemooh dan dihina oleh lingkungannya akibat
menderita penyakit TB paru. Hal ini disebabkan karena klien, keluarga dan
lingkungan disekitarnya masih diliputi oleh stigma-stigma negatif tentang
penyakit TB paru yang hingga saat ini masih sulit untuk dihapuskan. Apalagi pada
dasarnya klien dan keluarganya sendiri masih terpengaruh oleh stigma-stigma
UniversitasIndonesia
tersebut. Hal ini sebagaimana ditulis oleh Setiawan (2011) yang menyebutkan
bahwa masalah stigma negatif tentang penyakit TB paru yang hingga saat ini
masih banyak beredar dimasyarakat dapat membuat penderitanya merasa malu,
takut dan cemas akan dikucilkan oleh lingkungannya. Hal ini tentu saja jika
dibiarkan berlarut-larut dalam menyebabkan terjadinya masalah sosial yang
semestinya tidak perlu terjadi. Oleh karena itu masalah kecemasan yang terjadi
akibat pengaruh stigma perlu diatasi secara terintegrasi dengan masalah defisiensi
pengetahuan dan harga diri rendah situasional.
Masalah kecemasan yang dialami Nn. Y pada dasarnya memiliki hubungan yang
erat dengan masalah harga diri rendah situasional dan defisiensi pengetahuan yang
dialaminya. Kondisi ini merupakan kondisi yang sesuai dengan Stuart (2002) yang
menerangkan bahwa salah satu stressor pencetus dari kecemasan dapat berupa
ancaman yang terjadi pada pertahanan sistem diri yang akan membahayakan
identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi pada individu, menderita
suatu penyakit dapat merupakan salah satu stressor yang dapat mengakibatkan
munculnya masalah harga diri rendah yang memicu timbulnya kecemasan pada
diri individu. Hal ini juga sesuai dengan Potter, Perry (2009) yang menyebutkan
bahwa akibat menderita suatu penyakit yang mengganggu kemampuan individu
dalam beraktivitas dapat menyebabkan terjadinya harga diri rendah, kondisi ini
dapat menyebabkan perasaan kosong dan terpisah dari orang lain, terkadang
menyebabkan depresi, rasa gelisah, dan rasa cemas yang berlebihan. Pada kasus
UniversitasIndonesia
ini menderita TB paru merupakan stressor bagi Nn. Y yang memicu munculnya
kecemasan terhadap masalah-masalah yang sebenarnya belum tentu akan terjadi.
Berdasarkan data-data yang diperoleh pada hasil pengkajian pada Nn. Y diketahui
bahwa masalah kecemasan yang dialami merupakan kondisi yang disebabkan oleh
multi faktor diantaranya akibat kondisi sakit yang dirasakan, pengalaman tidak
menyenangkan dengan OAT dan masalah stigma tentang penyakit TB.
Kompleksnya penyebab kecemasan yang klien alami membuat perawat perlu
melakukan beberapa macam intervensi yang dapat dilakukan secara terintegrasi.
Selama lima hari masa perawatan hasil dari intervensi yang dilakukan perawat
terhadap Nn. Y menunjukkan bahwa pada akhirnya klien memiliki kemampuan
yang baik dalam mengembangkan pikiran positif. Hal ini ditunjukkan dengan
munculnya penilaian diri yang lebih baik dengan mengungkapkan penerimaan
yang positif terkait kondisi kesehatannya saat ini dan kesiapan bertemu dengan
lingkungan asal dengan sikap yang jujur dan lebih terbuka terkait penyakit yang
dideritanya. Klien juga mengungkapkan bahwa kondisi sakit bukanlah hal yang
perlu dikhawatirkan lagi dan hal yang terpenting saat ini adalah bagaimana cara
menjalani pengobatan selanjutnya agar kesehatannya dapat pulih kembali.
Pencapaian yang peroleh klien dalam mengatasi masalah HDR situasional yang
dialaminya juga berdampak positif pada kemampuan klien dalam mengatasi
masalah fisik yang dialami. Pada hari ke 3 interaksi dengan perawat masalah fisik
terkait keluhan mual, muntah dan kelemahan fisik akibat perubahan pola makan
lambat laun menunjukkan kondisi yang membaik. Hal ini turut membantu
meningkatkan rasa percaya diri klien sehingga klien merasa optimis akan kondisi
kesehatannya dan semangat untuk terus berusaha mencapai kesehatan yang lebih
optimal. Hal-hal tersebut sesuai dengan Elfiky (2009) yang menyebutkan bahwa
berpikir positif adalah sumber kekuatan dan sumber kebebasan, disebut sumber
kekuatan karena ia akan membantu individu dalam mencari solusi untuk
mengatasi masalah yang sedang dialami dan disebut sumber kebebasan karena
UniversitasIndonesia
dengan pikiran positif individu akan terbebas dari penderitaan dan pengaruh
pikiran negatif yang akan berpengaruh terhadap kondisi fisik. Dari pernyataan
tersebut penulis menemukan kesesuaian dengan kondisi klien setelah dilakukan
intervensi. Hal ini merupakan keberhasilan yang sangat membanggakan atas
asuhan keperawatan yang dilakukan kepada klien.
Kondisi kecemasan yang dialami klien baru terkaji oleh perawat pada hari kelima
atau tepatnya satu hari sebelum rencana kepulangan klien, namun walaupun
demikian asuhan keperawatan terhadap masalah ini tetap dilakukan. Intervensi
yang dilakukan perawat untuk mengatasi masalah ansietas pada Nn. Y difokuskan
pada usaha untuk meningkatkan kemampuan klien dalam mengenal kecemasan
dan lebih difokuskan lagi pada peningkatan pengetahuan klien dan keluarga
tentang penyakit TB paru dan cara perawatannya di rumah melalui pemberian
pendidikan kesehatan. Perawat juga berusaha memfasilitasi klien dan keluarga
untuk melakukan konsultasi dengan dokter dan ahli gizi guna mendapat informasi
kesehatan langsung dari ahlinya. Hal-hal tersebut dilakukan dengan tujuan
meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga agar tingkat kesehatan yang lebih
optimal dapat tercapai. Hal ini sesuai dengan Edelman, Mandle (2006) dalam
Potter, Perry (2009) yang menjelaskan bahwa edukasi yang dilakukan perawat
bertujuan untuk membantu individu, keluarga atau komunitas untuk mencapai
tingkat kesehatan yang lebih optimal.
UniversitasIndonesia
faktor pendukung bagi proses kembalinya kesehatan yang hendak dicapai bagi
klien.
Keluarga juga dimanfaatkan oleh perawat untuk menjadi perpanjangan tangan
perawat selama proses pelaksanaan asuhan keperawatan di rumah sakit. Hal ini
bertujuan untuk menyiapkan keluarga dalam memberikan perawatan secara
mandiri saat klien kembali ke rumah ditengah-tengah keluarga asalnya. Potter,
Perry (2009) menyatakan bahwa fokus perawat kepada keluarga dibutuhkan untuk
melepas klien pulang ke lingkungan keluarganya karena keluarga biasanya akan
mengambil peran sebagai pengasuh utama bagi klien setelah pulang dari rumah
sakit. Dengan hal ini diharapkan ketika klien sudah berada dirumah, prinsip-
prinsip asuhan keperawatan yang dapat dilakukan dirumah dapat dilanjutkan
dengan dukungan penuh dari keluarganya sendiri.
UniversitasIndonesia
UniversitasIndonesia
5.1 Kesimpulan
Penyakit TB paru merupakan salah satu jenis penyakit menular yang banyak
diderita oleh masyarakat yang tinggal didaerah perkotaan. Hal ini tampaknya
berkaitan dengan perubahan gaya hidup dan kondisi lingkungan yang memburuk
akibat polusi dan kerusakan alam. Perubahan gaya hidup yang terjadi meliputi
kebiasaan individu dalam mengkonsumsi makanan yang kurang sehat, jajan
disembarang tempat dan kebiasaan terpapar polusi udara dari asap kendaraan
bermotor. Selain itu penyakit ini juga erat kaitannya dengan kondisi lingkungan
tempat tinggal di daerah perkotaan yang cenderung padat penduduk dan kurang
ventilasi udara. Kondisi-kondisi ini membuat mata rantai penyebaran penyakit ini
masih sulit untuk dikendalikan walaupun usaha-usaha dalam pengendalian
penyakit ini masih cukup gencar dilakukan oleh pemerintah.
terbuka, bebas dan penuh semangat dalam menjalani pengobatan. Intervensi ini
terbukti dapat membantu klien dalam menyadari potensi diri yang dimiliki, lebih
percaya diri dan membantu klien dalam meningkatkan aktualisasi diri yang lebih
maksimal. Hal ini pada akhirnya juga mempengaruhi kemampuan klien dalam
mencapai status kesehatan yang lebih optimal sehingga mampu terbebas dari
kondisi penyakit yang dideritanya.
5.2 Saran
UniversitasIndonesia
UniversitasIndonesia
Universitas Indonesia
Setiawan, Y (2011). Hilangkan stigma negatif tentang penyakit TB. http :// www.lkc.or.id/
2011/ 10/ 26/ hilangkan -3 – stigma –negatif – tentang – tb /
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah: Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Videbeck , S.L. (2008). Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta: EGC.
Wilkinson, J.M., & Ahern, N. R. (2009). Buku saku diagnosis keperawatan. Edisi 9. Jakarta:
EGC
Universitas Indonesia
PENGKAJIAN
1.Identitas pasien
Nama : Nn. Y
Usia : 18 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Suku : Sunda
2. Riwayat Kesehatan
Klien masuk ke RS dengan keluhan mual disertai rasa ingin muntah, tidak nafsu makan yang
telah berlangsung selama dua minggu sebelum masuk RS. Keluhan ini dirasakan klien sejak
mengkonsumsi obat paru-paru yang diperolehnya dari Puskesmas.
Sekitar 6 minggu sebelum masuk RS klien pernah berobat ke Puskesmas akibat mengalami
batuk-batuk, klien sempat diberi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dari Puskesmas tempatnya
memeriksakan diri. Sejak mengkonsumsi obat-obat tersebut kondisi kesehatannya menjadi
Menurut orang tua klien riwayat sakit paru-paru ada pada kakek klien dari pihak ibu.
Sementara riwayat sakit hipertensi dan gangguan ginjal ada pada nenek dari pihak ibu.
Riwayat pengobatan keduanya tidak diketahui secara pasti.
Klien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, saat ini klien tinggal serumah bersama
kedua orangtua dan kedua saudara kandungnya. Pola komunikasi dalam keluarga cukup
terbuka. Kepala keluarga adalah ayah klien dan setiap keperluan rumah tangga disiapkan oleh
ibu klien yang berperan sebagai ibu rumah tangga.
2.5.Riwayat alergi
3.Pemeriksaan Fisik
Klien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, TD: 100/80 mmHg, nadi 88x/menit,
suhu 37°C, frekuensi nafas 22 x/menit. Tinggi badan saat ini 155 cm, berat badan 36 Kg
(sebelum sakit 42 kg), lingkar lengan atas 18cm, IMT (Indeks Massa Tubuh) 15.
4. Pemeriksaan Psikososial
Hasil pemeriksaan kondisi psikososial klien pada awal interaksi dengan perawat
menunjukkan bahwa klien cenderung murung dan pasif, klien mengatakan merasa malu
tentang penyakit paru-paru yang diderita, tidak berani menceritakan tentang penyakitnya
kepada orang lain, cenderung menyembunyikan tentang penyakitnya dan memilih
menyebutkan jenis penyakit lain jika ada yang bertanya tentang penyakit. Klien juga
mengatakan merasa sedih karena terpaksa harus berhenti bekerja akibat menderita penyakit
Pada hari kelima interaksi dengan perawat klien juga mengatakan bahwa dirinya merasa
khawatir terkait kemungkinan rencana pengobatan OAT dan efek sampingnya. Klien
mengatakan langsung merasa mual jika membayangkan obat-obat paru yang pernah
diminumnya. Klien juga mengatakan khawatir dan takut akan ditolak oleh lingkungan,
dijauhi atau dicemooh oleh orang lain akibat penyakit TB paru-nya ini. Klien tampak tegang
jika membicarakan tentang obat TBC. Klien dan keluarga juga mengatakan bahwa selama ini
belum pernah mendapatkan informasi tentang cara pengobatan dan perawatan TB paru dan
mengharapkan akan mendapatkan informasi yang tepat dari perawat.
6. Pemeriksaan penunjang
ANALISA DATA
Diagnosa I :
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
Tujuan: Status nutrisi klien dapat mencapai keseimbangan.
Kriteria evaluasi:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien akan
menunjukkan kondisi :
TTV dalam batas normal (TD: 110-120/ 70-80 mmHg, Nadi: 80-100x/menit,
suhu: 36-27 C, Frekuensi nafas: 16-20x/ menit
Keluhan mual muntah berkurang atau hilang, selera makan meningkat
Klien mampu melakukan aktivitas makan yang adekuat: porsi makan yang
disediakan RS habis
Berat badan dapat dipertahankan, tidak tambah menurun, atau meningkat
mendekati BB ideal (55kg)
Nilai laboratorium dalam batas normal (Hb: 13-15 mg/ dL, albumin 3,5 - 5)
Rencana intervensi keperawatan
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Pantau status nutrisi klien; ukur BB, Mengetahui status nutrisi klien dan
IMT, dan LiLA (lingkar lengan atas) memudahkan dalam menentukan
asuhan keperawatan yang sesuai
2. Pantau TTV Status hemodinamik penting untuk
dipantau guna mengetahui kondisi
sistemik tubuh pasien.
3. Evaluasi keluhan mual muntah dan Menilai kemajuan efektivitas
pengaruhnya terhadap asupan nutrisi intervensi keperawatan yang
klien diberikan.
4. Motivasi klien untuk makan dalam Porsi sedikit tapi sering dapat
porsi sedikit tapi sering menurunkan resiko mual akibat
asupan nutrisi yang tiba-tiba
terhadap lambung.
Diagnosa II :
Harga diri rendah (HDR) situasional
Tujuan: Klien mampu mencapai kembali harga diri yang positif
Kriteria evaluasi:
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3-4 x interaksi, diharapkan klien
mampu:
CATATAN KEPERAWATAN
Hari ke II
DS: Kemarin sore ada teman datang, saya bilang saya S: belum yakin kalau teman-teman akan menerima keadaan saya
sakit liver, malu kalau bilang sakit paru-paru yang sakit paru-paru
DO: Klien masih tampak murung dan pasif O:Masih tampak murung, bicara masih terbatas dan seperlunya.
Diagnosa : HDR situasional A: masalah belum teratasi
Implementasi: P:
Hari ke III
DS: sudah gak mikirin omongan orang, biar saja orang S: tidak akan mikir yang jelek-jelek lagi, besok akan mulai
mau bilang apa membaca buku atau menulis diary
DO: O: Sudah tampak ceria, sikap lebih terbuka.
tampak lebih ceria, sikap lebih aktif dan terbuka A: masalah teratasi sebagian
Diagnosa II: harga diri rendah situasional P:
09.00 Memberi pujian atas sikap dan pikiran positif yang Klien:
ditunjukkan klien dihadapan perawat Lakukan hobi yang dapat dilakkan di RS seperti membaca
Memotivasi klien untuk melakukan hobi yang dan menulis
masih dapat dilakukan di RS Ungkapkan perasaan kepada orang yang dipercaya
Hari ke – IV
Implementasi Evaluasi
waktu
Dinas pagi DS: makannya sudah normal malah kalau malam suka S: Alhamdulillah sekarang sudah enak makannya
15/05/2013 minta dibelikan bubur nasi, tadi pagi makannya habis O:
satu porsi keluhan mual tidak ada, TD 110/70 mmHg, nadi 88x/menit, suhu
DO: Klien tampak lebih segar, makan pagi habis satu 36°C, RR 20x/menit, BB 36,5 kg, makan siang habis 1 porsi, nilai
porsi, aktivitas ngemil ada. laboratorium sudah ada, Hb: 12 mg/dL, SGOT 31, SGPT 93.
Diagnosa: ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari A: masalah teratasi sebagian
kebutuhan tubuh P:
Implementasi: Klien:
08.20 Mengevaluasi aktivitas makan, mengukur TTV, tingkatkan terus asupan makan, lanjutkan ngemil sehat
mengobservasi tetesan infus Perawat:
Mengukur Berat badan Pantau TTV
Memotivasi klien untuk terus meningkatkan asupan Ukur BB setiap hari
DS: sudah lebih baikan, bebas, pasrah, dan optimis S: sudah siap pulang kerumah dan menjalani pengobatan, tidak
saja. apa-apa orang lain tau kalau saya sakit paru-paru yang penting
DO: Tampak lebih ceria, sikap lebih aktif dan terbuka, saya yakin bisa sembuh
aktivitas hobi dilakukan di RS O: Sudah tampak ceria, sikap terbuka, aktivitas membaca dan
Diagnosa : HDR situasional menulis dilakukan dengan mandiri
Implementasi: A: masalah teratasi sebagian
10.30 Memberi pujian atas sikap positif klien yang P:
ditunjukkan kepada perawat Klien: Lanjutkan aktivitas hobi di RS seperti membaca dan
Memotivasi klien untuk terus berpikir positif dalam menulis
mengahadapi semua permasalahan hidup Perawat:
Memotivasi klien untuk melakukan hobi yang Evaluasi pelaksanaan aktivitas hobi di RS
masih dapat dilakukan di RS Berikan reinforcement positif atas usaha klien dalam
Mengeksplorasi perasaan klien ketika merasa melakukan hobi selama di rawat di RS
DS: S:
khawatir dengan pengobatan paru dan efek semoga apa yang saya khawatirkan tidak terjadi ya sus..., nanti
sampingnya, langsung merasa mual jika saya akan mencari buku-buku kesehatan tentang pengobatan
membayangkan obat-obat paru yang pernah TBC...
diminumnya, khawatir dan takut akan ditolak oleh O: klien lebih rileks, masih tampak murung, sikap cukup antusias
lingkungan, dijauhi, atau dicemooh oleh orang lain dalam menerima informasi yang disampaikan perawat
akibat penyakit TB paru-nya ini A: masalah teratasi sebagian
DO: P:
Klien tampak murung Klien:
Tidak ceria - Ungkapkan perasaan cemas kepada orang yang dipercaya
Tegang jika membicarakan tentang obat TBC - Cari informasi dari sumber-sumber informasi lain yang
Dx : Ansietas dapat dipertanggung jawabkan
09.45 Mengeksplorasi perasaan klien terkait Perawat :
kecemasannya - Fasilitasi klien untuk mendapat informasi yang terpercaya
Implementasi Evaluasi
waktu
Dinas pagi DS: makannya sudah normal S: Alhamdulillah sekarang sudah sehat rasanya, senang sudah bisa
16/05/2013 DO: Klien tampak lebih segar, makan pagi habis satu diizinkan pulang oleh dokter
porsi, aktivitas ngemil ada. O:
Diagnosa: ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari keluhan mual tidak ada, TD 120/70 mmHg, nadi 80x/menit, suhu
kebutuhan tubuh 36, 7°C, RR 20x/menit, BB naik 700 ons dari 6 hari yang lalu, saat
08.00 Mengukur TTV, mengobservasi tetesan infus ini BB 36,7kg, makan siang habis 1 porsi, ngemil ada.
Mengukur Berat badan A: masalah menjadi potensial peningkatan status nutrisi
Memotivasi klien untuk terus meningkatkan asupan P:
makan adekuat (TKTP) dan melanjutkan aktivitas Klien:
ngemil sehat Tingkatkan terus asupan makan, lanjutkan ngemil sehat
11.00 Memberi terapi injeksi Ranitidine 1 ampul (IV) Hubungi fasilitas kesehatan jika kembali merasakan
Memfasilitasi makan siang keluhan mual, muntah, dan masalah fisik lainnya
12.30 Memberi terapi oral : HP pro 1 tablet Perawat:
13.15 Memfasilitasi visite dr. Koko, Sp.P advise: - Anjurkan klien untuk melanjutkan aktivitas makan adekuat
Ripamfisin :
3 hari pertama 1x300 mg
Memotivasi klien untuk tetap melakukan hobi saat Lanjutkan kebiasaan berpikir positif dan melakukan aktivitas
sudah kembali ke rumah hobi dirumah seperti di RS saat mengisi waktu luang.
klien setelah tiba dirumah - Rujuk klien pada system pelayanan kesehatan yang terpercaya
untuk mendapat pelayanan kesehatan yang optimal