Anda di halaman 1dari 31

BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
- Nama : Tn Bernat Mone
- Jenis kel : Laki-laki
- Umur : 53 tahun
- Alamat : Camplong II
- Tgl Masuk RS : 18 Maret 2018
- No RM : 052099

B. Anamnesis 18 maret 2018


KU : Lemas seluruh badan terutama pada kedua kaki dan tidak bisa berjalan.
RPS :Pasien diantar oleh keluarganya dengan keluhan lemas seluruh badan dan kedua kaki
sakit dan tidak bisa berjalan. Pasien mengeluh kram-kram pada kedua kaki disertai sering rasa
cepat haus, sering rasa lapar, dan sering rasa buang air kecil, pasien juga mengeluh berat
badannya turun sejak 1 tahun terakhir. Dua minggu yang lalu pasien mengeluh lemas seluruh
badan dan kram pada kaki dan tangan terutama pada telapak kaki, tapi pasien masih bisa
berjalan. Lemas yang dirasakan memberat 3 hari terakhir, kedua kaki masih bisa digerakkan
namum pasien sudah sulit untuk berjalan. Pasien juga mengeluh pusing dan nyeri kepala.
Demam (-) Penglihatan kabur (-), mual/muntah (-). Nafsu makan baik. BAB dalam batas
normal. Pasien tidak pernah masuk rumah sakit dan tidak pernah memeriksakan dirinya, ini
pertama kali pasien masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Dahul
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat diabetse melitus disangkal
Riwayat penyakit asma disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat alergi obat disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat hipertensi (+)
Riwayat diabetes mellitus : ibu dan kakak kandung pasien sering mengeluh hal yang sama yaitu
sering BAK dan kesmutan pada kedua kaki tapi tidak pernah berobat.
Riwayat asma disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat alergi obat disangkal

C. Pemeriksaan Fisik
Kesan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign Tekanan darah : 110/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Suhu badan : 36,6oC

Pernafasan : 23 x/menit

Pemeriksaan kulit : Turgor dan elastisitas dalam batas normal, kelainan kulit (-), sianosis
(-)

Pemeriksaan kepala

- Bentuk kepala : Mesosefal

- Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata

Pemeriksaan mata

- Palpebra : Edema (-/-)

- Konjungtiva : Anemis (-/-)

- Sklera : Ikterik (-/-)

- Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor

Pemeriksaan Telinga : Otore (-/-), nyeri tekan (-/-), serumen (-/-)

Pemeriksaan Hidung : Sekret (-/-), epistaksis (-)


Pemeriksaan Leher

- Kelenjar tiroid : Tidak membesar

- Kelenjar lnn : Tidak membesar, nyeri (-)

- Retraksi suprasternal: (-)

- JVP : Tidak meningkat

Pulmo :
Inspeksi  simetris, retraksi dada (+), ketinggalan gerak (-)
Palpasi  simetris (+), ketinggalan gerak (-), vocal vremitus kanan=kiri
Perkusi  sonor / sonor
Auskultasi  SD : vesikuler +/+ ST : ronki (-) wheezing (-)
Cor :
Inspeksi  iktus kordis tidak terlihat
Palpasi  iktus kordis teraba di ICS 5 sinistra
Auskultasi  S1S2 tunggal regular, murmur -, gallop -
Abdomen :
Inspeksi : lebih tinggi dari dada, tak tampak pembesaran organ ataupun massa
Auskultasi : BU (+) normal
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : supel (+), turgor kulit dbn, pembesaran organ (-),asites (-)
Ekstrimitas : akral hangat, udem -/-/-/- kekuatan motorik 4/4/3/3

Pemeriksaan laboratorium tanggal 18 Maret 2018


WBC : 4,5
Hb : 13,4
Ht : 37,8
MCV : 89,4
MCH : 31,7
MCHC : 35,4
PLT : 50
GDS : 1060
Ureum : 43
Kreatinin: 1,3
SGOT : 78
SGPT : 135

Urin rutin
Makroskopis
Warna : kuning
Kekeruhan : jernih

Kimia :
Glukosa : +4
Protein :±
Bilirubin : (-)
Urobilinogen : normal
PH : 6,5
BJ : > 1,005
Blood : +-
Keton :-
Leukosit : 500
Nitrit : (-)
Sedimen
Epithel squamosa : 1-3
Leukosisit : 2-4
Eritrosit : 1-2
Silinder : (-)
Kristal : (-)
Bakteri : (-)

Elektrolit
Natrium :120 mmol/L
Kalium : 2,9 mmol/L
Cloridal : 44 mmol/L
Diagnosis :
General Weakness ec Hipokalemia DD DM Tipe 2 (HONK)

Planing Terapi :
Loading NaCl 0,9% 4 kolf/ 2liter cek ulang GDS (640)
IVFD NaCl 3% 10 tpm
Novorapid 20 IU
Diet DM
Cek ulang GDS jam 15.00

FOLLOW UP
Tanggal S O A P

19 maret Lemas seluruh KU CM, sakit sedang HHS IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2018 badan (Hyperglycemic
TD : 110/70 N : 80 Inj. Cefotaxim 3x1 gr/iv
terutama pada Hyperosmolar
x/menit State) Aspar K 3x1 tab
kedua kaki,
sulit berjalan RR : 23 x/menit S : 36,6 Cek GDS dan Elektrolit
Trombositopenia
+, nafsu x/menit jam 15.00
makan baik.
Mata : CA -/- SI -/-
BAB normal
Thoraks : Rhonki -/- Lapor hasil GD;
whee -/- S dan elktrolit 15.00
GDS 560mg/dl
Cor : S1S2 tunggal
regular Na 136mmol/L
K 3,3 mmol/L
Abd : supel, BU + normal
Cl 93mmol/L
Ekstrimitas : akral
Advise dr. Umi :
hangat, udem -/-/-/-
Ekstra Novorapid 25 IU sc
kekuatan motorik 4/4/3/3
Cek ulang GDS jam 20.00

Lapor hasil GDS jam 20.00


GDS 485 mg/dl
Advise d. Umi
Guyur NaCl 0,9% 500cc
sekarang.
Ekstra injeksi Novorapid
25 IU sc
Besok pagi cek GDP

Tanggal S O A P

20 maret Lemas + KU CM, sedang HHS IVFD NaCl 0,9% 20 tpm


2018 terutama (Hyperglycemic
TD : 100/70 N : 84 Pagi novorapid 14 IU
kedua kaki Hyperosmolar
x/menit RR : 20 x/menit State) Selanjutnya novorapid 14-
S : 36,3 x/menit
14-14 iu sc
Trombositopenia
Mata : CA -/- SI -/- ISK Injeksi Cefotaxim 3x1
Thoraks : Rhonki -/- gr/iv
whee -/- Aspar K 3x1 tab
Cor : S1S2 tunggal Diet DM 1770 kkl
regular Cek GDP/hari
Abd : supel, BU +
normal, nyeri tekan
suprapubik +

Ekstrimitas : akral
hangat, udem -/-/-/-
kekuatan motorik 4/4/3/3
GDP 245 mg/dL

Tanggal S O A P

21 maret lemas KU CM, sedang HHS IVFD NaCl 0,9% 20 tpm


2018 berkurang, (Hyperglycemic
TD : 110/80 N : 76 Ekstra novorapid 15iu/sc
nyeri uluhati + Hyperosmolar
x/menit RR : 20 x/menit State) Selanjutnya Novorapid
S : 36,4 x/menit Trombositopenia
15-15-15 iu
ISK
Mata : CA -/- SI -/- Dyspepsia Besok cek GDP
syndrome
Thoraks : Rhonki -/- Omeprazole 1x1
whee -/- Injeksi Cefotaxim 3x1
gr/iv
Cor : S1S2 tunggal Aspar K 3x1 tab
regular Diet DM 1770 kkl
Abd : supel, BU +
normal, nyeri tekan
epigastrium +

Ekstrimitas : akral
hangat, udem -/-/-/-
kekuatan motorik 5/5/4/4
GDP 419 mg/dL

Tanggal S O A P

22 maret kaki masih KU CM, sedang HHS IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2018 lemas +, bediri (Hyperglycemic
TD : 100/70 N : 80 Ekstra novorapid 15iu/sc
+ Hyperosmolar
x/menit RR : 20 x/menit State) Selanjutnya Novorapid
S : 36,2 x/menit Trombositopenia
16-16-16 iu
ISK
Mata : CA -/- SI -/- Dyspepsia Besok cek GDP dan
syndrome
Thoraks : Rhonki -/- GD2JPP
whee -/- Omeprazole 1x1
Cor : S1S2 tunggal Injeksi Cefotaxim 3x1
regular gr/iv
Abd : supel, BU + Diet DM 1770 kkal
normal, nyeri tekan
epigastrium +

Ekstrimitas : akral
hangat, udem -/-/-/-
kekuatan motorik 5/5/4/4
GDP 188 mg/dL
23 maret Belum bisa KU CM, sedang HHS IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2018 jalan, masih (Hyperglycemic
TD : 100/80 N : Novorapid 16-16-16 iu
lemas Hyperosmolar
82x/menit RR : 22 State) Levemir 0-0-10 iu
x/menit S : 36 x/menit ISK
Injeksi mecobalamin
Dyspepsia
Mata : CA -/- SI -/- syndrome 500mg/12 jam
Paraparese
Thoraks : Rhonki -/- Besok cek GDP dan
inferior
whee -/- GD2JPP
Cor : S1S2 tunggal Omeprazole 1x1
regular Injeksi Cefotaxim 3x1
Abd : supel, BU + gr/iv
normal, nyeri tekan Diet DM 1770 kkal
epigastrium +

Ekstrimitas : akral
hangat, udem -/-/-/-
kekuatan motorik 5/5/4/4

GDP 291 mg/dL


GD2JPP 295mg/dL

24 maret Kedua kaki KU CM, sedang HHS IVFD NaCl 0,9%


2018 masih lemas (Hyperglycemic
TD : 110/80 N : 70 Novorapid 16-16-16 iu
Hyperosmolar
x/menit RR : 20 x/menit State) Levemir 0-0-10 iu
ISK
S : 36 x/menit Besok cek GDP dan
Dyspepsia
Mata : CA -/- SI -/- syndrome GD2JPP
Paraparese
Thoraks : Rhonki -/- Omeprazole 1x1
inferior
whee -/- Injeksi mecobalamin

Cor : S1S2 tunggal 500mg/12 jam


regular Aspar K 3x1 tab

Abd : supel, BU + Diet DM 1770 kkal


normal, nyeri tekan
epigastrium +
Ekstrimitas : akral
hangat, udem -/-/-/-
kekuatan motorik 5/5/4/4

GDP 120 mg/dL


GD2JPP 207mg/dL

25 maret Lemas KU CM, sedang HHS IVFD NaCl 0,9%


2018 berkurang, (Hyperglycemic
TD : 110/80 N : Novorapid 16-16-16 iu
nyeri tulang +, Hyperosmolar
84x/menit RR : 20 State) Levemir 0-0-10 iu
telapak kaki
ISK
kram2 x/menit S : 36,4 Besok cek GDP dan
Dyspepsia
Mata : CA -/- SI -/- syndrome GD2JPP
Paraparese
Thoraks : Rhonki -/- Omeprazole 1x1
inferior
whee -/- Injeksi mecobalamin

Cor : S1S2 tunggal 500mg/12 jam


regular Aspar K 3x1 tab

Abd : supel, BU + Diet DM 1770 kkal


normal, nyeri tekan
epigastrium +

Ekstrimitas : akral
hangat, udem -/-/-/-
kekuatan motorik 5/5/4/4

GDP 570 mg/dL


GD2JPP 489mg/dL
26 maret Berdiri sudah KU CM, sedang HHS membaik IVFD NaCl 0,9%
2018 bisa dan sudah (Hyperglycemic
TD : 120/70 N : Novorapid 16-16-16 iu
kuat, sesak Hyperosmolar
84x/menit RR : 20 State) Levemir 0-0-10 iu
napas +
ISK
x/menit S : 36,2 Besok cek GDP dan
Dyspepsia
Mata : CA -/- SI -/- syndrome GD2JPP
Paraparese
Thoraks : Rhonki -/- Omeprazole 1x1
inferior
whee -/- Injeksi mecobalamin

Cor : S1S2 tunggal 500mg/12 jam


regular Aspar K 3x1 tab

Abd : supel, BU + Diet DM 1770 kkal


normal, nyeri tekan
epigastrium +

Ekstrimitas : akral
hangat, udem -/-/-/-
kekuatan motorik 5/5/5/5

GDP 263 mg/dL


GD2JPP 443mg/dL

27 maret Demam - KU CM, sedang HHS membaik IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2018 sesak napas - (Hyperglycemic
TD : 110/70 N : Novorapid 14-14-14 iu
Hyperosmolar
78x/menit RR : 19 State) Levemir 0-0-10 iu
ISK
x/menit S : 36 Omeprazole 1x1 tab
Dyspepsia
Mata : CA -/- SI -/- syndrome Besok cek GDP dan
Paraparese
Thoraks : Rhonki -/- GD2JPP
inferior
whee -/- Cek elektrolit dan konsul

Cor : S1S2 tunggal fisioterapi


regular

Abd : supel, BU +
normal, nyeri tekan
epigastrium -

Ekstrimitas : akral
hangat, udem -/-/-/-
kekuatan motorik 5/5/5/5
GDP 414 mg/dL
Na 136mmol/L
K 3,3 mmol/L
Cl 100mmol/L

28 maret 2018 Tidak ada keluhan KU CM, sedang HHS membaik


ISK
TD : 110/80 N : 79x/menit RR : 20
Dyspepsia syndrome
x/menit S : 36,2 Paraparese inferior
Mata : CA -/- SI -/-

Thoraks : Rhonki -/- whee -/-

Cor : S1S2 tunggal regular

Abd : supel, BU + normal, nyeri


tekan epigastrium -

Ekstrimitas : akral hangat, udem -


/-/-/- kekuatan motorik 5/5/5/5

GDP 97 mg/dL

29 maret Tidak ada KU CM, sedang HHS membaik IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2018 keluhan (Hyperglycemic
TD : 110/80 N : Novorapid 12-12-12 iu
Hyperosmolar
78x/menit RR : 20 State) Levemir 0-0-12 iu
ISK
x/menit S : 36,4 Vitamin B12 3x1 tab
Dyspepsia
Mata : CA -/- SI -/- syndrome Obat lain stop
Paraparese
Thoraks : Rhonki -/- BLPL
inferior
whee -/-

Cor : S1S2 tunggal


regular

Abd : supel, BU +
normal, nyeri tekan
epigastrium -
Ekstrimitas : akral
hangat, udem -/-/-/-
kekuatan motorik 5/5/5/5

GDP 136 mg/dL


BAB II
TINJAUN PUSTAKA

LATAR BELAKANG

Bertambahnya penyakit yang terkait pada pasien lansia adalah ketidakmampuan


sistem kardiovaskuler mengatasi perpindahan volume cepat trombosis intraseluler serta
kejang setempat (diduga karena hiperkonsentrasi darah yang berlebihan dan kurangnya
aliran darah setempat). Diabetes Mellitus adalah kondisi hiperglikemi kronis yang
disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi
pada membran basalis dengan mikroskop electron.
Diabetes mellitus tipe 2 / non-insulin dependent merupakan 90% jenis diabetes
yang terjadi di dunia pada saat ini. Di Indonesia sendiri diabetes tipe 2 menyumbang
80% dari seluruh dibetes.
Diabetes yang tidak disadari dan tidak diobati dengan tepat atau diputus akan
memicu timbulnya penyakit berbahaya dan memicu terjadinya komplikasi. Komplikasi
yang di akibatkan kadar gula yang terus menerus tinggi dan merupakan penyulit dalam
perjalanan penyakit diabetes mellitus salah satunya adalah hiperglikemia. Angka
kematian HHNK 40-50%, lebih tinggi dari pada diabetik ketoasidosis. Karena pasien
HHNK kebanyakan usianya tua dan seringkali memiliki penyakit lain.
Ditemukan 85% pasien KHNK mengidap penyakit ginjal atau kardiovaskuler,
pernah juga ditemukan pada penyakit akromegali, tirotoksikosis, dan penyakit Chusing.
Pasien KHNK kebanyakan usianya tua dan seringkali mempunyai penyakit lain.
Sindrom koma hiperglikemik hiperosmolar non ketosis penting diketahui karena
kemiripannya dan perbedaannya dari ketoasidosis diabetik berat dan merupakan
diagnosa banding serta perbedaan dalam penatalaksanaan.
Pasien yang mengalami sindrom koma hipoglikemia hiperosmolar nonketosis akan
mengalami prognosis jelek. Komplikasi sangat sering terjadi dan angka kematian
mencapai 25- 50%.
DEFINISI
Hiperglikemia, hiperosmoler, koma non ketotik (HHNK) adalah komplikasi
metabolik akut diabetes, biasanya pada penderita diabetes mellitus (DM) tipe 2 yang
lebih tua. Pada kondisi ini, terjadi hiperglikemia berat (kadar glukosa serum > 600
mg/dL) yang tanpa disertai ketosis. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolalitas,
diuresis osmotik, dan dehidrasi berat. Psien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal
bila tidak segera ditanganin.

EPIDEMIOLOGI
1. Statistik Amerika Serikat
Tidak ada studi berbasis populasi dari HHS yang telah dilakukan. Menurut
National Hospital Discharge Survey AS yang didanai oleh Pusat Statistik Kesehatan
Nasional Amerika serikat, ada 10.800 kejadian tahunan untuk HNS di Amerika
Serikat 1989-1991. HHS mempengaruhi sekitar 1 dari 500 pasien dengan DM.
Insiden keseluruhan HHS kurang dari 1 kasus per 1000 orang-tahun, sehingga
secara signifikan kurang umum daripada DKA (Diabetes Ketoasidosis). Seperti
prevalensi DM tipe 2 yang meningkat, kejadian HHS kemungkinan akan meningkat
juga.
2. Demografi Sehubungan dengan Usia
HHS memiliki usia rata-rata onset awal dekade ketujuh kehidupan. Rata-rata
usia pasien dengan HHS adalah 60 tahun. Laporan kejadian kasus yang paling
sering dipublikasikan adalah usia 57-69 tahun. Sebaliknya, usia rata-rata onset
untuk Diabetes Ketoasidosis adalah awal dekade keempat kehidupan.. HHS juga
dapat terjadi pada orang yang lebih muda. Secara khusus, karena laju peningkatan
obesitas pada anak-anak, prevalensi DM tipe 2 juga meningkat pada kelompok usia
ini dan dapat menyebabkan peningkatan insiden HHS pada populasi ini.
Masyarakat yang hidup di panti jompo beresiko untuk HHS. Hal hal yang
mendasari adanya pencegahan hidrasi yang memadai, termasuk imobilitas, usia
lanjut, kelemahan, demensia, agitasi, dan aktivitas yang menurun, menempatkan
pasien pada risiko. Gangguan indera, seperti tuli dan kebutaan, dapat menyebabkan
isolasi sosial dan juga meningkatkan risiko HHS.
3. Demografi Sehubungan dengan Jenis Kelamin
Tidak ada predileksi seks dicatat dalam seri yang paling sering dipublikasikan
HHS. Namun, beberapa data menunjukkan bahwa prevalensi sedikit lebih tinggi
pada wanita dibandingkan pada laki-laki. Dalam Survei Discharge US National
Hospital (lihat di atas), 3700 orang adalah laki-laki dan 7100 adalah perempuan.
4. Demografi Sehubungan dengan Ras
Afrika Amerika, Hispanik, dan penduduk asli Amerika yang terpengaruh oleh
HHS sebagai konsekuensi dari peningkatan prevalensi DM tipe 2 .Dalam Survey
National Hospital Discharge AS dari 10.800 buangan rumah sakit daftar HHS di
Amerika Serikat antara tahun 1989 dan 1991, ada 6300 pasien putih dan 2.900
pasien Amerika-Afrika, sisa pembuangan orang-orang dari ras lain atau ras tidak
diketahui.

A. ETIOLOGI
Koma hiperosmolar hipoglikemik nonketotik dapat disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut :
1. Infeksi
a. Selulitis
b. Infeksi gigi
c. Pneumonia
d. Sepsis
e. Infeksi saluran kemih
2. Pengobatan
a. Obat kemoterapi
b. Glukokortikoid
c. Fenitoin
d. Diuretik tiazid
e. Propanolol
3. Noncompliance, maksudnya adalah ketidakpatuhan penderita Diabetes Melitus
terhadap penatalaksanaan yang dianjurkan, misalnya dalam hal mengkonsumsi
makanan, tidak patuh meminum obat, melewatkan jadwal penyuntikan, dan lain-
lain.
4. Diabetes Melitus tidak terdiagnosis.
5. Penyalahgunaan obat, seperti alkohol dan kokain.
6. Penyakit penyerta
a. Infark miokard akut
b. Tumor yang menghasilkan hormone adrenokortikotropin
c. Kejadian serebrovaskular
d. Sindrom cushing
e. Hipertermia
f. Hipotermia
g. Trombosis mesenterika
h. Pankreatitis
i. Emboli paru
j. Gagal ginjal
k. Luka bakar berat
l. Tirotoksitosis

B. PATOMEKANISME
Insulin memegang peranan yang sangat penting dalam membawa glukosa
kedalam sel. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta
di p u l a u - p u l a u l a n g e r h a n s d i p a n k r e a s . I n s u l i n y a n g d i k e l u a r k a n
o l e h s e l b e t a di ibaratkan sebuah anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya
glukosa kedalam sel, kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolisme menjadi energi
atau t e n a g a . B i l a i n s u l i n t i d a k a d a , m a k a g l u k o s a t i d a k d a p a t
m a s u k s e l s e h i n g g a glukosa akan tetap berada dalam pembuluh darah
yang artinya kadarnya dalam darah meningkat (hiperglikemik)
Mekanisme timbulnya penyakit kencing manis atau diabetes mellitus adalah
sebagai berikut. Pada kondisi normal, glukosa dalam tubuh yang berasal dari makanan,
diserap ke dalam aliran darah dan bergerak ke sel-sel di dalam tubuh. Glukosa tersebut
kemudian dimanfaatkan sebagai sumber energi. Pengubahan glukosa dalam darah
menjadi energi dilakukan oleh hormon insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas.
Hormon insulin juga berfungsi untuk mengatur kadar glukosa dalam darah. Secara
normal, glukosa akan masuk ke sel-sel dan kelebihannya dibersihkan dari darah dalam
waktu 2 jam . Namun apabila insulin yang tersedia jumlahnya terbatas dan atau tidak
bekerja dengan normal,maka sel-sel di dalam tubuh tidak terbuka dan glukosa akan
terkumpul dalam darah. Kadar glukosa darah di atas 10 mmol per liter merupakan
kondisi di atas ambang serap ginjal. Apabila kadar glukosa dalam darah berlebihan,
maka sebagian glukosa kemudian dibuang bersama urin. Peristiwa terbuangnya glukosa
bersama-sama urin tersebut dikenal dengan istilah kencing manis.
Mekanisme hampir serupa dengan KAD. Pada mulanya sel β pankreas gagal
atau terhambat oleh beberapa keadaan stres yang menyebabkan sekresi insulin mejadi
tidak adekuat. Pada keadaan stres terjadi peningkatan hormon glukagon sehingga
pembentukan glukosa meningkat dan menghambat pemakaian glukosa perifer,
akhirnya akan timbul hiperglikemia. Selanjutnya terjadi diuresis osmotik yang
menyebabkan cairan dan elektrolit tubuh berkurang, perfusi ginjal menurun, dan
sebagai akibatnya sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar
hiperglikemik.
Sampai saat ini para ahli belum dapat menetapkan, mengapa pada pasien
hiperosmolar tidak terjadi ketossis atau ketoasidosis. Beberapa hipotesis diajukan tetapi
rupanya patogenesis yang diajukan Gerich mendapat perhatian dan pandangan lebih
tepat.
Beberapa hipotesis mengenai KHNK sebagai berikut :

1. Pada pasien HHNK diduga kadar insulin masih cukup untuk mencegah ketosis
tetapi tak dapat mempertahankan homeostasis glukosa. Hipotesis ini ternyata tidak
benar, karena diketahui bahwa kadar insulin pada keadaan hiperosmolar dan
ketoasidosis diabetik sama. William menduga kadar insulin vena porta cukup
banyak atau sel-sel lemak yang sensitif terhadap insulin.
2. Peran hiperosmolar dan dehidrasi. Pada binatang percobaan, dengan mengurangi
cairan ternyata intoleransi glukosa akan diikuti pengurangan pelepasan asam lemak
bebas, sehigga diduga dehidrasi mempunyai sifat antiketogenik (mencegah
lipolisis)
Peran penurunan hormon lipolitik, seperti hormon pertumbuhan, kortison,
glukagon, katekolamin (hormon stres) kadar hormon lipolitik yang berkurang ini
memang telah dibuktikan pada koma hiperosmolar, sehingga kadar asam lemak bebas
lebih sedikit atau mempunyai kadar sama dengan pada ketoasisdosis diabetik. Shunt
mengajukan hipotesis bahwa prostalglandin E2 (PGE2) mempunyai sifat anti lipolisis
yang lebih kuat dibandingkan insulin sehingga bila PGE2 meninggi tentu dapat
mencegah ketosis, tetapi hal ini belum terbukti.
PATOFISIOLOGI

Sindrome Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik mengambarkan


kekurangan hormon insulin dan kelebihan hormon glukagon. Penurunan insulin
menyebabkan hambatan pergerakan glukosa ke dalam sel, sehingga terjadi akumulasi
glukosa di plasma. Peningkatan hormon glukagon menyebabkan glikogenolisis yang
dapat meningkatkan kadar glukosa plasma. Peningkatan kadar glukosa mengakibatkan
hiperosmolar. Kondisi hiperosmolar serum akan menarik cairan intraseluler ke dalam
intra vaskular, yang dapat menurunkan volume cairan intraselluler. Bila klien tidak
merasakan sensasi haus akan menyebabkan kekurangan cairan.
Tingginya kadar glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga
timbul glikosuria yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan
(poliuria). Dampak dari poliuria akan menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan
diikuti hilangnya potasium,sodium dan phospat.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen
sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat
menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg%
sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan
mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang
menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urin yang disebut glukosuria.
Faktor yang memulai timbulnya koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik
(HHNK) adalah diuresis glukosuria. Glukosuria mengakibatkan kegagalan pada
kemampuan ginjal dalam mengkonsentrasikan urin, yang akan semakin memperberat
derajat kehilangan air. Pada keadaan normal, ginjal berfungsi mengeliminasi glukosa
diatas ambang batas tertentu. Namun demikian, penurunan volume intravaskular atau
penyakit ginjal yang telah ada sebelumnya akan menurunkan laju filtrasi glomerular,
menyebabkan konsentrasi glukosa meningkat. Hilangnya air yang lebih banyak
dibandingkan natrium menyebabkan keadaan hiperosmolar. Insulin yang ada tidak
cukup untuk menurunkan konsentrasi glukosa darah, terutama jika terdapat resistensi
insulin.
Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang
disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intraselluler, hal ini akan
merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga
pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal menurun mengakibatkan
sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar hiperglikemik.
Kemudian produksi insulin yang kurang pun akan menyebabkan menurunnya
transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan
karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan
pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan
banyak makan yang disebut poliphagia. Kegagalan tubuh mengembalikan ke situasi
homestasis akan mengakibatkan hiperglikemia, hiperosmolar, diuresis osmotik
berlebihan dan dehidrasi berat. Disfungsi sistem saraf pusat karena ganguan transport
oksigen ke otak dan cenderung menjadi koma. Hemokonsentrasi akan meningkatkan
viskositas darah dimana dapat mengakibatkan pembentukan bekuan darah,
tromboemboli, infark cerebral, jantung.
Adanya keadaan hiperglikemia dan hiperosmolar ini jika kehilangan cairan
tidak dikompensasi dengan masukan cairan oral maka akan timbul dehidrasi dan
kemudian hipovolemia. Hipovolemia akan mengakibatkan hipotensi dan nantinya akan
menyebabkan gangguan pada perfusi jaringan. Keadaan koma merupakan stadium
terakhir dari proses hiperglikemik ini, dimana telah timbul gangguan elektrolit berat
dalam kaitannya dengan hipotensi.

C. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Pasien dengan HHNK, umumnya berusia lanjut, belum diketahui mempunyai
DM, dan pasien DM tipe 2 yang mendapat pengaturan diet dan atau obat hipoglikemi
oral. Seringkali dijumpai penggunaan obat yang semakin memperberat masalah,
misalnya diuretic.
Keluhan pasien HHNK ialah : rasa lemah, gangguan penglihatan, atau kaki
kejang. Dapat pula ditemukan keluhan mual dan muntah, namun lebih jarang jika
dibandingkan dengan KAD. Kadang, pasien dating dengan disertai keluhan saraf
seperti letargi, disorientasi, hemiparesis, kejang atau koma.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tamda dehidrasi berat seperti turgor
yang buruk, mukosa pipi yang kering, mata cekung, perabaan ekstremitas yang dingin
dan denyut nadi yang cepat dan lemah. Dapat pula ditemukan peningkatan suhu tubuh
yang tak terlalu tinggi. Akibat gastroparesis dapat pula dijumpai distensi abdomen,
yang membaik setelah rehidrasi adekuat.
Perubahan pada status mental dapat bekisar dari disorientasi sampai koma.
Derajat gangguan neurologis yang timbul berhubungan secara langsung dengan
osmolaritas efektif serum. Koma terjadi saat osmolaritas serum mencapai lebih dari 350
mOsm per kg (350 mmol per kg). Kejang ditemukan pada 25% pasien, dan dapat berupa
kejang umum, local, maupun, mioklonik. Dapat juga terjadi hemiparesis yang bersifat
reversible dengan koreksi deficit cairan.
Temuan laboratorium awal pada pasien dengan HHNK adalah konsentrasi
glukosa darah yang sangat tinggi (> 600 mg per dL) dan osmolaritas serum yang tinggi
(> 320 mOsm per kg air [normal = 290 ± 5]), dengan pH lebih besar dari 7,30 dan
disertai ketonemia ringan atau tidak. Separuh pasien akan menunjukkan asidosis
metabolik dengan anion gap yang ringan (10 – 12). Jika anion gap nya berat (>12),
harus dipikirkan diagnosis diferensial asidosis laktat atau penyebab lain. Muntah dan
penggunaan diuretik tiazid dapat menyebabkan alkalosis metabolik yang dapat
menutupi tingkat keparahan asidosis. Konsentrasi kalium dapat meningkat atau normal.
Konsentrasi kreatinin, blood urea nitrogen (BUN), dan hematokrit hampir selalu
meningkat. HHNK menyebabkan tubuh banyak kehilangan berbagai macam elektrolit.
Kehilangan Elektrolit pada HHNK
Elektrolit Hilang
Natrium 7 – 13 mEq per kg
Klorida 3 – 7 mEq per kg
Kalium 5 – 15 mEq per kg
Fosfat 70 – 140 mEq per kg
Kalsium 50 – 100 mEq per kg
Magnesium 50 – 100 mEq per kg
Air 100 – 200 mEq per kg

D. PENATALAKSANAAN
1. Prinsip Penatalaksanaan
Angka kematian pada koma hiperosmolar tinggi (>50%). Akibatnya terapi
segera sangat mendesak. Tindakan yang paling penting adalah pemberian cairan
intravena dalam jumlah besar untuk memulihkan sirkulasi dan aliran urin. Deficit
cairan rata-rata adalah 10 sampai 11 liter. Sementara air tawar akan sangat
diperlukan, terapi awal harus berupa larutan garam isotonik, 2 sampai 3 liter harus
diberikan dalam 1 sampai 2 jam pertama. Kemudian salin separuh kekuatan dapat
digunakan. Begitu kadar glukosa mencapai normal, dapat diberikan dekstrose 5
persen sebagai pembawa air tawar. Jika komahiperosmolar dapat dipulihkan dengan
cairan saja, insulin harus diberikan untuk mengendalikan hiperglikemia lebih cepat.
Banyak penulis menganjurkan dosis kecil insulin tetapi mungkin diperlukan jumlah
yang lebih besar terutama pada pasien obes. Garam kalium biasanya diperlukan
lebih awal dalam terapi koma hiperosmolar disbanding pada ketoasidosis karena
pergeseran K+ plasma intraseluler selama peningkatan terapi tanpa asidosis. Jika
terdapat asidosis laktat, natrium bikarbonat harus diberikan sampai perfusi jaringan
dapat dipulihkan. Antibiotika diperlukan jika infeksi merupakan penyakit.
Penatalaksanaan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (HHNK)
meliputi lima pendekatan
a. Rehidrasi intravena
b. Penggantian elektrolit
c. Pemberian insulin intravena
d. Diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan penyakit penyerta
e. Pencegahan
2. Penatalaksanaan Medikamentosa
a. Cairan
Langkah pertama dan terpenting dalam penatalaksaan HHNK adalah
penggantian cairan yang agresif, dimana sebaiknya dimulai dengan
mempertimbangkan perkiraan defisit cairan (biasanya 100 sampai 200 mL per
kg, atau total rata-rata 9 L). Penggunaan larutan isotonik akan dapat
menyebabkan overload cairan dan cairan hipotonik mungkin dapat
mengkoreksi defisit cairan terlalu cepat dan potensial menyebabkan kematian
dan lisis mielin difus. Sehingga pada awalnya sebaiknya diberikan 1L normal
saline per jam. Jika pasiennya mengalami syok hipovolemik, mungkin
dibutuhkan plasma expanders. Jika pasien dalam keadaan syok kardiogenik,
maka diperlukan monitor hemodinamik.
Pada awal terapi, konsentrasi glukosa darah akan menurun, bahkan
sebelum insulin diberikan, dan hal ini dapat menjadi indikator yang baik akan
cukupnya terapi cairan yang diberikan. Jika konsentrasi glukosa darah tidak bisa
diturunkan sebesar 75-100 mg per dL per jam, hal ini biasanya menunjukkan
penggantian cairan yang kurang atau gangguan ginjal.

b. Elektrolit
Kehilangan kalium tubuh total seringkali tidak diketahui pasti, karena
konsentrasi kalium dalam tubuh dapat normal atau tinggi. Konsentrasi kalium
yang sebenarnya akan terlihat ketika diberikan insulin, karena ini akan
mengakibatkan kalium serum masuk ke dalam sel. Konsentrasi elektrolit harus
dipantau terus-menerus dan irama jantung pasien juga harus dimonitor .
Jika konsentrasi kalium awal <3,3 mEq per L (3,3 mmol per L),
pemberian insulin ditunda dan diberikan kalium (2/3 kalium klorida dan 1/3
kalium fosfat sampai tercapai konsentrasi kalium setidaknya 3,3 mEq per L).
Jika konsentrasi kalium lebih besar dari 5,0 mEq per L (5,0 mmol per L),
konsentrasi kalium harus diturunkan sampai dibawah 5,0 mEq per L, namun
sebaiknya konsentrasi kalium ini perlu dimonitor tiap dua jam. Jika konsentrasi
awal kalium antara 3,3-5,0 mEq per L , maka 20-30 mEq kalium harus diberikan
dalam tiap liter cairan intravena yang diberikan (2/3 kalium klorida dan 1/3
kalium fosfat) untuk mempertahankan konsentrasi kalium antara 4,0 mEq per L
(4,0 mmol per L) dan 5,0 mEq per L.
c. Insulin
Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunya pamberian
cairan yang adekuat terlebih dahulu. Jika insulin diberikan sebelum pemberian
cairan, maka cairan akan berpindah ke intrasel dan berpotensi menyebabkan
perburukan hipotensi, kolaps vaskular, atau kematian. Insulin sebaiknya
diberikan dengan bolus awal 0,15U/kgBB secara intravena, dan diikuti dengan
drip 0,1U/kgBB per jam sampai konsentrasi glukosa darah turun antara 250 mg
per dL (13,9 mmol per L) sampai 300 mg per Dl. Jika konsentrasi glukosa dalam
darah tidak turun 50-70 mg/dL per jam, dosis yang diberikan dapat
ditingkatkan. Ketika konsentrasi glukosa darah sudah mencapai dibawah 300
mg/dL, sebaiknya diberikan dekstrosa secara intravena dan dosis insulin
dititrasi secara sliding scale sampai pulihnya kesadaran dan keadaan
hyperosmolar.
3. Penatalaksanaan Non Medikamentosa
Pasien Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (KHHNK) biasanya
datang dengan keadaan penurunan kesadaran dan dalam keadaan gawat darurat,
oleh karena itu pemberian obat secara non farmakologi akan kurang tepat karena
memberikan efek yang cukup lama. Penatalaksaan yang tepat bagi pasien
(KHHNK) yaitu secara medikamentosa. Selain itu dapat juga dengan dilakukan
pencegahan penyakit Diabetes Melitus yang biasanya merupakan penyebab awal
KHHNK, meliputi :
a. Terapi gizi
Prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan
pada status gizi diabetesi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan
individual.
b. Latihan jasmani
Latihan jasmani pada diabetesi akan menimbulkan perubahan
metabolik, yang dipengaruhi selain oleh lama, berat latihan, dan tingkat
kebugaran, juga oleh kada insulin plasma, kadar glukosa darah, kadar benda
keton dan imbangan cairan tubuh
4. Identifikasi dan Mengatasi Faktor Penyebab
Walaupun tidak direkomendasikan untuk memberikan antibiotik kepada semua
pasien yang dicurigai mengalami infeksi, namun terapi antibiotik dianjurkan sambil
menunggu kultur pada pasien usia lanjut dan pada pasien hipotensi. Berdasarkan
penelitian terkini, peningkatan konsentrasi C-reactive protein dan interleukin-6
merupakan indikator awal sepsis pada pasien dengan HHNK.
5. Pencegahan
Hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan adalah perlunya penyuluhan
mengenai pentingnya pemantauan konsentrasi glukosa darah dan compliance yang
tinggi terhadap pengobatan yang diberikan. Hal lain yang juga perlu diperhatikan
adalah adanya akses terhadap persediaan air. Jika pasien tinggal sendiri, teman atau
anggota keluarga terdekat sebaiknya secara rutin menengok pasien untuk
memperhatikan adanya perubahan status mental dan kemudian menghubungi
dokter jika hal tersebut ditemui.
Pada tempat perawatan, petugas yang terlibat dalam perawatan harus diberikan
edukasi yang memadai mengenai tanda dan gejala HHNK dan juga edukasi
mengenai pentingnya asupan cairan yang memadai dan pemantauan yang ketat.
Kemudian diet yang baik merupakan salah satu pencegahan dari HHNK. Diet
yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut

a. Karbohidrat : 60-70%
b. Protein : 10-15%
c. Lemak : 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan
kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan
berat badan ideal. Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi
resistensim insulin dan memperbaiki respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa.
Dalam salah satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat
mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu parameter
status DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan 3-4
bulan tambahan waktu harapan hidup. Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan
makanan juga sebaiknya diperhatikan. Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun
jangan melebihi 300 mg per hari. Sumber lemak diupayakan yang berasal dari
bahan nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan
asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam
(terutama daging dada), tahu dan tempe, karena tidak banyak mengandung lemak.
Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling tidak 25
g per hari. Disamping akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan
berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa
lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa risiko masukan kalori yang
berlebih. Disamping itu makanan sumber serat seperti sayur dan buah-buahan segar
umumnya kaya akan vitamin dan mineral (American Diabetes Association, 2004).

Selain diet, dengan berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga
kadar gula darah tetap normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat dimintakan
nasihatnya untuk mengatur jenis dan porsi olah raga yang sesuai untuk penderita
diabetes. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan
secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan (American Diabetes
Association, 2004).

Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical,


Interval, Progressive, Endurance Training). Sedapat mungkin mencapai zona
sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur),disesuaikan dengan
kemampuan dan kondisi penderita. Beberapa contoh olahraga yang disarankan,
antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang,dan lain sebagainya. Olahraga
aerobik ini paling tidak dilakukan selama total30-40 menit per hari didahului
dengan pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan antara 5-10 menit. Olah
raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin
dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa (American Diabetes
Association, 2004).

PROGNOSIS
Keadaan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (HHNK) merupakan
salah satu komplikasi akut atau emergensi Diabetes Melitus (DM). Kedaruratan ini pun
masih merupakan penyebab tingginya morbiditas dan mortalitas dari pasien penderita
Diabetes Melitus (DM). Angka kejadian Keadaan Hiperosmolar Hiperglikemik masih
sulit diperkirakan karena belum ada studi populasi tentang keadaan ini, namun
diperkirakan kurang dari 1% dari semua penderita diabetes yang dirawat di Rumah
Sakit. Koma hanya ditemukan kurang dari 10% kasus. Prognosis dari kasus ini biasanya
buruk, meskipun sebenarnya kematian dari pasien bukan disebabkan oleh sindrom
hiperosmolar itu sendiri melainkan oleh karena penyakit yang mendasarinya atau
menyertainya. Angka kematiannya berkisar antara 30 – 50 % yang merupakan angka
kematian yang tinggi hal ini disebabkan karena serinya terjadi kegawatan ini pada usia
lanjut dan berhubungan dengan penyakit penyakit kardiovaskular atau penyakit yang
mendasari lainnya, infeksi, dehidrasi, dan osmoralitas darah yang sangat tinggi. Namun
demikian angka kematian pada negara maju dapat ditekan menjadi sekitar 12 %
BAB III

PEMBAHASAN

Pasien laki-laki usia 53 tahun mengeluh lemas di seluruh badan terutama kedua kaki dan
pasien juga tidak bisa berjalan. Pasien sudah merasakan gejala polidispsi, poliuri, polifagi,
berat badan menurun dan kram-kram pada kaki sejak 1 tahun yang lalu. Riwayat keluarga juga
ada yaitu ibu kandung dan kakak kandung pasien mengalami hal yang sama yaitu kram-kram
pada kedua kaki dan sering BAK. Riwayat darah tinggi pada keluarga juga ada yaitu kakak
kandung pasien.
Dari data tersebut, dapat diperoleh bahwa pasien memiliki factor resiko untuk terkena
HONK yaitu Usia lansia, riwayat keluhan penyakit diabetes mellitus yang sudah lama diderita
nya yaitu sudah 1 tahun Berdasaran onsetnya penyakit tersebut merupakan diabetes mellitus
tipe II yang mana lebih sering menyebabkan HONK. Dari sumber American Diabetic
Association, menyebutkan bahwa kebanyakan komplikasi HHS/HONK terjadi pada penderita
diabetes tipe II / non-insulin dependent.

Pada pasien tersebut tidak memiliki riwayat penyakit infeksi kronis maupun infeksi
akut yang sedang dialami, sehingga kemungkinan untuk terjadi infeksi sedikit kecil. Keluhan
nyeri kepala, kram-kram pada kaki dan sulit bahkan sama tidak bias berjalan yang terjadi pada
pasien serupa dengan manifestasi klinis yang terjadi pada HHS/HONK. Defisiensi insulin
menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menurun, sehingga kadar gula dalam plasma tinggi
(hiperglikemia). Bila hiperglikemia ini parah dan melebihi ambang ginjal maka akan timbul
glukosauria yang akan menyebabkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluran kemih
(poliuri) yang mengakibatkan terjadinya perangsangan pusat haus di hipotalamus dan
menimbulkan rasa haus (polidipsi). Glukosa dalam tubuh akan diubah menjadi glikogen
dengan bantuan insulin dan disimpan dalam hati sebagai cadangan energi. Pada penderita DM
insulin yang dihasilkan pankreas tidak dapat bekerja atau insulin dapat bekerja tetapi kerjanya
lambat sehingga tidak ada intake glukosa yang masuk dan menimbulkan pasien sering merasa
lapar.

Hiperglikemia yang berkepanjangan mengakibatkan terjadinya peningkatan aktivitas


jalur poliol, sintesis advance glycosilation end product (AGEs), pembentukan radikal bebas
dan aktivitas protein kinase C (PKC). Aktivasi berbagai jalur tersebut menimbulkan
vasodilatasi, sehingga aliran darah ke saraf menurun (kesemutan/neuropati diabetik).
Neuropati diabetik berhubungan sangat kuat dengn lama dan beratnya diabetes melitus.
Terapi

Pada pasien ini telah diberikan ke lima poin penting untuk terapi yaitu, rehidrasi
intravena agresif, koreksi elektrolit, pemberian insulin intravena, pelacakan penyebab
presipitasi dan pencegahan.

Pasien diberikan terapi saat tiba di IGD sbb.,

 IVFD NaCl 0,9% loading 2 liter  cek GDS ulang


 IVFD NaCl 3% 10 tpm
 Novorapid 20 iu/ sc
 Inj. Cefotaxim 3x1/iv
 Aspar K 3x1 tab

Pada awal terapi, konsentrasi glukosa darah akan menurun, bahkan sebelum insulin
diberikan, dan hal ini dapat menjadi indikator yang baik akan cukupnya terapi cairan yang
diberikan. Jika konsentrasi glukosa darah tidak bisa diturunkan sebesar 75-100 mg per dL per
jam, hal ini biasanya menunjukkan penggantian cairan yang kurang atau gangguan ginjal.
Konsentrasi kalium yang sebenarnya akan terlihat ketika diberikan insulin, karena ini akan
mengakibatkan kalium serum masuk ke dalam sel. Konsentrasi elektrolit harus dipantau terus-
menerus dan irama jantung pasien juga harus dimonitor .
Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunya pamberian cairan yang adekuat
terlebih dahulu. Jika insulin diberikan sebelum pemberian cairan, maka cairan akan berpindah
ke intrasel dan berpotensi menyebabkan perburukan hipotensi, kolaps vaskular, atau kematian.
Pasien juga perlu pengobatan non farmakologis yaitu diet DM dan olahraga.
BAB V

KESIMPULAN

A. Koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik ialah suatu sindrom yang ditandai
hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ditandai adanya ketosis,
disertai menurunnya kesadaran.
B. Faktor yang mempengaruhi koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik diantara
adalah infeksi, diabetes mellitus yang tidak terdiagnosis dan penyalahgunaan obat
C. Faktor yang memulai timbulnya koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik
(HHNK) adalah diuresis glukosuria. Glukosuria mengakibatkan kegagalan pada
kemampuan ginjal dalam mengkonsentrasikan urin, yang akan semakin memperberat
derajat kehilangan air
D. Penegakan diagnosis selain dari keluhan pasien, pemeriksaan fisik, juga dengan hasil
laboratorium yang menunjukkan konsentrasi glukosa darah yang sangat tinggi,
osmolaritas serum yang tinggi dan juga pH lebih besar dari 7.30 dan disertai ketonemia
ringan atau tidak.
E. Penatalaksanaan medikamentosa dengan cara rehidasi intravena agresif, penggantian
elektrolit dan pemberian insulin intravena sedangkan penatalaksanaan non
medikamentosanya tidak bisa dilakukan hal ini disebabkan karena pasien tidak
koperatif
DAFTAR PUSTAKA

1) American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes.

Diabetes Care. 2004;27(Suppl 1):S15-S35.

2) Foster, Daniel W. 2000. Diabetes Mellitus. Dalam : Harrison prinsip-prinsip ilmu


penyakit dalam edisi 13/ editor edisi bahasa inggris, Kurt J. Isselbacher et al; editor
bahasa Indonesia, Ahmad H. Asdie. Jakarta: EGC.
3) Hemphill, Robert R. 2012. Hyperosmolar Hyperglicemic State. Available at
:http://emedicine.medscape.com/article/1914705-overview#a0156
4) Kurnia. 2010. Mekanisme Terjadinya Diabetes. Available at :
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health/2094446-
mekanisme-terjadinya-diabetes/#ixzz1PmiprcMK
5) Mansjoer, Arif, Triyanti, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3. Jakarta : Media
Aesculapuis.
6) Price, Sylvia A., Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
7) Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica
Ester, Yasmin asih. Jakarta : EGC.
8) Soegondo S. Obesitas. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, dkk (Eds). Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI;
2007; 4;3:1919-25.
9) Soewondo, Pradana. 2009. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik. Dalam :
Aru W. Sudoyo et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta : Interna
Publishing.
10) Stoner, Hyperglycemic hyperosmolar state, American Academy of Family Physician,
http://www.aafo.org/afp/20050501/1723.html
11) Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. 2006. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : FKUI
12) WHO. Diabetes Mellitus, WHO Geneva, Available at :
Http//www.who.int.inf.fs/en/fact 138.html
13) Yunir, Em, Soebardi, dan Suharko. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3.
Jakarta : Interna Publishing.

Anda mungkin juga menyukai