LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
- Nama : Tn Bernat Mone
- Jenis kel : Laki-laki
- Umur : 53 tahun
- Alamat : Camplong II
- Tgl Masuk RS : 18 Maret 2018
- No RM : 052099
C. Pemeriksaan Fisik
Kesan Umum : Baik
Nadi : 80 x/menit
Pernafasan : 23 x/menit
Pemeriksaan kulit : Turgor dan elastisitas dalam batas normal, kelainan kulit (-), sianosis
(-)
Pemeriksaan kepala
Pemeriksaan mata
Pulmo :
Inspeksi simetris, retraksi dada (+), ketinggalan gerak (-)
Palpasi simetris (+), ketinggalan gerak (-), vocal vremitus kanan=kiri
Perkusi sonor / sonor
Auskultasi SD : vesikuler +/+ ST : ronki (-) wheezing (-)
Cor :
Inspeksi iktus kordis tidak terlihat
Palpasi iktus kordis teraba di ICS 5 sinistra
Auskultasi S1S2 tunggal regular, murmur -, gallop -
Abdomen :
Inspeksi : lebih tinggi dari dada, tak tampak pembesaran organ ataupun massa
Auskultasi : BU (+) normal
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : supel (+), turgor kulit dbn, pembesaran organ (-),asites (-)
Ekstrimitas : akral hangat, udem -/-/-/- kekuatan motorik 4/4/3/3
Urin rutin
Makroskopis
Warna : kuning
Kekeruhan : jernih
Kimia :
Glukosa : +4
Protein :±
Bilirubin : (-)
Urobilinogen : normal
PH : 6,5
BJ : > 1,005
Blood : +-
Keton :-
Leukosit : 500
Nitrit : (-)
Sedimen
Epithel squamosa : 1-3
Leukosisit : 2-4
Eritrosit : 1-2
Silinder : (-)
Kristal : (-)
Bakteri : (-)
Elektrolit
Natrium :120 mmol/L
Kalium : 2,9 mmol/L
Cloridal : 44 mmol/L
Diagnosis :
General Weakness ec Hipokalemia DD DM Tipe 2 (HONK)
Planing Terapi :
Loading NaCl 0,9% 4 kolf/ 2liter cek ulang GDS (640)
IVFD NaCl 3% 10 tpm
Novorapid 20 IU
Diet DM
Cek ulang GDS jam 15.00
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
19 maret Lemas seluruh KU CM, sakit sedang HHS IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2018 badan (Hyperglycemic
TD : 110/70 N : 80 Inj. Cefotaxim 3x1 gr/iv
terutama pada Hyperosmolar
x/menit State) Aspar K 3x1 tab
kedua kaki,
sulit berjalan RR : 23 x/menit S : 36,6 Cek GDS dan Elektrolit
Trombositopenia
+, nafsu x/menit jam 15.00
makan baik.
Mata : CA -/- SI -/-
BAB normal
Thoraks : Rhonki -/- Lapor hasil GD;
whee -/- S dan elktrolit 15.00
GDS 560mg/dl
Cor : S1S2 tunggal
regular Na 136mmol/L
K 3,3 mmol/L
Abd : supel, BU + normal
Cl 93mmol/L
Ekstrimitas : akral
Advise dr. Umi :
hangat, udem -/-/-/-
Ekstra Novorapid 25 IU sc
kekuatan motorik 4/4/3/3
Cek ulang GDS jam 20.00
Tanggal S O A P
Ekstrimitas : akral
hangat, udem -/-/-/-
kekuatan motorik 4/4/3/3
GDP 245 mg/dL
Tanggal S O A P
Ekstrimitas : akral
hangat, udem -/-/-/-
kekuatan motorik 5/5/4/4
GDP 419 mg/dL
Tanggal S O A P
22 maret kaki masih KU CM, sedang HHS IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2018 lemas +, bediri (Hyperglycemic
TD : 100/70 N : 80 Ekstra novorapid 15iu/sc
+ Hyperosmolar
x/menit RR : 20 x/menit State) Selanjutnya Novorapid
S : 36,2 x/menit Trombositopenia
16-16-16 iu
ISK
Mata : CA -/- SI -/- Dyspepsia Besok cek GDP dan
syndrome
Thoraks : Rhonki -/- GD2JPP
whee -/- Omeprazole 1x1
Cor : S1S2 tunggal Injeksi Cefotaxim 3x1
regular gr/iv
Abd : supel, BU + Diet DM 1770 kkal
normal, nyeri tekan
epigastrium +
Ekstrimitas : akral
hangat, udem -/-/-/-
kekuatan motorik 5/5/4/4
GDP 188 mg/dL
23 maret Belum bisa KU CM, sedang HHS IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2018 jalan, masih (Hyperglycemic
TD : 100/80 N : Novorapid 16-16-16 iu
lemas Hyperosmolar
82x/menit RR : 22 State) Levemir 0-0-10 iu
x/menit S : 36 x/menit ISK
Injeksi mecobalamin
Dyspepsia
Mata : CA -/- SI -/- syndrome 500mg/12 jam
Paraparese
Thoraks : Rhonki -/- Besok cek GDP dan
inferior
whee -/- GD2JPP
Cor : S1S2 tunggal Omeprazole 1x1
regular Injeksi Cefotaxim 3x1
Abd : supel, BU + gr/iv
normal, nyeri tekan Diet DM 1770 kkal
epigastrium +
Ekstrimitas : akral
hangat, udem -/-/-/-
kekuatan motorik 5/5/4/4
Ekstrimitas : akral
hangat, udem -/-/-/-
kekuatan motorik 5/5/4/4
Ekstrimitas : akral
hangat, udem -/-/-/-
kekuatan motorik 5/5/5/5
27 maret Demam - KU CM, sedang HHS membaik IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2018 sesak napas - (Hyperglycemic
TD : 110/70 N : Novorapid 14-14-14 iu
Hyperosmolar
78x/menit RR : 19 State) Levemir 0-0-10 iu
ISK
x/menit S : 36 Omeprazole 1x1 tab
Dyspepsia
Mata : CA -/- SI -/- syndrome Besok cek GDP dan
Paraparese
Thoraks : Rhonki -/- GD2JPP
inferior
whee -/- Cek elektrolit dan konsul
Abd : supel, BU +
normal, nyeri tekan
epigastrium -
Ekstrimitas : akral
hangat, udem -/-/-/-
kekuatan motorik 5/5/5/5
GDP 414 mg/dL
Na 136mmol/L
K 3,3 mmol/L
Cl 100mmol/L
GDP 97 mg/dL
29 maret Tidak ada KU CM, sedang HHS membaik IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2018 keluhan (Hyperglycemic
TD : 110/80 N : Novorapid 12-12-12 iu
Hyperosmolar
78x/menit RR : 20 State) Levemir 0-0-12 iu
ISK
x/menit S : 36,4 Vitamin B12 3x1 tab
Dyspepsia
Mata : CA -/- SI -/- syndrome Obat lain stop
Paraparese
Thoraks : Rhonki -/- BLPL
inferior
whee -/-
Abd : supel, BU +
normal, nyeri tekan
epigastrium -
Ekstrimitas : akral
hangat, udem -/-/-/-
kekuatan motorik 5/5/5/5
LATAR BELAKANG
EPIDEMIOLOGI
1. Statistik Amerika Serikat
Tidak ada studi berbasis populasi dari HHS yang telah dilakukan. Menurut
National Hospital Discharge Survey AS yang didanai oleh Pusat Statistik Kesehatan
Nasional Amerika serikat, ada 10.800 kejadian tahunan untuk HNS di Amerika
Serikat 1989-1991. HHS mempengaruhi sekitar 1 dari 500 pasien dengan DM.
Insiden keseluruhan HHS kurang dari 1 kasus per 1000 orang-tahun, sehingga
secara signifikan kurang umum daripada DKA (Diabetes Ketoasidosis). Seperti
prevalensi DM tipe 2 yang meningkat, kejadian HHS kemungkinan akan meningkat
juga.
2. Demografi Sehubungan dengan Usia
HHS memiliki usia rata-rata onset awal dekade ketujuh kehidupan. Rata-rata
usia pasien dengan HHS adalah 60 tahun. Laporan kejadian kasus yang paling
sering dipublikasikan adalah usia 57-69 tahun. Sebaliknya, usia rata-rata onset
untuk Diabetes Ketoasidosis adalah awal dekade keempat kehidupan.. HHS juga
dapat terjadi pada orang yang lebih muda. Secara khusus, karena laju peningkatan
obesitas pada anak-anak, prevalensi DM tipe 2 juga meningkat pada kelompok usia
ini dan dapat menyebabkan peningkatan insiden HHS pada populasi ini.
Masyarakat yang hidup di panti jompo beresiko untuk HHS. Hal hal yang
mendasari adanya pencegahan hidrasi yang memadai, termasuk imobilitas, usia
lanjut, kelemahan, demensia, agitasi, dan aktivitas yang menurun, menempatkan
pasien pada risiko. Gangguan indera, seperti tuli dan kebutaan, dapat menyebabkan
isolasi sosial dan juga meningkatkan risiko HHS.
3. Demografi Sehubungan dengan Jenis Kelamin
Tidak ada predileksi seks dicatat dalam seri yang paling sering dipublikasikan
HHS. Namun, beberapa data menunjukkan bahwa prevalensi sedikit lebih tinggi
pada wanita dibandingkan pada laki-laki. Dalam Survei Discharge US National
Hospital (lihat di atas), 3700 orang adalah laki-laki dan 7100 adalah perempuan.
4. Demografi Sehubungan dengan Ras
Afrika Amerika, Hispanik, dan penduduk asli Amerika yang terpengaruh oleh
HHS sebagai konsekuensi dari peningkatan prevalensi DM tipe 2 .Dalam Survey
National Hospital Discharge AS dari 10.800 buangan rumah sakit daftar HHS di
Amerika Serikat antara tahun 1989 dan 1991, ada 6300 pasien putih dan 2.900
pasien Amerika-Afrika, sisa pembuangan orang-orang dari ras lain atau ras tidak
diketahui.
A. ETIOLOGI
Koma hiperosmolar hipoglikemik nonketotik dapat disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut :
1. Infeksi
a. Selulitis
b. Infeksi gigi
c. Pneumonia
d. Sepsis
e. Infeksi saluran kemih
2. Pengobatan
a. Obat kemoterapi
b. Glukokortikoid
c. Fenitoin
d. Diuretik tiazid
e. Propanolol
3. Noncompliance, maksudnya adalah ketidakpatuhan penderita Diabetes Melitus
terhadap penatalaksanaan yang dianjurkan, misalnya dalam hal mengkonsumsi
makanan, tidak patuh meminum obat, melewatkan jadwal penyuntikan, dan lain-
lain.
4. Diabetes Melitus tidak terdiagnosis.
5. Penyalahgunaan obat, seperti alkohol dan kokain.
6. Penyakit penyerta
a. Infark miokard akut
b. Tumor yang menghasilkan hormone adrenokortikotropin
c. Kejadian serebrovaskular
d. Sindrom cushing
e. Hipertermia
f. Hipotermia
g. Trombosis mesenterika
h. Pankreatitis
i. Emboli paru
j. Gagal ginjal
k. Luka bakar berat
l. Tirotoksitosis
B. PATOMEKANISME
Insulin memegang peranan yang sangat penting dalam membawa glukosa
kedalam sel. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta
di p u l a u - p u l a u l a n g e r h a n s d i p a n k r e a s . I n s u l i n y a n g d i k e l u a r k a n
o l e h s e l b e t a di ibaratkan sebuah anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya
glukosa kedalam sel, kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolisme menjadi energi
atau t e n a g a . B i l a i n s u l i n t i d a k a d a , m a k a g l u k o s a t i d a k d a p a t
m a s u k s e l s e h i n g g a glukosa akan tetap berada dalam pembuluh darah
yang artinya kadarnya dalam darah meningkat (hiperglikemik)
Mekanisme timbulnya penyakit kencing manis atau diabetes mellitus adalah
sebagai berikut. Pada kondisi normal, glukosa dalam tubuh yang berasal dari makanan,
diserap ke dalam aliran darah dan bergerak ke sel-sel di dalam tubuh. Glukosa tersebut
kemudian dimanfaatkan sebagai sumber energi. Pengubahan glukosa dalam darah
menjadi energi dilakukan oleh hormon insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas.
Hormon insulin juga berfungsi untuk mengatur kadar glukosa dalam darah. Secara
normal, glukosa akan masuk ke sel-sel dan kelebihannya dibersihkan dari darah dalam
waktu 2 jam . Namun apabila insulin yang tersedia jumlahnya terbatas dan atau tidak
bekerja dengan normal,maka sel-sel di dalam tubuh tidak terbuka dan glukosa akan
terkumpul dalam darah. Kadar glukosa darah di atas 10 mmol per liter merupakan
kondisi di atas ambang serap ginjal. Apabila kadar glukosa dalam darah berlebihan,
maka sebagian glukosa kemudian dibuang bersama urin. Peristiwa terbuangnya glukosa
bersama-sama urin tersebut dikenal dengan istilah kencing manis.
Mekanisme hampir serupa dengan KAD. Pada mulanya sel β pankreas gagal
atau terhambat oleh beberapa keadaan stres yang menyebabkan sekresi insulin mejadi
tidak adekuat. Pada keadaan stres terjadi peningkatan hormon glukagon sehingga
pembentukan glukosa meningkat dan menghambat pemakaian glukosa perifer,
akhirnya akan timbul hiperglikemia. Selanjutnya terjadi diuresis osmotik yang
menyebabkan cairan dan elektrolit tubuh berkurang, perfusi ginjal menurun, dan
sebagai akibatnya sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar
hiperglikemik.
Sampai saat ini para ahli belum dapat menetapkan, mengapa pada pasien
hiperosmolar tidak terjadi ketossis atau ketoasidosis. Beberapa hipotesis diajukan tetapi
rupanya patogenesis yang diajukan Gerich mendapat perhatian dan pandangan lebih
tepat.
Beberapa hipotesis mengenai KHNK sebagai berikut :
1. Pada pasien HHNK diduga kadar insulin masih cukup untuk mencegah ketosis
tetapi tak dapat mempertahankan homeostasis glukosa. Hipotesis ini ternyata tidak
benar, karena diketahui bahwa kadar insulin pada keadaan hiperosmolar dan
ketoasidosis diabetik sama. William menduga kadar insulin vena porta cukup
banyak atau sel-sel lemak yang sensitif terhadap insulin.
2. Peran hiperosmolar dan dehidrasi. Pada binatang percobaan, dengan mengurangi
cairan ternyata intoleransi glukosa akan diikuti pengurangan pelepasan asam lemak
bebas, sehigga diduga dehidrasi mempunyai sifat antiketogenik (mencegah
lipolisis)
Peran penurunan hormon lipolitik, seperti hormon pertumbuhan, kortison,
glukagon, katekolamin (hormon stres) kadar hormon lipolitik yang berkurang ini
memang telah dibuktikan pada koma hiperosmolar, sehingga kadar asam lemak bebas
lebih sedikit atau mempunyai kadar sama dengan pada ketoasisdosis diabetik. Shunt
mengajukan hipotesis bahwa prostalglandin E2 (PGE2) mempunyai sifat anti lipolisis
yang lebih kuat dibandingkan insulin sehingga bila PGE2 meninggi tentu dapat
mencegah ketosis, tetapi hal ini belum terbukti.
PATOFISIOLOGI
C. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Pasien dengan HHNK, umumnya berusia lanjut, belum diketahui mempunyai
DM, dan pasien DM tipe 2 yang mendapat pengaturan diet dan atau obat hipoglikemi
oral. Seringkali dijumpai penggunaan obat yang semakin memperberat masalah,
misalnya diuretic.
Keluhan pasien HHNK ialah : rasa lemah, gangguan penglihatan, atau kaki
kejang. Dapat pula ditemukan keluhan mual dan muntah, namun lebih jarang jika
dibandingkan dengan KAD. Kadang, pasien dating dengan disertai keluhan saraf
seperti letargi, disorientasi, hemiparesis, kejang atau koma.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tamda dehidrasi berat seperti turgor
yang buruk, mukosa pipi yang kering, mata cekung, perabaan ekstremitas yang dingin
dan denyut nadi yang cepat dan lemah. Dapat pula ditemukan peningkatan suhu tubuh
yang tak terlalu tinggi. Akibat gastroparesis dapat pula dijumpai distensi abdomen,
yang membaik setelah rehidrasi adekuat.
Perubahan pada status mental dapat bekisar dari disorientasi sampai koma.
Derajat gangguan neurologis yang timbul berhubungan secara langsung dengan
osmolaritas efektif serum. Koma terjadi saat osmolaritas serum mencapai lebih dari 350
mOsm per kg (350 mmol per kg). Kejang ditemukan pada 25% pasien, dan dapat berupa
kejang umum, local, maupun, mioklonik. Dapat juga terjadi hemiparesis yang bersifat
reversible dengan koreksi deficit cairan.
Temuan laboratorium awal pada pasien dengan HHNK adalah konsentrasi
glukosa darah yang sangat tinggi (> 600 mg per dL) dan osmolaritas serum yang tinggi
(> 320 mOsm per kg air [normal = 290 ± 5]), dengan pH lebih besar dari 7,30 dan
disertai ketonemia ringan atau tidak. Separuh pasien akan menunjukkan asidosis
metabolik dengan anion gap yang ringan (10 – 12). Jika anion gap nya berat (>12),
harus dipikirkan diagnosis diferensial asidosis laktat atau penyebab lain. Muntah dan
penggunaan diuretik tiazid dapat menyebabkan alkalosis metabolik yang dapat
menutupi tingkat keparahan asidosis. Konsentrasi kalium dapat meningkat atau normal.
Konsentrasi kreatinin, blood urea nitrogen (BUN), dan hematokrit hampir selalu
meningkat. HHNK menyebabkan tubuh banyak kehilangan berbagai macam elektrolit.
Kehilangan Elektrolit pada HHNK
Elektrolit Hilang
Natrium 7 – 13 mEq per kg
Klorida 3 – 7 mEq per kg
Kalium 5 – 15 mEq per kg
Fosfat 70 – 140 mEq per kg
Kalsium 50 – 100 mEq per kg
Magnesium 50 – 100 mEq per kg
Air 100 – 200 mEq per kg
D. PENATALAKSANAAN
1. Prinsip Penatalaksanaan
Angka kematian pada koma hiperosmolar tinggi (>50%). Akibatnya terapi
segera sangat mendesak. Tindakan yang paling penting adalah pemberian cairan
intravena dalam jumlah besar untuk memulihkan sirkulasi dan aliran urin. Deficit
cairan rata-rata adalah 10 sampai 11 liter. Sementara air tawar akan sangat
diperlukan, terapi awal harus berupa larutan garam isotonik, 2 sampai 3 liter harus
diberikan dalam 1 sampai 2 jam pertama. Kemudian salin separuh kekuatan dapat
digunakan. Begitu kadar glukosa mencapai normal, dapat diberikan dekstrose 5
persen sebagai pembawa air tawar. Jika komahiperosmolar dapat dipulihkan dengan
cairan saja, insulin harus diberikan untuk mengendalikan hiperglikemia lebih cepat.
Banyak penulis menganjurkan dosis kecil insulin tetapi mungkin diperlukan jumlah
yang lebih besar terutama pada pasien obes. Garam kalium biasanya diperlukan
lebih awal dalam terapi koma hiperosmolar disbanding pada ketoasidosis karena
pergeseran K+ plasma intraseluler selama peningkatan terapi tanpa asidosis. Jika
terdapat asidosis laktat, natrium bikarbonat harus diberikan sampai perfusi jaringan
dapat dipulihkan. Antibiotika diperlukan jika infeksi merupakan penyakit.
Penatalaksanaan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (HHNK)
meliputi lima pendekatan
a. Rehidrasi intravena
b. Penggantian elektrolit
c. Pemberian insulin intravena
d. Diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan penyakit penyerta
e. Pencegahan
2. Penatalaksanaan Medikamentosa
a. Cairan
Langkah pertama dan terpenting dalam penatalaksaan HHNK adalah
penggantian cairan yang agresif, dimana sebaiknya dimulai dengan
mempertimbangkan perkiraan defisit cairan (biasanya 100 sampai 200 mL per
kg, atau total rata-rata 9 L). Penggunaan larutan isotonik akan dapat
menyebabkan overload cairan dan cairan hipotonik mungkin dapat
mengkoreksi defisit cairan terlalu cepat dan potensial menyebabkan kematian
dan lisis mielin difus. Sehingga pada awalnya sebaiknya diberikan 1L normal
saline per jam. Jika pasiennya mengalami syok hipovolemik, mungkin
dibutuhkan plasma expanders. Jika pasien dalam keadaan syok kardiogenik,
maka diperlukan monitor hemodinamik.
Pada awal terapi, konsentrasi glukosa darah akan menurun, bahkan
sebelum insulin diberikan, dan hal ini dapat menjadi indikator yang baik akan
cukupnya terapi cairan yang diberikan. Jika konsentrasi glukosa darah tidak bisa
diturunkan sebesar 75-100 mg per dL per jam, hal ini biasanya menunjukkan
penggantian cairan yang kurang atau gangguan ginjal.
b. Elektrolit
Kehilangan kalium tubuh total seringkali tidak diketahui pasti, karena
konsentrasi kalium dalam tubuh dapat normal atau tinggi. Konsentrasi kalium
yang sebenarnya akan terlihat ketika diberikan insulin, karena ini akan
mengakibatkan kalium serum masuk ke dalam sel. Konsentrasi elektrolit harus
dipantau terus-menerus dan irama jantung pasien juga harus dimonitor .
Jika konsentrasi kalium awal <3,3 mEq per L (3,3 mmol per L),
pemberian insulin ditunda dan diberikan kalium (2/3 kalium klorida dan 1/3
kalium fosfat sampai tercapai konsentrasi kalium setidaknya 3,3 mEq per L).
Jika konsentrasi kalium lebih besar dari 5,0 mEq per L (5,0 mmol per L),
konsentrasi kalium harus diturunkan sampai dibawah 5,0 mEq per L, namun
sebaiknya konsentrasi kalium ini perlu dimonitor tiap dua jam. Jika konsentrasi
awal kalium antara 3,3-5,0 mEq per L , maka 20-30 mEq kalium harus diberikan
dalam tiap liter cairan intravena yang diberikan (2/3 kalium klorida dan 1/3
kalium fosfat) untuk mempertahankan konsentrasi kalium antara 4,0 mEq per L
(4,0 mmol per L) dan 5,0 mEq per L.
c. Insulin
Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunya pamberian
cairan yang adekuat terlebih dahulu. Jika insulin diberikan sebelum pemberian
cairan, maka cairan akan berpindah ke intrasel dan berpotensi menyebabkan
perburukan hipotensi, kolaps vaskular, atau kematian. Insulin sebaiknya
diberikan dengan bolus awal 0,15U/kgBB secara intravena, dan diikuti dengan
drip 0,1U/kgBB per jam sampai konsentrasi glukosa darah turun antara 250 mg
per dL (13,9 mmol per L) sampai 300 mg per Dl. Jika konsentrasi glukosa dalam
darah tidak turun 50-70 mg/dL per jam, dosis yang diberikan dapat
ditingkatkan. Ketika konsentrasi glukosa darah sudah mencapai dibawah 300
mg/dL, sebaiknya diberikan dekstrosa secara intravena dan dosis insulin
dititrasi secara sliding scale sampai pulihnya kesadaran dan keadaan
hyperosmolar.
3. Penatalaksanaan Non Medikamentosa
Pasien Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (KHHNK) biasanya
datang dengan keadaan penurunan kesadaran dan dalam keadaan gawat darurat,
oleh karena itu pemberian obat secara non farmakologi akan kurang tepat karena
memberikan efek yang cukup lama. Penatalaksaan yang tepat bagi pasien
(KHHNK) yaitu secara medikamentosa. Selain itu dapat juga dengan dilakukan
pencegahan penyakit Diabetes Melitus yang biasanya merupakan penyebab awal
KHHNK, meliputi :
a. Terapi gizi
Prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan
pada status gizi diabetesi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan
individual.
b. Latihan jasmani
Latihan jasmani pada diabetesi akan menimbulkan perubahan
metabolik, yang dipengaruhi selain oleh lama, berat latihan, dan tingkat
kebugaran, juga oleh kada insulin plasma, kadar glukosa darah, kadar benda
keton dan imbangan cairan tubuh
4. Identifikasi dan Mengatasi Faktor Penyebab
Walaupun tidak direkomendasikan untuk memberikan antibiotik kepada semua
pasien yang dicurigai mengalami infeksi, namun terapi antibiotik dianjurkan sambil
menunggu kultur pada pasien usia lanjut dan pada pasien hipotensi. Berdasarkan
penelitian terkini, peningkatan konsentrasi C-reactive protein dan interleukin-6
merupakan indikator awal sepsis pada pasien dengan HHNK.
5. Pencegahan
Hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan adalah perlunya penyuluhan
mengenai pentingnya pemantauan konsentrasi glukosa darah dan compliance yang
tinggi terhadap pengobatan yang diberikan. Hal lain yang juga perlu diperhatikan
adalah adanya akses terhadap persediaan air. Jika pasien tinggal sendiri, teman atau
anggota keluarga terdekat sebaiknya secara rutin menengok pasien untuk
memperhatikan adanya perubahan status mental dan kemudian menghubungi
dokter jika hal tersebut ditemui.
Pada tempat perawatan, petugas yang terlibat dalam perawatan harus diberikan
edukasi yang memadai mengenai tanda dan gejala HHNK dan juga edukasi
mengenai pentingnya asupan cairan yang memadai dan pemantauan yang ketat.
Kemudian diet yang baik merupakan salah satu pencegahan dari HHNK. Diet
yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut
a. Karbohidrat : 60-70%
b. Protein : 10-15%
c. Lemak : 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan
kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan
berat badan ideal. Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi
resistensim insulin dan memperbaiki respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa.
Dalam salah satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat
mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu parameter
status DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan 3-4
bulan tambahan waktu harapan hidup. Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan
makanan juga sebaiknya diperhatikan. Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun
jangan melebihi 300 mg per hari. Sumber lemak diupayakan yang berasal dari
bahan nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan
asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam
(terutama daging dada), tahu dan tempe, karena tidak banyak mengandung lemak.
Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling tidak 25
g per hari. Disamping akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan
berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa
lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa risiko masukan kalori yang
berlebih. Disamping itu makanan sumber serat seperti sayur dan buah-buahan segar
umumnya kaya akan vitamin dan mineral (American Diabetes Association, 2004).
Selain diet, dengan berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga
kadar gula darah tetap normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat dimintakan
nasihatnya untuk mengatur jenis dan porsi olah raga yang sesuai untuk penderita
diabetes. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan
secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan (American Diabetes
Association, 2004).
PROGNOSIS
Keadaan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (HHNK) merupakan
salah satu komplikasi akut atau emergensi Diabetes Melitus (DM). Kedaruratan ini pun
masih merupakan penyebab tingginya morbiditas dan mortalitas dari pasien penderita
Diabetes Melitus (DM). Angka kejadian Keadaan Hiperosmolar Hiperglikemik masih
sulit diperkirakan karena belum ada studi populasi tentang keadaan ini, namun
diperkirakan kurang dari 1% dari semua penderita diabetes yang dirawat di Rumah
Sakit. Koma hanya ditemukan kurang dari 10% kasus. Prognosis dari kasus ini biasanya
buruk, meskipun sebenarnya kematian dari pasien bukan disebabkan oleh sindrom
hiperosmolar itu sendiri melainkan oleh karena penyakit yang mendasarinya atau
menyertainya. Angka kematiannya berkisar antara 30 – 50 % yang merupakan angka
kematian yang tinggi hal ini disebabkan karena serinya terjadi kegawatan ini pada usia
lanjut dan berhubungan dengan penyakit penyakit kardiovaskular atau penyakit yang
mendasari lainnya, infeksi, dehidrasi, dan osmoralitas darah yang sangat tinggi. Namun
demikian angka kematian pada negara maju dapat ditekan menjadi sekitar 12 %
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien laki-laki usia 53 tahun mengeluh lemas di seluruh badan terutama kedua kaki dan
pasien juga tidak bisa berjalan. Pasien sudah merasakan gejala polidispsi, poliuri, polifagi,
berat badan menurun dan kram-kram pada kaki sejak 1 tahun yang lalu. Riwayat keluarga juga
ada yaitu ibu kandung dan kakak kandung pasien mengalami hal yang sama yaitu kram-kram
pada kedua kaki dan sering BAK. Riwayat darah tinggi pada keluarga juga ada yaitu kakak
kandung pasien.
Dari data tersebut, dapat diperoleh bahwa pasien memiliki factor resiko untuk terkena
HONK yaitu Usia lansia, riwayat keluhan penyakit diabetes mellitus yang sudah lama diderita
nya yaitu sudah 1 tahun Berdasaran onsetnya penyakit tersebut merupakan diabetes mellitus
tipe II yang mana lebih sering menyebabkan HONK. Dari sumber American Diabetic
Association, menyebutkan bahwa kebanyakan komplikasi HHS/HONK terjadi pada penderita
diabetes tipe II / non-insulin dependent.
Pada pasien tersebut tidak memiliki riwayat penyakit infeksi kronis maupun infeksi
akut yang sedang dialami, sehingga kemungkinan untuk terjadi infeksi sedikit kecil. Keluhan
nyeri kepala, kram-kram pada kaki dan sulit bahkan sama tidak bias berjalan yang terjadi pada
pasien serupa dengan manifestasi klinis yang terjadi pada HHS/HONK. Defisiensi insulin
menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menurun, sehingga kadar gula dalam plasma tinggi
(hiperglikemia). Bila hiperglikemia ini parah dan melebihi ambang ginjal maka akan timbul
glukosauria yang akan menyebabkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluran kemih
(poliuri) yang mengakibatkan terjadinya perangsangan pusat haus di hipotalamus dan
menimbulkan rasa haus (polidipsi). Glukosa dalam tubuh akan diubah menjadi glikogen
dengan bantuan insulin dan disimpan dalam hati sebagai cadangan energi. Pada penderita DM
insulin yang dihasilkan pankreas tidak dapat bekerja atau insulin dapat bekerja tetapi kerjanya
lambat sehingga tidak ada intake glukosa yang masuk dan menimbulkan pasien sering merasa
lapar.
Pada pasien ini telah diberikan ke lima poin penting untuk terapi yaitu, rehidrasi
intravena agresif, koreksi elektrolit, pemberian insulin intravena, pelacakan penyebab
presipitasi dan pencegahan.
Pada awal terapi, konsentrasi glukosa darah akan menurun, bahkan sebelum insulin
diberikan, dan hal ini dapat menjadi indikator yang baik akan cukupnya terapi cairan yang
diberikan. Jika konsentrasi glukosa darah tidak bisa diturunkan sebesar 75-100 mg per dL per
jam, hal ini biasanya menunjukkan penggantian cairan yang kurang atau gangguan ginjal.
Konsentrasi kalium yang sebenarnya akan terlihat ketika diberikan insulin, karena ini akan
mengakibatkan kalium serum masuk ke dalam sel. Konsentrasi elektrolit harus dipantau terus-
menerus dan irama jantung pasien juga harus dimonitor .
Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunya pamberian cairan yang adekuat
terlebih dahulu. Jika insulin diberikan sebelum pemberian cairan, maka cairan akan berpindah
ke intrasel dan berpotensi menyebabkan perburukan hipotensi, kolaps vaskular, atau kematian.
Pasien juga perlu pengobatan non farmakologis yaitu diet DM dan olahraga.
BAB V
KESIMPULAN
A. Koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik ialah suatu sindrom yang ditandai
hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ditandai adanya ketosis,
disertai menurunnya kesadaran.
B. Faktor yang mempengaruhi koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik diantara
adalah infeksi, diabetes mellitus yang tidak terdiagnosis dan penyalahgunaan obat
C. Faktor yang memulai timbulnya koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik
(HHNK) adalah diuresis glukosuria. Glukosuria mengakibatkan kegagalan pada
kemampuan ginjal dalam mengkonsentrasikan urin, yang akan semakin memperberat
derajat kehilangan air
D. Penegakan diagnosis selain dari keluhan pasien, pemeriksaan fisik, juga dengan hasil
laboratorium yang menunjukkan konsentrasi glukosa darah yang sangat tinggi,
osmolaritas serum yang tinggi dan juga pH lebih besar dari 7.30 dan disertai ketonemia
ringan atau tidak.
E. Penatalaksanaan medikamentosa dengan cara rehidasi intravena agresif, penggantian
elektrolit dan pemberian insulin intravena sedangkan penatalaksanaan non
medikamentosanya tidak bisa dilakukan hal ini disebabkan karena pasien tidak
koperatif
DAFTAR PUSTAKA