Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Pengertian Umum


Drainaie berasal dari kata “drain” (bhs. Inggris) yang berarti membuang air
yang menggenang. Secara umum adalah suatu ilmu yang mempelajari cara – cara
atau teknik untuk membuang air (pemutusan air) dari suatu tempat yang dipandang
berlebihan (meluap = sering disebut banjir, menggenang). Sebagai akibat dari
adanya hujan yang terjadi dalam kurun waktu tertentu.
Dalam ilmu jelas ada kaitan erat antara :
 Terjadinya hujan yang menyebabkan meluap dan melimpasnya air (banjir)
serta menggenangnya air.
 Cara maupun usaha manusia untuk menghilangkan, mengarahkan dan
membuang air agar tidak meluap (banjir) dan menggenang. Mengatur sistem
pembuangan air limpasan hujan.
Sedangkan drainase perkotaan adalah ilmu drainase yang mengkhususkan
pengkajian pada kawasan perkotaan yang erat kaitannya dengan kondisi
lingkungan fisik, dan lingkungan sosial budaya yang ada di kawasan kota
tersebut.
Diruntut dari hulunya, bangunan sistem drainase terdiri dari saluran
penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa
(conveyor drain), saluran induk (main drain), dan badan air penerima (receiving
waters).
1.2 Siklus Dan Tahapan Pembangunan Sistem Drainase

Gambar 1.1 Siklus Dan Tahapan Pembangunan Sistem Drainase


(Dokumen Data,2017)
1.3 Prosedur Kerja Perencanaan Drainase
Dalam setiap kegiatan pembangunan yang berkaitan dengan teknik,
selalu dilakukan melalui beberapa tahap dalam suatu prosedur sebagai berikut:

Gambar 1.2 Prosedur Kerja


(Pengolahan Data,2017)
BAB 2
SISTEM DRAINASE

2.1. Landasan Teori


Air hujan yang jatuh dipermukaan harus secepatnya dibuang ke saluran
agar tidak terjadi genangan-genangan dan tidak mengalir melalui permukaan jalan-
jalan yang dapat merusak permukaan badan jalan. Banyaknya air hujan yang
harus dibuang tergantung pada jumlah hujan dan jenis permukaan.
Jenis permukaan mempengaruhi jumlah air yang dapat diserap oleh
permukaan tanah, dan yang tidak dapat diserap harus dibuang melalui jaringan
drainase. Jumlah air hujan ditentukan oleh jumlah maksimum air hujan yang turun
pada duration dan return period tertentu sesuai dengan life time bangunan yang
terlindungi (dilindungi oleh penutup atap) untuk memperlancar pembuangan maka
suatu daerah harus dibagi dalam beberapa zoning yang dituangkan dalam layout
plan.
Perencanaan sistim jaringan drainasi dimaksudkan untuk menentukan
penempatan atau perletakan dari saluran drainasi sehingga secara keseluruhan
membentuk jaring – jaring (jaringan) dalam kesatuan wilayah atau daerah.
Adapun ketentuan yang perlu diperhatikan dalam membuat lay out plan sistem
antara lain:
a. Air hujan yang jatuh di suatu daerah harus secepatnya dibuang kesatu
tempat pembuangan melalui suatu system tata saluran tertentu.
b. Sedapat mungkin arah aliran pada saluran pembuang mengikuti arah aliran
yang telah ada secara alamiah (sesuai relief kontur).
c. Saluran sedapat mungkin diletakkan pada bagian terendah suatu daerah.
d. Suatu jaringan drainase yang ada harus berakhir / mempunyai out let pada
suatu sungai
e. Mengingat adanya kemiringan tanah searah, maka perlu dikembangkan sistim
blok yaitu dengan membagi daerah menjadi zone dengan sistem drainase
yang saling terpisah antara satu dengan yang lain.
f. Sedapat mungkin saluran drainase air hujan terpisah dengan saluran-
saluran yang lain yang ada.
g. Sedapat mungkin saluran drainase digabungkan menjadi satu dengan
saluran jalan.

Alamiah
Menurut
Terbukanaya
Buatan

Permukaan Tanah
Letak Bangunan
Bawah Permukaan
Tanah
Jenis Drainase
Sigle Purpose
Menurut Fungsi
Multi purpose

Terbuka
Menurut
Konstruksi
Tertutup
SISTEM DRAINASE

Paralel atau sisir

sirip
Terbuka
garpu

Pola Jaringan Gird iron


Drainase
jaring-jaring

Tertutup Sistem Blok

Sistem Terpisah Sistem Radial

Sisten Buangan Sistem Tercampur

Sistem Kombinasi

Gambar 2.1 Sistem Kerja Drainase


(Pengolahan Data,2017)
2.2 Data Perancangan
Untuk memulai suatu perencanaan sistem drainase, perlu dikumpulkan
data - data penunjang agar hasil perencanaan dapat dipertanggungjawabkan. Jenis
data tersebut meliputi :
 Peta lay out existing atau site plan
Untuk perencanaan detail, yaitu penempatan saluran-saluran kwarter
dan tersier diperlukan peta situasi atau site plan dalam skala besar,
misalnya 1 : 1000. Pada peta sudah digambarkan rumah-rumah dan jalan
serta kenampakan-kenampakan lain yang penting. Hendaknya site plan
tersebut berskala agar lebih memudahkan dalam pengukuran atau
perhitungan luasan daerah yang akan diukur.
 Peta topografi
Peta topografi terdapat garis-garis kontur dimana digambarkan
dengan beda tinggi 0,5 m untuk lahan yang sangat datar atau 1 m untuk
lahan curam. Peta topografi sangat penting dalam melihat arah aliran
limpasan air hujan, jadi dalam perencanaan drainase terutama dalam
pembuatan saluran drainase hanya mengikuti kontur pada peta topografi
tersebut. Jika beda kontur terlalu curam hendaknya dalam perencanaan
saluran drainase menggunakan bangunan terjunan untuk menghindari
terjadinya pengikisan atau erosi pada saluran drainase.
 Peta tata guna lahan
Data pada peta tata guna lahan ada kaitannya dengan besarnya aliran
permukaan. Besarnya aliran permukaan tergantung dari banyaknya air
hujan yang mengalir setelah dikurangi banyaknya air hujan yang meresap.
Penggunaan lahan bisa dikelompokkan dalam berapa besar koefisien larian.
Yang dimaksud dengan koefisien larian adalah persentase besarnya air yang
mengalir.
 Data curah hujan
Yang perlu dikumpulkan minimal data curah hujan harian selama
10 tahun atau lebih. Data ini diperlukan untuk menghitung debit rencana.
2.3 Analisa Sistim Jaringan Drainase
1. Sesuai dengan kontur peta topografi, pilihlah alternative pola sistem
jaringan drainase sesuai dengan skema klasifikasi sistem drainase diatas
untuk menentukan pola sistim jaringan drainase yang paling efisien dan
efektif dalam menjamin lancarnya limpasan air pada saluran drainase.
(tuangkan dalam peta/site plan dan dilengkapi notasi salurannya).
2. Analisalah dan berikan alasanmu! Mengapa pola jaringan drainase tersebut
dipilih, serta jelaskan apa keuntungan dan kerugiannya terhadap kondisi
peta/siteplan tersebut!
3. Hitung luasan total DAS, dan bagilah DAS tersebut menjadi beberapa sub
DAS pada peta siteplan anda.
4. Hitung luas masing-masing Sub DAS untuk masing-masing saluran dan
tuangkan dalam bentuk table.
Tabel 2.1 Luas Sub DAS dan Penampang
No Nama Saluran Sub DAS Luas Sub Panjang Saluran Beda elevasi (m)

DAS (m2) (m)


1 Kwarter A
B

2 Tersier A+B
C+D

3 Sekunder Sub DAS
Gabngn

4 Primer DAS
total

Sumber : Pengolahan Data,2017


BAB 3
ASPEK HIDROLOGI

3.1 Landasan Teori


Analisis hidrologi dilakukan terhadap data hujan untuk mendapatkan
besarnnya intensitas curah hujan sebagai dasar perhitungan debit banjir rencana
pada daerah yang direncanakan untuk dibuat bangunan drainasi.
Analisis hidrologi yang dilakukan akan meliputi kegiatan :
a. Pengumpulan data hidrologi (data curah hujan)
b. Analisis data yang dilakukan dengan maksud agar data siap untuk dianalisis
selanjutnya.
c. Analisis frekwensi dilakukan terhadap data yang siap untuk mendapatkan
hasil, yaitu intensitas curah hujan.
Beberapa karakteristik hujan yang perlu ditinjau dalam analisis dan perencanaan
hidrologi meliputi:
a. Intensitas I, adalah laju hujan = tinggi air persatuan waktu, misalnya
mm/menit, mm/jam, atau mm/hari.
b. Lama waktu (durasi) t, adalah panjang waktu dimana hujan turun dalam
menit atau jam.
c. Tinggi hujan d, adalah jumlah atau kedalaman hujan yang terjadi selama
durasi hujan dan, dinyatakan dalam ketebalan air diatas permukaan datar
, dalam mm.
d. Frekuensi adalah kejadian dan biasanya dinyatakan dengan kala ulang
(return period) T, misalnya sekali dalam 2 tahun.
e. Luas DAS adalah luas geografi daerah sebaran hujan.
f. Lengkung intensitas hujan adalah grafik yang menyatakan hubungan
antara intensitas hujan dengan durasi hujan dan dinyatakan dalam bentuk
lengkung intensitas hujan dengan kala ulang hujan tertentu.
g. Waktu konsentrasi tc adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air
dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke titik control yang
ditentukan di bagian hilir suatu saluran.
3.2 Pengukuran Curah Hujan
Curah hujan dapat diukur menggunakan alat ukur hujan yang umumnya disebut
dengan sukat hujan (rain gauge), atau sering juga disebut Pluviometer
(pluviometer) atau penakar hujan dari suatu pos hujan. Satuan untuk mengukur
curah hujan adalah 1 mm. Nilai itu menunjukkan bahwa tebal hujan menutupi ai
atas permukaan bumi setebal 1 mm, dan zat cair itu tidak meresap ke dalam tanah
(permukaan bumi dianggap kedap air) atau tidak menguap kembali ke atmosfer.
Untuk mengukur curah hujan dapat digunakan alat ukur hujan dan dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu :
a. Alat ukur hujan biasa (AUHB) (rain gauge, RG)
b. Alat ukur hujan otomatik (AUHO)(automatic rain fall recorder, ARR)
Tipe alat ukur hujan otomatis ada tiga yaitu:
 Weighting Bucket Raingauge
 Float Type Raingauge
 Tipping Bucket Raingauge
3.3 Analisis Data Hujan
Untuk mendapatkan karakteristik hujan diperlukan analisis data hujan antara lain
sebagai berikut :
1. Pengisian data kosong;
2. Pengecekan kualitas data;
3. Menentukan hujan rata-rata DAS;
4. Analisis tebal dan intensitas hujan terhadap durasi;
5. Analisis kurva massa ganda;
6. Menentukan hujan berpeluang maksimum;
7. Hubungan intensitas dan debit maksimum;
8. Uji kesamaaan jenis.
1. Pengisian Data Kosong
Data curah hujan yang hilang disebabkan oleh beberapa hal, seperti alat
ukur rusak, pengamat berhalangan, dan data pencatatan hilang. Untuk data dari
stasiun (selain stasiun yang datanya hilang) terdapat pencatatan hujan jangka
panjang, maka dapat dicari dengan metode Normal Ratio Kuthog dengan rumus
sebagai berikut :

Dimana :
ra = data hujan yang akan dicari.
Ra = ∑ hujan tahunan normal pada stasiun yang datanya hilang.
R1…Rn = ∑ hujan tahunan pada stasiun 1 s/d n
r1…rn = hujan pada saat yang sama dengan hujan yang akan
dicari dari stasiun 1 s/d n.
n = jumlah stasiun hujan disekitar stasiun yang akan dicari.
2. Pengecekan Kualitas Data Hujan
Data hujan yang diperlukan harus dicek sebelum digunakan untuk analisis
hidrologi lebih lanjut. Agar tidak mengandung kesalahan dan harus tidak
mengandung data kosong (missing record), maka perlu dilakukan pengecekan
kualitas data dengan melakukan uji konsistensi yang berarti menguji kebenaran
data. Beberapa cara untuk mengecek kualitas data hujan minimal antara lain :
a. Melaksanakan pengecekan lapangan, untuk memastikan apakah pos hujan
masih beroperasi , atau sudah terjadi perubahan, cek jenis alat, kedudukan
alat, perubahan lokasi, dan perkembangan lokasi sekitar pos hujan itu.
b. Melaksanakan pengecekan ke kantor pengolahan data untuk mengetahui
sejarah operasinya pos, metode pengukuran, dan atau perhitungan.
c. Membandingkan data hujan dengan data iklim untuk lokasi yang sama.
d. Analisis kurva massa ganda.
e. Analisis statistic.
Salah satu cara untuk menguji konsistensi adalah dengan menggunakan
analisis kurva massa ganda (double mass curve analysis) untuk data hujan musiman
atau tahunan dari suatu DAS.
3. Tebal Hujan Rata-rata DAS
Hujan yang terjadi dapat merata di seluruh kawasan yang luas atau
terjadi hanya bersifat setempat. Jika terjadi hujan setempat saja maka kita hanya
mendapat curah hujan di daerah itu. Sedangkan di suatu areal terdapat beberapa
alat penakar atau pencatat curah hujan, maka dapat diambil nilai rata-rata untuk
mendapatkan nilai curah hujan areal. Ada tiga macam metode pendekatan yang
dapat digunakan untuk menentukan tebal hujan rata-rata dari suatu DAS antara lain:
a. Metode rata-rata aritmatik

dimana :
R = curah hujan daerah (mm)
R1, R2, …, Rn = curah hujan ditiap titik pengamatan.
n = jumlah titik atau pos pengamatan.
b. Metode polygon Thiessen

dimana :
R = hujan rerata daerah (mm)
Rn = hujan pada pos penakar hujan (mm)

An = luas daerah pengaruh pos penakar hujan (km2) A =

luas total DAS (km2)


Wn = An /A
c. Metode Isohiet

dimana :
R = hujan rerata daerah (mm)

A1, A2, …, An = luas bagian-bagian antara garis-garis isohiet (km2)


R1, R2, …, Rn = curah hujan rata-rata pada bagian-bagian A1, A2,
…, An (mm).
3. Analisis Frekuensi Dan Probabilitas
Tujuan analisis frekuensi data hidrologi adalah berkaitan dengan besaran
peristiwa-peristiwa ekstrim yang berkaitan dengan frekuensi kejadiannya melalui
penerapan distribusi kemungkinan. Analisis frekuensi ini didasarkan pada sifat
statistic data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh probabilitas besaran hujan
di masa yang akan datang. Dengan anggapan bahwa sifat statistic kejadian hujan
yang akan datang masih sama dengan sifat statistic kejadian hujan masa lalu.
Dalam ilmu statistic dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan empat jenis
distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi adalah :
 Distribusi Normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss
 Distribusi Log Normal
 Distribusi Log Person III
 Distribusi Gumbel
Parameter statistic yang penting dan berkaitan dengan analisa data :

5. Pengeplotan Probabilitas
Ada dua cara untuk mengetahui ketepatan distribusi probabilitas data
hidrologi, yaitu data yang ada diplot pada kertas probabilitas yang sudah didesain
khusus atau menggunakan skala plot yang melinierkan fungsi distribusi. Posisi
pengeplotan data merupakan nilai probabilitas yang dimiliki oleh masing-masing
data yang diplot. Metode yang paling sering digunakan adalah metode persamaan
Weibull :
𝑚
P = 𝑛+1 x100%

Dimana :
m = nomor urut (peringkat) data setelah diurutkan dari besar ke
kecil n = banyaknya data atau jumlah kejadian (event).
P = nilai probabilitas data (%)
6. Uji Kesesuaian Data Probabilitas
a. Uji SMIRNOV – KOLMOGOROF
Ketentuan : D y max < D cr, maka data probabilitas hujan dapat dipakai.
Untuk D y dapat dilihat pada grafik pemplotan probabilitas yang telah dibuat.
Misal : Uji pada sumbu x, untuk n = 25 (dimana n adalah banyaknya data) ;
derajat kepercayaan (a )= 0,05 (5%); D y max = 13%, maka nilai D cr = 0,27
(lihat pada tabel smirnov – kolmogorof).
b. Uji CHI – SQUARE
Ketentuan :

maka data probabilitas hujan dapatdipakai. Dipakai derajat kepercayaan ,a =

0,05 (5%). Cari nilai percentile (P) = (100% - a ) dan nilai x2 dapat dilihat pada
tabel chi – square.
Dimana :
y = data curah hujan probabilitas.
Dy = jarak atau simpangan vertical terjauh dari garis lurus grafik
probabilitas.
Tabel. Distribusi CHI – SQUARE (Sumber : Shanin, 1976 : 203)
7. Curah Hujan Rancangan Kala Ulang : 1; 2; 5; 10 Tahunan
Dalam perhitungan curah hujan rancangan kala ulang, terlebih dahulu
harus mengenal periode ulang dalam perencanaan drainase.
Suatu data hidrologi (bisa data hujan, debit sungai dll) adalah (x) akan
mencapai suatu harga tertentu atau disamai (xi) atau kurang dari (xi) atau lebih atau
dilampaui dari (xi) dan diperkirakan terjadi sekali dalam kurun waktu T tahun,
maka T tahun ini dianggap sebagai periode ulang dari (xi)
Contoh : R2 tahun = 115 mm
Dalam perencanaan saluran drainasi periode ulang yang dipergunakan
tergantung dari fungsi saluran serta daerah tangkap hujan yang akan dikeringkan.
Menurut pengalaman, penggunaan periode ulang adalah :
 untuk perencanaan saluran kwarter (periode ulang 1 th)
 untuk perencanaan saluran tersier (periode ulang 2 th)
 untuk perencanaan saluran sekunder (periode ulang 5 th)
 untuk perencanaan saluran primer (periode ulang 10 th) Penentuan periode
ulang juga didasarkan pada pertimbangan ekonomi.
Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan rumus :
log X T = log X + K.Si
dimana :
XT = curah hujan rancangan kala ulang T tahun.
X = rata – rata hitung data hujan
K = variabel standart untuk x yang besarnya tergantung koefisien
kemencengan, G. (lihat pada tabel Nilai K untuk distribusi Log Person III).
Si = harga simpangan baku
Hitung hujan atau banjir kala ulang T dengan menghitung antilog dari Log XT.
8. Waktu Konsentrasi (tc)
Dalam analisis intensitas hujan perlu memahami karakteristik hujan seperti
durasi hujan dan waktu konsentrasi terlebih dahulu. Durasi hujan adalah lama
kejadian hujan (menit, jam) durasi hujan diperoleh dari pencatatan alat pengukur
hujan baik manual (sederhana) maupun dengan alat penakar hujan otomatik.
Dalam perencanaan drainasi durasi hujan ini sering dikaitkan dengan waktu
konsentrasi. Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air
dari titik paling jauh ke titik yang ditentukan dibagian hilir suatu saluran. Untuk
mencari waktu konsentrasi terdapat tiga alternative rumus : (1) waktu konsentrasi
(tc) ditinjau dari 2 komponen (t0 + td); (2) waktu konsentrasi (tc) dari rumus
distribusi hujan jam – jaman dengan menggunakan model “MONONOBE”; (3)
waktu konsentrasi untuk DAS kecil di daerah pertanian.
A. Waktu konsentrasi (tc) ditinjau dari 2 komponen (t0 + td)
Pada prinsipnya waktu konsentrasi dapat dihitung menjadi 2 (dua) komponen :
1. Inlet time (to), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir diatas
permukaan tanah menuju kesaluran drainasi terdekat.
2. Conduit time (td), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir
dari pertama masuk saluran sampai titik keluaran.
tc = to + td

to = 2/3 x 3.28 x L x n/S1/2 td = Ls/60 V


Dimana
n = angka kekasaran manning
S = kemiringan lahan
L = panjang lintasan aliran di atas permukaan lahan (m)
Ls = panjang lintasan aliran diatas saluran drainasi (m)
V = kecepatan aliran air pada saluran drainasi (m/dt)
Waktu konsentrasi besarnya sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai
faktor, yaitu :
 Luas daerah pengaliran
 Panjang saluran drainasi
 Kemiringan dasar aliran
 Debit dan kecepatan aliran
Dalam perencanaan drainasi waktu konsentrasi sering dikaitkan dengan durasi
hujan, karena air yang melimpas mengalir dipermukaan tanah dan selokan
drainasi (sebagai akibat adanya hujan) selama t waktu, maka dianggap hujan
yang terjadi berlangsung selama t waktu.

B. Waktu konsentrasi (tc) dari rumus distribusi hujan jam-jaman


dengan menggunakan model “MONONOBE”.
Dalam perhitungan waktu konsentrasi, alternative lain selain
menggunakan rumus tc di atas bisa juga menggunakan rumus distribusi hujan
jam – jaman dengan menggunakan model “MONONOBE” dengan rumus :

Dimana:
RT = Rerata Intensitas hujan dari awal sampai jarak ke T
(mm/jam)
R24 = CH efektif dalam 1 hari (mm)
T = Waktu dari awal hujan sampai ke T (jam)
t = Lamanya hujan terpusat = 6 jam
Rumus distribusi jam – jaman model MONONOBE dilihat
berdasarkan pengamatan di Indonesia, lamanya hujan terpusat (t) tidak
lebih dari 7 jam, maka dalam perhitungan ini diasumsikan hujan terpusat 6
jam sehari.
Langkah selanjutnya, menghitung nisbah hujan jam – jaman :

Dimana :
RT = Rerata Intensitas hujan dalam T jam
Rt = Curah hujan pada jam ke T
t = Waktu konsentrasi atau lamanya hujan terpusat
R(t-1) = Intensitas hujan dalam (t-1)
Selanjutnya menghitung hujan netto. Hujan netto adalah bagian
dari hujan total yang menghasilkan limpasan langsung. Untuk mencari
hujan netto digunakan rumus :

Dimana :
Rn = Hujan Netto (mm)
C = Koefisien Pengaliran (lihat tabel)
R = Curah hujan rancangan kala ulang T (mm)
Lalu hitung hujan netto jam – jaman dengan mengalikan hujan
netto dengan nisbah hujan jam – jaman.
C. Waktu konsentrasi untuk DAS kecil di daerah pertanian.
Rumus waktu konsentrasi untuk DAS kecil di daerah pertanian adalah tc = 0,00025

(L/S0,5)0,80
Dimana :
tc = Waktu konsentrasi dalam jam
L = Panjang Saluran (m)
S = Kemiringan DAS
1. Koefisien Pengaliran Permukaan (C)
Jika daerah aliran saluran (DAS) terdiri dari berbagai macam penggunaan lahan
dengan koefisien aliran permukaan yang berbeda, maka C yang dipakai adalah
koefisien DAS yang dihitung dengan rumus:
……….
Dimana:
Ai = Luas lahan dengan jenis penutup tanah i,
Ci = Koefisien aliran permukaan jenis penutup tanah i
n = Jumlah jenis penutup lahan

Tabel. Koefisien limpasan untuk metode Rational

Diskripsi lahan/karakter Koefisien Aliran, C


Bisnis :
permukaan
 Perkotaan 0.70 – 0.95
 Pinggiran 0.50 – 0.70
Perumahan :
 rumah tunggal 0.30 – 0.50
 multiunit, terpisah 0.40 – 0.60
 multiunit, tergabung 0.60 – 0.75
 perkampungan 0.25 – 0.40
 apartemen 0.50 – 0.70
Industri :
 ringan 0.50 – 0.80
 berat 0.60 – 0.90
Perkerasan :
 aspal dan beton 0.70 – 0.95
 batu-bata, paving 0.50 – 0.70
Atap 0.75 – 0.95
Halaman, tanah berpasir :
 datar 2% 0.05 – 0.10
 rata-rata 2-7% 0.10 – 0.15
 curam, 7% 0.15 – 0.20
Halaman, tanah berat :
 datar 2% 0.13 – 0.17
 rata-rata 2-7% 0.18 – 0.22
 curam, 7% 0.25 – 0.35
Halaman kereta api 0.10 – 0.35
Taman Tempat bermain 0.20 – 0.35
Taman, perkuburan 0.10 – 0.25
Hutan :
 datar 0-5% 0.10 – 0.40
 bergelombang, 5-10% 0.25 – 0.50
 berbukit 10-30% 0.30 – 0.60

Sumber: Mc. Guen, 1989

10. Analisis Intensitas Hujan


Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan
atau volume hujan tiap satuan waktu.
……
Dimana :
It = Intensitas CH persatuan waktu t dalam (mm/jam)
Rt = Tinggi hujan selama t (dalam mm)
t = Satuan waktu : jam, menit, dan detik

Besarnya intensitas CH berbeda – beda tergantung dari lamanya curah hujan dan
frekuensi kejadiannya. Intensitas CH diperoleh dengan cara, melakukan analisis
hidrologi baik secara statistik maupun secara empiris.

LANGKAH – LANGKAH MENCARI INTENSITAS HUJAN :


A. Jika yang tersedia data curah hujan jangka pendek atau berdurasi. Rumus
yang digunakan:
𝑎
Rumus TALBOT (1881) 𝐼 = 𝑡+𝑏

Dimana :

Anda mungkin juga menyukai