Gabung Glomerulo
Gabung Glomerulo
DEFINISI
2. EPIDEMIOLOGI
3. KLASIFIKASI
1. Congenital (herediter)
2. Glomerulonefritis Primer
3. Glomerulonefritis sekunder
a. Difus
Mengenai semua glomerulus, bentuk yang paling sering ditemui
timbul akibat gagal ginjal kronik. Bentuk klinisnya ada 3 yaitu
b. Fokal
Hanya sebagian glomerulus yang abnormal.
c. Lokal
Hanya sebagian rumbai glomerulus yang abnomral misalnya satu
sampai kapiler.
4. FAKTOR RESIKO
Menurut Noer (2002), menyebutkan beberapa faktor risiko pada
glomerulonephritis, yaitu:
1. Usia
Bahwa usia merupakan salah satu faktor risiko pada glomerulonephritis
akut pasca streptococcus. Dimana anak pada usia 5-15 tahun lebih
berpeluang.
2. Jenis Kelamin
Anak laki-laki memiliki peluang 2x lebih sering menderita penyakit ini
dibandingkan anak perempuan.
3. Faktor Iklim
4. Faktor Gizi
Anak dengan keadaan gizi buruk akan lebih berisiko menderita penyakit
ini dan memperparah infeksi bakteri streptococcus.
Hal diatas juga sesuai dengan isi pada jurnal yang berjudul “Analisis
Faktor Risiko Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus pada Anak Di
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado” (2017) ada beberapa faktor risiko
penyebab glomerulonefritis antara lain:
1. Anak Laki-Laki Berusia 5-12 Tahun
Hal ini karena pada usia sekolah anak sudah mulai sering berada di luar
rumah dan lebih aktif sehingga mudah terpapar dengan kuman penyebab
GNAPS.
2. Status Sosial Ekonomi yang Rendah
3. Musim Hujan
Musim merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya
GNAPS.Indonesia merupakan negara beriklim tropis yanghanya memilki 2
musim yaitu musim hujan dan musim panas. Terjadinya GNAPS didahului
dengan infeksi saluran perna-pasan atas (ISPA) 1-2 minggu dan infeksi
kulit (pioderma) 3-6 minggu. ISPA umunya terjadi pada musim hujan
sedangkan pioderma pada musim panas.
4. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dengan glomerulonefritis adalah prediktor kuat sebagai
predisposisi kejadian glomerulonefritis. Risiko keluarga yang sangat tinggi
diamati pada keluarga multipleks, yaitu dengan satu atau lebih keluarga
tingkat pertama yang terkena glomerulonefritis akut.
5. ETIOLOGI
5.1 Glomerulonefritis Akut
Beberapa penyebab yang mendasari glomerulonefritis akut dapat
dibagi menjadi kelompok infeksi dan bukan infeksi.
A. Kelompok Infeksi
Penyebab infeksi yang paling sering GNA adalah infeksi oleh
spesies Streptococcus(yaitu, kelompok A dan beta-hemolitik). Dua
jenis telah dijelaskan, yang melibatkan serotipe yang berbeda:
Serotipe M1, 2, 4, 12, 18, 25 - nefritis poststreptococcal akibat
infeksi saluran pernapasan atas, yang terjadi terutama di
musim dingin.
Serotipe 49, 55, 57, 60 - nefritis poststreptococcal karena
infeksi kulit, biasanya diamati pada musim panas dan gugur
dan lebih merata di daerah selatan Amerika Serikat.
B. Kelompok Non-infeksi
Penyebab non-infeksi dari GNA dapat dibagi menjadi penyakit
ginjal primer, penyakit sistemik, dan kondisi lain-lain atau agen.
a. Penyakit sistemik multisistem yang dapat menyebabkan GNA
meliputi:
Vaskulitis (misalnya, Wegener granulomatosis) -
menyebabkan glomerulonefritis yang menggabungkan
nephritides granulomatosa atas dan bawah.
Penyakit kolagen-vaskular (misalnya, lupus eritematosus
sistemik [SLE]) - menyebabkan glomerulonefritis melalui
deposisi kompleks imun pada ginjal.
Vaskulitis hipersensitivitas - mencakup sekelompok
heterogen gangguan pembuluh darah kecil dan penyakit
kulit.
Cryoglobulinemia - menyebabkan jumlah abnormal
cryoglobulin dalam plasma yang menghasilkan episode
berulang dari purpura luas dan ulserasi kulit pada
kristalisasi.
Polyarteritis nodosa - menyebabkan nefritis dari vaskulitis
melibatkan arteri ginjal.
Henoch-Schönlein purpura - menyebabkan vaskulitis umum
mengakibatkan glomerulonefritis.
Sindrom Goodpasture - menyebabkan antibodi yang beredar
pada kolagen tipe IV dan sering mengakibatkan kegagalan
ginjal progresif cepat (minggu ke bulan).
6. PATOFISIOLOGI
Terlampir
7. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Sukandar (2006), manifestasi klinis pada penderita
glomerulonefritis kronik dapat dilihat dari sistem tubuhya sebagai berikut:
a. Kelainan saluran cerna
Pasien akan sering merasa mual dan muntah. Pathogenesis mual dan
muntah masih belum jelas, tetapi diduga mempunyai hubungan dengan
dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amoniak. Amoniak ini akan
sebabkan iritasi pada mukosa lambung dan usus halus.
b. Kelainan mata
Pasien akan merasakan kehilangan visus. Kelainan saraf mata
menimbulkan gejala nistagmus, miosis, dan pupil asimetris. Terjadi pula
kelainan pada retina seperti retinopati. Adanya penimbunan atau deposis
garam kalsium pada konjungtiva menyebabkan gejala red eye syndrome
akibat iritasi dan hipervaskularisasi.
c. Kelainan kulit
Pasien akan sering merasakan gatal-gatal
d. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia,
ataupun depresi. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak
jarang dengan gejala psikosis. Pada kelainan neurologi, kejang otot atau
muscular twitchingsering ditemukan pada pasien yang sudah dalam
keadaan yang berat, kemudian menjadi koma.
Sedangkan menurut Jordan dan Lemire, (1982) lebih dari 50% kasus GNA
adalah asimtomatik. Kasus klasik atau tipikal diawali dengan infeksi
saluran nafas atas dengan nyeri tenggorokan 2 minggu diawali timbulnya
sembab (Trafis, 1994). Periode laten rata-rata 10 atau 21 hari setelah
infeksi tenggorokan atau kulit (Nelson, 2000).
1. Hematuria (urin berwarna merah kecoklat-coklatan)
2. Proteinuria (protein dalam urin)
3. Oliguria (keluaran urin berkurang)
4. Nyeri panggul
5. Edema, ini cenderung lebih nyata pada wajah di pagi hari, kemudian
menyebar ke abdomen dan ekstremitas di siang hari (edema sedang
mungkin tidak terlihat oleh seorang yang tidak mengenal anak dengan
baik)
6. Suhu badan umumnya tidak seberapa tinggi, tetapi dapat terjadi tinggi
sekali pada hari pertama.
7. Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama
dan akan kembali normal pada akhir minggu pertama juga. Namun
jika terdapat kerusakan jaringan ginjal, tekanan darah akan tetap tinggi
selama beberapa minggu dan menjadi permanen jika keadaan
penyakitnya menjadi kronik (Sekarwana, 2001)
8. Dapat timbul gejala gastrointerstinal seperti muntah, tidak nafsu
makan, dan diare.
9. Bila terdapat ensefalopati hipertensif dapat timbul sakit kepala,
kejang, dan kesadaran menurun.
10. Fatigue (keletihan atau kelelahan).
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Urinalisis
Pada pemeriksaan urin rutin ditemukan hematuri mikroskopis ataupun
makroskopis (gros), proteinuria. Proteinuri biasanya sesuai dengan derajat
hematuri dan berkisar antara ± sampai 2+ (100 mg/dL). Bila ditemukan
proteinuri masif (> 2 g/hari) maka penderita menunjukkan gejala sindrom
nefrotik dan keadaan ini mungkin ditemukan sekitar 2-5% pada penderita
GNAPS. Ini menunjukkan prognosa yang kurang baik. Pemeriksaan
mikroskopis sedimen urin ditemukan eritrosit dismorfik dan kas eritrosit,
kas granular dan hialin (ini merupakan tanda karakteristik dari lesi
glomerulus) serta mungkin juga ditemukan leukosit. Untruk pemeriksaan
sedimen urin sebaiknya diperiksa urin segar pagi hari.
Darah
Pencitraan
Gambaran radiologi dan USG pada penderita tidak spesifik. Foto toraks
umumnya menggambarkan adanya kongesti vena sentral daerah hilus,
dengan derajat yang sesuai dengan meningkatnya volume cairan
ekstraseluler. Sering terlihat adanya tanda-tanda sembab paru (di Indonesia
11.5%), efusi pleura (di Indonesia 81.6%), kardiomegali ringan (di
Indonesia 80.2%), dan efusi perikardial (di Indonesia 81.6%). Foto
abdomen dapat melihat adanya asites. Pada USG ginjal terlihat besar dan
ukuran ginjal yang biasanya normal. Bila terlihat ginjal yang kecil,
mengkerut atau berparut, kemungkinannya adalah penyakit ginjal kronik
yang mengalami eksaserbasi akut. Gambaran ginjal pada USG
menunjukkan peningkatan echogenisitas yang setara dengan echogenisitas
parenkhim hepar. Gambaran tersebut tidak spesifik dan dapat ditemukan
pada penyakit ginjal lainnya.
9. PENATALAKSANAAN
Suportif
Pada kasus ringan, dapat dilakukan tirah baring, mengatasi sembab kalau
perlu dengan diuretik, atau mengatasi hipertensi yang timbul dengan
vasodilator atau obat-obat anti hipertensi yang sesuai. Pada gagal ginjal
akut harus dilakukan restriksi cairan, pengaturan nutrisi dengan pemberian
diet yang mengandung kalori yang adekuat, rendah protein, rendah
natrium, serta restriksi kalium dan fosfat. Kontrol tekanan darah dengan
hidralazin, calcium channel blocker, beta blocker, atau diuretik. Pada
keadaan sembab paru atau gagal jantung kongestif akibat overload cairan
perlu dilakukan restriksi cairan, diuretik, kalau perlu dilakukan dialisis
akut atau terapi pengganti ginjal. Pembatasan aktivitas dilakukan selama
fase awal, terutama bila ada hipertensi. Tirah baring dapat menurunkan
derajat dan durasi hematuria gross, tetapi tidak mempengaruhi perjalanan
penyakit atau prognosis jangka panjang.
Edukasi penderita
10. KOMPLIKASI
Glomerulonefritis akut terkadang bisa sembuh tanpa penanganan
tertentu. Tetapi secara umum, baik glomerulonefritis akut maupun kronis bila
tidak ditangani secara benar, bisa bertambah parah dan memicu penyakit lain.
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah hipertensi, sindrom
nefrotik, gagal ginjal akut, penyakit ginjal kronis, gagal jantung dan edema
paru akibat cairan yang menumpuk dalam tubuh, gangguan kesimbangan
elektrolit seperti natrium dan kalium, dan rentan terhadap infeksi.
Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari, terjadi sebagai
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal
akut dengan uremia, hiperkalemia, dan hiperfosfatemia. Walau oliguria atau
anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka
dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.Hipertensi ensefalopati,
didapatkan gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-
kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan
edema otak. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki
basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium. Anemia
yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang
menurun (Rachmadi, 2010).
11. PENCEGAHAN
Sebagian besar kondisi glomerulonefritis tidak dapat dicegah. Namun,
ada beberapa langkah yang dapat diupayakan:
Hubungi dokter untuk penanganan segera bila Anda mengalami kondisi
nyeri tenggorokan akibat infeksi Streptokokus atau kondisi impetigo.
Kendalikan tekanan darah tinggi, salah satu faktor yang meningkatkan
risiko cedera pada ginjal.
Kendalikan kadar gula darah untuk mencegah nefropati diabetik
(gangguan ginjal akibat diabetes).
Untuk mencegah infeksi yang dapat menyebabkan terjadinya beberapa
jenis glomerulonefritis, seperti HIV dan hepatitis, ikuti panduan seputar
hubungan seksual yang aman. Hindari pula penggunaan narkotika
berbahaya.
Glomerulonefritis merupakan penyakit yang diduga melibatkan
mekanisme imunologis, dapat menimbulkan reaksi peradangan berat serta
pembentukan jaringan fibrosis pada glomerulus. Pengobatan terbaru
glomerulonefritis mempunyai dua tujuan yaitu menekan proses peradangan
dan menghambat progresifitas fibrosis glomerulus, sehingga gagal ginjal
terminal dapat dicegah. Obat yang digunakan untuk menekan proses
peradangan adalah mikofenolat mofetil, rapamycin, anti-molekul adhesi, anti-
sitokin inflamasi, antibodi monoklonal anti-CD20, dan anti-siklooksigenase-
2. Obat yang dapat menghambat progresivitas fibrosis glomerulus adalah
antagonis angiotensin II dan pirfenidone. Pengembangan obat baru untuk
mengatasi peradangan dan mencegah fibrosis pada glomerulonefritis,
diharapkan dapat mencegah terjadinya gagal ginjal terminal pada anak.
DAFTAR PUSTAKA
Lattanzio MR, Kopyt NP. Acute kidney injury: new concepts in definition,
diagnosis, pathophysiology, and treatment. J Am Osteopath Assoc.
2009;109(1):13-9.
Price, S.A., dan Wilson, L. M., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, Edisi 6, Vol. 2, diterjemahkan oleh Pendit, B. U., Hartanto, H.,
Wulansari, p., Mahanani, D. A.,Jakarta : EGC
Smith JM, Faizan MK, Eddy AA. 2003. The child with acute nephritis syndrome.
Dalam: Webb N, Postlethwaite R, penyunting. Clinical paediatric
nephrology. edisi ke-3. New York: Oxford;. h. 367-80.
Smith JM, Faizan MK, Eddy AA. The child with acute nephritis syndrome.
Dalam: Webb N, Postlethwaite R, penyunting. Clinical paediatric
nephrology. edisi ke-3. New York: Oxford; 2003. h. 367-80.
Sukandar E. 2006. Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis. Bandung: Pusat
Informasi Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Padjajaran/RS Dr. Hasan Sadikin Bandung
Tatipang, Pirania CH., dkk. 2017. Analisis Faktor Risiko Glomerulonefritis Akut
Pasca Streptokokus pada Anak Di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 5, Nomor 2, Juli-Desember 2017. Manado:
Universitas Sam Ratulangi.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018