Anda di halaman 1dari 18

HIPERTENSI PADA LANSIA

1. Konsep Dasar Hipertensi


a. Definisi
Hipertensi adalah penyakit yang dapat menyerang siapa saja, baik muda maupun
tua. Hipertensi juga sering disebut sebagai silent killer karena termasuk penyakit yang
mematikan. Bahkan, Hipertensi tidak dapat secara langsung membunuh penderitanya,
melainkan hipertensi memicu terjadinya penyakit lain yang tergolong kelas berat dan
mematikan serta dapat meningkatkan resiko serangan jantung, gagal jantung, stroke dan
gagal ginjal (Pudiastuti, 2013).
Hipertensi juga merupakan salah satu penyakit degeneratif, umumnya tekanan
darah bertambah secara perlahan dengan seiring bertambahnya umur (Triyanto,2014)
Hipertensi adalah apabila tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan tekanan
diastolik > 90 mmHg, atau apabila pasien memakai obat anti hipertensi (Slamet Suyono,
2001 dan Arif Mansjoer, 2001).
Hipertensi menurut WHO adalah hipertensi jika tekanan darah sistolik lebih dari
140 mmHg atau tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.
Hipertensi Ada 2 type klasifikasi, diantaranya Hipertensi Primer dan Hipertensi
Sekunder:
1) Hipertensi Primer
Hipertensi primer adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah
tinggi sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan.
Seseorang yang pola makannya tidak terkontrol dan mengakibatkan kelebihan berat
badan atau bahkan obesitas, merupakan pencetus awal untuk terkena penyakit
tekanan darah tinggi. Begitu pula sesorang yang berada dalam lingkungan atau
kondisi stressor tinggi sangat mungkin terkena penyakit tekanan darah tinggi,
termasuk orang-orang yang kurang olahraga pun bisa mengalami tekanan darah
tinggi.
2) Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan tekanan
darah tinggi sebagai akibat seseorang mengalami/menderita penyakit lainnya
seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem hormon tubuh. Sedangkan
pada Ibu hamil, tekanan darah secara umum meningkat saat kehamilan berusia 20
minggu. Terutama pada wanita yang berat badannya di atas normal atau gemuk
(gendut).
Pregnancy-induced hypertension (PIH), ini adalah sebutan dalam istilah kesehatan
(medis) bagi wanita hamil yang menderita hipertensi. Kondisi Hipertensi pada ibu
hamil bisa sedang ataupun tergolong parah/berbahaya, Seorang ibu hamil
dengan tekanan darah tinggi bisa mengalami Preeclampsia dimasa kehamilannya
itu.
Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC VII :

kategori Tekanan darah sistol Tekanna darah diastol


Normal <120 <80
Prehypertension 120 – 139 80 – 89
Hypertension stage 1 140 – 159 90 – 99
Hypertension stage 2 ≥ 160 ≥ 100

b. Etiologi
Hipertensi dapat disebabkan oleh interaksi bermacam-macam faktor antara lain:
1) Kelelahan
2) Proses penuaan
3) Keturunan
4) Diet yang tidak seimbang
5) Stress
6) Akibat/ komplikasi dari penyakit hipertensi: Gagal jantung, gagal ginjal, stroke
(kerusakan otak), kelumpuhan.
c. Patofisiologi
Komponen-komponen utama pada system kardiovaskuler adalah jantung dan
vaskularisasinya. Jantung pada lansia normal tanpa hipertensi atau penyalit klinis tetap
mempunyai ukuran yang sama atau menjadi sedikit lebih kecil daripada usia setengah
bayi. Secar umum frekuensi denyut jantung menurun, isi sekuncup menurun dan curah
jantung berkurang 30-40%.
Perubahan juga terjadi pada katup mitral dan aorta, katup-katup tersebut
mengalami sklerosis dan penebalan. Endokardium menebal dan terjadi sklerosis,
miokard menjadi lebih kaku dan lebih lambat dalam pemulihan kontraktilitas dan
kepekaan, sehingga stress mendadak/lama dan takikardia kurang diperhatikan.
Peningkatan frekuensi jantung dalam berespon terhadap stress berkurang dan
peningkatan frekuensi jantung lebih lama untuk pengembalian pada kondisi dasar.
Untuk mengkompensasi adanya masalah dalam frekuensi jantung, maka isi sekuncup
meningkat, sehingga meningkatkan curah jantung yang dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan darah
Penurunan kadar hemoglobin pada lansia mengakibatkan penurunan pada
konsentrasi oksigen yang dapat ditransportasi oleh darah sehinga oksigenasui menjadi
tidak adekuat. Ditambah lagi dengan masukan diet yang buruk, kondisi psikologis
seperti kesepian, serta adanya penyakit kronis dapat menjadi faktor pemberat anemia
Perubahan-perubahan normal pada jantung (kekuatan otot jantung berkurang),
pembuluh darah (arteriosklerosis;elastisitas dinding pembuluh darah berkurang), dan
kemampuan memompa dari jantung harus bekerja keras sehingga terjadi hipertensi.
Semua hal tersebut ini berhubungan dengan proses menua dimana dapat mengubah
fungsi dan menempatkab para lansia pada resiko terhadap penyakit.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada Jantung :
1) Pada miokardium terjadi brown atrophy disertai akumulasi lipofusin (aging
pigment) pada serat-serat miokardium.
2) Terdapat fibrosis dan kalsifikasi dari jaringan fibrosa yang menjadi rangka dari
jantung. Selain itu pada katup juga terjadi kalsifikasi dan perubahan sirkumferens
menjadi lebih besar sehingga katup menebal. Bising jantung (murmur) yang
disebabkan dari kekakuan katup sering ditemukan pada lansia.
3) Terdapat penurunan daya kerja dari nodus sino-atrial yang merupakan pengatur irama
jantung. Sel-sel dari nodus SA juga akan berkurang sebanyak 50%-75% sejak manusia
berusia 50 tahun. Jumlah sel dari nodus AV tidak berkurang, tapi akan terjadi fibrosis.
Sedangkan pada berkas His juga akan ditemukan kehilangan pada tingkat selular.
Perubahan ini akan mengakibatkan penurunan denyut jantung.
4) Terjadi penebalan dari dinding jantung, terutama pada ventrikel kiri. Ini menyebabkan
jumlah darah yang dapat ditampung menjadi lebih sedikit walaupun terdapat
pembesaran jantung secara keseluruhan. Pengisian darah ke jantung juga melambat.
5) Terjadi iskemia subendokardial dan fibrosis jaringan interstisial. Hal ini disebabkan
karena menurunnya perfusi jaringan akibat tekanan diastolik menurun.

Perubahan-perubahan yang terjadi pada Pembuluh darah :

1) Hilangnya elastisitas dari aorta dan arteri-arteri besar lainnya. Ini menyebabkan
meningkatnya resistensi ketika ventrikel kiri memompa sehingga tekanan sistolik dan
afterload meningkat. Keadaan ini akan berakhir dengan yang disebut “Isolated aortic
incompetence”. Selain itu akan terjadi juga penurunan dalam tekanan diastolik.
2) Menurunnya respons jantung terhadap stimulasi reseptor ß-adrenergik. Selain itu
reaksi terhadap perubahan-perubahan baroreseptor dan kemoreseptor juga menurun.
Perubahan respons terhadap baroreseptor dapat menjelaskan terjadinya Hipotensi
Ortostatik pada lansia.
3) Dinding kapiler menebal sehingga pertukaran nutrisi dan pembuangan melambat.

Perubahan-perubahan yang terjadi pada Darah :

1) Terdapat penurunan dari Total Body Water sehingga volume darah pun menurun.
2) Jumlah Sel Darah Merah (Hemoglobin dan Hematokrit) menurun. Juga terjadi
penurunan jumlah Leukosit yang sangat penting untuk menjaga imunitas tubuh. Hal
ini menyebabkan resistensi tubuh terhadap infeksi menurun.

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak


dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis
ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang
akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai
faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriksi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis
merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi
kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan
pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah
menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan
air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor
ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan struktural dan


fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer,
2001).

d. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala hipertensi pada lansia secara umum adalah : Sakit kepala,
Perdarahan hidung, Vertigo, Mual muntah,Perubahan penglihatan, Kesemutan pada
kaki dan tangan, Sesak nafas, Kejang atau kom,Nyeri dada.
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
1) Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2) Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang
mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita
hipertensi yaitu : mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, kelelahan, sesak nafas,
gelisah, mual muntah, epistaksis, kesadaran menurun.

e. Komplikasi
1) Gagal Jantung atau Penyakit Jantung Koroner
Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat, otot jantung
akan menyesuaikan sehingga terjadi pembesaran jantung dan semakin lama otot
jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya, yang disebut dekompensasi.
Akibatnya, jantung tidak mampu lagi memompa dan menampung darah dari paru
sehingga banyak cairan tertahan di paru maupun jaringan tubuh lain yang dapat
menyebabkan sesak nafas atau oedema. Kondisi ini disebut gagal jantung.
2) Stroke
Stroke ini terjadi karena aliran darah di arteri otak terganggu. Otak menjadi
kekurangan oksigen dan nutrisi. Stroke hemoragik (sekitar 20% kasus) timbul saat
pembuluh darah di otak atau di dekat otak pecah. Penyebab utamanya adalah
tekanan darah tinggi yang persisten. Hal ini menyebabkan darah meresap ke ruang
di antara sel-sel otak.
3) Gagal Ginjal
Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan system
penyaringan di dalam ginjal, akibatnya lambat laun ginjal tidak mampu membuang
zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi
penumpukan di dalam tubuh.
4) Kebutaan
Tekanan darah tinggi dapat mempersempit atau menyumbat arteri di mata, sehingga
menyebabkan kerusakan pada retina (area pada mata yang sensitif terhadap
cahaya). Keadaan ini disebut penyakit vaskular retina. Penyakit ini dapat
menyebabkan kebutaan dan merupakan indikator awal penyakit jantung.

f. Pemeriksaan penunjang

1) Hemoglobin / hematokrit : Untuk mengkaji hubungan dari sel–sel terhadap volume


cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor–faktor resiko seperti
hiperkoagulabilitas dan anemia
2) Glukosa : Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi)
3) Kalium serum : Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
4) Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
5) Kolesterol dan trigliserid serum : Peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler)
6) Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan
hipertensi
7) Kadar aldosteron urin/serum : Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab)
8) Urinalisa : Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal atau adanya
diabetes.
9) Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
10) Steroid urin : Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
11) IVP : Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim ginjal,
batu ginjal/ureter.
12) Foto dada : Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
13) CT scan :Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
14) EKG : Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi

g. Penatalaksanaan
1) Pencegahan Primer
Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata, adanya hipertensi
pada anamnesis keluarga, ras (negro), tachycardi, obesitas dan konsumsi garam yang
berlebihan dianjurkan untuk:
a) Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar tidak terjadi
hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dsb.
b) Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
c) Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam.
d) Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.
e) Pencegahan sekunder
2) Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita hipertensi
berupa:
a) Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat maupun dengan
tindakan-tindakan seperti pada pencegahan primer.
b) Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara normal dan
stabil mungkin. Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus
dikontrol.

c) Batasi aktivitas
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas
akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan
pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
a) Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan
sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat
ini meliputi :
1) Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
- Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
- Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
- Penurunan berat badan
- Penurunan asupan etanol
- Menghentikan merokok
2) Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah dianjurkan untuk
penderita hipertensi. Macam olah raganya yaitu isotonis dan dinamis seperti
lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain. Intensitas olah raga yang baik
antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal
yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada
dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik
5 x perminggu
3) Edukasi Psikologis. Pemberian edukasi psikologis untuk penderita
hipertensi meliputi :
- Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada
subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek
dianggap tidak normal. Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk
mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk
gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
- Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk
mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita
untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks
4) Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan)
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien
tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat
mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
b) Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah
saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar
penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu
dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh
Komite Dokter Ahli Hipertensi (JOINT NATIONAL COMMITTEE ON
DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD
PRESSURE, USA, 1988) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta,
antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal
pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada
penderita.
Pengobatannya meliputi :
1) Step 1 : Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE
inhibitor
2) Step 2 : Alternatif yang bisa diberikan : Dosis obat pertama dinaikkan.,
Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama, Ditambah obat ke –2 jenis lain,
dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca antagonis, Alpa blocker, clonidin,
reserphin, vasodilator
3) Step 3 : Alternatif yang bisa ditempuh : Obat ke-2 diganti, Ditambah obat
ke-3 jenis lain
4) Step 4 : Alternatif pemberian obatnya : Ditambah obat ke-3 dan ke-4, Re-
evaluasi dan konsultasi dan Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan
komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan (perawat, dokter)
dengan cara pemberian pendidikan kesehatan.

2. Asuhan keperawatan Hipertensi


a. Pengkajian
1) Aktifitas/ istirahat
Gejala : Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : Frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
2) Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner aterosklerosis.
Tanda : Kenaikan tekanan darah, tachycardi, disrythmia, denyutan nadi jelas,
bunyi jantung murmur, distensi vena jugularis
3) Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah, faktor
stress multiple (hubungan, keuangan, pekerjaan)
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan
yang meledak, otot muka tegang (khususnya sekitar mata), peningkatan pola bicara
4) Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi, riwayat
penyakit ginjal ), obstruksi.
5) Makanan/ cairan
Gejala : Makanan yang disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol),
mual, muntah, perubahan berat badan (naik/ turun), riwayat penggunaan diuretik.
Tanda : Berat badan normal atau obesitas, adanya oedem.
6) Neurosensori
Gejala : Keluhan pusing berdenyut, sakit kepala sub oksipital, gangguan
penglihatan.
Tanda : Status mental: orientasi, isi bicara, proses berpikir,memori, perubahan
retina optik. Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman tangan.
7) Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, nyeri abdomen/ masssa.
8) Pernafasan
Gejala : Dyspnea yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja, tacyhpnea, batuk dengan/
tanpa sputum, riwayat merokok.
Tanda : Bunyi nafas tambahan, cyanosis, distress respirasi/ penggunaan alat bantu
pernafasan.
9) Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara brejalan

b. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1) Nyeri (sakit kepala) b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral
2) Pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi
inadekuat
3) Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan
kurangnya informasi mengenai penyakitnya.
4) Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan
vasokontriksi pembuluh darah.
5) Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang,
motorik atau persepsi.

c. Intervensi keperawatan
1) Nyeri (sakit kepala) b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral
Tujuan : Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat
Kriteria hasil : Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak
nyaman

Intervensi :

a) Pertahankan tirah baring ,lingkungan yang tenang ,sedikit penerangan


b) Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan
c) batasi aktivitas
d) Hindari merokok atau menggunakan penggunaa nikotin
e) Beri obat analgetik sesuai dosis yang dianjurkan
f) Beri tindakan yang menyenangkan sesuia indikasisperti kompres es,posisi
nyaman,teknik relaksasi,bimbingan imajinasi,hindari konstipasi.

2) Pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi tidak
adekuat
Tujuan : Setelah tindakan keperawatan selama 4 hari kebutuhan nutrisi
klien terpenuhi secara adekuat
Kriteria hasi :
- nafsu makan klien meningkat
- porsi yang disediakan habis
- klien makan 3 kali dengan kalori yang cukup
- Dalam waktu 1-2 bulan ada peningkatan BB

Intervensi :

a) Kaji pengetahuan klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh


Rasional : Pengetahuan yang kurang tentang nutrisi mempengaruhi dalam
pemenuhan kebutuhan nutrisi.
b) Beri penjelasan tentang pentingnya nutrisi yang adekuat bagi tubuh terutama
pada lansia
Rasional : Penjelasan yang adekuat akan meningkatkan pemahaman tentang
nutrisi
c) Anjurkan klien makan sedikit sedikit tapi sering
Rasional : meningkatkan asupan makanan

d) Anjurkan klien membiasakan makan pagi


Rasional : pola yang baik meningkatkan asupan makanan disamping
menghindari kekosongan lambung
e) Ajarkan jenis-jenis makanan yang harus dikonsumsi oleh usila dan pentingnya
tinggi serat bagi tubuh
Rasional : dengan mengetahui makanan yang dikonsumsi serta pentingnya
serat akan memperbaiki pencernaan usus/proses asorbsi
f) Ciptakan lingkungan tempat makan yang nyaman
Rasional : lingkungan yang nyaman akan meningkatkan selera makan.
g) Dampingi klien saat makan
Rasional : Mendeteksi asupan makanan klien
h) Pantau berat badan klien setiap 2 hari sekali
Rasional : dengan pemantauan BB diketahui peningkatan atau penurunan BB
i) Kerjasama dengan petugas panti menu klien lansia yang adekuat
Rasional : Sebagai upaya perbaikan menu agar meningkatkan nafsu makan
3) Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan
kurangnya informasi mengenai penyakitnya.
Tujuan :Klien menunjukkan peningkatan pengetahuan mengenai
penyakitnya

Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regiment

pengobatan

Intervensi

a) Kaji tingkat pemahaman klien tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala,
pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut.
Rasional : Mengidentifikasi tingkat pegetahuan tentang proses penyakit
hipertensi dan mempermudah dalam menentukan intervensi.

b) Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor-faktor resiko kardivaskuler yang


dapat diubah, misalnya : obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan kolesterol, pola
hidup monoton, merokok, pola hidup penuh stress dan minum alcohol (lebih
dari 60 cc/hari dengan teratur).
Rasional : Faktor-faktor resiko ini telah menunjukan hubungan dalam
menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskuler serta ginjal.
c) Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang terdekat.
Rasional : Kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena perasaan
sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minimal klien/orang
terdekat untuk mempelajari penyakit, kemajuan dan prognosis. Bila klien tidak
menerima realitas bahwa membutuhkan pengobatan kontinyu, maka perubahan
perilaku tidak akan dipertahankan.
d) Jelaskan pada klien tentang proses penyakit hipertensi
(pengertian,penyebab,tanda dan gejala,pencegahan, pengobatan, dan akibat
lanjut) melalui penkes.
Rasional : Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan klien tentang proses
penyakit hipertensi.

4) Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi


pembuluh darah.
Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung
Kriteria Hasil :
- Klien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah/beban
kerja jantung
- Mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima,
- Memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentang normal
pasien

Intervensi

a) Observasi tekanan darah


Rasional : Perbandingan dari tekanan darah memberikan gambaran yang lebih
lengkap tentang keterlibatan vaskuler.
b) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
Rasional : Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati
saat palpasi. Denyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari
vasokontriksi dan kongesti vena.
c) Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi atrium,
perkembangan S3 menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya
krakels, mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya
atau gagal jantung kronik.
d) Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
Rasional : Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat
mencerminkan dekompensasi/penurunan curah jantung.
e) Kolaborasi dengan dokter dalam pembrian terapi anti hipertensi dan diuretik.
Rasional : Menurunkan tekanan darah.
5) Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang,
motorik atau persepsi.
Tujuan : Tidak terjadi cidera
Kriteria hasil :
- Mengidentifikasi faktor yang meningkatkan resiko terhadap cedera.
- Memperagakan tindakan keamanan untuk mencegah cedera.
- Meminta bantuan bila diperlukan

Intervensi:
a) Lakukan tindakan untuk mengurangi bahaya lingkungan.
Rasional : Membantu menurunkan cedera.
b) Bila penurunan sensitifitas taktil menjadi masalah ajarkan klien untuk
melakukan:
- Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas sebelum digunakan.
- Kaji ekstremitas setiap hari terhadap cedera yang tak terdeteksi.
- Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit dilemaskan dengan
lotion emoltion.

Rasional : Kerusakan sensori pasca CVA dapat mempengaruhi persepsi klien


terhadap suhu.

c) Lakukan tindakan untuk mengurangi resiko yang berkenaan dengan pengunaan


alat bantu.
Rasional : Penggunaan alat bantu yang tidak tepat atau tidak pas dapat
meyebabkan regangan atau jatuh.
d) Anjurkan klien dan keluarga untuk memaksimalkan keamanan di rumah.
Rasional : Keamanan yang baik meminimalkan terjadinya cidera

DAFTAR PUSTAKA
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/viewFile/12880/12470
http://www.perawatina.com/2015/06/laporan-pendahuluan-hipertensi.html

Anda mungkin juga menyukai