Anda di halaman 1dari 13

Inkontinensia Urin pada Pasien Geriatri dan Penatalaksanaannya

Christina Sonia Wibowo

102016197 / E-4

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510, Indonesia

Email: chris.soniaa@gmail.com

Abstrak

Geriatri adalah cabang ilmu gerontologi dan kedokteran yang mempelajari kesehatan pada
lansia dalam berbagai aspek, yaitu promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Prinsipnya
adalah mengusahakan masa tua yang berguna dan bahagia. Salah satu masalah penting yang
dihadapi lansia adalah kesehatan karena berkurangnya fungsi tubuh akibat penurunan jumlah
sel dan kemampuan bertahan jaringan tubuh (proses menua). Masalah kesehatan populasi
lansia bukan saja terletak pada aspek penyakit kronis atau degeneratif, tetapi juga kerentanan
terhadap infeksi yang tinggi. Masalah yang sering ditemui adalah inkontinensia, demensia,
diabetes melitus, gangguan keseimbangan, gangguan sendi, gangguan kognitif dan lainnya.
Keperawatan dasar bagi kelompok lansia ditunjukkan pada kelompok lansia aktif (yang dapat
melaksanakan kegiatan sehari-hari tanpa bantuan orang lain) dan lansia pasif (perlu dibantu
orang lain untuk hampir seluruh kegiatan sehari-hari). Hendaknya dilakukan pendekatan dan
perawatan paripurna untuk pasien geriatri sesuai dengan kondisi masing-masing pasien.

Kata kunci: geriatri, pendekatan paripurna, inkontinensia urin

Abstract

Geriatric is the branch of gerontology and medicine that specialized in health care of elderly
people from different aspects: promotion, prevention, curative, and rehabilitation. Its
principle is to undertake a happy and useful old days. One of the most important problem
faced by the elderly people is health problem as the result of the declining physiologic
function of the body due to decreasing amount of cells and ability to mantain the physiolgical
condition by the tissue (aging). Health problems of the elderly people besides talking about
chronic illness or degenerative but also involve the susceptibility to get infection. Most often
geriatric problems are incontinence, dementia, diabetes melitus, instability, joint problems,
cognitive problems, etc. Basic nursing care for elderly consist of for those who still active
and independent (have high activities of daily living), and the passive ones (who have low
activities of daily living)

Keywords: geriatric, comprehensive assessment, urinary incontinence


Pendahuluan

Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari proses penuaan dan masalah yang terjadi pada
lansia melalui pendekatan ilmiah dari berbagai aspek proses penuaan yaitu kesehatan, sosial,
ekonomi, perilaku, lingkungan, dan lain-lain.1 Tahun 1995 WHO menggariskan bahwa fokus
pembinaan bagi kelompok usia lanjut adalah upaya promotif dan meminimalkan
ketergantungan pada usia lanjut. Geriatri adalah ilmu tentang merawat orang berusia lanjut
terhadap penyakitnya, atau pula dapat diartikan sebagai cabang ilmu kedokteran dan
gerontologi yang mempelajari tentang penyakit pada lansia dan paraktiknya. 1,2

Proses menua merupakan berkurangnya jumlah sel-sel tubuh yang mengakibatkan


menurunan fungsi tubuh secara perlahan. Kamampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan
mempertahankan fungsi normanya perlahan menghilang sehingga rentan terhadap infeksi dan
kerusakan dan kurang dapat memperbaiki kerusakan tersebut. karena proses tersebut, tubuh
akan mengalami berbagai masalah kesehatan atau yang biasa disebut penyakit degeneratif. 1-3

Seiring terjadinya penuaan, terdapat perubahan-perubahan yang menuju penurunan pada


fungsi tubuh seperti pada sistem saraf pusat, sistem respiratori, sistem kardiovaskular, sistem
endokrin, sistem renal, sistem gastrointestinal, dan muskuloskeletal. 4

Depresi2,3,5

Depresi merupakan penyakit mental yang paling sering pada pasien usia di atas 60 tahun,
dengan tampilan gejala yang tidak spesifik.

Perubahan pada SSP seperti meningkatna aktivitas monoamin oksidase dan berkurangnya
konsentrasi neurotransmiter (terutama katekolaminergik) dapat berperan dalam terjadinya
depresi usia lanjut. Multipatologi dengan berbagai penyakit kronik dan polifarmasi
meningkatkan kejadian depresi usia lanjut. Faktor psikososial juga berperan sebagai
predisposisi. Faktor kehilangan orang yang dikasihinya sering dialami orang tua. Faktor
kehilangan fisik juga meningkatkan kerentanan terhadap depresi, berkurangnya kemauan
merawat diri, dan hilangnya kemandirian. Berkurangnya kapasitas sensoris membuat
penderita terisolasi dan berujung depresi. Berkurangnya daya ingat dan fungsi intelektual
sering dikaitkan dengan depresi. Kehilangan pekerjaan, penghasilan dan dukungan sosial juga
menjadi faktor predisposisi orang lanjut usia untuk mengalami depresi.

Depresi pada geriatri sulit diidentifikasi karena depresi sering tidak diakui pasien, juga sulit
dikenali dokter karena gejala yang tumpang tindih, sering komorbiditas dengan penyakit
medis lainnya sehingga lebih menonjolkan gejala somatik daripada depresi.

Epidemiologi

Prevalensi terbesar gangguan psikiatri pada geriatri adalah depresi. Prevalensi depresi geriatri
lebih tinggi di ruang perawatan (terutama perawatan jangka panjang) daripada di masyarakat.
Data prevalensi depresi usia lanjut di Indonesia diperoleh dari ruang rawat akut geriatri
sebanyak 76,3%.
Etiologi dan Patogenesis

Banyak kasus berhubungan dengan polifarmasi yang berkaitan dengan multipatologi.


Beberapa penyebab lain dalah kondisi medik seperti stroke dan hipotiroidisme. Salah satu
teori tentang etiologi depresi yatu teori neurobiologi menyebutkan bahwa faktor gentik
berperan. Seligman berpendapat terdapat hubungan antara kehilangan yang tak terhindarkan
akibat proses menua dan kondisi multipatologi dengan sensasi passive helplessness yang
sering terjadi pada usia lanjut.

Menurut erik Erikson, kepribadian berkembang dengan perjalanan kehidupan, melalui


konflik-konflik yang terselesaikan oleh individu yang dipengaruhi oleh maturitas kepribadian,
dukungan lingkungan, dan tekanan hidup. Adanya krisis integrity vs despair yaitu individu
yang sukses melampaui tahapan tadi akan dapat beradaptasi dnegan baik, menerima
perubahan, dan memandang kehidupan dengan damai dan bijaksana sehingga hidup baik dan
nyaman. Sebaliknya resolusi yang kurang berhasil dicirikan dengan perasaan bahwa hidup
terlalu pendek, perasaan tidak memiliki, pemberontakan, marah, putus asa, kegetiran untuk
hidup lagi jika diberi kesempatan. Kondisi ini menyebabkan orang lanjut usia rentan depresi.

Diagnosis dan Komorbiditas

Depresi usia lanjut sulit dideteksi karena, penyakit fisik yang diderita mengacaukan
gambaran depresi dan pasien sering menutupi rasa sedih justru malah menunjukkan dia lebih
aktif.

Sekitar 40% kasus tidak terdiagnosis karena dokter, pasien atau keluarga mengira gejala
depresi normal ada usia lanjut, adanya polifarmasi dan komorbiditas.

Penyakit yang sering terjadi bersama depresi yaitu DM, hipertensi, gagal jantung, penurunan
fungsi hepar dan ginjal, Parkinson, Alzheimer, stroke, artritis, keganasan.

Cara penegakan diagnosis menurut DSM-IV atau menurut ICD-10. Menurut DSM-IV kriteria
dpresi berat mencakup 5 atau lebih gejala berikut dan telah berlangsung 2 minggi atau lebih:
perasaan depres, hilang minat atau rasa senang hampir setiap hari, berat badan menurun atau
bertambah signifikan, insomnia atau hiperinsomnia hampir setiap hari, kelelahan hampir
setiap hari, rasa bersala atau tak berharga, sulit konsentrasi, pikiran berulang tentang
kematian atau gagasan bunuh diri. Gejala hilangnya minat dan perasaan depresif harus ada
dalam penegakan diagnosis.

Menurut ICD-10 gejala depresi terdiri dari gejala utama dan gejala lain. gejala utama yaitu
perasaan depresif, hilang minat dan semangat, mudah lelah. Gejala lain yaitu konsentrasi
menurun, harga diri menurun, perasaan bersalah, pesimis, gagasan membahayakan diri,
gangguan tidur, gangguan nafsu makan, menurunnya libido. Berdasarkan gejala tersebut,
pasien dapat digolongkan menjadi depresi ringan, sedang, berat.

Pada pasien depresi bisa mengalami imobilisasi lebih lama dan mengalami perburukan satus
fungsional lebih besar dibanding dengan penderita penyakit kronik saja. Depresi dapat
memperberat penyakit medik, dan begitu pula sebaliknya.
Prognosis

Depresi usia lanjut seirng belanjut kronis dan kambuh-kambuhan. Ini berhubungan dengan
komorbiditas, kemunduran kognitif, dan psikososial. Komplikasi yang dapat terjadi adalah
malnutrisi dan pneumonia (karena imobilitas atau berbaring terus menerus) juga akibat
sampingan dari pemberian obat depresi.

Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi adalah mencegah relaps, rekuren, dan kronisitas. Depresi usia lanjut
lebih efektid diobati dengan kombinasi terapi psikologis dan farmakologis disertai
pendekatan interdisiplin. Problem fisik yang ada harus diobati pula. Perlu juga melatih
keterampilan sehari-hari, peningkatan keamanan di rumah, terapi okupasi, dan peberian
informasi.

Strategi praktis terapi individu adalah: 1) menyusun jadwal pertemuan untuk menjaga
kepatuhan dan komitmen, 2) memfokuskan topik pembicaraan tentang kehidupan soaial
umum, 3) terfokus membicaraakan masalah dan menetapkan sasaran realistis, 4) mendorong
pasien terlibat kegiatan yang berarti dan berguna untuk meningkatakan kemampuan dan
menikmati pengalaman menyenangkan,5) menunjukkan kepedulian, 6) meninjau kembali
yang telah dicapai masa lalu untuk membangkitkan rasa mampu dan harga diri.

Secara umum indikasi pemberian obat antidepresan adalah untuk depresi sedang sampai berat,
episode berulang, dan depresi dengan gambaran melankolia atau psikotik.

Pemilihan jenis antidepresan merujuk pada profil efek samping obat. Antidepresan generasi
baru bekerja pada reseptor susunan saraf otak, lebih sensitif dan spesifik jadi profil efek
samping obat lebih baik. Termasuk kelompok ini adalah Serotonin Selective Reuptake
Inhibitor/SSRI, Serotonin enhancer, Reversible MAOIs, dan antidepresan lainnya. Profil efek
smaping yang baik akan mengurang risiko komplikas dan memperbaiki kepatuhan pasien.

Golongan SSRI merupakan antidepresan yang dianjurkan sebagai lini pertama depresi usia
lanjut. Sitalopram dan sertralin dianggap paling aman karena sangat sedikit dimetabolisme
oleh isoenzim cytochrom P450, jadi mengurangi risiko interaksi obat lainnya. Efek samping
berbahaya SSRI dapat timbul jika digunakan bersama obat yang memacu transmisi serotonin,
seperti MAOis.

Pertimbangan lain yaitu melihat tampilan gejala klinis. Pasien dengan keluhan insomnia
dapat dipilihkan preparat antidepresi bersifat sedatif kuat, seperti mirtazepin atau trazodone.
SSRI dan tianeptine non-sedatid, dikatakan efektif memperbaiki keluhan gangguan kognitif
pada pseudodemendia. Trazodone baik untuk yang dengan keluhan disfungsi seksual.

Pemberian antidepresan dimulai dnegan dosis rendah, dinaikkan perlahan lahan (start slow
and go slow)

Olahraga juga bermanfaat namun efeknya lambat, jadi hasil nampak sesudah 16 minggu.

Inkontinensia urin2,3,5
Inkontinensia utin adalah keluarnya urin yang tidak terkendali pada waktu yang tidak
dikehendaki tanpa memerhatikan frekuensi dan jumlahnya, mengakibatkan masalah sosial
dan higienis penderitanya.

Inkonstinesia urin cukup sering dijumpai pada usia lanjut, khususnya perempuan. Overactive
bladder (KKH/Kandung Kemih Hiperaktif) adalah kelainan kandung kemih yang
mengakibatkan penderitanya mengalami keinginan berkemih tidak tertahankan (urgensi),
miksi sering, dengan atau tampa inkontinensia urin.

Berbagai komplikasi dpaat menyertai seperti ISK, kelainan kulit, gangguan tidur, problem
psikososial (depresi mudah marah, rasa terisolasi), juga dehidrasi karena pasien
mengurangiminum agar tidak mengompol.

Fisiologi dan Patofisiologi Berkemih

Proses berkemih meliputi fase penyimpanan dan pengosongan. Proses ini melibatkan
mekanisme volunter dan involunter. Sfingter uretra eksterna dan otot dasar panggul dibawah
kontrol volunter (saraf somatik) dan diinervasi saraf pudendal, sedangkan otot detrusor vesica
urinaria dan sfingter uretra interna dibawah kontrol saraf otonom (involunter).

Vesica urinaria terdiri dari 4 lapisan: mukosa, submukosa, otot detrusor, dan seorsa.
Kontraksi kandung kemih disebabkan oleh aktivitas parasimpatin yang dipicu asetilkolin
pada reseptor muskarinik. Aktivitas saraf simpatik yang dipicu noradrenalin menyebabkan
kontraksi sfingter uretra interna.

Saat vesica urinari terisi urin, saraf pelvis dan medula spinalis menyalurkan rangsang ke
pusat saraf kortikal dan subkortikal. Subkortikal (padaganglia basal dan serebelum) membuat
vesica urinaria relaksasi. Ketika vesica urinaria penuh dengan urin, pusat kortikal (pada lobus
frontal) menghambat pengluaran urin. Ganguan pusat kortikal dan subkortikal karena obat
atau penyakit akan mengganggu kemampuan menunja pengeluaran urin.

Adanya dsakan untuk berkemih rangsang dari saraf korteks disalurkan oleh medula spinalis
dan saraf pelvis ke otot detrusor. Kolinergik (parasimpatis) saraf pelvis membuat detrusor
kontraksi dan terjadi pengosongan vesica urinaria. Prostaglandin-inhibiting drugs dapat
mengganggu kontraksi detrusor karena vesica urinaria mengandung reseptor prostaglandin.
Calcium channel blockers juga mengganggu kontraksi karena kontraksi vesica urinaria
bergantung pada kanal Ca.

Aktivitas andregenik alfa menyebabkan sfingter uretra kontraksi, sedangkan andregenik beta
membuat sfingter realaksasi.

Mekanisme sfingter juga berhubungan dengan hubungan uretra dengan vesica urinaria dan
rongga perut. Mekanisme ini perlu angulasi yang tepat antara ueratra dan vesica urinaria.
Fungsi sfingter uretra normal juga tergantung pada posisi tepat dari uretra sehingga dapat
meningkatkan tekanan intraabdominal secara efektif ditransmisikan ke uretra. Bila uretra
pada posisi teoat, meningkatnya tekanan intrabdomen seperti saat batuk atau bersin tidak
membuat urin keluar.
Usia lanjut bukan penyebab inkontinensia urin, jadi proses menua hanyalah faktor
predisposisi (kontributor).

Proses menua mengakibatkan perubahan anatomis dan fisiologis sistem urogenital bawah.
Perubahan tersebut berkaitan dengan menurunkan kadar esterogen pada wanita dan androgen
pada pria. Dinding vesica urinaria terjadi peningkatan fibrosis, kandungan koagen sehingga
fungsi kontraktil tidak efektif. Atrofi mukosa, perubahan vaskularisasi submukosa, dan
menipisnya lapisan otot uretra mengakibatkan menurunnya penutupan uretra dan tekanan
keluar. Dasar panggul berperan penting dalam mempertahankan kondisi kontinen.

Secara keseluruhan, perubahan akibat proses menua pada sistem urogenital bawah
mengakitbatkan posisi vesica urinaria prolaps sehingga melemahkan tekanan atau tekanan
akhiran kemih keluar.

Usia lanjut memiliki kondisi medis yang mengganggu proses berkemih. Inkontinensia urin
dikaitkan dengan depresi, konstipasi, inkontinensia feses, obesitas, penyakit paru obstruktif
kronik, batuk konik, dan gangguan mobilitas.

Penyebab dan Tipe Inkontinensia

4 penyebab pokok yaitu gangguan neurologik, urologik, fungsional/psikoogis, dan iatrogenik


/lingkungan. Inkontinensia akut terjadi mendadak berkaitan dengan sakit akut atau problem
lingkungan dan dapat hilang bila kondisi akut teratasi atau medikasi dihentikan. Inkontinensia
persisten tidak berkaitan dengan sakit akut atau problem lingkungan dan berlangsung lama.

Penyebab inkontinensia urin akut adalah DRIP (delirium, restricted mobility, retention,
infection, inflammation, impaction, polyuria, pharmaceuticals) atau DIAPPERS (delirium,
infection, atrophic vaginitis/urethritis, pharmaceutical, psychologic disorder : depression,
endocrine disorder, restricted mobility, stool impaction). Golongan obat yang menjadi
penyebab : diuretik, anti kolinergik, psikotropik, analgesik-narkotik, penghambat andregenik
alfa, penghambat kanal Ca, dll.

Inkontinensia Urin Kronik-Persisten

2 kelainan mendasar yang menyebabkan inkontinensia persisten yaitu : 1) kegagalan


menyimpan urin akibat hiperaktif atau menurunnya kapasitas kendung kemih atau lemahnya
tahanan keluar, 2) kegagalan pengosongan kandung kemih karena lemahnya kontraksi
detrusor atau menigkatnya tahanan aliran keluar.

Inkontinensia tipe urgensi ditandai ketidakmampuan menunda berkemih setelah sensasi


berkemih muncul. Inkontinensia tipe stres terjadi akibat tekanan intrabdominal yang
meningkat (batuk, bersin). Meningkatnya tegangan kandung kemih akibat obstruksi prostat
hipertrofi pada atau lemahya otot detrusor akibat diabetes melitus , trauma medula spinalis,
dan obat dapat menimbulkan inkontinensia tipe overflow, yaitu berkemih sedikit,
pengosongan kandung kemih tidak sempurna (sehingga kandung kemih cepat penuh kembali),
dan nokturia. Inkontinensia tipe fungsional terjadi karena penurunan fungsi fisik dan kognitif
sehingga pasien tidak dapat mencapai toilet pada saat yang tepat. Hal ini biasa terjadi pada
demensia berat, gangguan mobilitas, gangguan neurologik dan psikologik. Inkontinensia tipe
campuran yang sering terjadi adalah kombinasi antara inkontinensia urin tipe stres dan
urgensi.

Diagnosis

Langkah ertama diagnosis inkontinensia urin adalah identifikasi inkontinensia urin melalui
observasi langsung dan anamnesis. Pendekatan komprehensif mencakup aspek: riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik terarah, urinalisir, voumer residu urin pasca berkemih, dan
pemeriksaan penunjang khusus.

Tabel 1. Komponen Evaluasi Diagnostik Inkontinensia Dini5

Tipe inkontinensia dapat diketahui dari anamnesis. Pemeriksaan fisik ditekankan pada
pemeriksaan abdomen, rektum, genital dan evaluasi persarafan lumbosakral. Pemeriksaan
pelvis perempuan penting untuk menemukan kelainan seperti prolaps, inflamasi, keganasan.
Penilainan mobilitas, status mental, kemampuan mengakses toilet juga perlu untuk
penanganan pasien holistik. Pengambilan sampel urin dapat memberi informasi tentang
infeksi, sumbatan batu saluran kemih atau tumor. Pemreiksaan residu urin pasca miksi
(dengan kateter atau USG) membantu menentukan ada tidaknya obstruksi saluran kemih. Bila
volume residu urin sekitar 50 ml menunjukkan inkontinensia tipe stres, seangkan volume
lebih dari 200 ml menunjukkan kelemahan detrusor atau obstruksi.

Tatalaksana
Tabel 2. Terapi Inkontinensia Urin Pasien Geriatri. 5

Terapi meliputi terapi non-farmakologis (terapi suportif non-spesifik), intervensi tingkah laku,
terapi medikamentosa operasi, dan pemakaian kateter.

Strategi meliputi edukasi pada pasien atau pengasuh. Intervensi perilaku meliputi bladder
training, habit training, prompted voiding, dan latihan dasar otot dasar panggul. Teknik
canggih yang dapat melengkapi teknik behavioral adalah stimulasi elektrik, biofeedback,
dan neuromodulasi.

Pada bladder training, pasien diharapkan menahan sensasi berkemih. Pasien diminta untuk
berkemih pada interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya interval
diperpanjang bertahap sampai pasien ingin berkemih setiap 2-3 jam. Tekni in iefektif untuk
inkontinensia tipe stres dan urgensi.

Latihan otot dasar panggul efektif untuk inkontinensia tipe stres atau campuran dan tipe
urgensi. Latihan dilakukan 3-5 kali sehari dengan membuat kontraksi berulang-ulang (15x)
dan menahan hingga 10 detik pada otot dasar panggul. Latihan diharapkan meningkatkan
kekuatan uretra untuk menutup sempurna.

Habit training memerlukan jadwal berkemih. Latihan sebaiknya untuk inkontinensia tipe
fungsional.

Prompted training dilakukan dengan mengajari pasien tentang status inkontinensia mereka
sehingga dapat memberitahu petugas atau pengasuh bila ingin berkemih. Teknik ini
digunakan pada orang dengan gangguan kognitif.
Terapi biofeedback bertujuan agar pasien mampu mengontrol/menahan kontraksi involunter
detrusor.

Stimulasi elektrik menggunakan dasar kejutan kontraksi otot pelvis degan alat-alat bantu
pada vagina atau rektum.

Neuromodulasi menggunakan stimulasi saraf sakral auntuk menghambat kegiatan kandung


kemih pada pasien kandung kemih hiperaktif.

Penggunaan kateter menetap dapat digunakan bila terjadi retensi urin yang lama sehingga
menyebabkan ISK atau gangguan ginjal, dan untuk pasin yang tidak dapat mrngosongkan
kandung kemihnya.

Terapi farmakologis atau medikamatosa efektif untuk inkontinensia tipe urgensi dan stres.
Golongan obatnya adalah antikolinegrik-antispasmodik, agonis adregenic alpha, esterogen
topikal, antagonis andregenik alpha.

Tabel 3. Obat-obat yang Dipakai Untuk Inkontinensia Urin. 5

Tindakan operatif dipertimbangkan untuk perempuan prolaps pelvik dan inkontinensia tipe
stres yang tidak membaik dengan terapi konservatif, juga pada obstruksi saluran kemih
karena hipertrofi prostat pada laki-laki untuk mencegah inkontinensia tipe overflow.

Osteoartritis2,3,5

Panyakit peradangan sendi hampir selalu terdapat gejala nyeri dan kaku terutaam pada
persendian. Pada penyakit ini rasa kaku biasanya timbul pada pagi hari setelah tidur, dan
sendi terasa nyeri jika digerakkan, tetapi dpaat menghilang beberapa saat setelah digerak-
gerakkan. Osteoartritis terjadi akibat ausnya sendi, yang merusak tulang rawan pada lapisan
terluar sendi karena penggunaan sendi yang berulang-ulang. Tulang yang berdekatan saling
bergesekan hingga menimbulkan rasa nyeri. Penyakit ini biasanya mengenai daerah lututdan
punggung.

Tanda fisik yang dapat ditemukan pada artritis: 1) pembengkakan sendi. Membran sinovial
yang meradang membuat sendi sedikit membengkak dan sakit jika disentuh. Pembengkakan
besar dapat terjadi karena produksi cairan sendi berlebihan, peradangan atau pendarahan, 2)
pembesaran sendi. Pembesaran tulang tanpa pembengkakan sedi jika diraba keras dan tidak
sakit. Dapat dijumpai pada osteoartritis dan artritis rheumatoid. 3) Keterbatasan gerakan.
Diperiksa secara aktif dengan berjalan, atau secara pasif dengan digerakkan oleh dokter. 4)
pemeriksaan tulang belakang. Pasien berdiri tegak lalu membungkuk, menekuk punggung ke
belakang, dan menggerakan tubuh ke kanan dan kiri.

Pada osteoartritis biasanya ditemukan gejala kaku, nyeri, dan bengkak.

Pemeriksaan penunjang

Tes laboratorium dengan memeriksa cairan sendi atau dengan X-ray, untuk mengetahui
adanya peradangan, infeksi oeh kuman atau pirai.

Tes antibodi untuk menetapkan jenis artritis (contohnya tes faktor rheumatoid pada arthritis
rheumatoid dan antibodi antinukleus/ANA pada lupus).

Tes LED untuk menetahui derajat peradangan. Semakin tinggi nilainya semakin parah
radangnya. Pasien osteoartritis uumnya memiliki nilai yg normal.

Tes asam urat. Pada pasien pirai, kadar asam urat darah biasanya meningkat.

Penatalaksanaan

Pengobatan diarahkan untuk meredakan gejala (simtomatik), yaitu dengan kortikosteroid dan
imunosupresan. Jika diperlukan, pasien dapat diberi antiinflamasi.

Terapi farmakologis radang sendi dapat dibagi atas pemberian analgetik antiiflamasi non-
sterois, kortikosteroid, dan obat antireumatik (DMARD).

Untuk mengatasi nyeri, obat analgetik (seperti asetaminofen) dan anti inflamasi
nonsteroid/NSAID (seperti ibuprofen), sering dianjurkan.

Asetaminofen. Paling banyak dianjurkan, kecuali bagi yang alergi dan berpenyakit maag.

NSAID. Kelompok ini mencakup aspirin, ibuprofen, naproksen, dan golongan inhibitor
COX-2. Efek sampingnya berupa gangguan lambung, tukak lambung, dan perdarahan saluran
cerna.

Kortikosteroid. Derivat prednison banyak digunakan, secara oral atau disuntikkan ke sendi
yang meradang. Efek samping berupa peningkatan kadar gula darah, rentan mengalami
infeksi, atrofi kulit, dan pertambahan berat badan. Dosis lebih tinggi menimbulkan perubahan
irama jantung dan kesulitan tidur.
Suntikan asam hialuronat. Asam hialuronat merupakan substansi yang mirip cairan sinovial
dalam sendi. Suntikan ini untuk osteoartritis lutut dan punggung. Efek sampingnya adalah
reaksi alergi dan pembengkakan sendi.

Terapi air panas dan dingin. Panas meningkatkan ambang nyeri dan dingin memberikan efek
analgetik.

Operasi penggantian sendi. Operas ini pilihan terakhir yang harus dipikirkan dan
dipertimbangkan secara matang. Pada osteoartritis tidak da pengobatan yang menjamin
penghentian proses penyakit.

Cara nonfarmakologis dapat dilakukan seperti terapi fisik dengan latihan cara berjalan
menggunakan alat bantu, pegangan, Tai Chi, juga mengubah lingkungan agar lebih nyaman
untuk masing-masing individu lanjut usia.

Pendekatan Paripurna Pasien Geriatri (P3G) 5

Karakteristik pasien geriatri adalah multipatologi, terganggunya status fungsional,


berubahnya tanda penyakitdari yang klasik, dan kerap gangguan nutrisi, gizi kurang atau gizi
buruk.

Perlu evaluasi terhadap: 1) jenis pelayanan yang dikehendaki pasien, 2) kemampuan


fungsional pasien, 3) keberadaan anggota keluarga yang masih bisa merawat, 4) sumber
finansial yang dimiliki, 5) kondisi mental yang dapat memengaruhi kondisi kesehatan dan
status fungsional.

Pendekatan linik multidimensi perlu agar masalah dapat diungkap dan diuraikan, aset pasien
ditemu-kenal, jenis pelayanan yang dibutuhkan diidentifikasi, dan rencana asuhan
dikembangkan terkoordinir dengan orientasi pada kepentingan kesehatan dan kesejahteraa
pasien.

Menatalaksana pasien geriatri dengan pendekatan paripurna memerlukan pendekatan khusus


yaitu pendekatan paripurna pasien geriatri (comprehensive geriatric assessment). Tujuanya
adalah mengkaji aset (sosial, psikologik, dan biologi) untuk kemudian ditingkatkan untuk
memperoleh hasil optimal dari segi kuratif, rehabilitatif, dan preventif. Jenis pendekatan yang
digunakan adalah interdisiplin, yaitu terdapat beberapa disiplin/bidang ilmu yang menangani
problem pasien geriatri (multipatolgi, aspek fisik, emosional, psikososial, kognitif, material,
dll) yang saling bergantung dan berpengaruh (berkaitan), sehingga akan ada tumpang tindih
antara satu disiplin ilmu dan lainnya. Jadi masing-masing ilmu dengan kompetensi dan
keterampilannya dapat saling bekerja sama dan saling menghormati untuk mengevaluasi
masalah, membicarakan tujuan dan merencanakan intervensi yang harus diambil bagi pasien
sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien, sehingga perawatan lebih bersifat individu
dalam memperbaiki status fungsional, tingkat mobilitas, dan kemandirian.

Pemeriksaan fisik komprehensif yang dpaat dilakukan adalah: 1) penilaian nutrisi: BMI,
penurunan berat badan, kebersihan oral. 2) status hidrasi: skin turgor, oedema. 3) Nadi:
Fibrilasi atrium. 4) tekanan darah istirahat: postural hipotensi. 5)Pendengaran: penyumbatan,
alat bantu dengar 6) penglihatan: ketajaman penglihatan, katarak, pemakaian kacamata 7)
fungsi kognitif: mini-mental state examination. 8) Otot: lemas, kuat. 9) Per rectum: impaksi
feses, ukuran prostat/konsistensi, tonus anus 10) kulit: luka/ulser, infeksi, bengkak. 11) sendi :
deformitas, nyeri, bengkak, jangkauan pergerakan. 12) gaya berjalan(gait) dan keseimbangan:
get up and go test, penggunaan alat bantu jalan.

Kesimpulan

Proses menua adalah menurunnya jumlah sel-sel tubuh yang mengakibatkan menurunnya
fungsi tubuh. Kamampuan jaringan memperbaiki diri dan mempertahankan fungsi normanya
perlahan menghilang sehingga rentan terhadap infeksi dan kerusakan dan kurang dapat
memperbaiki kerusakan. Pasien dalam skenario mengalami inkontinensia tipe campuran
(stress dan fungsional) karena mengompol saat tekanan intrabdominal meningkat (batuk,
bersin) dan karena gangguan fisi yang menyebabkan pasien miksi sebelum mencapai kamar
mandi. Pasien dapat mengalami depresi jika terus menerus merasa malu untuk keluar rumah
karena inkontinensia urin. Osteoartritis disebabkan oleh ausnya sendi dan rusaknya tulang
rawan sehingga tulang saling bersegesekan waktu bergerak sehingga menyebabkan nyeri.
Tidak ada pengobatan yang benar-benar menyembuhkan osteoartritis. Masalah-masalah
geriatri umumnya dapat diterapi dengan cara nonfarmakologis dan farmakologis. Pendekatan
terhadap masalah2 pada geratri lebih baik dengan paripurna dan multidimensi.
Daftar Pustaka

1. Riyadi A L S. Ilmu kesehatan masyarakat. Ed 1. Yogyakarta: ANDI; 2016. H. 78


2. Maryam R S, Ekasari A F, Rosidawati, Jubaedi A, Batubara I. Mengenal usia lanjut
dan perawatannya. Jakarta:Salemba Medika; 2008. H. 1-7, 118, 123
3. Agoes A, Agoes A, Agoes A. Penyakit di usia tua. Jakarta:EGC; 2009. H. 153-160,
175-180
4. Walker B R. Davidson’s principles and practice of medicine. London: Churchill
Livingston; 2010. P. 165-172
5. Sudoyo A W. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 3. Edisi 6. Jakarta:
InternaPublishing;2014. H.1345-1427

Anda mungkin juga menyukai