Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Rencana Anggaran Biaya Pada Proyek Konstruksi


Analisis rencana anggaran biaya merupakan bagian dari proses
pembangunan, perencanaan biaya bangunan biasanya dilakukan sebelum pekerjaan
itu di mulai. Untuk menghitung anggaran biaya bangunan, perlu dibuat
analisis/perhitungan terinci tentang banyaknya bahan yang dipakai maupun upah
kerja. Supaya lebih mudah dilakukan, setiap jenis pekerjaan perlu dihitung
volumenya. Dari situ dibuatlah jumlah harga total bahan dan upah untuk setiap jenis
pekerjaan yang bersangkutan (Zainal, 2005).
2.1.1 Studi Analisis Rencana Anggaran Biaya Pada Proyek Konstruksi
Dengan Analisa SNI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan analisis harga satuan
pekerjaan ditinjau dari komponen pekerjaan, proses pengerjaan, indeks dan biaya
antara metode SNI dan biaya produktivitas riil di lapangan. Selain itu untuk
mengetahui metode yang efisien untuk digunakan dalam penyusunan anggaran
biaya yang ditinjau dari pemakaian, kemudahan dan keuntungan dari segi waktu
dan biaya. Penelitian ini dengan membandingkan rencana anggaran biaya yang
didapat melalui metode SNI maupun metode pengamatan langsung di lapangan.

2.1.2 Komparasi Harga Satuan Pekerjaan Menggunakan Analisis SNI


Dengan Analisa Biaya Produktivitas di Lapangan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan analisa harga satuan
pekerjaan ditinjau dari komponen pekerjaan, proses pengerjaan, indeks dan biaya
antara metode SNI dan estimasi biaya produktivitas riil di lapangan. Selain itu untuk
mengetahui metode yang efisien untuk digunakan dalam penyusunan anggaran
biaya yang ditinjau dari pemakaian, kemudahan dan keuntungan dari segi waktu
dan biaya. Penelitian ini dilakukan secara analisis menggunakan metode SNI dan
metode pengamatan estimasi biaya produktivitas riil di lapangan.

Produktivitas
Produktivitas merupakan istilah dalam kegiatan produksi sebagai
perbandingan antara masukan (input) dengan luaran (output). Menurut Herjanto,
produktivitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan bagaimana baiknya
sumber daya diatur dan dimanfaatkan untuk mencapai hasil yang optimal.
Produktivitas dapat digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan suatu UKM atau
industri dalam menghasilkan barang atau jasa. Sehingga semakin tinggi
perbandingannya, berarti semakin tinggi produk yang dihasilkan (Herjanto, 2007).
Secara umum produktivitas diartikan sebagai suatu perbandingan antara
hasil keluaran dan masukan atau output : input (Umar, 1998).

𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡
Produktivitas = (2.1)
𝐼𝑛𝑝𝑢𝑡

Pengertian output meliputi volume dan kualitas, sedangkan input meliputi


bahan dan energi, tenaga kerja dan peralatan modal. Jadi dapat juga dikatakan
bahwa produktivitas merupakan upaya untuk mewujudkan hasil-hasil tertentu yang
diinginkan dengan mengerahkan sejumlah sumber daya (Umar, 1998).

Hasil yang dicapai


Produktivitas = Sumber daya yang digunakan (2.2)

Dalam bidang konstruksi, produktivitas dikaitkan dengan waktu


pelaksanaan proyek. Untuk mengetahui seberapa produktivitas dari seorang pekerja
atau unit kerja perlu dilakukan perhitungan durasi waktu. Dimana semakin pendek
durasi yang diperlukan untuk menyelesaikan satu satuan pekerjaan maka
produktivitas semakin tinggi (Umar, 1998).

Kuantitas pekerjaan
Produktivitas = (2.3)
Durasi waktu

Ukuran-ukuran produktivitas bisa bervariasi, tergantung pada aspek-aspek


input atau output yang digunakan sebagai bahan dasar, misalnya: indeks
produktivitas buruh, produktivitas biaya langsung, produktivitas biaya total,
produktivitas energi, produktivitas bahan mentah, dan lain-lain. Faktor-faktor
tersebut harus dapat diatasi dengan baik karena akan mempengaruhi volume
pekerjaan dan durasi yang pada akhirnya akan berdampak pada biaya proyek
konstruksi.
Setelah mendapatkan proses perhitungan pada Persamaan 2.3, maka
selanjutnya akan dicari produktivitas rata-rata (mean) untuk pengerjaan dari setiap
item pekerjaan. Angka koefisien tersebut digunakan untuk mengetahui
produktivitas rata-rata per jam dari tiap item pekerjaan. Untuk mencari nilai
produktivitas rata-rata per jam pekerja dapat dilihat pada Persamaan 2.4 berikut ini.

1
𝑥̅ = ∑𝑛𝑖=1 𝑥𝑖 (2.4)
𝑛

Dimana,
- ẋ = mean
- n = banyaknya data
- xi= nilai data ke-i

Dalam bekerja produktif harus memerlukan keterampilan kerja yang sesuai


dengan isi kerja sehingga bisa menimbulkan penemuan-penemuan baru untuk
menghasilkan atau memperbaiki cara kerja atau mempertahankan yang sudah baik.
Adapun kerja produktif sangat memerlukan syarat-syarat pendukung sebagai
berikut (Herjanto, 2007):
- Kemauan kerja yang tinggi.
- Jaminan sosial tenaga kerja terjamin.
- Lingkungan pekerjaan yang nyaman dan kondusif.
- Penghasilan yang dapat memenuhi kehidupan minimum.

Produktivitas dan Efektivitas


Secara umum produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata
maupun fisik (barang atau jasa) dengan masukan sebenarnya. Misalnya saja
produktivitas adalah ukuran efisiensi produktif diartikan sebagai suatu
perbandingan antara hasil keluaran dan masukan atau output input. Masukan sering
dibatasi dengan masukan tenaga kerja, sedangkan keluaran diukur dalam kesatuan
fisik, bentuk dan nilai. Produktivitas juga diartikan sebagai tingkatan efisiensi
dalam memproduksi barang-barang atau jasa. Ukuran produktivitas yang paling
terkenal berkaitan dengan tenaga kerja yang dapat dihitung dengan membagi
pengeluaran oleh jumlah yang digunakan atau jam-jam kerja orang (Muchdarsyah,
2003).
Produktivitas tenaga kerja kontruksi dapat dinyatakan dalam berbagai
bentuk, misalnya jumlah unit yang diselesaikan dibagi sumber daya (jam-orang)
yang digunakan (Soeharto, 1997). Produktivitas adalah suatu pendekatan
interdisipliner untuk menentukan tujuan yang efektif, pembuatan rencana, aplikasi
penggunaan cara yang produktif untuk menggunakan sumber-sumber secara
efisien, dan tetap menjaga adanya kualitas yang tinggi. Produktivitas adalah
interaksi terpadu antara tiga faktor yang mendasar, yaitu investasi, manajemen, dan
tenga kerja (Muchdarsyah, 2003).
Permasalahan produktivitas juga berkaitan dengan seberapa besar pekerjaan
itu digolongkan dalam kelompok kerja yang efektif. Efektif biasanya digunakan
sebagai perbandingan/tingkatan dimana sasaran yang dikemukakan dapat dianggap
tercapai. Sedangkan pengertian efektivitas adalah suatu perbandingan antara
evaluasi pekerjan dari satu unit output dengan evaluasi satu unit input (masukan)
sehingga dapat diperoleh besarnya efektivitas dari suatu jenis pekerjaan yang
ditinjau (Muchdarsyah, 2003).
Produktivitas adalah interaksi antar tiga faktor yang mendasar, antara lain
(Muchdarsyah, 2003) :
1. Investasi
Komponen pokok dari investasi ialah modal, karena modal merupakan landasan
gerak suatu usaha, namun modal saja tidaklah cukup, untuk itu harus ditambahkan
dengan komponen teknologi. Untuk berkembang menjadi bangsa yang maju kita
harus dapat mengusai teknologi yang memberi dukungan kepada kemajuan
pembangunan nasional, ditingkat mikro tentunya teknologi yang mampu
mendukung kemajuan usaha atau perusahaan.
2. Manajemen
Kelompok manajemen dalam organisasi bertugas pokok menggerakan orang-
orang lain untuk bekerja sedemikian rupa sehingga tujuan tercapai dengan baik.
Hal-hal yang kita hadapi dalam manajemen, terutama dalam organisasi modern,
ialah semakin cepatnya cara kerja sebagai pengaruh langsung dari kemajuan
kemajuan yang diperoleh dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang
mempengaruhi seluruh aspek organisasi seperti proses produksi, distribusi,
pemasaran dan lain-lain. Kemajuan teknologi yang berjalan cepat harus diimbangi
dengan proses yang terus-menerus melalui pengembangan sumber daya manusia,
yakni melalui pendidikan dan pengembangan. Dari pendidikan, latihan dan
pengembangan tersebut maka antara lain akan menghasilkan tenaga terampil yang
mengusai aspek-aspek teknis dan aspek-aspek manajerial.
3. Tenaga kerja
Dalam penyelenggaraan proyek, salah satu sumber daya yang menjadi penentu
keberhasilannya adalah tenaga kerja. Jenis dan intensitas kegiatan proyek berubah
sepanjang siklusnya, sehingga penyediaan jumlah tenaga, jenis keterampilan dan
keahliannya harus mengikuti tuntutan perubahan kegiatan yang sedang
berlangsung. Bertolak dari kenyataan tersebut, maka suatu perencanaan tenaga
kerja proyek yang menyeluruh dan terperinci harus meliputi perkiraan jenis dan
kapan tenaga kerja dibutuhkan. Dengan mengetahui perkiraan angka dan jadwal
kebutuhannya, maka dapat dimulai kegiatan pengumpulan informasi perihal
sumber penyediaan, baik kualitas maupun kuantitas. Dalam pelaksanaan proyek,
jumlah kebutuhan tenaga kerja yang terbesar adalah tenaga kerja lapangan. Tenaga
kerja lapangan ini berhubungan langsung dengan pekerjaan fisik konstruksi di
lapangan. Tenaga konstruksi dapat digolongkan menjadi 2 macam:
a. Penyelia atau pengawas, bertugas untuk mengawasi dan mengarahkan
pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja/buruh lapangan. Setiap
pengawas membawahi sejumlah pekerja lapangan.
b. Pekerja atau buruh lapangan (craft labour), terdiri dari berbagai macam tukang
yang memiliki keahlian tertentu, seperti: tukang kayu, tukang besi, tukang batu,
tukang alumunium dan tukang cat. Dalam melaksanakan pekerjaan biasanya
mereka dibantu oleh pembantu tukang atau pekerja (buruh terlatih, buruh semi
terlatih, dan buruh tak terlatih).
Jumlah tenaga penyelia jauh lebih sedikit (5-10%) dibandingkan dengan
pekerja yang diawasi. Kebutuhan tenaga penyelia tergantung pada besar kecilnya
proyek, analisa kebutuhanya tidak dapat ditentukan secara pasti, biasanya
didasarkan pada kemampuan dan pengalamanya dalam melaksanakan proyek.
Dalam tugas akhir ini hanya akan membahas kebutuhan pekerja atau buruh
lapangan saja.
Bila dilihat dari bentuk hubungan kerja antara pihak yang bersangkutan, maka
tenaga kerja proyek khususnya tenaga kerja konstruksi dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Tenaga kerja borongan, tenaga kerja berdasarkan ikatan kerja yang ada antara
perusahaan penyedia tenaga kerja (labour supplier) dengan kontraktor untuk
jangka waktu tertentu.
b. Tenaga kerja langsung (direct hire), tenaga kerja yang direkrut dan
menandatangani ikatan kerja perorangan dengan perusahaan kontraktor.
Umumnya diikuti dengan latihan, sampai dianggap cukup memiliki
kemampuan dan kecakapan dasar.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas


Semua faktor yang mempengaruhi produktivitas dipandang sebagai sub
sistem untuk menunjukkan dimana potensi produktivitas dan cadangannya
disimpan. Faktor-faktor tersebut antara lain (Ervianto, 2005):
Faktor yang mempengaruhi produktivitas proyek diklasifikasikan menjadi
empat kategori utama, yaitu:
1. Metode dan teknologi, terdiri atas faktor: desain rekayasa, metode konstruksi,
urutan kerja, pengukuran kerja.
2. Manajemen lapangan, terdiri atas faktor: perencanaan dan penjadwalan, tata
letak lapangan, komunikasi lapangan, manajemen material, manajemen
peralatan, manajemen tenaga kerja.
3. Lingkungan kerja, terdiri atas faktor: keselamatan kerja, lingkungan fisik,
kualitas pengawasan, keamanan kerja, latihan kerja, partisipasi.
4. Faktor manusia, tingkat upah pekerja, kepuasan kerja, pembagian keuntungan,
hubungan kerja mandor-pekerja.
Variabel-variabel yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja lapangan
dapat dikelompokan menjadi (Soeharto, 1997) :
1. Kondisi fisik lapangan dan sarana bantu
Kondisi fisik ini berupa iklim, musim, atau keadan cuaca. Misalnya adalah
temperatur udara panas dan dingin, serta hujan dan salju. Pada daerah tropis dengan
kelembaban udara yang tinggi dapat mempercepat rasa lelah tanaga kerja,
sebaliknya di daerah dingin, bila musim salju tiba, produktivitas tanaga kerja
lapangan akan menurun. Untuk kondisi fisik lapangan kerja seperti rawarawa,
padang pasir atau tanah berbatu keras, besar pengaruhnya terhadap produktivitas.
Hal ini sama akan dialami di tempat kerja dengan keadaan khusus seperti dekat
dengan unit yang sedang beroperasi, yang biasanya terjadi pada proyek perluasan
instalasi yang telah ada, yang sering kali dibatasi oeh bermacam-macam peraturan
keselamatan dan terbatasnya ruang gerak, baik untuk pekerja maupun peralatan.
Sedangkan untuk kekurang lengkapnya sarana bantu seperti peralatan akan
menaikkan jam orang untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Sarana bantu
diusahakan siap pakai dengan jadwal pemeliharaan yang tepat.
2. Kepenyeliaan, perencanaan dan koordinasi
Yang dimaksud dengan supervisi atau penyelia adalah segala sesuatu yang
berhubungan langsung dengan tugas pengelolaan para tenaga kerja, memimpin para
pekerja dalam pelaksanaan tugas, termasuk menjabarkan perencanaan dan
pengendalian menjadi langkah-langkah pelaksanaan janngka pendek, serta
mengkoordinasikan dengan rekan atau penyelia lain yang terkait. Keharusan
memilikki kecakapan memimpin anak buah bagi penyelia, bukanlah sesuatu hal
yang perlu dipersoalkan lagi. Melihat lingkup tugas dan tanggung jawabnya
terhadap pengaturan pekerjaan dan penggunaan tenaga kerja, maka kualitas
penyelia besar pengaruhnya terhadap produktivitas secara menyeluruh.
3. Komposisi kelompok kerja
Pada kegiatan konstruksi seorang penyelia lapangan memimpin satu kelompok
kerja yang terdiri dari bermacam-macam pekerja lapangan (labor craft), seperti
tukang batu, tukang besi, tukang pipa, tukang kayu, pembantu (helper) dan lain-
lain. Komposisi kelompok kerja berpengaruh terhadap produktivitas tenaga kerja
secara keseluruhan. Yang dimaksud dengan komposisi kelompok kerja adalah:
- Perbandingan jam-orang penyelia dan pekerja yang dipimpinnya.
- Perbandingan jam-orang untuk disiplin-disiplin kerja.
- Perbandingan jam-orang penyelia terhadap total jam-orang kelompok kerja yang
dipimpinnya, mennunjukkan indikasi besarnya rentang kendali yang dimiliki.
Untuk proyek pembangunan industri yang tidak terlalu besar kompleks dan
berukuran sedang ke atas, perbandingan yang menghasilkan efisiensi kerja
optimal dalam praktek berkisar antara 1:10 jam-orang yang berlebihan akan
menaikkan biaya, sedangkan bila kurang akan menurunkan produktivitas.
4. Kerja lembur
Sering kali kerja lembur atau jam kerja yang panjang lebih dari 40 jam per
minggu tidak dapat dihindari, misalnya untuk mengejar sasaran jadwal, meskipun
hal ini akan menurunkan efisiensi kerja.
5. Ukuran besar proyek
Penelitian menunjukan bahwa besar proyek (dinyatakan dalam jam-orang) juga
mempengaruhi produktivitas tenaga kerja lapangan, dalam arti semakin besar
ukuran proyek produktivitas menurun.
6. Pekerja langsung versus kontraktor
Ada dua cara bagi kontraktor utama dalam melaksanakan pekerjaan dilapangan
yaitu dengan merekrut langsung tenaga kerja dan memberikan direct hire
(kepenyelian) atau menyerahkan paket kerja tertentu kepada subkontraktor. Dari
segi produktivitas umumnya subkontraktor lebih tinggi 5-10% dibanding pekerja
langsung. Hal ini disebabkan tenaga kerja subkontraktor telah terbiasa dalam
pekerjaan yang relatif terbatas lingkup dan jenisnya, ditambah lagi prosedur
kerjasama telah dikuasai dan terjalin lama antara pekerja maupun dengan penyelia.
Meskipun produktivitas lebih tinggi dan jadwal penyelesaian pekerjaan potensial
dapat lebih singkat, tetapi dari segi biaya belum tentu lebih rendah dibanding
memakai pekerja langsung, karena adanya biaya overhead (lebih) dari perusahaan
subkontraktor.
7. Kurva pengalaman
Kurva pengalaman atau yang sering dikenal dengan learning curve didasarkan
atas asumsi bahwa seseorang atau sekelompok orang yang mengerjakan pekerjaan
relatif sama dan berulang-ulang, maka akan memperoleh pengalaman dan
peningkatan keterampilan.
8. Kepadatan tenaga kerja
Di dalam batas pagar lokasi yang nantinya akan dibangun instalasi proyek, yang
disebut juga dengan battery limit, ada korelasi antara jumlah tenaga kerja
konstruksi, luas area tempat kerja, dan produktivitas. Korelasi ini dinyatakan
sebagai kepadatan tenaga kerja (labor density), yaitu jumlah luas tempat kerja bagi
setiap tenaga kerja. Jika kepadatan ini melewati tingkat jenuh, maka produktivitas
tenaga kerja menunjukkan tanda-tanda menurun. Hal ini disebabkan karena dalam
lokasi proyek tempat buruh bekerja, selalu ada kesibukan manusia, gerakan
peralatan serta kebisingan yang menyertai. Semakin tinggi jumlah pekerja per area
atau semakin turun luas area per pekerja, maka semakin sibuk kegiatan per area,
akhirnya akan mencapai titik dimana kelancaran pekerjaan terganggu dan
mengakibatkan penurunan produktivitas.

Analisis Harga Satuan Pekerjaan


Analisis harga satuan pekerjaan adalah suatu cara perhitungan harga satuan
pekerjaan konstruksi yang dijabarkan dalam perkalian kebutuhan bahan bangunan,
upah kerja, peralatan dengan harga bahan bangunan, standar pengupahan pekerja
dan harga sewa/beli peralatan untuk menyelesaikan per satuan pekerjaan konstruksi
(Ibrahim, 1993).
Analisis harga satuan pekerjaan ini dipengaruhi oleh angka koefisien yang
menunjukkan nilai satuan bahan/material, nilai satuan alat, dan nilai satuan upah
tenaga kerja ataupun satuan pekerjaan yang dapat digunakan sebagai acuan untuk
merencanakan atau mengendalikan biaya suatu pekerjaan. Untuk harga bahan
material didapat dipasaran yang kemudian dikumpulkan didalam suatu daftar yang
dinamakan harga satuan bahan/material, sedangkan upah tenaga kerja didapatkan
di lokasi setempat yang kemudian dikumpulkan dan didata dalam suatu daftar yang
dinamakan daftar harga satuan upah tenaga kerja. Harga satuan yang didalam
perhitungannya harus disesuaikan dengan kondisi riil lapangan, kondisi
alat/efisiensi, metode pelaksanaan dan jarak angkut.
Skema harga satuan pekerjaan, yang dipengaruhi oleh faktor
bahan/material, upah tenaga kerja dan peralatan dapat dirangkum pada gambar 2.1
adalah sebagai berikut (Ibrahim, 1993):

Gambar 2.1 Skema harga satuan pekerjaan


Dalam skema diatas dijelaskan bahwa untuk mendapatkan harga satuan
pekerjaan maka harga satuan bahan, tenaga kerja dan alat harus diketahui terlebih
dahulu yang kemudian dikalikan dengan koefisien yang telah ditentukan sehingga
akan didapatkan perumusan sebagai berikut (Ibrahim, 1993):

Upah : Analisa Harga Satuan Upah x Koefisien Upah

Bahan : Analisa Harga Satuan Bahan x Koefisien Bahan

Alat : Analisa Harga Satuan Alat x Koefisien Alat

maka didapat:

Harga Satuan Pekerjaan = Upah + Bahan + Peralatan (2.5)

Besarnya harga satuan pekerjaan tergantung dari besarnya harga satuan


bahan, upah dan alat dimana harga satuan bahan tergantung pada ketelitian dalam
perhitungan kebutuhan bahan untuk setiap jenis pekerjaan. Penentuan harga satuan
upah tergantung pada tingkat produktivitas dari pekerja dalam menyelesaikan
pekerjaan. Harga satuan alat baik sewa ataupun investasi tergantung dari kondisi
lapangan, kondisi alat/efisiensi, metode pelaksanaan, jarak angkut dan
pemeliharaan jenis alat itu sendiri.
Daftar analisa harga satuan SNI merupakan pembaharuan dari analisa BOW
1921. Dengan kata lain bahwa analisis SNI merupakan analisa BOW yang
diperbaharui. Analisis SNI ini dikeluarkan oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Pemukiman. Sistem penyusunan biaya dengan menggunakan
analisis SNI ini hampir sama dengan sistem perhitungan dengan menggunakan
analisis BOW. Prinsip yang mendasar pada metode SNI adalah daftar koefisien
bahan, upah dan alat sudah ditetapkan untuk menganalisa harga atau biaya yang
diperlukan dalam membuat harga satu satuan pekerjaan bangunan. Dari ketiga
koefisien tersebut akan didapatkan kalkulasi bahan-bahan yang diperlukan,
kalkulasi upah yang mengerjakan, serta kalkulasi peralatan yang dibutuhkan.
Komposisi perbandingan dan susunan material, upah tenaga dan peralatan
pada satu pekerjaan sudah ditetapkan, yang selanjutnya dikalikan dengan harga
material, upah dan peralatan yang berlaku dipasaran. Dari data kegiatan tersebut
diatas, menghasilkan produk sebuah analisa yang dikukuhkan sebagai Standar
Nasional Indonesia (SNI) pada tahun 1991-1992 dan pada tahun 2001 hingga saat
ini, SNI disempurnakan dan diperluas sasaran analisa biayanya.
Analisis harga satuan ini menetapkan suatu perhitungan harga satuan upah,
tenaga kerja, dan bahan, serta pekerjaan yang secara teknis dirinci secara detail
berdasarkan suatu metode kerja dan asumsi-asumsi yang sesuai dengan yang
diuraikan dalam suatu spesifikasi teknik, gambar desain dan komponen harga
satuan, baik untuk kegiatan rehabilitasi/pemeliharaan, maupun peningkatan
infrastruktur ke-PU-an. Biaya yang dihitung dalam suatu analisis harga satuan
pekerjaan, yang terdiri atas biaya langsung (tenaga kerja, bahan, dan alat), dan biaya
tidak langsung (biaya umum atau overhead, dan keuntungan) sebagai mata
pembayaran suatu jenis pekerjaan tertentu, belum termasuk Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) (DPU, 2016).
Berikut ini contoh dari analisis SNI beserta keterangannya dapat dilihat
pada Tabel 2.1:

Tabel 2.1 Pembesian 1 kg dengan besi polos dan ulir


Harga Jumlah
No Uraian Kode Satuan Koefisien Satuan Harga
(Rp) (Rp)
1 2 3 4 5 6 7
Kegiatan Pembesian
SNI A.4.1.1.17
A TENAGA
Pekerja L.01 OH 0.007 55,000.00 385.00
Tukang besi L.02 OH 0.007 70,000.00 490.00
Kepala tukang L.03 OH 0.0007 90,000.00 63.00
Mandor L.04 OH 0.0004 115,000.00 46.00
JUMLAH TENAGA KERJA 984.00
B BAHAN
Besi beton polos M.55.d Kg 1.050 8,600.00 9,765.00
Kawat beton M.60 Kg 0.0150 15,000.00 225.00
JUMLAH HARGA BAHAN 9,255.00
C PERALATAN
JUMLAH HARGA ALAT -
D Jumlah (A+B+C) 10,974.00
E Overhead & Profit 10% x D 10% 1,097.40
F Harga Satuan Pekerjaan (D+E) 12,071.40
Sumber : DPU (2016)
Keterangan:
1. Kolom 1 : Menandakan nomor analisa
2. Kolom 2 : Menandakan uraian pekerjaan
3. Kolom 3 : Menandakan kode analisa
4. Kolom 4 : Menandakan satuan bahan, upah dan peralatan
5. Kolom 5 : Menandakan indeks atau koefisien yang berupa sebuah angka
ketepatan dari SNI, baik untuk bahan, upah dan alat. Koefisien/indeks
mendeskripsikan seberapa besar alat dan tenaga yang digunakan dalam
mengerjakan pekerjaan pembesian dengan volume 1 kg.
6. Kolom 6 : Menandakan harga satuan bahan, upah dan peralatan
7. Kolom 7 : Menandakan jumlah harga yang berarti koefisien dikalikan dengan
harga satuan

Analisa Harga Satuan Upah


Upah merupakan suatu imbalan yang harus diberikan oleh kontraktor
kepada pekerja sebagai balas jasa terhadap hasil kerja mereka. Upah juga
merupakan salah satu faktor pendorong bagi manusia untuk bekerja karena
mendapat upah berarti mereka akan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan
pemberian upah yang sesuai dengan jasa yang mereka berikan akan menimbulkan
rasa puas, sehingga mereka akan berusaha atau bekerja lebih baik lagi.
Analisa upah pekerjaan ialah, menghitung banyaknya tenaga yang
diperlukan, serta besarnya biaya yang dibutuhkan untuk pekerjaan tersebut.
(Ibrahim, 1993).
Kebutuhan tenaga kerja adalah besarnya jumlah tenaga kerja yang
dibutuhkan untuk suatu volume pekerjaan tertentu yang dapat dicari dengan
menggunanakan rumus:

Σ Tenaga Kerja = V. Pekerjaan x Koefisen analisa tenaga kerja (2.6)

Tingkatan dan tugas tenaga kerja pada masing-masing pekerjaan dapat kami
jelaskan sebagai berikut:
1. Pekerja, jenis tenaga kerja ini berada pada tingkatan tenaga kerja terendah
sehingga upah dari pekerja juga termasuk yang paling rendah. Tugas dari
pekerja membantu dalam persiapan bahan atau pekerjaan yang tidak
membutuhkan keterampilan khusus.
2. Tukang, adalah tenaga kerja yang mempunyai keahlian khusus dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan, seperti tukang kayu, tukang batu, tukang besi.
Keahlian seorang tukang sangat berpengaruh besar terhadap pelaksanaan kerja
suatu proyek.
3. Kepala Tukang, adalah tenaga kerja yang bertugas mengepalai tukang lainnya
untuk suatu bidang pekerjaan, misalnya kepala tukang batu, kepala tukang
kayu, kepala tukang besi.
4. Mandor, jenis tenaga ini adalah tenaga kerja yang mempunyai tingkatan paling
tinggi dalam suatu pekerjaan yang bertugas mengawasi jalannya pekerjaan dan
memantau kinerja tenaga kerja yang lain.
Penggunaan tenaga kerja untuk mendapatkan koefisien tenaga kerja dalam
satuan jam orang per satuan pengukuran (m1, m2, m3, ton, dan lain-lain). Berikut ini
rumus umum yang digunakan untuk menentukan koefisien tenaga kerja adalah
sebagai berikut (DPU, 2016).

Produksi /hari, QT = Tk x Q1; m3 (2.7)


Koefisien tenaga /m3 :
(L.01) Pekerja = (Tk x P) / Qt; jam (2.8)
(L.02) Tukang batu = (Tk x Tb) / Qt; jam (2.9)
(L.03) Kepala tukang = (Tk x Kt) / Qt; jam (2.10)
(L.04) Mandor = (Tk x M) / Qt; jam (2.11)

Dimana,
- Q1 = besar kapasitas produktivitas yang menentukan kerja; m3/jam
- Tk = jumlah jam kerja per hari (7 jam); jam
- P = jumlah pekerja yang diperlukan; orang
- Tb = jumlah tukang batu yang diperlukan; orang
- Kt = jumlah kepala tukang yang diperlukan; orang
- M = jumlah mandor yang diperlukan; orang
Analisa Harga Satuan Bahan
Yang dimaksud dengan analisis bahan suatu pekerjaan, ialah yang
menghitung banyaknya/volume masing-masing bahan, serta besarnya biaya yang
dibutuhkan. Sedangkan yang dimaksud dengan analisa upah suatu pekerjaan ialah,
menghitung banyaknya tenaga yang diperlukan, serta besarnya biaya yang
dibutuhkan untuk pekerjaan tersebut (Ibrahim, 1993).
Dalam melaksanakan pekerjaan pada suatu proyek, faktor waste bahan
sangat penting untuk dikendalikan. Yang dimaksud dengan waste bahan adalah
sejumlah bahan yang dipergunakan / telah dibeli, tetapi tidak menambah nilai jual
dari produknya. Ada beberapa waste, yaitu antara lain:
- Penolakan oleh owner karena tidak memenuhi syarat.
- Kerusakan karena kelemahan dalam handling atau penyimpanan.
- Kehilangan karena kelemahan pengawasan keamanan.
- Pemborosan pemakaian di lapangan.
Analisa bahan suatu pekerjaan ialah menghitung banyaknya/volume
masing-masing bahan, serta besarnya biaya yang dibutuhkan. Kebutuhan
bahan/material ialah besarnya jumlah bahan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
bagian pekerjaan dalam satu kesatuan pekerjaan. Kebutuhan bahan dapat dicari
dengaan rumus sebagai berikut:

Σ Bahan = Volume Pekerjaan x Koefisien Analisa Bahan (2.12)

Indeks bahan merupakan indeks kuantum yang menunjukkan kebutuhan


bahan bangunan untuk setiap satuan jenis pekerjaan. Analisa bahan dari suatu
pekerjaan merupakan kegiatan menghitung banyaknya volume masing – masing
bahan, serta besarnya biaya yang dibutuhkan, sedangkan indeks satuan bahan
menunjukkan banyaknya bahan yang akan diperlukan untuk menghasilkan suatu
volume pekerjaan yang akan dikerjakan, baik dalam volume 1 m 3, 1 m2, atau per
m1.
Pada pelaksanaan sebuah proyek konstruksi bangunan, tidak akan dapat
dihindari munculnya sisa material konstruksi atau biasa disebut dengan
construction waste. Sisa material konstruksi didefinisikan sebagai sesuatu yang
sifatnya berlebih dari yang disyaratkan baik itu berupa hasil pekerjaan maupun
material konstruksi yang tersisa/tercecer/rusak sehingga tidak dapat digunakan lagi
sesuai fungsinya (Illingworth, 1998). Material adalah salah satu komponen penting
yang memiliki pengaruh cukup erat dengan biaya suatu proyek, maka dengan
adanya sisa material konstruksi yang cukup besar dapat dipastikan terjadi
pembengkakan pada sektor pembiayaan. Waste level ini dihitung untuk mengetahui
volume waste dari masing-masing item material yang di teliti. Waste level ini
dihitung menggunakan metode pendekatan dengan cara sebagai berikut
(Illingworth, 1998):

𝑉𝑜𝑙. 𝑊𝑎𝑠𝑡𝑒
Waste level = 𝑉𝑜𝑙. (2.13)
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙

Dimana,
- Vol. waste = vol. Material terpakai – vol. material terpasang
- Vol. kebutuhan material = vol. kebutuhan material yang ditinjau

Analisa Harga Satuan Peralatan


Banyak jenis pekerjaan yang memerlukan peranan alat dalam proses
pelaksanaannya. Oleh karena itu, bila dalam pelaksanaan suatu item pekerjaan
tertentu memerlukan alat-alat konstruksi terutama alat-alat berat, maka sub harga
satuan alat harus dihitung tersendiri seperti halnya sub harga bahan. Dasar
perhitungan sub harga satuan alat ini sama dengan sub harga satuan upah, yaitu
mempertimbangkan tingkat produktivitas alat tersebut.
Koefisien alat adalah waktu yang diperlukan (dalam satuan jam) oleh suatu
alat untuk menyelesaikan atau menghasilkan produksi sebesar satu satuan volume
jenis pekerjaan. Untuk keperluan analisis harga satuan pekerjaan (HSP) diperlukan
satu atau lebih alat berat. Setiap alat mempunyai kapasitas produksi (Q) yang
bermacam-macam, tergantung pada jenis alat, faktor efisiensi alat, kapasitas alat,
dan waktu siklus. Satuan produksi alat adalah satu satuan pengukuran per jam.
Koefisien alat adalah berbanding terbalik dengan kapasitas produksi (DPU, 2016).

Koefisien alat /m3 = 1 / Q; jam (2.14)

Bila alat yang digunakan adalah sewa, maka harga sewa alat tersebut
dipakai sebagai dasar perhitungan sub harga satuan alat. Namun bila alat yang
digunakan adalah milik sendiri, maka harus dipakai “konsep biaya alat” yang terdiri
dari:
- Biaya penyusutan (depresiasi) alat, yaitu biaya yang disisihkan untuk
pengembalian investasi alat yang bersangkutan.
- Biaya perbaikan, yaitu meliputi biaya yang diperlukan untuk penggantian suku
cadang dan upah mekanik.
- Biaya operasi, yaitu meliputi biaya- biaya yang diperlukan untuk keperluan
bahan bakar, pelumas, minyak hidrolis, grease, dan upah operator.

Perbandingan antara Analisis SNI dengan Analisis di Lapangan


Analisis SNI merupakan analisis yang sering digunakan baik instansi
pemerintah maupun swasta, karena analisis ini dikembangkan melalui pendekatan
penelitian yang dilakukan dengan melakukan pengumpulan data-data sekunder
yang berupa analisa biaya yang dipakai oleh beberapa kontraktor dalam
menghitung harga satuan pekerjaan dan data-data primer dengan melakukan
penelitian di lapangan pada suatu kegiatan (proyek). Data primer yang diperoleh
dipakai sebagai pembanding (cross check) terhadap kesimpulan data sekunder yang
didapat (BSN, 2008). Acuan atau standar normatif yang diberlakukan dalam tata
cara perhitungan pada analisa SNI ini merujuk pada hasil pengkajian dari beberapa
analisis pekerjaan yang telah diaplikasikan oleh beberapa kontraktor dengan
pembanding yang ada. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi dalam analisis SNI
ini antara lain (BSN, 2008) :
1. Untuk perhitungan harga satuan pekerjaan berlaku untuk wilayah seluruh
Indonesia, berdasarkan harga bahan, upah tenaga dan peralatan disesuaikan
dengan kondisi setempat.
2. Spesifikasi dan cara pengerjaan setiap jenis pekerjaan disesuaikan dengan
standar spesifikasi teknis pekerjaan yang telah dibakukan.
3. Perhitungan indeks bahan telah ditambahkan toleransi sebesar 15%-20%,
dimana didalamnya termasuk angka susut yang besarnya tergantung dari jenis
bahan dan komposisi adukan, termasuk biaya langsung dan tak langsung.
4. Jam kerja efektif untuk para pekerja diperhitungkan selama 6 jam per-hari.

Besi Beton Sebagai Material Bangunan


Besi beton adalah besi yang digunakan untuk penulangan konstruksi beton
atau lebih populer disebut sebagai beton bertulang. Besi beton tulangan pada
dasarnya terdiri dari dua bentuk yaitu besi beton polos atau plain bar dan besi beton
ulir atau deformed bar. Besi beton polos memiliki penampang bundar dengan
permukaan licin atau tidak bersirip sedangkan besi beton ulir bentuk permukaannya
berupa sirip melintang atau rusuk memanjang dengan pola tertentu (Permata, 2015).
Beton bertulang mengandung batang tulangan dan direncanakan
berdasarkan asumsi bahwa bahan tersebut bekerja sama dalam memikul gaya-gaya.
Beton bertulang bersifat unik dimana dua jenis bahan yaitu besi tulangan dan beton
dipakai secara bersamaan (Permata, 2015). Kebutuhan besi beton dapat dihitung
dengaan rumus sebagai berikut (Civeng, 2016):

1
Volume besi = (4 𝑥 𝜋 𝑥 𝐷 2 ) 𝑥 𝑃 𝑥 𝐵𝐽 (2.15)

Dimana,
- D = Diameter besi beton
- P = Panjang besi beton
- BJ = Berat besi beton (7.850 kg/m3)

Beton Sebagai Material Bangunan


Beton adalah campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar, dan air,
dengan atau tanpa bahan campuran tambahan yang membentuk massa padat. Dalam
pengertian umum beton berarti campuran bahan bangunan berupa pasir dan kerikil
atau koral kemudian diikat semen bercampur air. Beton dapat dibuat dengan mudah
bahkan oleh mereka yang tidak punya pengertian sama sekali tentang beton
teknologi, tetapi pengertian yang salah dari kesederhanaan ini sering menghasilkan
persoalan pada produk, antara lain reputasi jelek dari beton sebagai materi
bangunan (Nugraha, 2004).

Pengecoran dengan beton siap pakai (Ready – Mixed Concrete)


Pengecoran ready mixed adalah pengecoran yang dilakukan dengan
menggunakan adukan beton yang telah diproduksi pada lokasi terpusat (plant) dan
diangkut menuju tempat pengecoran dengan mutu tertentu. Beton ready mixed
biasanya digunakan untuk mengecor pelat lantai, karena pengecoran membutuhkan
volume beton secara besar sekaligus sehingga pelaksanaannya akan lebih cepat
dibandingkan dengan pengecoran site mixed. Pada pengecoran site mixed,
contohnya pada pengecoran pelat lantai sulit dilakukan karena volume beton yang
dihasilkan relatif kecil. Pengecoran ready mixed bisa dilakukan untuk pekerjaan
kolom tetapi volume kolom harus cukup besar dan harus dengan bantuan pipa yang
dimasukkan kedalam kolom (Artha, 2004).
Beberapa keuntungan dengan menggunakan beton ready mixed:
a. Kecepatan dalam produksi.
b. Kontrol kualitas yang lebih baik (kekuatan dan daya tahan beton, serta
workabilitas yang dispesifikasikan).

2.12.1 Perencanaan Peralatan Pembetonan


Perencanaan yang dilakukan adalah untuk penentuan jenis peralatan yang
akan dipakai, prosedur pengoperasian, banyaknya peralatan yang akan digunakan
dan pemeliharaan peralatan. Penentuan jenis peralatan tergantung pada proyek yang
ditangani serta metode produksi yang digunakan meliputi:
a. Peralatan penakar (batcher equipment)
Adalah alat yang berfungsi untuk mencampur/memproduksi beton ready mix
sebelum dituang ke dalam mixer.
b. Peralatan pengadukan beton (concrete mixer equipment)
Peralatan ini terdiri dari silinder yang berputar pada porosnya dan silinder ini
terdapat dayung yang akan mengaduk campuran beton bila silinder ini berputar.
c. Peralatan pengangkutan beton
Terdiri dari beberapa jenis alat pengangkut yaitu concrete dump, concrete
pump, truck agitator, crane dengan bucket dan truck mixer.
Prosedur pengoperasian dimaksudkan untuk menuntun pengoperasian dan
pemeliharaan yang berdasarkan rekomendasi dari perusahaan dan kondisi
lingkungan dimana peralatan akan dioperasikan. Apabila pengoperasian peralatan
dilakukan dengan benar maka dapat diharapkan kecelakaan kerja dan
keterlambatan proses produksi dapat dihindari.

2.12.2 Penakaran dan Pengadukan Beton


Pekerjaan untuk menakar dan mengaduk beton dilakukan pada sebuah
plant. Proses penakaran material penyusun beton dilakukan dengan alat yang
disebut batcher. Batcher biasanya bernentuk silinder dengan dasar kerucut untuk
menampung dan mengukur berat atau volume material penyusun beton. Batching
adalah proses untuk mengukur material-material penyusun beton dalam jumlah
yang diperlukan oleh spesifikasi.
Agregat dan semen harus ditakar dalam satuan berat, air dalam satuan berat
atau volume, admixture padat ditakar dalam satuan berat, admixture cair ditakar
dalam satuan berat atau volume. Umumnya terdapat dua batcher, satu untuk
mengukur agregat-agregat dan satu untuk mengukur semen. Dan batcher yang
satunya untuk mengukur air dan admixture. Mengaduk beton berarti mencampur
material penyusun beton yang telah ditakar dengan baik dalam sautu alat yang
disebut mixer.
Setelah ditimbang, material dituangkan melalui sebuah pintu di bagian
paling bawah batcher langsung ke mixer (pengaduk). Pintu dapat beroperasi secara
manual, dengan tenaga listrik, dengan tekanan udara (pneumatik), atau secara
hidraulik.
Setelah material penyusun beton telah diukur dengan baik dalam batcher,
kemudian dilanjutkan dengan pengadukan beton yang dilakukan dalam mixer
(pengaduk), pengadukan material penyusun beton bertujuan untuk mencampur
material-material penyusun beton hingga rata dengan tujuan untuk melapisi semua
partikel agregat dengan campuran semen dan air sehingga membentuk campuran
yang homogeny dan seragam.

2.12.3 Pemindahan Beton


Ada bermacam-macam alat yang dapat digunakan untuk mengangkut meton
menuju lokasi. Alat-alat tersebut antara lain:
a. Dump truck
Berfungsi untuk mengangkut bahan/material (agregat kasar dan agregat halus)
dari quarry menuju ke base camp.
b. Wheel loader
Berfungsi untuk alat angkut bahan/material (agregat kasar dan agregat halus)
dari tempat penumpukan material menuju ke bin. Wheel
loader memiliki bucket untuk membawa material dan bergerak dengan
menggunakan roda karet, sehingga mobilitasnya tergolong cepat.
c. Cement truck
Berfungsi sebagai pengangkutan semen curah (dalam jumlah besar) dari pabrik
semen ke base camp.
d. Concrete mixer truck
Adalah suatu kendaraan truk khusus yang dilengkapi dengan concrete
mixer yang fungsinya mengaduk/mencampur campuran beton ready mix, sama
dengan alat molen. Concrete mixer truck digunakan untuk mengangkut adukan
beton ready mix dari tempat pencampuran beton ke lokasi proyek. Selama
pengangkutan, mixer terus berputar dengan kecepatan 8-12 putaran per menit
agar beton tetap homogen dan beton tidak mengeras.
Prinsip kerja concrete mixer truck ini secara sederhana adalah sebagai berikut:
- Dalam drum terdapat bilah-bilah baja, ketika dalam perjalanan menuju
lokasi proyek, drum ini berputar perlahan-lahan berlawanan putaran jarum
jam sehingga adukan mengarah ke dalam. Perputaran di dalam bertujuan
agar tidak terjadi pergeseran ataupun pemisahan agregat sehingga adukan
tetap homogen. Dengan demikian, mutu beton akan selalu terjaga sesuai
dengan kebutuhan rencana.
- Ketika sampai di lokasi proyek dan pengecoran berlangsung, arah putaran
drum dibalikkan searah putaran jarum jam dan percepatan putaran
diperbesar sehingga adukan beton keluar. Proses pengiriman beton ready
mix diatur dengan memperhatikan jarak, kondisi lalu lintas, cuaca, dan suhu,
karena hal-hal tersebut dapat mempengaruhi waktu dalam pelaksanaan
pekerjaan pengecoran. Pada proyek ini pengadaan concrete
mixer truck menjadi tanggung jawab penyedia ready mix.
e. Belt conveyor
Berfungsi untuk menarik bahan/material (agregat kasar dan agregat halus) ke
atas dari bin ke storage bin.

2.12.4 Pengecoran Beton


Setelah beton dituangkan kedalam cetakan dengan menggunakan pipa,
beton tersebut kemudian dipadatkan dan diratakan. Untuk mengurangi rongga
dalam beton, setelah beton dicor maka dilakukan pemadatan beton atau sering
disebut dengan konsolidasi. Konsolidasi ini dapat dilakukan dengan cara
menusuk/merojok beton yang telah dicor dengan menggunakan sekop atau batang,
selain dengan cara manual konsolidasi juga dapat memakai getaran. Setelah proses
konsolidasi maka permukaan beton diratakan dan dibiarkan mengering, suhu dan
kelembaban pada permukaan beton harus dijaga untuk menghindari terjadinya
keretakan pada beton. Proses ini dilakukan dengan cara memberi penutup yang
basah contohnya kain dan sebagainya, daerah pengeringan ditutupi dan setiap
beberapa hari disemprotkan air di permukaan beton agar tidak terjadi keretakan
pada beton.

Anda mungkin juga menyukai