Nama: Dr. Agustria Anggraeny Silali S
Nama: Dr. Agustria Anggraeny Silali S
Jenis Kematian
Agar suatu kehidupan seseorang dapat berlangsung, terdapat tiga sistem yang
mempengaruhinya. Ketiga sistem utama tersebut antara lain sistem persarafan, sistem
kardiovaskuler dan sistem pernapasan. Ketiga sistem itu sangat mempengaruhi satu sama
lainnya, ketika terjadi gangguan pada satu sistem, maka sistem-sistem yang lainnya juga akan
ikut berpengaruh. Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis
(mati klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak (mati batang otak).
1. Mati somatis (mati klinis) ialah suatu keadaan dimana oleh karena sesuatu sebab terjadi
gangguan pada ketiga sistem utama tersebut yang bersifat menetap. Pada kejadian mati
somatis ini secara klinis tidak ditemukan adanya refleks, elektro ensefalografi (EEG)
mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan
dan suara napas tidak terdengar saat auskultasi.
2. Mati suri (apparent death) ialah suatu keadaan yang mirip dengan kematian somatis,
akan tetapi gangguan yang terdapat pada ketiga sistem bersifat sementara. Kasus seperti
ini sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan
tenggelam.
3. Mati seluler (mati molekuler) ialah suatu kematian organ atau jaringan tubuh yang
timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ
atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ tidak
bersamaan.
4. Mati serebral ialah suatu kematian akibat kerusakan kedua hemisfer otak yang
irreversible kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu
sistem pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat.
5. Mati otak (mati batang otak) ialah kematian dimana bila telah terjadi kerusakan seluruh
isi neuronal intrakranial yang irreversible, termasuk batang otak dan serebelum.
Dengan diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang
secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat
dihentikan.
2. Rigor mortis atau kaku mayat terjadi akibat hilangnya ATP. ATP digunakan untuk
memisahkan ikatan aktin dan myosin sehingga terjadi relaksasi otot. Namun karena
pada saat kematian terjadi penurunan cadangan ATP maka ikatan antara aktin dan
myosin akan menetap (menggumpal) dan terjadilah kekakuan jenazah. Rigor mortis
akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin bertambah hingga mencapai
maksimal pada 12 jam postmortem. Kemudian setelah itu akan berangsur-angsur
menghilang sesuai dengan kemunculannya. Pada 12 jam setelah kekakuan
maksimal (24 jam postmortem) kaku jenazah sudah tidak ada lagi. Faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah adalah suhu tubuh, volume otot dan
suhu lingkungan. Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah. Rigor
mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi dan antefleksi pada seluruh
persendian tubuh. Hal-hal yang perlu dibedakan dengan rigor mortis atau kaku
jenazah adalah:
1. Cadaveric Spasmus, yaitu kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan
menetap sesudah kematian akibat hilangnya ATP lokal saat mati karena kelelahan
atau emosi yang hebat sesaat sebelum mati.
2.Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein karena panas
sehingga serabut otot memendek dan terjadi flexi sendi. Misalnya pada mayat yang
tersimpan dalam ruangan dengan pemanas ruangan dalam waktu yang lama.
3. Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan yang dingin sehingga
terjadi pembekuan cairan tubuh dan pemadatan jaringan lemak subkutan sampai
otot.
5. Mummifikasi –> Mummifikasi terjadi pada suhu panas dan kering sehingga tubuh
akan terdehidrasi dengan cepat. Mummifikasi terjadi pada 12-14 minggu. Jaringan
akan berubah menjadi keras, kering, warna coklat gelap, berkeriput dan tidak
membusuk.