Anda di halaman 1dari 39

Ujian Kasus

Retardasi Mental Sedang

F.71

Oleh :

Gralia Risky, S.Ked

NIM 1730912320049

Penguji :
dr. H. Achyar Nawi Husin Sp. KJ

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa


RS DR. H. MOCH. ANSARI SALEH
Kota Banjarmasin
Juli, 2018
LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKIATRI

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. SNF

Tempat, Tanggal lahir : Palembang, 25 Juli 1995

Usia : 22 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Sutoyo Komp. Wildan No 53 RT 17

Pendidikan : -

Pekerjaan : Tidak Bekerja

Agama : Islam

Suku / Bangsa : Melayu / Indonesia

Status Perkawinan : Belum Menikah

Tanggal home visite : 18 Juli 2018

II. RIWAYAT PSIKIATRIK

Diperoleh dari autoanamnesis dan heteroanamnesis pada Rabu, 18 Juli 2018

di rumah pasien dengan paman pasien (Harris 54th).

A. KELUHAN UTAMA

Bicara sendiri

KELUHAN TAMBAHAN

Sering melamun, bicara terkadang tidak nyambung.

1
B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

 Heteroanamnesis

Heteroanamnesis dengan paman pasien Tn. Harris 54 thn di rumah pasien

pukul 13..00 WITA pada 18 Juli 2018. Pasien sempat dirawat di RS Moch Ansari

Saleh pada tanggal 25 Mei 2018 dengan keluhan mengamuk. Pasien mengamuk

tidak mau masuk ke rumah dan menyiram seluruh tubuh dengan air. Menurut

paman pasien, sebelum dirawat di RS pasien sering susah tidur. Pasien juga sering

terlihat gelisah dan sering mondar-mandir tanpa alasan dirumah. Paman pasien

juga merasa, pasien gampang marah atau menangis saat ditegur atau saat

keinginannya tidak terpenuhi. Keluhan dirasakan sejak pasien berumur sekitar 6

tahun. Awalnya sejak pasien tinggal dengan paman dan tante pasien terlihat

seperti anak-anak lainnya dan masih mau bermain dengan teman sebayanya. Lalu

saat masuk SD kelas 1 guru pasien mengeuhkan bahwa pasien suit diajak belajar

disekolah, saat diajak belajar pasien hanya menundukkan wajah atau menutup

wajahnya. Lalu guru SD pasien menyarankan agar pasien disekolahkan di SLB.

Namun pasien tidak langsung disekolahkan. Sejak saat itu pasien terlihat sering

bicara sendiri, saat diajak bicara terkadang tidak nyambung dan tidak mau diajak

bermain dengan teman seusianya. Pasien juga memiliki kebiasaan sering

memindahkan barang dirumah dan tidak ingat lagi dimana meletakkan barang

tersebut. Pasien juga jadi pendiam dan sering melamun. Saat disuruh melakukan

sesuatu pasien masih mau melakukannya, walaupun terkadang tidak dilakukan

dengan benar. Namun pasien dapat buang air kecil dan buang air besar pada

tempatnya, bisa memakai baju sendiri, bisa makan sendiri serta membereskan dan

mencuci peralatan makan saat selesai makan. Sampai saat ini pasien masih

2
dimandikan oleh tantenya karena jika pasien mandi sendiri, mandinya tidak

bersih.

Pada tahun 2011 pasien disekolahkan di SLB dan bersekolah selama 5 tahun.

Namun pada tahun 2016 pasien tidak lanjut sekolah lagi. Menurut pengakuan

paman dan tante pasien, pasien tidak bisa membaca dan menulis. Disaat waktu

luang pasien lebih sering menonton televisi, tidur atau melihat sepupunya main

handphone. Saat sepupunya berhitung, pasien bisa mengikuti.

Menurut paman pasien, sejak keluar dari rumah sakit keadaan pasien jauh

lebih baik dari sebelumnya. Emosi pasien lebih stabil, pasien sudah jarang marah-

marah atau menangis tanpa sebab, tidak ada keluhan susah tidur, namun pasien

masih sering bicara sendiri. Pasien juga terkadang masih tidak nyambung saat

diajak bicara dan interaksi sederhana dengan orang lain juga lebih baik dari

sebelumnya. Nafsu makan pasien juga baik dan pasien sangat kuat minum.

 Autoanamnesis

Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 18 Juli 2018 pukul 13.00 WITA di

rumah pasien. Pasien mengaku dibawa ke Rumah Sakit karena mengamuk saat

berkelahi dengan sepupunya. Saat ditanya kenapa pasien mengamuk, pasien

bilang karena merasa sangat kesal. Pasien mengaku tidak pernah melihat

bayangan- bayangan. Awalnya pasien mengaku mendengar bisikan suara-suara

tertawa namun saat pertanyaan diulang lagi pasien mengatakan tidak ada

mendengar suara bisikan apapun. Pasien mengaku senang mengisi waktu luang

dengan menonton india atau tidur. Pasien juga mengaku senang saat diajak jalan-

jalan oleh keluarga atau saat mengunjungi rumah saudara ibunya.

3
Saat disuruh menebak angka yang diperlihatkan oleh pemeriksa secara

berurutan, pasien bisa menjawab dengan benar, namun saat pemeriksa menjukkan

angka secara acak, pasien tidak bisa menjawab dengan benar. Pasien hanya bisa

menyebutkan angka secara berurutan, pasien juga tidak bisa menyebutkan huruf

apa yang ditulis oleh pemeriksa. Saat pasien diminta menuliskan huruf yang diberi

contoh oleh pemeriksa, pasien tidak bisa mengikuti dengan benar.

C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Menurut paman pasien, pasien sudah mengalami perubahan perilaku sejak

berusia sekitar 6 tahun. Lalu sejak tahun 2012 pasien mengikuti rawat jalan di RS

Moch Ansari Saleh. Namun pada bulan Mei 2018 pasien dirawat inap karena

mengamuk.

D. RIWAYAT PENYAKIT MEDIS

Paman pasien mengatakan sejak tinggal serumah dengan pasien, pasien tidak

memiliki riwayat trauma kepala hingga disertai penurunan kesadaran, malaria,

kejang demam, maupun epilepsi. Pasien tidak pernah di rawat di Rumah Sakit

sebelumnya.

E. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI

a) Riwayat Prenatal

Keluarga tidak tau.

b) Riwayat Infanticy/Masa Bayi (0-1,8 bulan) Basic Trust vs Mistrust

Pasien diasuh oleh Ibu dan Ayah pasien sehingga keluarga yang mengasuh

saat ini tidak tau.

4
c) Riwayat Early Childhood/ Masa kanak (1,8-3 tahun) Autonomy vs

shame and doubt

Pasien diasuh oleh Ibu dan Ayah pasien sehingga keluarga yang mengasuh

saat ini tidak tau.

d) Riwayat Pre School Age/ Masa Prasekolah (3-6 Tahun) Initiative Vs

Guilt

Pasien jarang membongkar- pasang mainannya, pasien juga sering merasa

takut saat bermain di wahana pasar malam.

e) Riwayat School Age/Masa sekolah (6-12 tahun) Industry vs Inferiority

Pasien mengalami kesusahan dalam belajar dan disarankan untuk pindah

ke SLB. Pasien tidak memiliki banyak teman di lingkungan tempat

tinggalnya.

f) Riwayat Adolescence (12-20 tahun) Identity vs Role diffusion/Identity

Confusion

Pada saat ini .pasien lebih pendiam dan sering melamun. Namun saat

gelisah pasien sering mondar-mandir dirumah.

g) Riwayat early adulthood (20-40 tahun) intimacy vs Isolation

Pasien mulai memiliki teman, pasien belum bekerja, pasien sering

menghabiskan waktu dengan menonton televisi, tidur atau melihat sepupu

memainkan handphone.

h) Riwayat pendidikan

Pasien sempat bersekolah di SD Negeri Telaga Biru 1 saat kelas 1 SD, lalu

pada tahun 2011 disekolahkan di SLB sampai tahun 2016.

i) Riwayat pekerjaan

5
Pasien tidak bekerja.

j) Riwayat perkawinan

Pasien belum pernah menikah.

k) Riwayat keagamaan

Pasien dulunya masih mau disuruh sholat, namun beberapa tahun terakhir

pasien tidak mau lagi disuruh sholat.

l) Riwayat psikoseksual

pasien mengaku pernah tertarik lawan janis.

m) Riwayat aktivitas sosial

Pasien tidak pernah mengikuti organisasi ataupun kegiatan sosial lainnya.

n) Riwayat hukum

Pasien tidak pernag bermasalah dengan hukum

o) Riwayat penggunaan waktu luang

Pasien menghabiskan waktu luangnya dengan menonton televisi atau tidur.

F. RIWAYAT KEHIDUPAN SEKARANG

Pasien merupakan anak kedua dari 3 bersaudara. Sekarang pasien tinggal

bersama paman dan tantenya. Ayah pasien meninggal saat pasien berusia 6 tahun

dan ibunya pergi meninggalkan pasien tidak lama saat ayahnya meninggal. Saat

ini pasien tidak sekolah, dan tidak bekerja. Pasien mengisi waktu kosongnya

dengan menonton televisi atau tidur.

Fungsi pasien sebagai anak cukup baik, biasanya pasien membantu

tantenya membersihkan rumah namun harus disuruh. Pasien tinggal di kawasan

cukup padat penduduk, lingkungan tempat tinggal terkesan cukup baik.

6
G. RIWAYAT KELUARGA

Genogram

Keterangan:

= Penderita

/ = Laki-Laki / Perempuan

/ = Laki-laki / Perempuan meninggal

Berdasarkan keterangan keluarga, tidak ada keluarga pasien yang

menderita gangguan seperti ini..

H. PERSEPSI PASIEN TENTANG DIRI DAN LINGKUNGANNYA

Pasien merasa memiliki banyak teman.

I. IMPIAN, FANTASI DAN NILAI-NILAI

Pasien ingin bersekolah dan membeli banyak boneka barbie

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LANJUT

1. Status Interna :

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 92 x/menit

Frekuensi napas : 21 x/menit

Suhu tubuh : 36,6 C

SpO2 : 98%

7
 Kulit

Inspeksi : purpura (-), anemis (-), ikterik (-), hiperpigmentasi (-)

Palpasi : nodul (-), sklerosis (-), atrofi (-)

 Kepala dan Leher

Inspeksi : normosefali

Palpasi : pembesaran KGB (-/-), peningkatan JVP (-/-)

Auskultasi : bruit (-)

 Mata

Inspeksi : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), merah (+/+),

iiiperdarahan (-), mata berair (-), ptosis (-), pandangan kabur (-),

iiipupil isokor kiri dan kanan.

Funduskopi : tidak dilakukan

 Telinga

Inspeksi : serumen minimal, sekret (-/-)

Palpasi : nyeri mastoid (-/-)

 Hidung

Inspeksi : epistaksis (-/-)

Palpasi : nyeri (-/-)

 Mulut

Inspeksi : perdarahan gusi (-), pucat (-), sianosis (-), stomatitis (-),

leukoplakia (-)

 Toraks

Inspeksi : simetris, berbentuk seperti tong.

8
Palpasi : fremitus vokal simetris

Perkusi : sonor

Auskultasi : suara napas vesikuler, wheezing (-/-), rhonki (-/-)

 Jantung

Inspeksi : iktus tidak tampak

Palpasi : iktus teraba pada ICS V midclavicula sinistra

Perkusi : batas kanan: ICS IV linea sternalis dektra

Batas kiri: ICS V linea midklavikula sinistra

Auskultasi : S1>S2 tunggal, irama regular, murmur (-), gallop (-)

 Abdomen

Inspeksi : bentuk permukaan abdomen cembung, sikatrik (-), striae (-),

hernia (-)

Auskultasi : peristaltik usus (+) normal 3x/ menit

Perkusi : timpani

Palpasi : shifting dullness (-), hepatomegali (-), splenomegali (-), massa

(-)Nyeri tekan (- - - -

- - -

- - -

Punggung

Inspeksi : skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (+)

Palpasi : nyeri (-) nyeri ketok ginjal (-) ,

Ekstremitas

Inspeksi : gerak sendi normal, deformitas (+)pada bagian kaki kanan

tampak adanya kelemahan, kemerahan (-), varises (-) ,

9
Palpasi : panas (-), nyeri (-), massa (-), edema (-)

2. Status Neurologis

Nervus I – XII : Dalam batas normal

Rangsang Meningeal : Tidak ada

Gejala peningkatan TIK : Tidak ada

Refleks Fisiologis : Dalam batas normal

Refleks patologis : Tidak ada

IV. STATUS MENTAL

A. Deskripsi Umum

1. Penampilan

Pasien mengenakan baju rumah berwarna putih, perawakan berisi tidak tampak

terlalu kurus atau gemuk, warna kulit sawo matang, tampak terawat, tenang,

cukup kooperatif, kontak mata cukup.

2. Kesadaran : Jernih, compos mentis

3. Perilaku dan aktivitas psikomotor : Baik normoaktif, pasien dapat menjawab

pertanyaan namun pertanyaan harus

diuraikan dengan sangat jelas.

4. Pembicaraan : Pasien dapat menjawab pertanyaan dengan

baik, meskipun tidak secara spontan, dan

cukup lambat.

5. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif

6. Kontak psikis : Ada, wajar, dapat dipertahankan

B. Keadaan

1. Mood : euthym

10
2. Afek : Luas

3. Keserasian : Serasi

4. Hidup Emosi

 Stabilitas : stabil

 Pengendalian : pasien dapat mengendalikan emosi

 Sungguh-sungguh/tdk : tidak sungguh-sungguh

 Dalam/dangkal : Dangkal

 Skala diferensiasi : Sempit

 Empati : tidak dapat diraba/rasakan

C. Fungsi Kognitif

 Kesadaran : Compos mentis

 Orientasi

Waktu/ Tempat / Orang / Situasi :+/+/+/+

 Daya ingat

Segera : Baik

Jangka pendek : Baik

Jangka menengah : Baik

Jangka panjang : Baik

 Konsentrasi : Kurang baik

 Perhatian : Tertuju pada pemeriksa

 Kemampuan membaca dan menulis : Jelek

 Kemampuan visuospasial : Kurang, pasien mengetahui bentuk

bangun datar, namun tidak dapat

menggambarnya.

11
 Pikiran abstrak : jelek

 Kapasitas intelegenesia : Kurang, pasien tidak bisa membaca,

menulis dan berhitung

 Bakat kreatif : tidak ada

 Kemampuan menolong diri sendiri : cukup

D. Gangguan persepsi

 Halusinasi (A / V / T / O / S ) : – / –/ – / – / –

 Ilusi (A / V / G / T / O) :–/–/–/–/–

 Depersonalisasi : Tidak ditemukan

 Derealisasi : Tidak ditemukan

E. Pikiran :

1. Proses pikir

a. Bentuk pikiran : Realistik

b. Arus pikiran : inkoheren

2. Isi pikiran : wahan (-)

F. Pegendalian impuls : cukup

G. Daya Nilai

1. Norma sosial : cukup

2. Uji daya nilai : cukup

H. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Lingkungan

Pasien tidak menyadari dirinya sakit.

Tilikan :1

I. Taraf Dapat Dipercaya : tidak dapat dipercaya

12
IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

1. Pasien menunjukkan perubahan perilaku seperti susah diajak belajar,

sering bicara meracau, tidak mau bermain dengan anak seusianya, sulit

mengendalikan emosi (sering marah-marah dan menangis) sejak

berumur 6 tahun.

2. pasien tidak bisa mandi dengan bersih, sehingga sampai saat ini masih

dimandikan oleh tantenya.

3. pasien terkadang masih bicara sendiri dan terkadang masih tidak

nyambung saat diajak bicara

4. pasien tidak bisa membaca, menulis maupun berhitung.

5. pasien menjawab beberapa pertanyaan dengan tidak sungguh-sungguh

(jawaban sering berubah-ubah).

6. Terdapat bentuk pikir realistik, arus pikir inkoheren, karena pasien

sempat berhenti saat menjawab pertanyaan, & isi pikir : tidak ada

waham.

V. EVALUASI MULTIAKSIAL

Aksis I : Z63.7 Problem dalam hubungan yang berkaitan dengan

gangguan mental atau kondisi medis umum

Aksis II : F 71 Retardasi mental sedang

Aksis III : none

Aksis IV : Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial

Masalah Pendidikan

Masalah Psikososial dan Lingkungan lain

13
Aksis V : GAF Scale 60-51 gejala sedang (moderate), disabilitas

sedang.

VI. DAFTAR MASALAH

A. Masalah terkait fisik

Tidak ditemukan keluhan maupun kelainan.

B. Masalah terkait psikologis

Keadaan intelegensi yang kurang.

VII. PROGNOSIS

Diagnosis penyakit : dubia ad malam

Diagnosis stressor : dubia ad malam

Gangguan sistemik : dubia ad bonam

Perjalan penyakit : dubia ad bonam

Usia saat menderita : dubia ad malam

Pendidikan : dubia ad malam

Lingkungan sosial : dubia ad bonam

Pengobatan psikiatri : dubia ad bonam

Ekonomi : dubia ad malam

Kesimpulan : dubia ad malam

VII. RENCANA TERAPI

Psikofarmaka : Clozapine 100 mg ½ -0- ½

CPZ 100 mg 0-0-1

Haloperidol 1,5 mg 3x1

Trihexylphenidil 2mg 1-0-1

Piracetam 400mg 1-0-0

14
Asam folat 2x1

Psikoterapi : Psikoterapi & Edukasi

a. Terapi perilaku

Telah digunakan selama bertahun-tahun untuk membentuk dan meningkatkan

perilaku sosial dan untuk mengendalikan dan menekan perilaku agresif dan

destruksi pasien. Dorongan positif untuk perilaku yang diharapkan dan

memulai hukuman (seperti mencabut hak istimewa) untuk perilaku yang tidak

diinginkan telah banyak menolong.

b. Terapi kognitif

Seperti menghilangkan keyakinan palsu dan latihan relaksasi dengan

instruksi dari diri sendiri, juga telah dianjurkan untuk pasien retardasi mental

yang mampu mengikuti instruksi pasien.

c. Terapi psikodinamika

Telah digunakan pada pasien retardasi mental dan keluarganya untuk

menurunkan konflik tentang harapan yang menyebabkan kecemasan,

kekerasan, dan depresi yang menetap.

d. Pendidikan Keluarga

Tentang cara meningkatkan kompetensi dan harga diri sambil

mempertahankan harapan yang realistik untuk pasien.

15
X. DISKUSI

Keterbelakangan mental atau lazim disebut retardasi mental (RM) adalah

suatu keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa

perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak-anak). Biasanya terdapat

perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama ialah

intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo =

kurang atau sedikit danfren = jiwa) atau tuna mental. Keadaan tersebut ditandai

dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata dan disertai

dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri atau berperilaku

adaptif (Salmiah, 2010).

Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke-III

(PPDGJ III) adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak

lengkap, yang terutama ditandai oleh hendaya keterampilan selama masa

perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu

kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial (Maslim, 2003).

Menurut American Association Mental Retardation (AAMR) 2002 adalah

suatu disabilitas yang ditandai dengan suatu limitasi/keterbatasan yang bermakna

baik dalam fungsi intelektual maupun prilaku adaptif yang diekspresikan dalam

keterampilan konseptual, sosial dan praktis.

Menurut Diagnostic and Scientific Manual IV-TR (DSM IV-TR) adalah sama

dengan definisi AAMR tetapi ditambahkan batas derajat IQ 70 (Elvira, 2010).

16
Hal-hal yang menyebabkan keterbelakangan mental antara lain :

A. Kelainan Kromosom

i. Sindrom Down

Menurut Kaplan dan Sadock, sindrom down adalah kondisi yang

disebabkan oleh adanya kelebihan kromosom pada pasangan ke-21 dan ditandai

dengan retardasi mental serta anomali fisik yang beragam. Untuk seorang ibu usia

pertengahan (> 32 tahun), resiko memiliki anak dengan sindroma Down adalah

kira-kira 1 dalam 100 kelahiran. Retardasi mental adalah cirri yang menumpang

pada sindrom Down. Sebagian besar pasien berada dlam kelompok retardasi

sedang sampai berat., hanya sebagian kecil yang memiliki IQ di atas 50.

Diagnosis sindrom Down relative mudah pada anak yang lebih besar tetapi

seringkali sukar pada neonates. Tanda yang paling penting pada neonates adalah

hipotonia umum, fisura palpebra yang oblik, kulit leher yang berlebihan,

tengkorak yang kecil dan datar, tulang pipi yang tinggi, dan lidah yang menonjol.

Dapat dilihat juga tangan tebal dan lebar, dengan garis transversal tunggal pada

telapak tangan, dan jari kelingking pendek dan melengkung ke dalam.

ii. Sindrom Fragile X

Sindrom fragile X merupakan bentuk retardasi mental yang diwariskan

dan disebabkan oleh mutasi gen pada kromosom X.1 Diyakini terjadi pada kira-

kira 1 tiap 1000 kelahiran laki-laki dan 2000 kelahiran perempuan. Derajat

retardasi mental terentang dari ringan sampai berat. Ciri perilakunya adalah

tingginya angka gangguan defisit atensi/hiperaktivitas, ganguan belajar, dan

gangguan perkembangan pervasive seperti gangguan akuisitik. Defisit dalam

17
fungsi bahasa adalah pembicaraan yang cepat dan perseveratif dengan kelainan

dalam mengkombinasikan kata-kata membentuk frasa dan kalimat (Kaplan,

2010).

iii. Sindrom Prader-Willi

Kelianan ini akibat dari penghilangan kecil pada kromosom 15, biasanya

terjadi secara sporadic. Prevalensinya kurang dari 1 dalam 10000. Orang dengan

sindrom ini menunjukkan perilaku makan yang kompulsif dan sering kali

obesitas, retardasi mental, hipogonadisme, perawakan pendek, hipotonia, dan

tangan dan kaki yang kecil. Anak –anak dengan sindrom ini seringkali memiliki

perilaku oposisional yang menyimpang (Kaplan, 2010).

iv. Sindrom tangisan kucing (cat-cry [cri-du-chat] syndrome)

Anak-anak dengan sindrom tangisa kucing kehilangan bagian dari

kromosom 5. Mereka mengalami retardasi mental berat dan menunjukkan banyak

stigmata yang seringkali disertai dengan penyimpangan kromosom, seperti

mikrosefali, telinga yang letaknya rendah, fisura palpebra oblik, hipertelorisme,

dan mikrognatia. Tangisan seperti kucing yang khas (disebabkan oleh kelainan

laring) yang memberikan nama sindrom secara bertahap berubah dan menghilang

dengan bertambahnya usia (Kaplan, 2010).

v. Kelainan kromosom lain

Sindrom penyimpangan autosomal lain yang disertai dengan retardasi

mental adalah jauh lebih jarang terjadi dibandingkan Sindrom Down (Kaplan,

2010).

18
B. Faktor Genetik Lain

Phenylketonuria (PKU) merupakan gangguan yang menghambat

metabolisme asam phenylpyruvic, menyebabkan retardasi mental kecuali bila pola

makan amat dikontrol (Salmiah, 2010). PKU ditransmisikan dengan trait Mendel

autosomal resesif yang sederhana dan terjadi pada kira-kira yang di institusi

adalah kira-kira 1 persen dalam setiap 10.000 sampai 15.000 kelahiran hidup.

Bagi orang tua yang telah memiliki anak dengan PKU, kemungkinan memiliki

anak lain dengan PKU adalah satu dalam setiap empat sampai lima kehamilan

selanjutnya. Defek metabolisme dasar pada PKU adalah ketidakmampuan untuk

mengubah fenilalanin, suatu asam amino esensial, menjadi paratirosin karena

tidak adanya atau tidak aktifnya enzim fenilalanin hidroksilase, yang

mengkatalisis perubahan tersebut (Kaplan, 2010).

Sebagian besar pasien dengan PKU mengalami retardasi yang berat, tetapi

beberapa dilaporkan memiliki kecerdasan yang ambang atau normal. Walaupun

gambaran klinis bervariasi, anak PKU tipikal adalah hiperaktif dan menunjukkan

perilaku yang aneh dan tidak dapat diramalkan, yang menyebabkan sulit

ditangani. Mereka seringkali memiliki temper tantrum dan seringkali

menunjukkan gerakan aneh pada tubuhnya dan anggota gerak atas dan manerisme

memutir tangan, dan perilaku mereka kadang-kadang meyerupai anak autistic atau

skizofrenik. Komunikasi verbal dan nonverbal biasanya sangat terganggu atau

tidak ditemukan. Koordiansi anak adalah buruk, dan mereka memiliki banyak

kesulitan perceptual (Kaplan, 2010).

C. Faktor Prenatal

19
Beberapa kasus retardasi mental disebabkan oleh infeksi dan

penyalahgunaan obat selama ibu mengandung. Infeksi yang biasanya terjadi

adalah Rubella, yang dapat menyebabkan kerusakan otak. Penyakit ibu juga dapat

menyebabkan retardasi mental, seperti sifilis, cytomegalovirus, dan herpes genital.

Obat-obatan yang digunakan ibu selama kehamilan dapat mempengaruhi bayi

melalui plasenta. Sebagian dapat menyebabkan cacat fisik dan retardasi mental

yang parah. Anak-anak yang ibunya minum alkohol selama kehamilan sering lahir

dengan sindrom fetal dan merupakan kasus paling nyata sebagai penyebab

retardasi mental. Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan oksigen atau cedera

kepala, infeksi otak, seperti encephalitis dan meningitis, terkena racun, seperti cat

yang mengandung timah sangat berpotensi menyebabkan retardasi mental

(Salmiah, 2010).

D. Faktor Perinatal

Beberapa bukti menunjukkan bahwa bayi premature dan bayi dengan berat

badan lahir rendah berada dalam resiko tinggi mengalami gangguan neurologis

dan intelektual yang bermanifestasi selama tahun-tahun sekolahnya. Bayi yang

menderita pendarahan intrakranial atau tanda-tanda iskemia serebral terutama

rentan terhadap kelainan kognitif. Derajat gangguan perkembangan saraf biasanya

berhubungan dengan beratnya perdarahan intracranial (Kaplan, 2010).

E. Gangguan Didapat Pada Masa Anak-anak

Menurut Kaplan dan Sadock, kadang-kadang status perkembangan

seorang anak dapat berubah secara dramatik akibat penyakit atau trauma fisik

tertentu. Secara retrospektif, kadang-kadang sulit untuk memastikan gambaran

kemajuan perkembangan anak secara lengkap sebelum terjadinya gangguan, tetapi

20
efek merugikan pada perkembangan atau keterampilan anak tampak setelah

gangguan. Beberapa penyebab yang didapat pada masa anak-anak antara lain :

1. Infeksi.

Infeksi yang paling serius mempengaruhi interitas serebral adalah

ensefalitis dan meningitis.

2. Trauma kepala

Penyebab cedera kepala yang terkenal pada anak-anak yag menyebabkan

kecacatan mental, termasuk kejang, adalah kecelakaan kendaraan bermotor.

Tetapi, lebih banyak cedera kepala yang disebabkan oleh kecelakaan di rumah

tangga, seperti terjatuh dari tangga. Penyiksaan anak juga suatu penyebab cedera

kepala.

3. Masalah lain

Cedera otak dari henti jantung selama anesthesia jarang terjadi. Satu

penyebab cedera otak lengkap atau parsial adalah afiksia yang berhubugan dengan

nyaris tenggelam. Pemaparan jangka panjang dengan timbal adalah penyebab

gangguan kecerdasan dan keterampilan belajar. Tumor intracranial dengan

berbagai jenis dan asal, pembedahan, dan kemoterapi juga dapat merugikan fungsi

otak

F. Faktor Lingkungan dan Sosiokultural

Suatu bentuk retardasi mental dipengaruhi oleh lingkungan dengan

sosioekonomi rendah. Faktor-faktor psikososial, seperti lingkungan rumah atau

sosial yang miskin, yaitu yang memberi stimulasi intelektual, penelantaran atau

kekerasan dari orang tua, dapat menjadi penyebab atau memberi kontribusi dalam

perkembangan retardasi mental pada anak-anak. TIdak ada penyebab biologis

21
yang telah dikenali pada kasus tersebut (Salmiah, 2010).

Anak-anak dalam keluarga yang miskin dan kekurangan secara

sosiokultural adalah sasaran dari kondisi merugikan perkembangan dan secara

potensial patogenik. Lingkungan prenatal diganggu oleh perawatan medis yang

buruk dan gizi maternal yang buruk. Kehamilan remaja sering disertai dengan

penyulit obstetric, prematuritas, dan berat badan lahir rendah. Perawatan medis

setelah kelahiran buruk, malnutrisi, pemaparan dengan zat toksin tertentu seperti

timbale dan trauma fisik adalah serig terjadi. Ketidakstabilan keluarga, sering

pindah, dan pengasuh yang berganti-ganti tetapi tidak adekuat sering terjadi.

Selain itu, ibu dalam keluarga tersebut sering berpendidikan rendah dan tidak siap

memberikan stimulasi yang sesuai bagi anak-anaknya.

Masalah lain yang tidak terpecahkan adalah pengaruh ganguan mental parental

yang parah. Gangguan tersebut dapat menganggu pengasuhan dan stimulasi anak

dan aspek lain dari lingkungan mereka, dengan demikian menempatkan anak pada

resiko perkembangan. Anak-anak dari orang tua dengan gangguan mood dan

skizofrenia diketahui berada dalam resiko mengalami gangguan tersebut dan

gangguan yang berhubungan. Penelitian terakhrir menunjukkan tingginya

prevalensi gangguan keterampialan motorik dan gangguan perkembangan lainnya

tetapi tidak selalu disertai retardasi mental (Kaplan, 2010).

3. DIAGNOSIS

Menurut pedoman diagnostik PPDGJ III intelegensia bukan merupakan

karakteristik yang berdiri sendiri, melainkan harus dinilai berdasarkan sejumlah

besar ketrampilan khusus yang berbeda. Meskipun ada kecenderungan umum

bahwa semua ketrampilan ini akan berkembang ke tingkat yang serupa pada

22
setiap individu, tetapi ada ketimpangan (discrepancy) yang luas, terutama pada

penyandang RM. Orang yang demikian mungkin memperlihatkan hendaya berat

dalam satu bidang tertentu (misalnya bahasa) atau mungkin mempunyai suatu area

ketrampilan tertentu yang lebih tinggi (misalnya tugas visuospasial sederhana)

pada RM berat. Keadaan ini akan menimbulkan kesulitan dalam menentukan

kriteria diagnostik dimana seorang penyandang RM harus diklasifikasikan.

Penilaian tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang

tersedia, termasuk temuan klinis, perilaku adaptif (yang dinilai dalam kaitan

dengan latar belakang budayanya), dan hasil tes psikometrik.

Untuk diagnosis pasti, harus ada penurunan tingkat kecerdasan yang

meningkatkan berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap tuntutan dari

lingkungan sosial biasa sehari – hari. Gangguan jiwa dan fisik yang menyertai

retardasi mental mempunyai pengaruh besar pada gambaran klinis dan

penggunaan dari semua keterampilannya. Oleh karena itu kategori diagnostik

yang dipilih harus berdasarkan penilaian kemampuan global dan bukan atas suatu

hendaya atau ketrampilan khusus. Tingkat IQ yang ditetapkan hanya merupakan

petunjuk dan seharusnya tidak ditetapkan secara kaku dalam memandang

keabsahan permasalahan lintas budaya (Elvira, 2010).

Kriteria diagnostik untuk RM menurut DSM IV – TR adalah sebagai berikut :

1. Fungsi intelektual dibawah rata – rata (IQ 70 atau kurang) yang telah diperiksa

secara individual.

2. Kekurangan atau gangguan dalam perilaku adaptif (sama dengan kekurangan

individu untuk memenuhi tuntutan standar perilaku sesuai dengan usianya dari

lingkungan budayanya) dalam sedikitnya 2 hal, yaitu komunikasi, self-care,

23
kehidupan rumah-tangga, ketrampilan sosial/interpersonal, menggunakan sarana

komunitas, mengarahkan diri sendiri, ketrampilan akademis fungsional,

pekerjaan, waktu senggang, kesehatan dan keamanan

3. Awitan terjadi sebelum usia 18 tahun

Menurut Maslim (2003), kode diagnostik dan derajat RM menurut DSM IV – TR

adalah sebagai berikut :

317 Retardasi mental ringan, IQ 50 – 55 sampai 70

318 Retardasi mental sedang, IQ 35 – 40 sampai 50 – 55

318.1 Retardasi mental berat, IQ 20 – 25 sampai 35 – 40

318.2 Retardasi mental sangat berat, IQ dibawah 20 atau 25

Fungsi intelektual dapat diketahui dengan tes fungsi kecerdasan dan hasilnya

dinyatakan sebagai suatu taraf kecerdasan atau IQ. Dapat dihitung dengan :

IQ = MA/CA x 100%

MA = Mental Age, umur mental yang didapat dari hasil tes

CA = Chronological Age, umur yang didapat berdasarkan perhitungan

tanggal lahir

Diagnosis retardasi mental dapat dibuat setelah riwayat penyakit,

pemeriksaan intelektual yang baku, dan pengukuran fungsi adaptif menyatakan

bahwa perilaku anak sekarang adalah secara bermakna di bawah tingkat yang

diharapakan. Diagnosis sendiri tidak menyebutkan penyebab ataupun

prognosisnya. Suatu riwayat psikiatrik adalah berguna untuk mendapatkan

gambaran longitudinal perkembangan fungsi anak, dan pemeriksaan stigma fisik,

kelainan neurologis, dan tes laboratorium dapat digunakan untuk memastikan

penyebab dan prognosis (Kaplan, 2010).

24
A. Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit paling sering didapatkan dari orang tua atau pengasuh,

dengan perhatian khusus pada kehamilan ibu, persalinan, dan kelahiran. Terdapat

riwayat keluarga retardasi mental, hubungan darah pada orangtua, dan gangguan

herediter. Juga dapat menilai latar belakang sosiokultural pasien, iklim emosional

di rumah, dan fungsi intelektual pasien (Kaplan, 2010).

B. Wawancara Psikiatrik

Dua faktor yang sangat penting saat jika mewawancarai pasien adalah

sikap pewawancara dan cara berkomunikasi dengan pasien. Kemampuan verbal

pasien, termasuk bahasa reseptif dan ekspresif, harus dinilai sesegera mungkin

dengan mengobservasi komunikasi verbal dan nonverbal antara pengasuh dan

pasien dan dari riwayat penyakit. Sangat membantu jika memeriksa pasien dan

pengasuhnya bersama-sama. Jika pasien menggunakan bahasa isyarat, pengasuh

dapat sebagai penerjemah.

Orang terertardasi mengalami kegagalan seumur hidup dalam berbagai

bidang, dan mereka mungkin mengalami kecemasan sebelum menjumpai

pewawancara. Pewawancara dan pengasuh harus berusaha untuk memberikan

pasien suatu penjelasan yang jelas, suportif, dan konkret tentang proses

diagnostik, terutama pasein dengan bahasa reseptif yang memadai. Dukungan dan

pujian harus diberikan dalam bahasa yang sesuai dengan usia dan pengertian

pasien.

Pengendalian pasien terhadap pola motilitas harus dipastikan, dan bukti

klinis adanya distraktibilitas dan distorsi dalam persepsi dan daya ingat harus

diperiksa. Pemakaian bahasa, tes realitas, dan kemampuan menggali dan

25
pengalaman penting untuk dicatat. Sifat dan maturitas pertahanan pasien

(menundukkan diri sendiri menggunakan penghindaran, represi, penyangkalan,

introyeksi, da isolasi) harus diamati. Potensi sublimasi, toleransi frustasi, dan

pengendalian impuls (terutama terhadap dorongan motorik, agresif, dan seksual)

harus dinilai. Juga penting adalah citra diri dan peranannya dalam perkembangan

keyakinan diri, dan juga penilaian keuletan, ketetapan hati, keingintahuan, dan

kemauan menggali hal yang tidak diketahui.

Pada umumnya pemeriksaan psikiatrik pasien yang teretardasi harus

mengungkapkan bagaimana pasien mengalami stadium perkembangan. Dalam hal

kegagalan atau regresi, juga dapat mengembangkan sifat kepribadian yang

memungkinkan perencanaan logis dari penatalaksanaan dan pendekatan

pengobatan (Kaplan, 2010).

C. Pemeriksaan Fisik

Berbagai bagian tubuh memiliki karakteristik tertentu yang sering

ditemukan pada orang retardasi mental dan memiliki penyebab prenatal. Sebagai

contoh, konfigurasi dan ukuran kepala memberikan petunjuk terhadap berbagai

kondisi seperti mikrosefali, hidrosefalus, dan sindroma Down. Wajah pasien

mungkin memiliki beberapa stigmata retardasi mental yang sangat mempermudah

diagnosis. Tanda fasial tersebut adalah hipertelorisme, tulang hidung yang datar,

alis mata yang menonjol, lipatan epikantus, opasitas kornea, perubahan retina yag

letaknya rendah atau bentuknya aneh, lidah yang menonjol, dan gangguan gigi

geligi. Lingkaran kepala harus diukur sebagai bagian dari pemeriksaan klinis.

Warna dan tekstur kulit dan rambut, palatum dengan lengkung yang tinggi,

ukuran kelenjar tiroid, dan ukuran anak dan batang tubuh dan ekstremitasnya

26
adalah bidang lain yang digali (Kaplan, 2010).

D. Pemeriksaan Neurologis

Gangguan sensorik sering terjadi pada orang retardasi mental, sebagai

contoh sampai 10 persen orang retardasi mental mengalami gangguan

pendengaran empat kali lebih tinggi dibandingkan orang normal. Gangguan

sensorik dapat berupa gangguan pendengaran dan gangguan visual. Gangguan

pendengaran terentang dari ketulian kortikal sampai deficit pendengaran yang

ringan. Gangguan visual dapat terentang dari kebutaan sampai gangguan konsep

ruang, pengenalan rancangan, dan konsep citra tubuh.

Gangguan dalam bidang motorik dimanifestasikan oleh kelainan pada

tonus otot (spastisitas atau hipotonia), refleks (hiperefleksia), dan gerakan

involunter (koreoatetosis). Derajat kecacatan lebih kecil ditemukan dalam

kelambanan dan koordinasi yang buruk (Kaplan, 2010).

E. Tes Laboratorium

Tes laboratorium yang digunakan pada kasus retardasi mental adalah

pemeriksaan urin dan darah untuk mencari gangguan metabolik. Penentuan

kariotipe dalam laboratorium genetic diindikasikan bila dicurigai adanya

gangguan kromosom.

Amniosintesis, di mana sejumlah kecil cairan amniotic diambil dari ruang

amnion secara transabdominal antara usia kehamilan 14 dan 16 minggu, telah

berguna dalam diagnosis berbagai kelainan kromosom bayi, terutama Sindroma

Down. Amniosintesis dianjukan untuk semua wanita hamil berusia di atas 35

tahun.

Pengambilan sampel vili korionik (CVS; chorionic villi sampling) adalah

27
teknik skrining yang baru untuk menentukan kelainan janin. Cara ini dilakukan

pada usia kehamilan 8 dan 10 minggu. Hasilnya tersedia dalam waktu singkat

(beberapa jam atau hari), dan jika kehamilan adalah abnormal, keputusan untuk

mengakhiri kehamilan dapat dilakukan dalam trimester pertama. Prosedur

memiliki resiko keguguran antara 2 dan 5 persen (Kaplan, 2010).

F. Pemeriksaan Psikologis

Tes psikologis, dilakukan oleh ahli psikologis yang berpengalaman, adalah

bagian standar dari pemeriksaan untuk retardasi mental. Pemeriksaan psikologis

dilakukan untuk menilai kemampuan perceptual, motorik, linguistik, dan

kognititf. Informasi tentang factor motivasional, emosional, dan interpersonal juga

penting (Kaplan, 2010).

4. KLASIFIKASI

Menurut PPDGJ-III retardasi mental dibagi menjadi :

a. F70 Retardasi Mental Ringan

Bila menggunakan tes IQ baku yang tepat, maka IQ berkisar antara 50 –

69 menunjukkan retardasi mental ringan. Pemahaman dan penggunaan bahasa

cenderung terlambat pada berbagai tingkat, dan masalah kemampuan berbicara

yang mempengaruhi perkembangan kemandirian dapat menetap sampai dewasa.

Walaupun mengalami keterlambatan dalam kemampuan bahasa, tapi sebagian

besar dapat mencapai kemampuan bicara untuk keperluan sehari – hari.

Kebanyakan juga dapat mandiri penuh dalam merawat diri sendiri dan mencapai

ketrampilan praktis dan ketrampilan rumah tangga, walaupun tingkat

perkembangannya agak lambat daripada normal. Kesulitan utama biassanya

28
tampak dalam pekerjaan sekolah yang bersifat akademis dan banyak masalah

khusus dalam membaca dan menulis.

Etiologi organik hanya dapat diidentifikasikan pada sebagian kecil penderita.

Keadaan lain yang menyertai, seperti autisme, gangguan perkembangan lain,

epilepsi, gangguan tingkah laku, atau disabilitas fisik dapat ditemukan dalam

berbagai proporsi. Bila terdapat gangguan demikian, maka harus diberi kode

diagnosis tersendiri.

b. F71 Retardasi Mental Sedang

IQ biasanya berada dalam rentang 35 – 49. Umumnya ada profil

kesenjangan dari kemampuan, beberapa dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi

dalam ketrampilan visuo-spasial daripada tugas – tugas yang tergantung pada

bahasa, sedangkan yang lainnya sangat canggung namun dapat mengadakan

interaksi sosial dan percakapan sederhana. Tingkat perkembangan bahasa

bervariasi, ada yang dapat mengikuti percakapan sederhana, sedangkan yang lain

hanya dapat berkomunikasi seadanya untuk kebutuhan dasar mereka.

Suatu etiologi organik dapat diidentifikasikan pada kebanyakan penyandang

retardasi mental sedang. Autisme masa kanak atau gangguan perkembangan

pervasif lainnya terdapat pada sebagian kecil kasus, dan mempunyai pengaruh

besar pada gambaran klinis dan tipe penatalaksanaan yang dibutuhkan. Epilepsi,

disabilitas neurologik dan fisik juga lazim ditemukan meskipun kebanyakan

penyandang retardasi mental sedang mampu berjalan tanpa bantuan.

Kadang – kadang didapatkan gangguan jiwa lain, tetapi karena tingkat

perkembangan bahasanya yang terbatas sehingga sulit menegakkan diagnosis dan

29
harus tergantung dari informasi yang diperoleh dari orang lain yang mengenalnya.

Setiap gangguan penyerta harus diberi kode diagnosis tersendiri.

c. F72 Retardasi Mental Berat

IQ biasanya berada dalam rentang 20 – 34. Pada umumnya mirip dengan

retardasi mental sedang dalam hal :

- Gambaran klinis

- Terdapatnya etiologi organik

- Kondisi yang menyertainya

- Tingkat prestasi yang rendah

- Kebanyakan penyandang retardasi mental berat menderita gangguan motorik

yang mencolok atau defisit lain yang menyertainya, menunjukkan adanya

kerusakan atau penyimpangan perkembangan yang bermakna secara klinis dari

susunan saraf pusat.

d. F73 Retardasi Mental Sangat Berat

IQ biasanya dibawah 20. Pemahaman dan penggunaan bahasa terbatas,

hanya mengerti perintah dasar dan mengajukan permohonan sederhana.

Keterampilan visuospasial yang paling dasar dan sederhana tentang memilih dan

mencocokkan mungkin dapat dicapainya dan dengan pengawasan dan petunjuk

yang tepat, penderita mungkin dapat sedikit ikut melakukan tugas praktis dan

rumah tangga.

Suatu etiologi organik dapat diidentifikasi pada sebagian besar kasus. Biasanya

30
ada disabilitas neurologik dan fisik lain yang berat yang mempengaruhi mobilitas,

seperti epilepsi dan hendaya daya lihat dan daya dengar. Sering ada gangguan

perkembangan pervasif dalam bentuk sangat berat khususnya autisme yang tidak

khas (atypical autism) terutam pada penderita yang dapat bergerak.

e. F78 Retardasi Mental Lainnya

Kategori ini hanya digunakan bila penilaian dari tingkat retardasi mental

dengan memakai prosedur biasa sangat sulit atau tidak mungkin dilakukan karena

adanya gangguan sensorik atau fisik, misalnya buta, bisu, tuli dan penderita yang

perilakunya terganggu berat atau fisiknya tidak mampu.

f. F79 Retardasi Mental YTT

Jelas terdapat retardasi mental, tetapi tidak ada informasi yang cukup

untuk menggolongkannya dalam salah satu kategori tersebut diatas.

5. PENATALAKSANAAN

Retardasi mental berhubungan dengan beberapa gangguan heterogen dan

berbagai faktor psikososial. Terapi yang terbaik untuk retardasi mental adalah

pencegahan primer, sekunder, dan tersier (Kaplan, 2010).

A. Pencegahan Primer

Pencegahan primer merupakan tindakan yang dilakukan untuk

menghilangkan atau menurunkan kondisi yang menyebabkan perkembangan

gangguan yang disertai dengan retardasi mental. Tindakan tersebut termasuk :

• Pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum

31
tentang retardasi mental.

• Usaha terus-menerus dari professional bidang kesehatan untuk menjaga dan

memperbaharui kebijaksanaan kesehatan masyarakat.

• Aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak yang optimal.

• Eradikasi gangguan yang diketahui disertai dengan kerusakan system saraf

pusat.

Konseling keluarga dan genetik membantu menurunkan insidensi retardasi

mental dalam keluarga dengan riwayat gangguan genetic yang berhubungan

dengan retardasi mental. Untuk anak-anak dan ibu dengan sosioekonomi rendah,

pelayanan medis prenatal dan perinatal yang sesuai dan berbagai program

pelengakap dan bantuan pelayanan social dapat menolong menekan komplikasi

medis dan psikososial.

B. Pencegahan Sekunder dan Tersier

Jika suatu gangguan yang disertai dengan retardasi mental telah dikenali,

gangguan harus diobati untuk mempersingkat perjalanan penyakit (pencegahan

sekunder) dan untuk menekan sekuele atau kecacatan yang terjadi setelahnya

(pencegahan tersier).

Gangguan metabolik dan endokrin herediter, seperti PKU dan

hipotiroidisme, dapat diobati dalam stadium awal dengan control diet atau dengan

terapi penggantian hormone.

Anak retardasi mental seringkali memiliki kesulitan emosional dan

perilaku yang memerlukan terapi psikiatrik. Kemampuan kognitif dan sosial yang

terbatas yang dimiliki anak tersebut memerlukan modalitas terapi psikiatrik yang

32
dimodifikasi berdasarkan tingkat kecerdasan anak.

a. Pendidikan untuk anak

Lingkungan pendidikan untuk anak-anak dengan retardasi mental harus

termasuk program yang lengkap yang menjawab latihan keterampilan adaptif,

latihan keterampilan sosial, dan latihan kejujuran. Perhatian khusus harus

dipusatkan pada komunikasi dan usaha untuk meningkatkan kualitas hidup. Terapi

kelompok seringkali merupakan format yang berhasil dimana anak-anak dengan

retardasi mental dapat belajar dan mempraktekkan situasi hidup nyata dan

mendapatkan umpan balik yang mendukung.

b. Terapi perilaku, kognitif, dan psikodinamika

Kesulitan dalam beradaptasi di antara orang retardasi mental adalah luas

dan sangat bervariasi sehingga sejumlah intervensi sendiri atau dalam kombinasi

mungkin berguna.

Terapi perilaku telah digunakan selama bertahun-tahun untuk membentuk

dan meningkatkan perilaku sosial dan untuk mengendalikan dan menekan

perilaku agresif dan destruksi pasien. Dorongan positif untuk perilaku yang

diharapkan dan memulai hukuman (seperti mencabut hak istimewa) untuk

perilaku yang tidak diinginkan telah banyak menolong.

Terapi kognitif seperti menghilangkan keyakinan palsu dan latihan

relaksasi dengan instruksi dari diri sendiri, juga telah dianjurkan untuk pasien

retardasi mental yang mampu mengikuti instruksi pasien.

Terapi psikodinamika telah digunakan pada pasien retardasi mental dan

keluarganya untuk menurunkan konflik tentang harapan yang menyebabkan

kecemasan, kekerasan, dan depresi yang menetap.

33
c. Pendidikan keluarga

Satu bidang yang penting dalam pendidikan keluarga dari pasien dengan

retardasi mental adalah tentang cara meningkatkan kompetensi dan harga diri

sambil mempertahankan harapan yang realistik untuk pasien. Keluarga seringkali

merasa sulit untuk menyeimbangkan antara mendorong kemandirian dan

memberikan lingkungan yang mengasuh dan suportif bagi anak retardasi mental,

yang kemungkinan mengalami suatu tingkat penolakan dan kegagalan di luar

konteks keluarga.

Orang tua mungkin mendapatkan manfaat dari konseling yang terus-

menerus dari terapi keluarga. Orang tua harus diberikan kesempatan untuk

mengekspresikan perasaan bersalah, putus asa, kesedihan, penyangkalan yang

terus-menerus timbul, dan kemarahan tentang gangguan dan masa depan anak.

Dokter psikiatrik harus siap untuk memberikan semua informasi medis dasar dan

terakhir tentang penyebab, terapi, dan bidang lain yang berhubungan (seperti

latihan khusus dan perbaikna defek sensorik).

d. Intervensi farmakologis

Pendekatan farmakologis dalam terapi gangguan mental komorbid pada

pasien retardasi mental adalah banyak kesamaannya seperti untuk pasien yang

tidak mengalami retardasi mental. Semakin banyak data yang mendukung

pemakaian berbagai medikasi untuk pasien dengan gangguan mental yang tidak

retardasi mental. Beberapa penelitian telah memusatkan perhatian pada pemakaian

medikasi untuk sindrom perilaku berikut ini yang sering terjadi di antara retardasi

mental:

Agresi dan perilaku melukai diri sendiri

34
Beberapa bukti dari penelitian telah menyatakan bahwa lithium (Eskalith) berguna

dalam menurunkan agresi dan perilaku melukai diri sendiri. Antagonis narkotik

seperti naltrexone (Trexan) telah dilaporkan menurunkan perilaku melukai diri

sendiri pada pasien retardasi mental yang juga memenuhi kriteria diagnostik untuk

gangguan austik infantile. Satu hipotesis yang diajukan sebagai mekanisme kerja

terapi naltrexone adalah bahwa obat mempengaruhi pelepasan opioid endogen

yang dianggap berhubungan dengan melukai diri sendiri. Carbamazepine

(Tegretol) dan valproic acid (Depakene) adalah medikasi yang juga bermanfaat

pada beberapa kasus perilaku melukai diri sendiri.

Gerakan motorik stereotipik

Medikasi antipsikotik, seperti haloperidol (Haldol) dan chlorpromazine

(Thorazine), menurunkan perilaku stimulasi diri yang berulang pada pasien

retardasi mental, terapi medikasi tersebut tidak meningkatkan perilaku adaptif.

Beberapa anak dan orang dewasa (sampai sepertiga) dengan retardasi mental

menghadapi resiko tinggi mengalami tardive dyskinesia dengan pemakaian

kontinu medikasi antipsikotik.

Perilaku kemarahan eksplosif

Penghambat-β, seperti propranolol dan buspirone (BuSpar), telah dilaporkan

menyebabkan penurunan kemarahan ekspolasif di antara pasien dengan retardasi

mental dan gangguan autistik. Penelitian sistematik diperlukan sebelum obat dapat

ditetapkan sebagai manjur.

Gangguan defisit atensi/hiperaktivitas

Penelitian terapi methylphenidate pada pasien retardasi mental ringan dengan

gangguan defisit atensi/hiperaktivitas telah menunjukkan perbaikan bermakna

35
dalam kemampuan mempertahankan perhatian dan menyelesaikan tugas.

Penelitian terapi metylphenidate tidak menunjukkan bukti adanya perbaikan

jangka panjang dalam keterampilan sosial atau belajar.

DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis aksis II berdasarkan anamnesis dengan orang tua

pasien. Pasien datang dengan keluahan tidak dapat focus. Pasien sudah berusia 15

tahun dan masih duduk di bangku kelas 6 SDLB. Selain itu, pasien sudah 3 tahun

tidak naik kelas. Pasien suka membolos pelajar sekolah, cenderung tidak memiliki

teman di sekolah tetapi memiliki banyak teman ketika berada di lingkungan

rumahnya.

Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke-III

(PPDGJ III) adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak

lengkap, yang terutama ditandai oleh hendaya keterampilan selama masa

perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu

kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan social. Retardasi mental dapat terjadi

dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya. Hendaya perilaku

adaptif selalu ada, tetapi dalam lingkungan social terlindung dimana sarana

pendukung cukup tersedia, hendaya inimungkin tidak tampak sama sekali pada

penyandang retardsi mental ringan.

Pada pasien ini tidak dilakukan Tes IQ, dimana menurut PDGJ, nilai IQ

dapat turut membantu untuk penegakan diagnosis dari retardasi mental dan dapat

membantu untuk menentukan jenis retardasi mental.

Pada pasien ini mengalami retardasi mental ringan (F70). Walaupun

mengalami keterlambatan dalam kemampuan bahasa tetapi sebagian besar dapat

36
mencapai kemampuan berbicara untuk keperluan sehari-hari. Kebanyakan juga

dapat mandiri penuh dalam merawat diri sendiri dan mencapai keterampilan

praktis dan keterampilan rumah tangga, walaupun tngkat perkembangannya agak

lambat dari normal. Hal ini terbukti bahwa pasien bias membereskan tempat

tidurnya sendiri, masak mie instan dan air panas untuk keperluan pasien itu

sendiri.

Penyebab dari retardasi mental pada pasien mungkin dapat disebabkan oleh

infeksi yang terjadi saat masa kehamilan dari hasil anamnesis, didapatkan bahwa

saat kehamilan ibu pernah mengalami keputihan dan ibu berobat ke dokter

Spesialis Kandungan. Oleh dokter, pasien disedot keputihannya dengan

menggunakan alat. Keluhan ini pasien alami sebanyak 3 kali selama masa

kehamilan. Keputihan yang dialami oleh ibu pasien memang belum dapat

dipastikan sebagai penyebab utama dari retardasi mental yang terjadi pada pasien,

tetapi dapat berpotensi menyebabkan retardasi mental.

Tatalaksana pada pasien ini adalah terapi perilaku, terapi kognitif, terapi

psikodinamika dan pendidikan keluarga. Terapi perilaku telah digunakan selama

bertahun-tahun untuk membentuk dan meningkatkan perilaku sosial dan untuk

mengendalikan dan menekan perilaku agresif dan destruksi pasien. Terapi kognitif

seperti menghilangkan keyakinan palsu dan latihan relaksasi dengan instruksi

dari diri sendiri, juga telah dianjurkan untuk pasien retardasi mental yang mampu

mengikuti instruksi pasien. Terapi psikodinamika telah digunakan pada pasien

retardasi mental dan keluarganya untuk menurunkan konflik tentang harapan yang

menyebabkan kecemasan, kekerasan, dan depresi yang menetap.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Retardasi Mental. Sinopsis Psikiatri Ilmu

Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Binarupa Aksara, Jakarta, 2010

2. Elvira SD, Hadisukanto G. Retardasi Mental. Buku Ajar Psikiatri, Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2010

3. Salmiah S: Retardasi Mental. Departemen Kedokteran Fakultas Kedokteran

Gigi Univeritas Sumatera Utara, Medan, 2010

4. Maslim R. F70-F79 Retardasi Mental. Buku Saku PPDGJ-III, Bagian Ilmu

Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, Jakarta, 2003

38

Anda mungkin juga menyukai