Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Irigasi hidung (Nassal irrigation) adalah suatu tindakan perawatan saluran


pernapasan atas, yang kemungkinan berasal dari tradisi medis Ayurvedic (India)
yang kemudian diadopsi oleh kedokteran Barat pada akhir abad ke-19, dan sejak
itu, telah terus mendapatkan popularitas di seluruh dunia.1
Tindakan ini dapat dilakukan sendiri atau dengan terapi lain dalam
beberapa kondisi seperti, Rinosinusitis Kronis dan Rhinitis Alergi Selain itu,
digunakan untuk mengobati serta mencegah infeksi saluran pernapasan atas
khususnya pada anak-anak. Namun, meskipun sebagian besar dianjurkan dalam
praktek klinis sehari-hari, irigasi hidung tidak dimasukan atau hanya disebutkan
secara singkat oleh para ahli dalam pedoman untuk pengobatan penyakit saluran
pernapasan atas.1
Analisis literatur menunjukkan bahwa irigasi hidung nampaknya efektif
dalam pengobatan beberapa kondisi sinonasal akut dan kronis. Namun, meskipun
dalam beberapa tahun terakhir beberapa penelitian baru telah dilakukan, sebagian
besar studi yang telah mengevaluasi irigasi hidung memiliki masalah metodologis
yang relevan.1
Metode irigasi hidung harus distandarisasi untuk menentukan solusi,
perangkat dan jangka waktu pengobatan yang cukup untuk mendapatkan hasil
yang menguntungkan, karena hal ini sangat penting untuk anak-anak yang
menderita banyak masalah sinonasal yang memungkinkan mendapat manfaat
secara signifikan dari metode pencegahan dan terapeutik sederhana seperti irigasi
hidung.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi hidung

Hidung terdiri dari hidung bagian luar berbentuk piramid dengan bagian-
bagiannya dari atas ke bawah :1,3

1. Pangkal hidung (bridge).


2. Batang hidung (dorsum nasi).
3. Puncak hidung (hip).
4. Ala nasi.
5. Kolumela.
6. Lubang hidung (nares anterior).

Gambar 1. Anatomi hidung eksternal

2
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari:

1. Tulang hidung (os nasal)


2. Prosesus frontalis os maksila
3. Prosesus nasalis os frontal.
sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang
terletak di bagian bawah hidung, yaitu:

1. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior.


2. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai
kartilago ala mayor.
3. Tepi anterior kartilago septum.
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke
belakang, dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi
kanan dan kiri. Pintu masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan
lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum
nasi dengan nasofaring

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di
belakang nares anterior disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit
yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang (vibrise).

3
Gambar 2. Anatomi hidung tampak lateral dan medial

Tiap kavum nasi mempunyai empat buah dinding, yaitu dinding medial,
lateral, inferior, dan superior. Dinding medial adalah septum nasi yang dibentuk
oleh tulang dan tulang rawan. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian
tulang rawan dan periostium pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi
oleh mukosa hidung.

4
Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya
paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media,
lebih kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka
suprema ini biasanya rudimenter.
Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung. Terdapat meatus yaitu
meatus inferior, medius, dan superior. Pada meatus inferior terdapat muara
(ostium) duktus nasolakrimalis. Pada meatus medius terdapat muara sinus frontal,
sinus maksila dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior terdapat muara
sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.

Batas Rongga Hidung

Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os


maksila dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan
dibentuk oleh lamina kribriformis merupakan lempeng tulang berasal dari os
etmoid, tulang ini berlubang-lubang (kribrosa=saringan) tempat masuknya
serabut-serabut saraf olfaktorius. Di bagian posterior, atap rongga hidung dibentuk
oleh os sfenoid.

Vaskularisasi

Bagian atas rongga hidung divaskularisasi oleh arteri etmoidalis anterior


dan posterior yang merupakan cabang dari arteri oftalmika dari arteri karotis
interna.
Bagian bawah rongga hidung divaskularisasi oleh cabang arteri maksilaris
interna, diantaranya arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina. Arteri
sfenopalatina keluar dari foramen sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di
belakang ujung posterior konka media.
Bagian depan hidung divaskularisasi oleh cabang-cabang a. fasialis. Pada
bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a. sfenopalatina, a.
etmoid anterior, a. labialis superior, dan a. palatina mayor, yang disebut pleksus
kiesselbach (little's area).

5
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan
berdampingan dengan arteri. Vena divestibulum dan struktur luar hidung
bermuara ke v.oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena
di hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktor predisposisi untuk
mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial.

Gambar 3. Vaskularisasi hidung

Jaringan limfatik

Jaringan limfatik berasal dari mukosa superfisial. Jaringan limfatik


anterior bermuara di sepanjang pembuluh fasialis yang menuju leher. Jaringan
limfatik posterior terbagi menjadi tiga kelompok. Kelompok superior bermuara
pada kelenjar limfe retrofaringea. Kelompok media menuju ke kelenjar limfe
jugularis. Kelompok inferior menuju ke kelenjar limfe di sepanjang pembuluh
jugularis interna.

6
Innervasi

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.
etmoidalis anterior yang merupakan cabang n. nasosiliaris yang bersal dari n.
oftalmikus. Rongga hidung lainnya, sebagian besar terdapat persarafan sensorik
dari nervus maksilla melalui ganglion sfenopalatina. Ganglion ini menerima
serabut sensoris dari n. maksilaris, serabut parasimpatis dari n. petrosus
superfisialis mayor dan serabut saraf simpatis dari n. petrosus profundus.
Ganglion sfenopalatina terletak di belakang dan sedikit di ujung posterior konka
media.
Fungsi penghidu berasal dari nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui
lamina kribrosa dari pemukaan bawah bulbus olfaktorius dan berakhir pada sel-sel
reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.

Gambar 4. Innervasi hidung

7
Fisiologi Hidung:
Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner dan teori fungsional, fungsi
fisiologis hidung dan sinus paranasalis adalah:

1. Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air conditioning),


penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan
dan mekanisme imunologik lokal,
2. Fungsi penghidu karena terdapat mukosa olfaktorius.
3. Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses
bicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang,
4. Fungsi statik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi
terhadap trauma dan pelindung panas, dan
5. Refleks nasal, dimana mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang
berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernapasan yang
dapat menyebabkan refleks bersin dan napas berhenti, rangsang bau
tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

B. Mekanisme Irigasi Hidung

Mekanisme yang tepat dimana tindakan irigasi hidung bekerja tidak


diketahui. Namun, sebagian besar ahli berpendapat bahwa dimana intervensi
mekanisme yang langsung mengarah ke pembersihan mukosa hidung, yaitu suatu
tindakan independen komposisi larutan, yang digunakan untuk pencucian hidung.
Lendir yang melapisi rongga hidung dapat dilunakkan dan melukat. Selain itu,
mediator inflamasi seperti prostaglandin dan leukotrien dan antigen yang
bertanggung jawab atas reaksi alergi dapat menghilang, sehingga membantu
dalam perbaikan infeksi saluran pernapasan atas dan rinitis alergi.
Namun, beberapa data tampaknya menunjukkan bahwa komposisi
larutan bisa mempengaruhi beberapa aspek dari tindakan irigasi hidung.
Meskipun dampak konsentrasi garam pada pembersihan mukosiliar
melalui modifikasi frekuensi cilliar beating tidak didefinisikan, karena data yang

8
dikumpulkan secara in vitro dan in vivo telah kontradiktif, namun telah
ditunjukkan bahwa komposisi dan aktivitas sekresi hidung berhubungan dengan
tonisitas larutan.
Pemberian larutan rendah garam dan larutan isotonik telah dikaitkan
dengan reduksi signifikan dalam mikroba antigen dan penurunan terkait beban
mikroba. Sebaliknya, solusi hipertonik ditemukan hanya sedikit yang mampu
mempengaruhi konsentrasi antigen mikroba. Selanjutnya, lisozim dan Konsentrasi
laktoferin ditemukan meningkat sekitar 30% pada 24 jam setelah irigasi hidung.
Aktivitas irigasi hidung tampaknya semakin meningkat dengan
penambahan larutan yang mengandung ion-ion yang berbeda dari Na+ dan Cl
karena mereka dapat memberikan efek yang relatif positif pada fungsi dan
integritas sel epitel. Magnesium (Mg) menunjukan perbaikan sel dan membatasi
peradangan dengan mengurangi metabolisme eicosanoid baik pada tingkat
pembebasan asam arakidonat dan dengan penghambatan langsung Enzim 5-
lipoxygenase.
Selain itu, Mg menghambat eksositosis dari permeabilisasi eosinofil dan,
bersama dengan zing mengurangi apoptosis sel-sel pernapasan. Kalium
memberikan aksi anti-inflamasi dan, secara menyeluruh, semua ion ini tampaknya
meningkatkan viabilitas sel-sel pernapasan lebih dari isotonik saline. Ion
bikarbonat mengurangi viskositas lendir, meskipun relevansi penambahan murni
bikarbonat ke larutan garam diperdebatkan. Keuntungan dari viskositas lendir
berkurang mungkin diimbangi dengan peningkatan pH larutan, yang mungkin
menjadi faktor negatif. penelitian in vitro telah menunjukkan bahwa pH asam
dapat mengurangi frekuensi irama ciliary, sedangkan yang sebaliknya terjadi
ketika solusi sedikit alkali digunakan. Namun, secara in vivo, penggunaan larutan
dengan pH mulai dari 6,2 hingga 8,4 tidak mempengaruhi pembersihan
mukosiliar.

9
Tabel 1 Rangkuman Aksi Mekanisme Irigasi Hidung.

Mekanisme Aksi
Mechanical intervention Mucus lining dislodgment
Removal of inflammatory mediators
Impact on mucociliary clearance Reduction in microbial antigens level
Decline of microbial burden
Positive effect on epithelial cell Magnesium promotes cell repair, limits
integrity and function in the presence inflammation, limits exocytosis, and
of additional ions reduces apoptosis of respiratory cells
Zinc reduces apoptosis of respiratory
cells
Potassium exerts anti-inflammatory
action
Bicarbonate reduces mucus viscosity

C. Komposisi Larutan yang sering digunakan pada Irigasi Hidung

Saline isotonik (0,9%) dan salin hipertonik (1,5% hingga 3%) adalah
larutan komersial yang paling umum digunakan untuk tindakan irigasi hidung.
Keduanya bersifat asam, dengan nilai pH bervariasi dari 4,5 hingga 7. Larutan
NaCl dengan Konsentrasi yang lebih tinggi dari 3% tidak dianjurkan, meskipun
munculnya efek samping untuk hypertonicity seperti sensasi nyeri, sumbatan, dan
rinorea telah terbukti tergantung dosis dan hanya terjadi ketika konsentrasi NaCl
adalah 5,4%. Alih-alih beberapa larutan ion yang lebih disukai oleh beberapa
dokter adalah Ringer laktat, yang mengandung mineral lain selain NaCl dan
mempunyai pH 6 sampai 7,5.

10
D. Tata cara melakukan irigasi hidung

Secara teoritis , Beberapa metode lama seperti pada pot neti hanya diisi
dengan air hangat, dapat digunakan untuk melakukan irigasi hidung. Namun,
penelitian yang dilakukan pada orang dewasa tampaknya menunjukkan di antara
berbagai metode, yang paling efektif adalah yang menjamin volume irigasi
menjadi besar. Bahkan, meskipun durasi optimal dari perawatan belum
diklarifikasi, manfaat yang dihasilkan lebih besar ketika tekanan positif
digunakan. Distribusi larutan di rongga hidung dan sinus lebih lengkap dengan
tekanan positif dibandingkan dengan tekanan negatif (dengan mengendus),
nebulasi, atau semprotan. Untuk memaksimalkan efikasi, luas volume (tidak
kurang dari 100 mL) irigasi tekanan rendah lebih disukai daripada volume rendah
dengan irigasi tekanan tinggi. Mengenai perangkat, tidak dapat dipungkiri bahwa,
untuk memungkinkan irigasi yang terbaik pada seluruh rongga hidung dan sinus
paranasal, cara semprotan harus digunakan. Pada orang dewasa, mereka harus
memungkinkan tekanan output minimum adalah 120 mbar, koneksi yang baik ke
lubang hidung, insersi yang tepat ke ruang depan hidung, dan aliran irigasi yang
menuju ke atas.
Bertentangan dengan apa yang telah didefinisikan secara tepat pada
orang dewasa, tidak ada evaluasi dari cara yang paling efektif untuk pengobatan
irigasi hidung pada anak-anak yang tersedia. Ini menjadi masalah terutama untuk
neonatus, bayi, dan balita yang tidak dapat menggunakan terapi penyemprotan
tekan yang disiapkan untuk orang dewasa. Pada hal ini, tetes, semprotan atau
jarum suntik sekali pakai sering digunakan, meskipun tidak ada studi yang secara
tepat mendefinisikan metode terbaik, larutan volume yang tepat, dan durasi
pengobatan yang optimal untuk memastikan irigasi hidung yang efektif.

11
Orang dewasa umumnya memiliki efek samping minimal terhadap
irigasi hidung. Efek samping sementara, seperti hidung iritasi, ketidaknyamanan
pada hidung, otalgia, atau terkumpulnya saline dalam sinus paranasal dengan
drainase berikutnya, yang telah di laporkan umumnya (10-20% dari kasus).
Namun, Suhu larutan juga dapat berisiko karena larutan yang terlalu dingin atau
terlalu panas dapat menyebabkan masalah toleransi. Kesimpulan serupa dapat
ditarik untuk anak-anak, meskipun evaluasi ini lebih sulit, terutama pada pasien
termuda. berikut

Ada tiga cara dalam melakukan irigasi hidung;


1. Alat dan cara Pencampuran larutan
Alat-alat yang digunakan adalah Pot Neti, Spuit,

Gambar 5. Pot Neti dan Spuit

bahan yang diperlukan adalah larutan garam yang dapat dengan atau tanpa
diberi tambahan natrium bikarbonat (baking soda) sebagai buffer. Sedangkan alat
yang diperlukan adalah nasal irrigation pot (tempat/mangkuk untuk larutan garam)
dan pint container (tempat mencampur bahan larutan). Garam yang dipakai jangan
garam meja sebab mengandung iodium (aditif). Saline isotonik (0,9%) dan salin
hipertonik (1,5% hingga 3%) adalah larutan komersial yang paling umum
digunakan untuk tindakan irigasi hidung.

12
Gambar 6. Lrutan NaCl 0,9%

Keduanya bersifat asam, dengan nilai pH bervariasi dari 4,5 hingga 7.


Larutan NaCl dengan Konsentrasi yang lebih tinggi dari 3% tidak dianjurkan. Jika
tidak ada larutan tersebut dapat dilakukan pencampuran. Penting untuk
menggunakan air steril, dibeli langsung atau diperoleh dengan cara direbus dan
didinginkan. Larutan garam, baik isotonik (0,9% garam; 9 g natrium klorida
dilarutkan dalam satu liter air) atau hipertonik (0,7% hingga 0,3% larutan garam)
dibuat dengan menambahkan jumlah murni yang benar dari non-yodium natrium
klorida . Garam kosher merupakan sumber yang cocok dari sodium klorida murni
tanpa tambahan mineral.

13
Gambar 7. Garam Kosher

Irigasi hidung tidak boleh dicoba dengan air keran atau air suling. Sterilitas
sangat penting untuk keselamatan, dan garam mencegah sensasi panas terkait
dengan penggunaan larutan non-isotonik.

Masukkan 1 sendok makan garam dan ½ sendok makan baking soda dalam
0,5 liter air hangat, aduk dan setelah semua bahan larut, masukkan larutan ini ke
dalam nasal irirrigation pot. Untuk larutan hipertonik, banyaknya garam dinaikkan
menjadi dua atau tiga kali lipat.

2. Posisi Teko atau


Bersandar di wastafel sehingga Anda melihat langsung ke baskom. Putar
kepala Anda sedikit dan dengan lembut masukkan cerat dari pot irigasi hidung ke
dalam lubang hidung bagian atas Sehingga membentuk segel yang nyaman.
Jangan menekan moncongnya "tengah", atau septum, hidung. Cara yang paling
sederhana adalah menghirup air dari tangan.

14
Gambar 8. Posisi Irigasi Hidung

3. Irigasi Hidung
Bernafas melalui mulut Anda, naikkan pot irigasi hidung sehingga
solusinya masuk lubang hidung bagian atas. Larutannya akan segera mengalir dari
lubang hidung bagian bawah. Ketika pot hidung kosong, hembuskan perlahan
melalui kedua lubang hidung untuk membersihkan larutan berlebih dan lendir.
Dengan lembut bernapaslah kembali melalui hidung. Ulangi prosedur untuk
lubang hidung lainnya. Cara yang lebih baik adalah dengan menyemprotkan
larutan ke dalam lubang hidung tetapi kurang efektif. Metode yang paling efektif
adalah dengan memastikan larutan tersebut masuk melalui salah satu lubang
hidung dan keluar melalui lubang hidung sebelahnya atau keluar melalui rongga
hidung ke tenggorok dan kemudian dikeluarkan melalui mulut (meludah).
Tekanan yang diperlukan berasal dari gravitasi, atau dari penekanan botol plastik
atau semprit (syringe) atau dengan menggunakan pompa elektrik. Pada bebeapa
literatur mengatakan pada anak-anak cara dilakukan serupa dengan menggunakan
Bulb Srynge

15
Gambar 9. Bulb Syringe

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Principi N, Eposito S. Nasal Irrigation: An Imprecisely Defined Medical


Procedure. 2017
2. Chong, LY; Head, K; Hopkins, C; Philpott, C; Glew, S; Scadding, G; Burton,
MJ; Schilder, AG. "Saline irrigation for chronic rhinosinusitis" (26 April
2016).
3. Hermelingmeier, Kristina E.; Weber, Rainer K.; Hellmich, Martin; Heubach,
Christine P.; Mösges, Ralph (2012-09-01).
4. Little P, Stuart B, Mullee M, et al. Effectiveness of steam inhalation and nasal
irrigation for chronic or recurrent sinus symptoms in primary care: a prag-
matic randomized controlled trial. CMAJ 2016; 188:940-9
5. Hermelingmeier, Kristina E.; Weber, Rainer K.; Hellmich, Martin; Heubach,
Christine P.; Mösges, Ralph (2012-09-01). "Nasal irrigation as an adjunctive
treatment in allergic rhinitis: a systematic review and meta-analysis"

17

Anda mungkin juga menyukai